• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Konsumen Terhadap Praktek Penjualan Makanan dan Kualitas Makanan yang Merugikan Konsumen. Ujang Sumarwan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perlindungan Konsumen Terhadap Praktek Penjualan Makanan dan Kualitas Makanan yang Merugikan Konsumen. Ujang Sumarwan"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Perlindungan Konsumen Terhadap Praktek Penjualan Makanan dan Kualitas Makanan yang Merugikan Konsumen

Ujang Sumarwan

Pendahuluan

Kita adalah sebuah bangsa dengan lebih dari 180 juta konsumen. Apapun jenis peker jaan dan status sosial kita, dimanapun kita tinggal dan berapapun usia kita, kita semua adalah konsumen. Walaupun kebutuhan dan keinginan Setiap konsumen adalah berbeda, tetapi semua konsumen melakukan hal yang sama yaitu konsumsi barang dan jasa. Kesamaan kegiatan yang dilakukan ini membawa implikasi bahwa semua konsumen memiliki kepentingan yang sama. Setiap konsumen mendambakan memperoleh hak-haknya dengan layak, memiliki bargaining power yang sama tatkala melakukan transaksi dengan produsen. Setiap konsumen mengingin-kan suatu pasar yang diatur dengan prinsip-prinsip, peraturan dan Berta suatu itikad baik dari semua unsur yang terlibat didalammnya baik produsen, pemerintah maupun konsumen itu sendiri. Konsumen memerlukan suatu pasar dimana dia bisa membedakan yang baik dari yang buruk. Seringkali terjadi ketegangan antara konsumen dengan produsen karena mereka memil-iki kepentingan yang berbeda. Konsumen menginginkan dapat memperoleh barang dan jasa dengan sebaik-baiknya, sementara produsen menginginkan memperoleh untung yang sebanyak-banyaknya agar is tetap bertahan dalam usahanya. Salah satu sumber ketegangan ini adalah makanan dan minuman yang merupakan kebutuhan pokok konsumen. Bagi sebagian besar konsumen di Indonesia, mereka mencurahkan uang dan waktunya yang cukup besar untuk melakukan transaksi dan konsumsi makanan dan minuman. Karena itu tidaklah mengherankan bahwa makanan dan minuman mempunyai arti yang sangat penting dalam perspektif konsu-men.

(2)

Makanan sebagai Indikator Kesejahteraan Konsumen

Selama berpuluh-puluh tahun para ahli psikologi berusaha untuk mengklasifikasikan berbagai macam kebutuhan manusia. Salah satu persamaan yang menonjol diantara daftar kebutuhan tersebut adalah ditempatkannya kebutuhan fisiologis sebagai peringkat pertama dari kebutuhan manusia. Salah satu konsep kebutuhan yang sangat terkenal diajukan oleh Abraham H. Maslow. Menurut Maslow, manusia mengorganisasikan kebutuhan sedemikian rupa se-hingga terdapat prioritas dan hirarki kepentingan. Menurut teori ini, terdapat lima peringkat kebutuhan manusia:

(1) Fisiologis, dasar-dasar kelangsungan hidup, kebutuhan makanan, minuman dan lainnya; (2) Keamanan: berkenaan dengan kelangsungan hidup fisik

(3) Interaksi manusia: Cinta, kebutuhan untuk dicintai dan mencintai

(4) Afiliasi: Kebutuhan untuk diterima oleh orang lain dan menjadi orang yang penting bagi orang lain.

(5) Aktualisai diri: Kebutuhan untuk mengembangkan kebebasan dalam ekspresi diri.

Selanjutnya menurut teori ini, setiap kebutuhan dari peringkat yang lebih tinggi akan tidak nampak sebelum tingkat yang lebih rendah terpenuhi. Berdasarkan teori ini, tidaklah mengherankan bahwa terpenuhinya kebutuhan fisiologis konsumen yaitu makanan dan minu-man merupakan merupakan salah satu indikator yang sangat penting bagi kesejahteraan konsu-men.

Para ekonom juga menggunakan unsur makanan dan minuman namun dengan instrumen yang berbeda dalam menganalisis kesejahteraan konsumen. Para ekonom menggunakan penge-luaran untuk makanan dan minuman sebagai indikator untuk melihat kesejahteraan konsumen. Engel's Law adalah teori klasik dalam ilmu ekonomi yang menyatakan hubungan antara penge-luaran untuk makanan/minuman dengan kesejahteraan konsumen. Teori ini secara sederhana menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan konsumen, maka semakin kecil proporsi pendapatan yang dikeluarkan untuk membeli makanan dan minuman. Secara ringkas teori

(3)

menekankan bahwa kesejahteraan konsumen dapat dilihat dari seberapa besar pendapatan mereka yang dikeluarkan untuk konsumsi makanan dan minuman.

Sumarwan (1993) menggunakan data SUSENAS 1984 dan 1990 untuk menganalisis pola konsumsi dari konsumen rumah tangga di Indonesia. Dia menyimpulkan bahwa selama kurun waktu 1984 dan 1990, lebih dari 50% pengeluaran konsumen rumah tangga adalah untuk makanan. Ini berlaku baik untuk di perkotaan maupun di pedesaan. Ini berarti sebagian besar dari konsumen rumah tangga masih bergelut untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.

Praktek-Praktek Penjualan Makanan Yang Merugikan Konsumen

Semua konsumen di dunia menyukai makan. Konsumen di Amerika menghabiskan seperempat pendapatannya untuk makan di rumah maupun restoran. Konsumen Indonesia bahkan menghabiskan lebih dari setengah pendapatannya untuk makan. Bagi konsumen Indo-nesia, makanan mempunyai arti sosial, ekonomi, dan religius yang sangat penting. Namun demikian sebagian konsumen Indonesia masih ada yang mengalami kurang makan dan kurang gizi. Masalah lain yang dihadapi adalah Pasar Makanan (food marketplace). Konsumen Ser-ingkali menjadi fihak yang dirugikan manakala berhadapan dengan produsen karena begitu kuatnya posisi produsen dan begitu lemahnya posisi konsumen. Garman (1991) menyebutkan beberapa praktek penjualan yang merugikan konsumen (dimodifikasi dan ditambah sesuai kondisi Indonesia):

1. Manipulasi Harga. Konsumen di Indonesia Seringkali mendapatkan kenaikan harga pangan yang tiba-tiba manakala terjadi kenaikan gaji pegawai negri atau manakala menghadapi hari-hari raga. Seringkali permainan harga ini juga karena spekulasi dari para pedagang.

2. Promosi Pengurangan Harga yang tidak benar. Seringkali pedagang memberikan poton-gan harga seolah-olah harga telah dikurangi, padahal kenyataannya harga masih tetap seperti semula.

(4)

3. Biaya kemasan. Biaya kemasan meningkatkan harga makanan, biaya ini bisa mencapai I I percent dari harga makanan. Seringkali produsen membuat berbagai rupa kemasan menarik agar konsumen tertarik untuk membeli produk, yang bagi konsumen merupakan hal yang berlebih-lebihan.

4. Shortweighting and slackfilling. Shortwighting adalah berat makanan yang sebenarnya adalah lebih kecil dari berat yang tertera pada label kemasan. Slackfilling adalah suatu impresi yang diberikan oleh kemasan yang seolah-olah produk yang terisi penuh, padahal kenyataannya tidak penuh, yaitu terdapatnya ruang kosong yang tidak berguna dalam kemasan.

5. Penempatan Produk yang Mentah atau Rusak. Konsumen seringkali begitu cepat tergiur untuk membeli buah-buahan yang tampak matang pada bagian atas kemasan. Tetapi begitu tiba di rumah kita kecewa, karena sebagian besar buah-buahan yang kita bell belum matang atau bahkan rusak. Ini tidak terlihat karena para pedagang menempatkannya pada bagian bawah kontainer.

6. Manipulasi Timbangan. Para pedagang seringkali melakukan berbagai macam modifikasi pada alas timbang, sehingga makanan yang dibeli beratnya tampak lebih lebih besar dari yang sebenarnya.

7. Pemberian Harga yang GanjH Restaurant Fast Food dan Supermarket sering mencantum-kan harga yang ganjil misalnya harga sepotong ayam goreng Rp 2999 atau Rp 4508 atau sebungkus snack Rp 975. Manakala kita membayar dan memperoleh kembalian, yang kita dapatkan bukan kembalian sebesar Rp 1 atau 92 atau Rp 25, tetapi adalah sepotong permen. Bayangkan berapa keuntungan pedagang apabila 2000 orang konsumen dirugikan setiap harin-ya.

(5)

8. Tanya Tanggal Kadaluarsa. Konsumen menghadapi resiko yang angat besar dalam mengkonsumsi makanan atau minuman, karena masih banyaknya produk-produk makanan yang tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa. Produsen seharusnya mencantumkan salah satu alter-natif tanggal berikut: Pull date (tanggal produk harus sudah terjual), expiration date (tanggal produk harus sudah dikonsumsi).

Makanan Yang Aman bagi Konsumen

Kasus-kasus berikut menggambarkan betapa besarnya resiko yang senantiasa dihadapi konsumen dalam mengkonsumsi makanan.

1. Bulan November 1988, 54 orang murid SD di Bekasi harus masuk rumah sakit karena keracunan makanan jajanan yang mereka beli di sekolahnya. Pada bulan yang sama, 30 orang di Tanggerang di rumah skitkan karena usai menyantap makanan yang disajikan dalam suatu kenduri.

2. Tahun 1984, seorang gadis cilik Dewi Mulyani meninggal dunia akibat makan pisang sale. Hasil pengecekan YLKI menunjukkan bahwa kemasan pisang sale tersebut terbuat dari karton bekas kemasan insektisida. ini sesuai dengan visum dokter bahwa Dewi meninggal karena keracunan insektisida yang tertelan bersama pisang sale.

3. Konsumen di Jawa Tengah sudah berulang kali dirugikan oleh produsen tempe bongkrek karena banyaknya konsumen yang keracunan akibat mengkonsumsi tempe tersebut.

4. April 1994, beberapa orang keracunan mie instant di Sumatra Selatan, bahkan beberapa diantaranya meninggal dunia.

5. Republika 17 Oktober 1995 melaporkan bahwa 11 orang penduduk Desa Bendungan, Wates, Yogyakarta keracunan pisang goreng, satu orang diantaranya meninggal dunia.

(6)

6. Daftar kasus akan semakin panjang apabila kasus yang menimpa konsumen dilaporkan kepada yang berwenang atau tercatat oleh media masa.

Kasus-kasus diatas menggambarkan betapa rentan konsumen terhadap keselamatan jiwanya. Dalam posisi seperti ini, pihak yang paling banyak dirugikan adalah konsumen. Dan ironisnya lagi, penyelesaian kasus ini seringkali tidak pernah tuntas. Jawaban dari pihak produsen biasanya adalah membantah. Bantahan ini bukanlah jawaban yang bisa memecahkan masalah, bahkan menambah buruk citra produsen dimata konsumen. Bahkan pihak pemerin-tahpun tidak bisa berbuat banyak menghadapi para produsen ini. Lalu kepada siapa konsumen harus memperjuangkan hak-haknya? Tampaknya pertanyaan ini sukar untuk dijawab dalam waktu yang sesingkat ini.

Pada masa yang akan datang, penyediaan pangan dan gizi bagi penduduk bukan lagi monopoli sektor pertanian. la merupakan proses yang kompleks dan melibatkan banyak fihak termasuk didalamnya beragamnya industri makanan. Tumbuhnya industri makanan dengan berbagai macam produknya menjadikan industri makanan mempunyai peranan yang sangat penting dalam penyediaan makanan bagi masyarakat. Dengan berhasilnya di bidang pertanian dan semakin tumbuhnya industri makanan akan menyebabkan aspek quantitas makanan bukan lagi masalah bagi masyarakat sebagai konsumen terbesar dari makanan tersebut. Ini berarti bahwa pusat perhatian bukan lagi ditujukan kepada tanaman atau ternak sebagai sumber makanan, tetapi perhatian akan terpusat kepada zat-zat kimia yang digunakan oleh industri makanan dalam proses pembuatan makanan tersebut. Karena ini akan sangat berkaitan eras dengan kesehatan dan keselamatan konsumen. Standard yang bagaimana harus ditetapkan oleh pemerintah, baik dilihat dari sudut gizi maupun aman bagi kesehatan konsumen. Bagaimanakah penggunaan radiasi dan bentuk-bentuk pengolahan pangan yang senantiasa terns ditemukan akan mempengaruhi kualitas makanan merupakan pertanyaan yang sangat penting. Dengan demikian kualitas makanan merupakan pusat perhatian yang sangat penting bagi konsumen pada masa yang akan datang.

(7)

Konsumen memiliki kemampuan yang terbatas dalam mengumpulkan dan mengolah informasi tentang makanan yang dikonsumsinya sehingga mereka mempunyai keterbatasan dalam memlai makanan dan menghindari resiko dari produk-produk makanan yang tidak bermutu dan tidak aman bagi kesehatannya. Karena itu konsumen memerlukan bimbingan dan perlindungan dari semua fihak yang terlibat dalam proses penyediaan makanan, terutama dari pemerintah dan fihak legislatif.

Sebagaimana telah dikemukakan diatas bahwa angka kematian bagi, angka harapan hidup merupakan dua dimensi terukur dari kualitas, hidup. Pada kenyataanya kualitas hidup mempunyai dimensi yang sangat lugs dan termasuk di dalamnya dimensi yang tidak terukur. Kebebasan mengeluarkan pendapat/pikiran, memperoleh persamaan hak dalam segala hal, memperoleh rasa aman dan perlindungan merupakan dimensi-dimensi yang tak terukur, dan merupakan indikator yang sangat penting bagi kualitas hidup manusia. Dalam kaitannya dengan makanan dan gizi, maka perlindungan konsumen terhadap produk-produk yang tidak bermutu, tidak aman bagi kesehatan, persaingan pasar yang ketat dari industri makanan sehingga meru-gikan konsumen merupakan hal-hal yang sangat penting bagi penentu kualitas hidup manusia Indonesia pada masa yang akan datang.

Referensi

Garman, E. T. (1991). Consumer Economic Issues in America. Boston: Houghton M, Co.

Sumarwan, U. (1993). Keluarga Masa Depart dan Perubahan Pola Konsumsi. Warta Demo-grafi, Agustus 1993.

Referensi

Dokumen terkait

Pengamatan keragaan fenotipik kambing yang dipelihara oleh kelompok Cahaya Purnama Desa Tembeling adalah untuk mengetahui tingkat keragaman ternak kambing pada kelompok

Hasil kajian mutu hedonik pempek ceria, menunjukkan bahwa dari segi warna, pempek ceria yang yang paling disukai adalah pempek dengan penambahan wortel (POr),

Hasil analisis sidik ragam bahan pelapis ( edible coating) dan ketebalan kemasan terhadap warna pempek ikan parang-parang setelah penyimpanan 12 hari, menghasilkan

Hadits.27 Pendidikan menurut Islam, atau pendidikan yang berdasarkan Islam yakni pendidikan yang dipahami dan dikembangkan serta disusun dari ajaran dan nilai-nilai fundamental

Farikhin Syahmari di Desa Gombong Kecamatan Warungpring Kabupaten Pemalang (Studi Analisis Respon Jamaah Pengajian Rutin Sabtunan). Tujuan dari penelitian ini adalah

Jajaran manajemen seyogyanya mengorganisasikan pengelolaan RL untuk membangun kemampuan komunikasi yang memadai dalam berhubungan dengan mitra distribusi maupun dengan pemroses

Maka sudah sangat jelas bahwa pengaturan untuk perbuatan berupa tidak dicantumkannya harga pada menu makanan/minuman yang dilakukan oleh pelaku usaha kuliner tersebut

Bentuk perlindungan hukum bagi konsumen atas produk makanan dan minuman yang tidak memiliki Label Halal, yatu dengan cara membuat Undang-undang Nomor 33 tahun