• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR IKLIM TERHADAP PENYEBARAN HAMA WERENG BATANG COKLAT (Nilaparvata lugens Stal.) DI KABUPATEN INDRAMAYU PROVINSI JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS FAKTOR IKLIM TERHADAP PENYEBARAN HAMA WERENG BATANG COKLAT (Nilaparvata lugens Stal.) DI KABUPATEN INDRAMAYU PROVINSI JAWA BARAT"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR IKLIM TERHADAP PENYEBARAN

HAMA WERENG BATANG COKLAT (Nilaparvata lugens Stal.)

DI KABUPATEN INDRAMAYU PROVINSI JAWA BARAT

CICILIA CORNELIA PUTRI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor Iklim terhadap Penyebaran Hama Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens Stal.) di Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir karya ilmiah ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Cicilia Cornelia Putri

(3)

ABSTRAK

CICILIA CORNELIA PUTRI. Analisis Faktor Iklim terhadap Penyebaran Hama Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens Stal.) di Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh YONNY KOESMARYONO.

Padi merupakan komoditas pangan prioritas utama dalam pembangunan pertanian Indonesia. Tetapi dalam prosesnya, terdapat penghambat produksi tanaman padi, salah satunya adalah serangan hama dan penyakit. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh faktor iklim seperti curah hujan, suhu udara, dan kelembaban udara terhadap penyebaran hama wereng batang coklat (Nilaparvata

lugens Stal.) di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Metode analisis statistik

khususnya analisis regresi linier dan kuadratik sederhana serta regresi berganda digunakan untuk melihat faktor iklim yang paling berpengaruh terhadap penyebaran wereng batang coklat. Faktor iklim yang memiliki pengaruh paling besar terhadap luas serangan dan populasi wereng batang coklat (WBC) adalah suhu udara rata-rata pada fase imago. Model Climex 3.0 merupakan perangkat lunak yang digunakan untuk menggambarkan respon spesies terhadap faktor iklim. Nilai indeks ekoklimatik (EI) menggambarkan potensi distribusi hama WBC. Nilai EI yang dihasilkan di Kabupaten Indramayu sebesar 44 yang menggambarkan bahwa Kabupaten Indramayu merupakan wilayah yang memiliki iklim yang cocok untuk perkembangan hama WBC.

Kata kunci: climex, hama wereng batang coklat, indeks ekoklimatik, regresi

ABSTRACT

CICILIA CORNELIA PUTRI. Analysis of Climatic Factors on Dispersion of Brown Planthopper (Nilaparvata lugens Stal.) at Indramayu District West Java Province. Supervised by YONNY KOESMARYONO.

Rice is the main priority food commodities in agricultural development in Indonesia. But in the process, there are pest and disease that inhibiting the rice production. The aim of this study was to analyze the effect of climatic elements include rainfall, air temperature, and humidity on the dispersion of brown planthopper (Nilaparvata lugens Stal.) in Indramayu District, West Java. Statistical analysis methods, specifically linear regression, quadratic regression and multiple regression were used to determine the most influential climatic element on the dispersion of brown planthopper (BPH). The most influential climatic element on the population and the level of infestation by brown planthopper was the average temperature on the adults. Climex model is an ecoclimatic computer-based program to describe the species responses against climatic elements. Ecoclimatic Index represented potential distribution of brown planthopper. The EI value of brown planthopper in Indramayu was 44 which indicates the climate is suitable for brown planthopper growth.

(4)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Mayor Meteorologi Terapan

ANALISIS FAKTOR IKLIM TERHADAP PENYEBARAN

HAMA WERENG BATANG COKLAT (Nilaparvata lugens Stal.)

DI KABUPATEN INDRAMAYU PROVINSI JAWA BARAT

CICILIA CORNELIA PUTRI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(5)

Judul Skripsi : Analisis Faktor Iklim terhadap Penyebaran Hama Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens Stal.) di Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Barat

Nama : Cicilia Cornelia Putri NIM : G24120056

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Yonny Koesmaryono MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Tania June MSc Ketua Departemen

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah organisme pengganggu tanaman, dengan judul Analisis Faktor Iklim terhadap Penyebaran Hama Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens Stal.) di Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Barat.

Terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Kedua orang tua tercinta Bapak Yacobus dan Ibu Lucia; kakak Christiana, Alexander, Karolina, dan Egenius atas doa dan dukungannya

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS selaku pembimbing skripsi, serta Ibu Dr. Ir. Tania June, M. Sc selaku Kepala Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB

3. Ibu Diana, Bapak Syaefudin, Bapak Rifki, Kak Eva, dan Kak Syahru atas bantuannya dalam proses pengelolaan data

4. Dosen dan staf Departemen GFM serta keluarga GFM atas doa dan dukungannya

5. Bapak Subiantoro dan Ibu Theresia Rina atas doa dan dukungannya

6. Ayularas Purnamasari, Rias Sholihah, Muthia DN, Aji Permana, dan Debby RD yang telah membantu dan menyemangati dalam penyusunan tugas akhir ini

7. Keluarga Mahasiswa Katolik IPB, Paduan Suara Puella Domini,

Indonesian Green Action Forum, dan Agriaswara serta seluruh pihak yang

tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas semua dukungannya selama ini. Penulis menerima segala masukan dan saran yang membangun untuk kekurangan yang ada dalam penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Bogor, September 2016

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 1 Manfaat Penelitian 2 Asumsi Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 METODE 4

Waktu dan Tempat Penelitian 4

Bahan 4

Alat 5

Prosedur Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Karakteristik Daerah Kajian 9

Analisis Statistik 10

Indeks Ekoklimatik 14

Hubungan Populasi WBC dan Luas Serangan dengan nilai EI 19

SIMPULAN DAN SARAN 20

Simpulan 20

Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 20

(8)

DAFTAR TABEL

1 Nilai R2 populasi hama WBC dan faktor iklim di Kab. Indramayu 10 2 Nilai R2 LS hama WBC dan faktor iklim di Kab. Indramayu 11

3 Hasil keluaran model compare location 15

4 Hasil keluaran model compare years 16

5 Nilai EI dan luas serangan menurut klasifikasi iklim Oldeman 17

DAFTAR GAMBAR

1 Wereng coklat bersayap panjang (makroptera) dan bersayap pendek

(brakhiptera) 2

2 Siklus hidup wereng batang coklat 3

3 Diagram Alir Pengolahan Statistik 5

4 Diagram Alir Pengolahan dengan menggunakan CLIMEX 3.0 8 5 Fluktuasi (a) suhu maksimum, suhu minimum, suhu rata-rata (b) curah

hujan, kelembaban maksimum, kelembaban minimum bulanan 9 6 Hubungan terbaik curah hujan dengan (a) populasi WBC dan (b) luas

serangan 11

7 Hubungan terbaik suhu maksimum dengan (a) populasi WBC dan (b) luas serangan, suhu minimum dengan (c) populasi WBC dan (d) luas serangan, suhu rata-rata dengan (e) populasi WBC dan (f) luas

serangan 12

8 Hubungan terbaik kelembaban maksimum dengan (a) populasi WBC dan (b) luas serangan, kelembaban minimum dengan (c) populasi WBC dan (d) luas serangan, kelembaban rata-rata dengan (e)

populasi WBC dan (f) luas serangan 13

9 Grafik keluaran fungsi compare years 15

10 Grafik indeks ekoklimatik bulanan tahun 2007-2014 17 11 Hubungan luas serangan dengan nilai EI tahunan periode 2007-2014

(a,b,c,d) 18

12 Hubungan luas serangan dengan nilai EI bulanan periode 2007-2014 (a

dan b) 18

LAMPIRAN

(9)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Padi (Oryza sativa L) merupakan komoditas pangan yang mendapat prioritas utama dalam pembangunan pertanian sebab merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk Indonesia, maka kebutuhan akan beras juga terus meningkat. Tetapi dalam prosesnya, terdapat penghambat produksi tanaman padi, salah satunya adalah serangan hama dan penyakit (Kartasapoetra 1987).

Hama merupakan hewan pengganggu yang dapat mengakibatkan kerusakan pada tanaman serta dapat menyebabkan kerugian dan penurunan produksi tanaman pertanian terutama padi. Beberapa hama tanaman padi yang sangat berpengaruh terhadap penurunan produksi padi diantaranya wereng batang coklat (WBC), penggerek batang, tikus, tungro, dan hawar daun bakteri (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi 2009). Salah satu hama berbahaya yang sering menimbulkan kerusakan pada tanaman padi adalah wereng batang coklat. Wereng batang coklat merusak tanaman secara langsung dengan cara menghisap cairan sel tanaman padi, sehingga pertumbuhan padi terhambat, mati kekeringan, dan tampak seperti terbakar (hopperburn). Sedangkan kerusakan tidak langsung yang disebabkan wereng batang coklat diantaranya virus penyakit kerdil rumput (grassy

stunt) dan kerdil hampa (ragged stunt) (Mochida 1978). Distribusi dari wereng

batang coklat dipengaruhi keadaan iklim sekitarnya, diantaranya curah hujan, suhu udara, dan kelembaban udara. Wereng batang coklat dipandang sebagai hama padi utama karena merupakan serangga dengan genetik plastisitas yang tinggi sehingga mampu beradaptasi dengan berbagai lingkungan pada waktu yang relatif singkat (Baehaki 2012).

Peneliti memilih Kabupaten Indramayu, Jawa Barat sebagai wilayah kajian analisis distribusi hama karena Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi padi terbesar di Indonesia sehingga sangat berpengaruh pada ketersediaan produksi beras nasional. Hal tersebut dibuktikan dengan produksi padi yang tinggi tiap tahunnya. Menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Indramayu, jumlah produksi padi pada tahun 2014 sebesar 1 625 179 ton dan produktivitas per hektar sebesar 69,43 Kw/Ha (BPS Kab. Indramayu 2015). Pengendalian WBC sangat diperlukan agar menghasilkan produksi padi yang optimal. Oleh karena itu, penelitian mengenai analisis faktor iklim terhadap distribusi hama wereng batang coklat (Nilaparvata lugens Stal.) di wilayah ini penting dilakukan agar dapat mengurangi potensi kerusakan dan kehilangan hasil panen tanaman padi akibat serangan WBC.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh faktor iklim terhadap penyebaran hama wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.) di Kabupaten Indramayu Jawa Barat.

(10)

2

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat mengetahui dan memahami dampak faktor iklim terhadap potensi distribusi hama wereng coklat di Kabupaten Indramayu guna membangun sistem peringatan dini untuk mengurangi potensi sebaran wereng batang coklat.

Asumsi

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah data luas serangan dan

lightrap diambil saat hama WBC berada pada fase imago.

TINJAUAN PUSTAKA Hama wereng batang coklat

Spesies wereng batang coklat (Nilaparvata lugens Stal.) termasuk dalam ordo Homoptera, sub ordo Auchenorrhyncha, famili Delphacidae, dan genus

Nilaparvata. Hama wereng coklat merupakan serangga penghisap cairan tanaman

berwarna kecoklatan dan memiliki panjang tubuh 2 – 4.4 mm. Terdapat dua bentuk wereng coklat, yaitu bersayap pendek (brakhiptera) dan bersayap panjang (makroptera). Serangga makroptera dapat bermigrasi cukup jauh karena memiliki kemampuan untuk terbang. Wereng coklat merupakan serangga monofag, yaitu inangnya terbatas pada padi dan padi liar (Oryza parennis dan Oryza sppontanea) (Nurbaeti et al 2010).

Gambar 1 Wereng coklat bersayap panjang (makroptera) dan bersayap pendek (brakhiptera)

Masa peneluran berlangsung selama 3-4 hari untuk wereng bersayap pendek dan 3-8 hari untuk wereng bersayap panjang. Rata-rata wereng batang coklat mengalami fase telur selama 8-10 hari, fase nimfa selama 12-14 hari, dan fase imago praoviposisi selama 4-8 hari. Jumlah telur yang diletakkan serangga dewasa sangat beragam, dalam satu kumpulan telur terdapat 3-21 butir. Seekor wereng betina selama hidupnya menghasilkan telur antara 270-902 butir yang terdiri atas 76-142 kelompok. Telur menetas antara 7-11 hari dengan rata-rata sembilan hari (Nurbaeti et al. 2010).

Wereng coklat relatif cepat beradaptasi dengan varietas baru tanaman padi yang pada awalnya tahan terhadap serangan wereng coklat, kemudian perkembangan selanjutnya varietas baru tersebut menjadi peka terhadap wereng coklat. Biotipe wereng coklat merupakan populasi wereng coklat yang dapat

(11)

3 Dewasa Telur Nimfa 1 Nimfa 2 Nimfa 3 Nimfa 4 Nimfa 5

hidup pada varietas yang dulunya tahan. Populasi wereng coklat pada serangan pertama kali termasuk kedalam biotipe 1, tetapi setelah beberapa musim tanam, tanaman padi menjadi peka karena wereng coklat sudah berubah menjadi biotipe 2. Sebagian wereng coklat dapat hidup pada varietas yang baru ditanam karena varietas tersebut ditanamkan secara terus menerus dalam jangka waktu lama, maka biotipe baru akan muncul lebih cepat (Nurbaeti et al. 2010).

Pada tahap permulaan, populasi wereng coklat datang pada pertanaman padi yang sudah tumbuh selama 15 hari atau dalam selang 10-20 hari. Perkembangan populasi wereng coklat tergantung pada inangnya (varietas) padi yang cocok untuk perkembangannya. Wereng coklat berkembang biak secara seksual dan siklus hidupnya relatif pendek (Nurbaeti et al. 2010).

Gambar 2 Siklus hidup wereng batang coklat

Pengaruh iklim terhadap populasi WBC

Organisme seperti serangga merupakan spesies poikilotermal, yaitu

memiliki suhu tubuh yang bergantung atau terpengaruh oleh suhu udara lingkungannya sehingga suhu lingkungan mempengaruhi proses metabolisme wereng batang coklat. Suhu tinggi akan mempercepat aktivitas suatu spesies serangga, tetapi mengurangi umur serangga (Mavi dan Tupper 2004). Kisaran suhu untuk bertahan hidup akan berbeda-beda pada setiap jenis spesies serangga. Untuk hama wereng batang coklat sendiri memiliki kisaran suhu yang berbeda antara jantan dan betina. Kisaran suhu untuk aktivitas normal imago wereng batang coklat jantan adalah 10-30°C, sedangkan wereng batang coklat betina dapat bertahan hidup dalam suhu lingkungan yang berkisar antara 10-32°C (Baco 1984).

Intensitas cahaya berpengaruh terhadap kehidupan serangga melalui suhu lingkungan, curah hujan, dan kelembaban udara. Selain suhu lingkungan, besarnya curah hujan juga turut mempengaruhi potensi populasi hama wereng batang coklat. Variasi curah hujan dapat menyebabkan efek yang berbeda-beda

(12)

4

setiap serangga. Wereng batang coklat dapat tumbuh dengan baik ketika curah hujan tinggi terutama pada musim hujan, tetapi tidak menutup kemungkinan juga terjadi populasi wereng batang coklat pada musim kemarau di lokasi yang terdapat hujan (Baehaki 1985). Proses biologi serangga juga dipengaruhi oleh kelembaban udara atau RH, dengan nilai optimum antara 73-100%. Kelembaban optimum berbeda-beda untuk tiap organisme serangga, juga tahap nimfa (Sunjaya 1970). Kelembaban udara yang cocok untuk perkembangan wereng batang coklat memiliki kisaran antara 70-85%.

CLIMEX 3.0

Climex merupakan perangkat lunak yang berfungsi untuk memprediksi dan memetakan potensi distribusi populasi suatu organisme dengan memanfaatkan faktor-faktor iklim seperti suhu, curah hujan, dan kelembaban. Prediksi dan pemetaan ini berdasarkan pada dua acuan, yaitu kesamaan iklim di daerah tempat organisme terjadi dan wilayah yang sedang diteliti (Match Index) serta kombinasi dari iklim di daerah tempat organisme terjadi dan respon dari organisme (Ecoclimatic Index).

Dua fungsi pada Climex diantaranya Compare Locations and Compare

Years. Serangkaian data minimal dan beberapa fungsi sederhana dibutuhkan untuk

menggambarkan respon suatu organisme atau spesies terhadap suhu dan kelembaban menggunakan Compare Locations atau Compare Years (Steven 2004). Growth Index mendeskripsikan potensial pertumbuhan populasi selama musim yang baik bagi suatu organisme serta empat index cekaman lainnya, yaitu dingin (CS), panas (HS), lembab (WS), dan kering (DS). Growth Index dan Stress

Indices dikombinasikan menjadi Ecoclimatic Index yang berfungsi untuk

menggambarkan potensi serangan / populasi suatu organisme yang memiliki skala antara 0 hingga 100. Nilai EI diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yang pertama adalah jika EI < 10 maka menggambarkan keadaan iklim yang tidak nyaman bagi hama WBC. Kemudian, 10 ≤ EI < 25 menggambarkan kondisi iklim kurang nyaman bagi hama. Selanjutnya, jika EI > 25 maka menggambarkan kondisi nyaman bagi kehidupan hama. (Sutherest et al. 1999 dalam Hoddle 2004).

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Agrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan mulai bulan Februari 2016 hingga bulan April 2016.

Bahan

Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data iklim bulanan Kabupaten Indramayu (tahun 2005-2014), data iklim harian Kabupaten Indramayu (tahun 2007-2014) meliputi data suhu maksimum (T max), data suhu minimum (T

(13)

5

Analisis Regresi kesesuaian data iklim dengan populasi dan LS WBC

Start

Data iklim (CH, RH max dan min, T

max dan min)

Populasi dan Luas Serangan hama

WBC

Selesai

min), data kelembaban udara maksimum (RH max), data kelembaban udara minimum (RH min), dan data curah hujan (CH), data populasi hama Kabupaten Indramayu (tahun 2005-2009), data luas serangan hama Kab. Indramayu (tahun 2005-2014). Data iklim Kabupaten Indramayu diperoleh dari BMKG Dramaga. Data populasi hama diperoleh dari Instalasi PPOPT Indramayu. Data luas serangan diperoleh dari Direktorat Jenderal Tanaman Padi Pasar Minggu.

Alat

Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer,

Microsoft Office (Microsoft Word, Microsoft Excel, dan Microsoft Acces),

software CLIMEX 3.0.

Prosedur Analisis Data Analisis Statistik

Analisis regresi dilakukan untuk tiap faktor iklim sebagai peubah bebas dengan LS dan populasi WBC sebagai peubah tak bebas untuk mengetahui faktor iklim yang paling berperan dalam penyebaran WBC yang terdiri dari suhu maksimum dan minimum, curah hujan, serta kelembaban maksimum dan minimum bulanan selama periode 2005-2009 sehingga diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) yang menyatakan hubungan faktor iklim terhadap penyebaran wereng batang coklat pada berbagai waktu tunda (time lag). Metode regresi linier dan regresi kuadratik sederhana dilakukan untuk masing-masing faktor iklim, sedangkan regresi berganda digunakan untuk melihat hubungan semua faktor iklim terhadap populasi wereng batang coklat secara bersamaan.

Satu siklus hidup WBC berkisar antara 30-50 hari atau diasumsikan kurang lebih dua bulan, sehingga terdapat dua waktu tunda yang menggambarkan fase telur, nimfa, dan imago pada WBC. Analisis tanpa lag menggambarkan pengaruh faktor iklim terhadap distribusi WBC secara langsung pada fase imago. Analisis pada waktu tunda satu bulan (lag 1) menggambarkan pengaruh faktor iklim terhadap distribusi WBC pada fase nimfa. Analisis pada waktu tunda dua bulan (lag 2) menggambarkan pengaruh faktor iklim terhadap distribusi WBC pada fase telur.

(14)

6

Pengolahan data menggunakan software Climex 3.0 Data Iklim dan Wilayah Kajian

Data iklim dan wilayah kajian dimasukkan ke dalam perangkat lunak

Climex yang memiliki dua fungsi, yaitu Compare location dan Compare years.

Data yang akan dimasukkan dalam fungsi Compare location terdiri dari data wilayah dan data iklim. Data wilayah terdiri dari data lintang, bujur, dan nama wilayah. Data iklim terdiri dari data suhu udara maksimum dan minimum, curah hujan, dan kelembaban udara maksimum dan minimum bulanan.

Data yang akan dimasukkan untuk fungsi Compare years adalah time series iklim harian Kabupaten Indramayu dalam format *DAT. Data iklim tersebut terdiri dari suhu udara maksimum dan minimum, curah hujan, kelembaban udara minimum dan maksimum harian, serta data wilayah kajian.

Data Karakteristik Spesies

Data karakteristik spesies didapat dari literatur sesuai spesies yang dikaji, yaitu wereng batang coklat. Karakteristik spesies merupakan sifat kesesuaian suatu spesies dalam mengadaptasi iklim di suatu wilayah. Climex merepresentasikan sifat kesesuaian ini melalui dua variabel indeks, yaitu Growth

Index (Indeks kesesuaian spesies) dan Indeks stress spesies. Growth Index dan Stress Indices dikombinasikan menjadi variabel Ecoclimatic Index (EI) yang

berfungsi untuk menggambarkan potensi serangan suatu spesies. Adapun tahapan untuk memperoleh nilai EI adalah : 1. Indeks Pertumbuhan (GIW dan GIA)

Indeks pertumbuhan didapatkan berdasarkan keadaan radiasi cahaya dan juga keadaan substrat, dan dinamakan dengan TGIW yang memiliki arti weekly

thermo-hydrological Growth Index. Skala variabel TGIW berada diantara 0-1 yang menggambarkan keadaan pertumbuhan populasi suatu organisme.

TGIW / GIW memiliki persamaan sebagai berikut:

GIW = TIW x MIW x LIW x RIW x SVW x DIW

keterangan :

TIW = Weekly Temperature Index atau tingkat kesesuaian spesies terhadap suhu MIw = Weekly Moisture Index atau tingkat kesesuaian spesies terhadap kelembaban tanah

LIW = Weekly Light Index atau tingkat kesesuaian spesies terhadap paparan cahaya matahari

RIW = Weekly Radiation Index atau tingkat kesesuaian spesies terhadap radiasi matahari

SVW = Weekly Substrate Index atau tingkat kesesuaian spesies terhadap keadaan

non-climatic seperti jenis tanah dan kadar CO2

DIW = Weekly Diapause Index untuk parameter periode dormansi spesies

Weekly Growth Index (GIW) yang mengandung komponen Biotic Index (BIW) merupakan GIW komprehensif yang menggambarkan efek interaksi spesies terhadap pertumbuhan populasi suatu organisme. Rataan dari GIW merupakan variabel GIA (annual growth index) yang memiliki rentang antara 0-100.

(15)

7 Persamaan untuk GIA adalah sebagai berikut:

GI

A keterangan :

GIA = Annual Growth Index GIW = Weekly Growth Index 2. SI (Stress Index)

SI merupakan singkatan dari Annual Stress Index. Persamaan untuk SI adalah sebagai berikut.

SI = (1-CS/100)(1-DS/100)(1-HS/100)(1-WS/100) keterangan : CS = Cold Stress DS = Dry Stress HS = Hot Stress WS = Wet Stress

3. SX (Stress Interaction Index)

SX merupakan singkatan dari Stress Interaction Index. Persamaan untuk SX adalah sebagai berikut.

SX = (1-CDX/100)(1-CWX/100)(1-HDX/100)(1-HWX/100) keterangan : CDX = Annual Cold-Dry CWX = Annual Cold-Wet HDX = Annual Hot-Dry HWX = Annual Hot-Wet 4. EI (Ecoclimatic Index)

Tahap yang terakhir adalah menghitung nilai EI. EI merupakan singkatan dari Ecoclimatic Index untuk mengetahui potensi sebaran hama wereng batang coklat dengan memperhitungkan faktor kesesuaian iklim Kabupaten Indramayu dengan karakteristik hama wereng batang coklat.

Berikut ini merupakan persamaan dari EI.

EI = GIA x SI x SX keterangan :

GIA = Annual Growth Index SI = Stress Index

SX = Stress Interaction Index (Sutherest et al. 2007)

(16)

8 Start Compare Years Compare Location Model CLIMEX 3.0 Data iklim (CH, RH, T)

Data fisik hama

WBC Data geografis

ECOCLIMATIC INDEX

Distribusi hama WBC Data Populasi dan

LS WBC

Validasi kelayakan model / kesesuaian model dengan data populasi di lapangan

Selesai

(17)

9 20.0 23.0 26.0 29.0 32.0 35.0 38.0 Jan Feb Mar Ap r Mei Ju n Ju l Ag u Sep t Ok t No v Des Su h u u d ar a ( C)

Tmax T min T rata-rata

0.0 1000.0 2000.0 3000.0 4000.0 5000.0 6000.0 0 20 40 60 80 100

Jan Mar Mei Ju

l Sep t No v C u rah h u jan ( m m ) Kele m b ab an u d ar a (%) CH RH max RH min

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Daerah Kajian

Wilayah kajian yang dipilih adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat yang secara geografis terletak antara 107° 52’ - 108° 36’ BT dan 6° 15’ - 6° 40’ LS dengan kemiringan tanah rata-rata 0-2 %.. Kabupaten Indramayu memiliki luas wilayah sebesar 209 942 Ha yang terdiri atas 117 792 Ha tanah sawah (56%) dan 92 150 Ha tanah kering. Batas wilayah Kabupaten Indramayu sebelah barat adalah Kabupaten Subang, batas wilayah sebelah utara adalah Laut Jawa, batas wilayah sebelah selatan adalah Kabupaten Majalengka, Sumedang, dan Cirebon, dan batas wilayah sebelah timur adalah Laut Jawa dan Kabupaten Cirebon. Berdasarkan data iklim yang telah diperoleh pada periode tahun 2005-2014, Kabupaten Indramayu memiliki suhu rata-rata yang berkisar antara 26.4°C hingga 31°C. Kelembaban udara Kabupaten Indramayu berada pada selang 55% hingga 94% dengan curah hujan maksimum sebesar 721 mm/bulan.

Fluktuasi suhu udara, kelembaban udara, dan curah hujan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan populasi hama wereng batang coklat di Kabupaten Indramayu. Selain berpengaruh terhadap distribusi populasi wereng batang coklat, faktor iklim juga berpengaruh pada keberadaan musuh alami hama sehingga populasi hama menjadi bertambah (Gutierrez 2000). Tetapi terdapat faktor ekternal lain yang berpengaruh terhadap distribusi hama WBC, seperti penanaman varietas rentan hama, pola tanam yang tidak dilakukan secara bersamaan/serentak, dan penggunaan pestisida yang tidak tepat (Untung dan Trisyono 2010).

Kabupaten Indramayu memiliki tipe iklim C3 menurut klasifikasi Oldeman. Grafik curah hujan bulanan Kabupaten Indramayu periode 2005-2014 memperlihatkan bahwa pola hujan bersifat monsunal karena pola curah hujan berbentuk cekung dimana curah hujan tinggi pada bulan Januari hingga Maret

(a) (b)

Gambar 5 Fluktuasi (a) suhu maksimum, suhu minimum, suhu rata-rata (b) curah hujan, kelembaban maksimum, kelembaban minimum bulanan

(18)

10

kemudian mengalami penurunan hingga bulan Agustus yang memiliki nilai curah hujan terendah, setelah itu meningkat kembali hingga bulan Desember. Hal ini dipengaruhi oleh angin muson barat dan angin muson timur yang melintasi wilayah Indonesia.

Analisis Statistik

Analisis regresi linier sederhana, regresi kuadratik sederhana, dan regresi berganda dilakukan untuk melihat hubungan antara faktor iklim dan luas serangan serta populasi WBC melalui nilai R2. Analisis regresi dilakukan untuk melihat hubungan terbaik antara data populasi hama WBC dan luas serangan pada tahun 2005-2009 dengan data faktor iklim yang meliputi suhu maksimum, suhu minimum, suhu rata-rata, kelembaban maksimum, kelembaban minimum, kelembaban rata-rata, dan curah hujan Kabupaten Indramayu pada tahun 2005-2009.

Tabel 1 Nilai R2 populasi hama WBC dan faktor iklim di Kabupaten Indramayu

No. Faktor Iklim Tanpa lag

(%) Lag 1 (%) Lag 2 (%) 1 CH 1.6 1.9 2.5 2 T maksimum 13.5 13.6 13.2 3 T minimum 11.4 10.9 10.3 4 T rata-rata 18.5 18.1 9.7 5 RH maksimum 4.9 5.2 5.2 6 RH minimum 4.9 5.3 5.6 7 RH rata-rata 5.1 5.5 5.7

8 Semua faktor iklim diatas 18.9 18.9 18.3 Tabel 2 Nilai R2 LS hama WBC dan faktor iklim di Kab. Indramayu

No. Faktor Iklim Tanpa lag

(%) Lag 1 (%) Lag 2 (%) 1 CH 0.7 0.70 1.0 2 T maksimum 14.1 14.0 13.6 3 T minimum 9.3 8.9 8.5 4 T rata-rata 19.6 19.3 18.9 5 RH maksimum 3.0 3.2 3.1 6 RH minimum 1.7 1.8 1.9 7 RH rata-rata 2.3 2.5 2.6

(19)

11 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 0 100 200 300 400 500 600 700 P o p u lasi W B C Curah Hujan (mm) 0 1000 2000 3000 4000 5000 0 100 200 300 400 500 600 700 L u as Ser an g an ( Ha ) Curah Hujan (mm)

Regresi berganda antara tujuh faktor iklim tersebut dengan data populasi WBC menghasilkan koefisien determinasi tertinggi pada fase imago dan nimfa yang memiliki arti bahwa faktor iklim paling berpengaruh secara bersamaan ketika WBC berada pada fase imago (dewasa) dan nimfa. Berdasarkan Tabel 1, unsur iklim suhu rata-rata paling berpengaruh terhadap imago WBC. Unsur iklim yang tersebut juga paling berpengaruh terhadap luas serangan pada fase imago WBC. Tidak terlihat perbedaan yang signifikan antara regresi populasi WBC dan luas serangan hama. Koefisien determinasi kedua parameter tersebut berbeda tetapi memperlihatkan pola scatter yang hampir sama. Seluruh hasil analisis yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat keeratan yang tidak terlalu kuat antara faktor iklim dengan populasi WBC dan luas serangan hama yang berkembang di Kabupaten Indramayu. Suhu udara merupakan faktor iklim yang paling kuat mempengaruhi populasi dan luas serangan hama wereng batang coklat.

Curah hujan memiliki pengaruh paling besar pada fase telur baik terhadap populasi WBC maupun luas serangan. Tidak ada perbedaan yang signifikan pada pengaruh curah hujan terhadap populasi WBC dan luas serangan. Berdasarkan gambar 6, terlihat bahwa populasi WBC dan luas serangan tinggi pada saat curah hujan berada pada rentang 300-500 mm/bulan. Hal ini menunjukkan bahwa telur wereng batang coklat dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada saat curah hujan berada pada selang 300-500 mm/bulan. Peristiwa ini disebabkan saat curah hujan tinggi yang mana biasanya terjadi pada musim penghujan, petani mulai menanam tanaman padi sehingga terdapat banyak telur wereng batang coklat hasil reproduksi tersebar memenuhi inangnya.

Gambar 6 Hubungan terbaik curah hujan dengan (a) populasi WBC dan (b) luas serangan

(20)

12 (f) (e) (a) 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 30 31 32 33 34 35 36 37 P o p u lasi W B C Suhu maksimum ( C) 0 1000 2000 3000 4000 5000 30 31 32 33 34 35 36 37 L u as S er an g an ( Ha) Suhu maksimum ( C) 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 21 22 23 24 25 26 P o p u lasi W B C Suhu minimum ( C) 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 26.0 27.0 28.0 29.0 30.0 31.0 P o p u lasi W B C Suhu rata-rata ( C)

Gambar 7 Hubungan terbaik suhu maksimum dengan (a) populasi WBC dan (b) luas serangan, suhu minimum dengan (c) populasi WBC dan (d) luas serangan, suhu rata-rata dengan (e) populasi WBC dan (f) luas serangan

Karakteristik tempat spesies hidup sangat berhubungan erat dengan unsur-unsur iklim yang sesuai bagi pertumbuhan serangga, sehingga suhu akan berpengaruh terhadap laju pertumbuhan suatu spesies (Gutierrez et al. 2008). Serangga merupakan spesies poikilotermal dimana suhu tubuhnya bergantung pada suhu udara lingkungan tempat serangga bertahan hidup, sehingga suhu udara akan memengaruhi proses metabolisme serangga. Aktivitas metabolime serangga akan lebih cepat dan efisien pada suhu yang tinggi, tetapi hal tersebut akan mengurangi umur serangga (Mavi dan Tupper 2004). Populasi WBC dipengaruhi oleh suhu maksimum pada rentang 32°C-33°C, begitu pula dengan luas serangan. Suhu minimum yang berpengaruh secara optimal terhadap populasi WBC dan luas serangan berada pada selang 23°C-24°C. Suhu rata-rata memiliki pengaruh paling kuat terhadap populasi WBC dan luas serangan dibandingkan dengan suhu maksimum dan suhu minimum. Rentang suhu rata-rata yang menyebabkan

(c) 0 1000 2000 3000 4000 5000 21 22 23 24 25 26 L u as Ser an g an ( Ha) Suhu minimum ( C) (b) (d) 0 1000 2000 3000 4000 5000 26.0 27.0 28.0 29.0 30.0 31.0 L u as Ser an g an ( Ha) Suhu rata-rata ( C)

(21)

13 (d) 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 70 75 80 85 90 95 100 P o p u lasi W B C Kelembaban maksimum (%) 0 1000 2000 3000 4000 5000 70 75 80 85 90 95 100 L u as Ser an g an ( Ha) Kelembaban maksimum (%) 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 P o p u lasi W B C Kelembaban minimum (%) 0 1000 2000 3000 4000 5000 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 L u as S er an g an ( Ha) Kelembaban minimum (%) 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 55.0 65.0 75.0 85.0 95.0 P o p u lasi W B C Kelembaban rata-rata (%) 0 1000 2000 3000 4000 5000 55.0 65.0 75.0 85.0 95.0 L u as Ser an g an ( Ha Kelembaban rata-rata (%)

populasi WBC dan luas serangan tinggi dimulai dari 27.0°C hingga 28.5°C. Berdasarkan Gambar 7, terlihat bahwa suhu rendah juga memicu serangan hama WBC yang berarti wereng coklat pada kondisi tertentu dapat berkembang dengan suhu rendah, berbeda halnya dengan suhu tinggi. Wereng batang coklat tidak dapat berkembang dalam keadaan suhu udara yang tinggi.

Kelembaban udara dapat memengaruhi pembiakan, pertumbuhan perkembangan, dan keaktifan serangga secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Mavi dan Tupper (2004), kelembaban dapat memengaruhi pertumbuhan tanaman inang sehingga dapat berdampak pada populasi serangga secara tidak langsung. Setiap jenis dan stadia perkembangan serangga memiliki kemampuan yang berbeda-beda untuk dapat bertahan terhadap keadaan kelembaban udara (Koesmaryono 1991). Berdasarkan Gambar 8, kelembaban rata-rata yang dapat Gambar 8 Hubungan terbaik kelembaban maksimum dengan (a) populasi WBC dan (b) luas serangan, kelembaban minimum dengan (c) populasi WBC dan (d) luas serangan, kelembaban rata-rata dengan (e) populasi WBC dan (f) luas serangan

(a) (b)

(c)

(22)

14

memengaruhi perkembangan WBC dengan baik berada pada rentang 75%-85%. Grafik 8a dan 8b menunjukkan bahwa scatter plot cukup menyebar rata, tetapi banyak terdapat penyebaran hama WBC tinggi terutama ketika kelembaban tinggi mencapai 95%, sedangkan pada kelembaban minimum, grafik scatter menyebar cukup rata dan tinggi pada saat kelembaban memiliki rentang 60%-70%. Hal ini menggambarkan bahwa hama WBC cukup sensitif terhadap kelembaban udara terutama pada hama WBC saat fase telur. Kisaran toleransi terhadap kelembaban udara yang optimum berada pada rentang 73%-100%. Kondisi lingkungan yang kering akan mengakibatkan beberapa serangga memasuki masa diapause guna mengurangi kebutuhan air (Andrewartha dan Birch 1954).

Indeks Ekoklimatik

Compare Location

Compare Location merupakan fungsi Climex yang dapat memberikan

gambaran mengenai kesesuaian spesies terhadap variasi iklim tahunan pada suatu lokasi tertentu. Setelah melakukan analisis pada fungsi compare location, didapatkan nilai EI Kabupaten Indramayu sebesar 44. Nilai 44 pada EI periode 2007-2014 menunjukkan bahwa secara umum hama wereng batang coklat berada pada kondisi nyaman di Kabupaten Indramayu. Hal ini mengindikasikan bahwa hama wereng batang coklat dapat berkembang dengan baik di wilayah Kabupaten Indramayu karena karakteristik iklim wilayahnya sesuai dengan kemampuan bertahan hidup WBC.

Tabel 3 Hasil keluaran model compare location

Variabel Nilai Continent Asia Country Indonesia Location Indramayu Latitude -6.75 Longitude 108.27 Altitude 50 EI 44 GI 49 CS 0 HS 0 DS 10 WS 0 MI 57 TI 73 DD 7378

Fungsi compare location memanfaatkan parameter spesies yaitu nilai cekaman yang membatasi distribusi geografis berbagai hama khususnya WBC. Nilai EI (Ecoclimatic Index) yang dihasilkan sebesar 44, yaitu menggambarkan bahwa hama WBC dapat hidup dan berkembang dengan nyaman di Kab.

(23)

15 Indramayu. Cekaman kering (dry stress) yang dimiliki wilayah Kab. Indramayu bernilai 10 yang menjadi salah satu faktor penyebab adanya pengurangan pada EI. Nilai GI (Growth Index) di Kab. Indramayu berbeda dengan nilai EI, yaitu sebesar 49. Cekaman dingin, cekaman panas dan cekaman basah masing-masing memiliki nilai 0, kecuali cekaman kering yang bernilai 10. MI merupakan singkatan dari

moisture index yang merepresentasikan kelembaban tanah di Kabupaten

Indramayu. Hama WBC akan mengalami perkembangan maksimum apabila kelembaban udara tinggi dimana dimulai dari angka 80%. Selain MI, terdapat indeks temperatur (TI) yang menggambarkan respon hama terhadap suhu udara. Indeks temperatur yang terdapat di Kab. Indramayu bernilai 73. Proses perkembangan serangga dari satu tahap ke tahap yang lain memerlukan sejumlah unit panas yang disebut dengan day degree (DD). Derajat hari menunjukkan akumulasi termal yang tersedia pada suatu wilayah yang berguna untuk perkembangan hama. Nilai derajat hari di Kab. Indramayu sebesar 7378.

Compare Years

Compare years merupakan fungsi Climex yang dapat memberikan

gambaran mengenai kesesuaian variasi iklim terhadap populasi hama pada periode waktu tertentu. Keluaran dari fungsi compare years dapat berupa data EI, GI, MI, TI, HS, DS, WS, dan CS mingguan dan tahunan.

Gambar 9 Grafik keluaran fungsi compare years Tabel 4 Hasil keluaran model compare years

Year EI GI DS CS HS WS MI TI 2007 39 47 17 0 0 0 56.43 72.73 2008 21 30 29 0 0 0 34.36 74.17 2009 31 42 26 0 0 0 53.58 65.31 2010 68 68 0 0 0 0 77.47 87.57 2011 37 45 18 0 0 0 51.62 77.37 2012 27 39 30 0 0 0 48.68 67.76 2013 44 47 7 0 0 0 54.85 73.89 2014 36 43 15 0 0 0 54.68 67.68

Keluaran pada fungsi compare years memperlihatkan nilai EI yang cukup berfluktuasi dan cenderung mengalami peningkatan pada tahun 2010. Ekoklimatik

(24)

16 0 20 40 60 80 100 Jan -0 7 Ap r-0 7 Ju l-0 7 Oct-0 7 Jan -0 8 Ap r-0 8 Ju l-0 8 Oct-0 8 Jan -0 9 Ap r-0 9 Ju l-0 9 Oct-0 9 Jan -1 0 Ap r-1 0 Ju l-1 0 Oct-1 0 Jan -1 1 Ap r-1 1 Ju l-1 1 Oct-1 1 Jan -1 2 Ap r-1 2 Ju l-1 2 Oct-1 2 Jan -1 3 Ap r-1 3 Ju l-1 3 Oct-1 3 Jan -1 4 Ap r-1 4 Ju l-1 4 Oct-1 4 EI

Indeks merupakan suatu nilai yang menggambarkan keadaan pertumbuhan populasi yang dipengaruhi oleh cekaman yang dapat menghambat pertumbuhan populasi. Nilai EI dan GI yang dihasilkan menunjukkan hubungan yang linier. Nilai EI tertinggi dihasilkan pada tahun 2010 sebesar 68 dikarenakan adanya fenomena La Nina moderate di Indonesia sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan curah hujan pada tahun tersebut hingga mencapai 3512 mm. Nilai EI terendah dihasilkan pada tahun 2008 sebesar 21 karena nilai dry stress mencapai 29. Cekaman kering menyebabkan penurunan pada nilai EI yang dipengaruhi oleh kelembaban yang rendah di Kabupaten Indramayu. Cekaman dingin, panas, dan basah yang bernilai nol menunjukkan bahwa tidak adanya keadaan dingin, panas, maupun basah yang menghambat pertumbuhan wereng batang coklat. Selain dipengaruhi oleh cekaman, EI juga dipengaruhi oleh TI dan MI. TI merupakan indeks suhu yang dihasilkan dari nilai suhu udara di Kabupaten Indramayu, sedangkan MI merupakan indeks kelembaban yang dapat menduga kelembaban tanah dari nilai kelembaban udara di Kabupaten Indramayu. Selain analisis tahunan, analisis bulanan juga diperlukan agar dapat melihat pengaruh EI secara lebih spesifik setiap bulannya.

Gambar 10 Grafik indeks ekoklimatik bulanan tahun 2007-2014

Nilai EI bulanan yang dihasilkan sangat berfluktuasi pada periode 2007-2014. Sekitar bulan Januari hingga Mei menghasilkan nilai EI yang tinggi, sedangkan pada bulan Juli hingga Oktober nilai EI sangat rendah. Hal ini disebabkan pada bulan Juli hingga Oktober terjadi musim kemarau dimana curah hujan memiliki nilai yang rendah sehingga lingkungan menjadi kering dan tidak terdapat penanaman padi. Hal yang berbeda terjadi pada tahun 2010 dimana nilai EI tidak terlalu berfluktuatif dan cenderung tinggi. Fenomena La Nina moderate mempengaruhi curah hujan di Kabupaten Indramayu sehingga terjadi peningkatan curah hujan yang menyebabkan keadaan lingkungan menjadi sangat lembab dan cocok untuk perkembangan WBC. Nilai kelembaban udara pada tahun 2010 berada pada selang 74-82 % dengan total curah hujan sebesar 3 512 mm.

(25)

17 Tabel 5 Nilai EI dan luas serangan menurut klasifikasi iklim Oldeman

Tabel 5 menggambarkan pengelompokan nilai EI dan luas serangan hama WBC berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman dimana curah hujan di atas 200 mm/bulan disebut sebagai bulan basah, curah hujan berada pada selang 100 hingga 200 mm disebut bulan lembab, dan curah hujan lebih rendah dari 100 mm disebut dengan bulan kering. Pada saat bulan basah, secara umum nilai EI cukup mengindikasikan terdapatnya penyebaran hama WBC dimana jumlah EI yang bernilai lebih dari 25 lebih banyak dari nilai EI yang berada dibawah 25. Luas serangan WBC pada bulan basah secara umum juga mengindikasikan penyebaran WBC secara optimal. Hal ini menggambarkan bahwa kondisi iklim Kabupaten Indramayu ketika bulan basah baik untuk perkembangan hama WBC. Tetapi adakalanya nilai luas serangan tidak sesuai dengan nilai EI. Ketika nilai EI berada pada klasifikasi nyaman, ternyata luas serangan hanya dalam jumlah kecil di lapang. Peristiwa ini menandakan bahwa iklim yang sesuai untuk pertumbuhan hama, tidak selalu menunjukkan keberadaan hama WBC itu sendiri. Selain faktor iklim pada bulan basah, keberadaan inang yang adalah tanaman padi juga sangat

Tahun Ket. Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

2007 CH BB BK BL BB EI 48 58 63 64 85 88 32 0 0 14 60 63 LS 344 114 473 820 121 90 659 577 19 5 4 8 2008 CH BB BL BK BB EI 40 70 35 84 75 13 0 0 0 14 10 13 LS 11 1867 2180 87 6 16 896 381 58 21 39 34 2009 CH BB BK BB EI 74 53 60 70 80 55 0 0 0 0 45 75 LS 1306 4044 2882 575 11 64 1854 1177 70 32 39 39 2010 CH BB BL BK BL BB BL BB EI 62 48 23 40 45 95 92 83 85 70 80 98 LS 344 788 2734 659 38 153 3070 3102 249 9 11 147 2011 CH BK BL BB BL BK BB EI 100 90 18 34 83 80 12 0 0 16 65 33 LS 181 1316 838 198 10 129 249 126 43 1 1 2 2012 CH BB BL BK BB EI 30 85 78 72 75 60 0 0 0 0 50 35 LS 5 274 1027 31 6 2 48 36 45 68 63 32 2013 CH BB BL BB BK BL BB EI 50 23 48 66 85 85 96 40 0 0 35 30 LS 218 1270 779 442 38 130 223 568 72 46 120 14 2014 CH BB BL BK BB EI 26 73 70 60 63 83 66 0 0 0 35 38 LS 344 119 1775 1791 386 96 260 1626 1342 364 34 2

(26)

18

berperan terhadap perkembangan hama WBC. Menurut Katam Terpadu Modern Versi 2.5 tahun 2016, musim tanam 1 Kabupaten Indramayu dimulai bulan November karena sebagian besar wilayah Indramayu mengandalkan sumber daya air yang berasal dari tadah hujan, dimana hujan akan tinggi pada bulan-bulan basah atau bulan penghujan. Sedangkan untuk musim tanam 2 Kabupaten Indramayu dimulai pada bulan Maret dengan melihat kondisi sumber daya air terlebih dahulu. Ketika periode bulan kering, nilai EI yang dihasilkan berada dalam kisaran tidak nyaman bagi perkembangan hama WBC, tetapi luas serangan di lapangan mengindikasikan perkembangan hama secara optimal.

Pada awal memasuki periode bulan kering, nilai EI masih dapat menggambarkan kenyamanan hama WBC terhadap iklim Kabupaten Indramayu, tetapi pada masa pertengahan periode bulan kering, nilai EI semakin kecil hingga bernilai 0. Nilai EI yang kecil disebabkan adanya cekaman kering, selain itu, nilai

moisture index yang dihasilkan kecil sehingga mengindikasikan bahwa

kelembaban pada permukaan tanah berada dibawah rata-rata. Hal ini menyebabkan hama wereng batang coklat tidak dapat berkembang dengan baik. Peristiwa ini dapat disebabkan oleh faktor lain selain iklim, diantaranya penanaman varietas padi yang rentan terhadap hama WBC dan pemberian pupuk yang mengandung nitrogen secara berlebihan. Ketika memasuki periode bulan lembab, nilai dan luas serangan cenderung tinggi yang menggambarkan bahwa hama WBC dapat berkembang dengan baik pada kondisi iklim periode bulan lembab.

(27)

19

Hubungan populasi WBC dan luas serangan dengan nilai EI

Analisis nilai EI terhadap keberadaan wereng batang coklat pada periode 2007-2014 dilakukan dengan menggunakan data luas serangan hama karena data populasi WBC terbatas dimana hanya terdapat pada periode 2007-2009. Validasi dilakukan dengan menggunakan data LS dan EI tahunan.

Gambar 11 Hubungan antara nilai EI dengan (a dan c) LS WBC, (b dan d) populasi WBC, tahunan periode 2007-2014

Berdasarkan grafik yang dihasilkan, terlihat bahwa nilai EI dan distribusi WBC memiliki korelasi positif, yaitu apabila nilai EI tinggi maka nilai luas serangan tinggi. Namun jika dilihat dari segi statistic, nilai EI tahunan yang dihasilkan masih belum dapat menggambarkan populasi WBC dan luas serangan di Kabupaten Indramayu secara tepat. Nilai EI berkorelasi positif dengan populasi WBC, begitu juga dengan luas serangan, tetapi terlihat adanya selang waktu yang berbeda antara luas serangan dan nilai EI yang dihasilkan. Hal tersebut disebabkan karena distribusi populasi hama tidak hanya dipengaruhi oleh faktor iklim, melainkan lebih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti musuh alami, ketersediaan inang, dan sistem pertanian di lapang yang dibangun oleh manusia seperti jenis varietas yang ditanam dan juga irigasi (Pathak 1977).

Luas serangan tertinggi terjadi tahun 2009 sebesar 11 440 Ha, namun nilai EI tertinggi dihasilkan pada tahun 2010 yaitu sebesar 68. Hal ini disebabkan analisis software Climex pada penelitian ini hanya didasarkan pada faktor iklim. Nilai EI pada tahun 2010 sebesar 68 dihasilkan karena nilai curah hujan yang tinggi sepanjang tahun 2010 yang mendapatkan pengaruh dari La Nina moderate.

(a) (b)

(28)

20

Pada saat luas serangan hama WBC terendah terjadi pada tahun 2012 sebesar 1569 Ha, nilai EI tahun 2012 tidak menunjukkan nilai paling rendah dibandingkan tahun-tahun yang lain.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Faktor iklim yang paling berpengaruh terhadap populasi dan luas serangan WBC adalah suhu udara rata-rata ketika WBC berada pada fase imago. Kondisi iklim di Kabupaten Indramayu cukup baik dan nyaman untuk perkembangan hama wereng batang coklat yang dibuktikan dengan nilai EI sebesar 44. Validasi hasil model Climex dengan data luas serangan wereng batang coklat di lapangan menunjukkan bahwa nilai EI belum dapat menggambarkan populasi WBC dan luas serangan dengan baik di Kabupaten Indramayu. Hal ini disebabkan model

Climex tidak memperhitungkan faktor lain, yaitu keberadaan pathogen dan inang,

serta campur tangan manusia seperti penggunaan varietas, pestisida, dan sistem irigasi. Secara umum, distribusi hama WBC tinggi pada bulan-bulan dengan curah hujan yang tinggi dan mengalami penurunan ketika curah hujan bernilai rendah.

Saran

Diperlukan data populasi dan luas serangan dengan periode lebih lama dan akurat agar dapat dilakukan validasi dengan baik dan dengan demikian penggunaan Software Climex dapat bermanfaat secara maksimal untuk membantu penyusunan strategi pemberantasan hama khususnya wereng batang coklat.

DAFTAR PUSTAKA

Andrewartha dan Birch. 1954. The Distribution and Abundance of Animal. Chicago: The University of Chicago Press.

Baco Djafar. 1984. Biologi wereng coklat, Nilaparvata lugens Stal. dan wereng punggung putih serta interaksi antara keduanya pada tanaman padi [tesis]. Bogor(ID): Fakultas Pasca Sarjana, IPB.

Baehaki. 2012. Perkembangan biotipe hama wereng coklat pada tanaman padi.

Iptek Tanaman Pangan Vol. 7 No. 1.

Baehaki. 1985. Studi Perkembangan Populasi Wereng Coklat Nilaparvata lugens (Stal) Asal Imigran dan Pemencarannya di Pertanian. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Baker RHA (2002) Predicting the limits to the potential distribution of alien crop pests. In: Invasive Arthropods in Agriculture. Problems and Solutions, Hallman, G.J. & Schwalbe, C.P. (Eds). pp. 207-241. Science Publishers Inc. Enfield USA.

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2009. Refleksi Kinerja Balai Besar Penelitian Padi 2005-2009. Sukamandi Jawa Barat.

(29)

21 [BPS Kabupaten Indramayu] Badan Pusat Statistika Kabupaten Indramayu. 2015.

Kabupaten Indramayu dalam Angka 2015. Indramayu(ID) : Badan Pusat

Statistik Kabupaten Indramayu.

Kartasapoetra AG. 1987. Hama tanaman pangan dan perkebunan. Bina Aksara. Jakarta.

Gutierrez AP. 2000. Crop ecosystem responses to climatic change: pests and population dynamics. Di dalam: Reddy KR, Hodges HF., editor. Climate Change and Global Crop Productivity. CAB International. hlm 353-374. Gutierrez AP, Ponti L, d’Oultremont T, Ellis CK. 2008. Climate change effects

on poikilotherm tritrophic interactions. Climatic Change 87 (Suppl 1): S167S192.

Hoddle MS. 2004. The potential adventive geographic range of glassy-winged sharpshooter, Homalodisca coagulata and the grape pathogen Xylella fastidiosa: implications for California and other grape growing regions of the world j.cropro.2003.11.017 [jurnal on-line]. http:// www. Biocontrol .ucr. edu / hoddle/ccbcdisk_g00002a. pdf [28 Agustus 2016]

Koesmaryono Y. 1991. Kapita Selekta dalam Agrometeorologi. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Mavi HS dan Tupper GJ. 2004. Agrometeorology Principles and Applications of

Climate Studies in Agriculture. New York: Food Products Press®

Mochida, O. 1978. Brown planthopper “Hama Wereng” problems on rice Indonesia. Cooperative CRIA-IRRI Program Sukamandi, West Java, Indonesia.

Nurbaeti B, Diratmaja IGP, Putra S. 2010. Hama wereng coklat (Nilaparvata

lugens Stal.) dan pengendaliannya. Jawa Barat (ID): Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian Jawa Barat.

Pathak MD 1977. Insect Pest of Rice. IRRI: Philippines.

[PEMPROV JAWA BARAT] Pemerintah Provinsi Jawa Barat. 2015. Profil Daerah Kabupaten Indramayu [Internet]. [diunduh 2016 Februari 15]. Tersedia pada: http://www.jabarprov.go.id/index.php/pages/id/1052

Steven P. 2004. CLIMEX v2 for Windows 1.1 Tutorials. Melbourne: Hearne Scientific Software Ltd.

Sunjaya IP. 1970. Dasar-dasar Ekologi Serangga. Diktat tidak dipublikasikan. Ilmu Hama Tanaman Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Sutherest RW, Maywald GF, Kriticos D. 2007. Climex 3.0. User Guide. CSIRO. Australia.

Untung K, Trisyono A Y. 2010. Wereng batang cokelat mengancam swasembada beras. Laporan Monitoring Dan Evaluasi Proyek Akhir LPPM

UGM. [Internet]. [diunduh 2016 Februari 15]. Tersedia pada:

http://faperta.ugm.ac.id/download/publikasi_dosen/wereng_coklat_meng ancam_swasembada_beras.pdf. hlm 1-8.

(30)

22

LAMPIRAN Lampiran 1 Input Database Fisik Hama WBC

Parameter Set Suhu Udara (Temperature Index) Parameter Nilai

Batas suhu bawah (0C) DV0 10

Batas bawah suhu optimum (0C) DV1 16

Batas atas suhu optimum (0C) DV2 32

Batas suhu atas (0C) DV3 36

Minimum derajat hari PDD 0c

Parameter Set Kelembaban (Moisture Index)

Batas bawah kelembaban tanah SM0 0.35

Batas bawah kelembaban tanah optimum SM1 0.7

Batas atas kelembaban tanah optimum SM2 1.5

Batas atas kelembaban tanah SM3 2.5

Parameter Set Stress (Stress Index and Stress Interaction Index)

Batas stress suhu dingin (0C) TTCS 10

Tingkat stress suhu dingin THCS 0

Batas stress dingin derajat hari (0C) DTCS 25

Tingkat stress dingin derajat hari DHCS -0.002

Batas stress suhu panas (0C) TTHS 36

Tingkat stress suhu panas THHS 0.0002

Batas stress panas derajat hari DTHS 0

Tingkat stress panas derajat hari DHHS 0

Batas stress kering kelembaban tanah SMDS 0.25

Tingkat stress kering kelembaban tanah HDS -0.01

Batas stress lembab kelembaban tanah SMWS 2.5

Tingkat stress lembab kelembaban tanah HWS 0.002

(31)

23

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 Juni 1994 sebagai anak bungsu dari pasangan Yacobus Kadri dan Lucia Samiyem. Penulis menempuh pendidikan pertama di Taman Kanak-kanak Regina Pacis Jakarta pada tahun ajaran 1999/2000, kemudian melanjutkan pendidikan di SDK Regina Pacis Jakarta dan lulus pada tahun 2006, pada tahun 2009 lulus dari SMPN 88 Jakarta, dan melanjutkan pendidikan di SMAN 112 Jakarta hingga lulus pada tahun 2012. Penulis diterima di Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN Undangan pada tahun 2012.

Penulis aktif dalam organisasi kampus antara lain sebagai anggota UKM Keluarga Mahasiswa Katolik dan dimulai pada tahun 2012, pengiring Paduan Suara Katolik IPB Puella Domini selama masa jabatan 2014-2016, anggota PSM Agriaswara selama masa jabatan 2012-2013, dan anggota Indonesian Green

Action Forum selama masa jabatan 2015-2016. Penulis juga berkontribusi dalam

rangkaian acara Pesta Sains Nasional pada tahun 2014-2016 dan berkontribusi dalam divisi Humas acara Natal Civitas Akademika IPB dari tahun 2014 hingga 2016.

Gambar

Gambar 4  Diagram Alir Pengolahan dengan menggunakan CLIMEX 3.0
Grafik  curah  hujan  bulanan  Kabupaten  Indramayu  periode  2005-2014  memperlihatkan  bahwa  pola  hujan  bersifat  monsunal  karena  pola  curah  hujan  berbentuk  cekung  dimana  curah  hujan  tinggi  pada  bulan  Januari  hingga  Maret
Tabel 1  Nilai R 2  populasi hama WBC dan faktor iklim di Kabupaten Indramayu
Gambar 6  Hubungan terbaik curah hujan dengan (a) populasi WBC dan  (b) luas serangan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini adalah terdapat 84 macam miskonsepsi yang terdeteksi dan miskonsepsi terbesar terdapat pada konsep kesetimbangan homogen (74,24%) dan

Selama kunjungan tersebut, dilakukan pendekatan secara kekeluargaan yaitu dengan melakukan obrolan-obrolan ringan sambil membantu melakukan pekerjaan rumah keluarga

5. Kejuaraan sepakbola yang diikuti negara ASEAN di Jakarta dan Indonesia masuk semifinal melawan Filiphina adalah …. RUU Keistimewaan yang menjadi polemik di Yogyakarta berisi

Namun terdapat perbedaan pada penelitian yang dilakukan oleh Refi Puspita dengan penelitian ini, yaitu pada penelitian yang dilakukan oleh Refi Puspita hanya merumuskan

March, 2010 sedangkan dalam bahasa Indonesia sama-sama bisa menggunakan kata depan pada ?” Dan “Kenapa digunakan on Jalan Sudirman dan at 10 Jalan Sudirman

(ii) timbul daripada pencemaran atau kontaminasi harta yang tidak dilindungi oleh Sijil ini. dengan syarat liabiliti maksimum Syarikat tidak boleh melebihi jumlah tercatat

Kedudukan tentang kebergantungan kepada perkaedahan lazim juga ditegaskan oleh Mohd Zaid Ismail dan Mohd Sani Badron (2012) dengan berkata walaupun dalam Islam

Strategi pembentukan karakter kerja keras melalui tari kreasi Boran yang dilakukan oleh sanggar Tari Tri Melati Lamongan adalah dengan menerapkan beberapa cara sederhana,