• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

5 2.1.1.1. Pengertian Model Penemuan Terbimbing

Model penemuan yang dipandu oleh guru ini pertama dikenalkan oleh Plato dalam suatu dialog antara Socrates dan seorang anak, maka sering disebut juga dengan metoda Socratic (Cooney, Davis:1975, 136). Metode ini melibatkan suatu dialog/interaksi antara siswa dan guru di mana siswa mencari kesimpulan yang diinginkan melalui suatu urutan pertanyaan yang diatur oleh guru. Salah satu buku yang pertama menggunakan teknik penemuan terbimbing adalah tentang aritmetika oleh Warren Colburn yang pelajaran pertamanya berjudul: Intellectual Arithmetic upon the Inductive Method of Instruction, diterbitkan pada tahun 1821, yang isinya menekankan penggunaan suatu urutan pertanyaan dalam mengembangkan konsep dan prinsip matematika. Ini menirukan metode Socratic di mana Socrates dengan pertolongan pertanyaan yang ia tanyakan dimungkinkan siswa untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Penemuan adalah terjemahan dari discovery. Menurut Sund dalam (Suryosubroto, 2009:179), discovery adalah proses mental dimana siswa mengasimilasikan sesuatu konsep atau sesuatu prinsip. Proses mental itu misalnya : mengamati, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya.

Sedangakan menurut Jerome Bruner (dalam Markaban, 2008:9), penemuan adalah suatu proses. Proses penemuan dapat menjadi kemampuan umum melalui latihan pemecahan masalah, praktek membentuk dan menguji hipotesis. Dengan demikian didalam pandangan Bruner, belajar dengan penemuan adalah belajar untuk menemukan, dimana seorang siswa dihadapkan dengan suatu masalah atau situasi yang tampaknya ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan pemecahan.

Gagne dan Brown menyatakan bahwa penemuan terbimbing merupakan metode terbaik untuk menghasilkan kaidah-kaidah tertentu dalam belajar. Walaupun Ausubel tidak sepenuhnya mendukung metode penemuan terbimbing, tetapi ia sepakat bahwa penemuan cukup penting untuk meningkatkan pembelajaran pada anak-anak kecil. Gagne

(2)

dan Ausubel juga sepakat bahwa metode ini lebih penting bagi anak-anak kecil daripada anak-anak yang lebih tua. Oleh karena itu, pembelajaran penemuan terbimbing sesuai dan dapat dilakukan di sekolah.

Menurut Setiawan (2010:32), di dalam metode penemuan ini, ada dua macam yakni metode penemuan murni dan metode penemuan terbimbing. Pada metode penemuan murni, masalah yang akan ditemukan semata-mata ditentukan oleh siswa. Begitu pula jalannya penemuan. Jelas bahwa metode ini kurang tepat untuk siswa sekolah lanjutan/menengah, karena jika setiap konsep atau prinsip dalam materi dari hasil pengembangan silabus harus dipelajari dengan cara ini, kita kekurangan waktu dan tidak banyak matematika yang dapat dipelajari siswa.

Sehubungan dengan model penemuan terbimbing, Hudojo (1984:5) menegaskan bahwa siswa memerlukan bimbingan setapak demi setapak untuk mengembangkan kemampuan memahami pengetahuan baru. Bimbingan dapat dilakukan melalui instruksi lisan atau tulisan untuk memperlancar belajar suatu konsep atau hubungan-hubungan matematika (Hudojo,1984:25). Dengan demikian, pembelajaran penemuan terbimbing melibatkan aktivitas guru dan siswa secara maksimal. Siswa aktif melakukan penemuan dan guru aktif memberi bimbingan secara bertahap dan menciptakan lingkungan yang memungkinkan siswa melakukan proses penemuan. Hal ini ditegaskan Marks (1988:13) yang mengatakan bahwa pembelajaran penemuan mencakup penciptaan suasana lingkungan atau cara yang memungkinkan siswa melakukan penyelidikan dan menemukan sesuatu yang baru bagi mereka.

Berdasarkan pendapat - pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, metode penemuan terbimbing adalah suatu metode pembelajaran yang dalam pelaksanaannya guru memperkenankan siswanya untuk berpikir sendiri, sehingga dapat menemukan prinsip umum yang diinginkan dengan bimbingan dan petunjuk dari guru.

2.1.1.2. Langkah - Langkah Model Penemuan Terbimbing

Menurut Suchman dalam Hamdani (2011:185) menyebutkan sembilan langkah “Guided Discovery Lesson” ( Pembelajaran penemuan terbimbing H yaitu :

1) Adanya masalah/problem yang akan dipecahkan yang dinyatakan dalam berbagai “pernyataan” atau “pertanyaan”.

(3)

3) Konsep atau prinsip yang harus ditemukan siswa ditulis dengan jelas.

4) Perlu disediakan alat/bahan sesuai dengan kebutuhan siswa dalam melaksanakan kegiatan penemuan.

5) Diskusi pengarahan dilakukan dalam bentuk tanya jawab antara siswa dan guru sebelum para siswa melakukan kegiatan penemuan.

6) Kegiatan pembelajaran penemuan dapat berupa penyelidikan/percobaan untuk menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang telah ditetapkan.

7) Proses berpikir kritis perlu dijelaskan untuk menunjukkan adanya “mental operation” siswa yang diharapkan dalam kegiatan.

8) Pertanyaan-pertanyaan yang mengarah kepada pengembangan kegiatan penyelidikan siswa perlu diberikan.

9) Catatan guru meliputi penjelasan tentang bagian-bagian yang sulit dari pelajaran dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilannya, terutama bila kegiatan penyelidikan mengalami kegagalan atau tidak berjalan seperti yang direncanakan.

Menurut Rachmadi (2004: 5-6) agar pelaksanaan model penemuan terbimbing ini berjalan dengan efektif, beberapa langkah yang mesti ditempuh dalam pembelajaran matematika adalah sebagai berikut :

1) Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya, perumusannya harus jelas, hindari pernyataan yang menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah.

2) Dari data yang diberikan oleh guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisir dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk melangkah ke arah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan atau LKS.

3) Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya.

4) Bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat oleh siswa tersebut di atas diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan kebenaran prakiraan siswa sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai.

5) Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga pada siswa untuk menyusunnya. Di

(4)

samping itu perlu diingat pula bahwa induksi tidak menjamin 100% kebenaran konjektur.

6) Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar atau tidak. Berdasarkan uraian di atas maka langkah – langkah pembelajaran metode penemuan terbimbing yang digunakan menurut Rachmadi (2004: 5-6) meliputi:

1) Mengharahkan siswa pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan perlengkapan yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang diberikan guru. 2) Mengorganisasikan siswa dalam belajar

Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas – tugas yang berkaitan dengan masalah serta menyediakan alat.

3) Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok

Guru membimbing dan mendorong siswa melaksanakan eksperimen atau percobaan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

4) Menyajikan atau mempresentasikan hasil kegiatan

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan atau model yang membantu merekan untuk berbagi tugas dengan temannya.

5) Mengevaluasi kegiatan

Guru membantu siswa untuk merefleksi penyelidikan dan proses penemuan. 2.1.1.3. Keuntungan dan Kerugian Model Penemuan Terbimbing

Pemilihan model penemuan terbimbing sebagai salah satu metode pembelajaran didasarkan pada beberapa keuntungan yang dimilikinya. Hirdjan (dalam Paeru, 1987:36) mengemukakan keuntungan metode penemuan adalah: “agar siswa kelak di kemudian hari tabah menghadapi persoalan baru di dalam masyarakat dan mampu memecahkan atau menemukan sendiri penyelesaiannya”. Biggs (dalam Orton, 1993:89 ) mengatakan bahwa metode penemuan merupakan cara terbaik memberi kesenangan nyata anak kepada matematika. Metode ini satu-satunya cara memberi kesempatan siswa untuk berpikir sendiri sehingga mereka menyadari potensi dirinya.

(5)

Bruner (dalam Amin, 1987:133-134) sebagai pencetus metode penemuan mengemukakan beberapa keuntungan pembelajaran dengan metode penemuan.

Keuntungan yang dimaksud dirinci seperti berikut ini.

1) Membantu siswa memahami konsep dasar dan ide-ide secara lebih baik.

2) Membantu dalam menggunakan daya ingat dan transfer pada situasi-situasi proses belajar yang baru.

3) Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri.

4) Proses belajar penemuan dibuat “open-ended” sehingga mendorong siswa berpikir inisiatif dan merumuskan hipotesisnya sendiri.

5) Memberikan kepuasan yang bersifat intrinsik. 6) Situasi proses belajar menjadi lebih merangsang.

Menurut Hudojo (1984:7), penerapan metode penemuan dalam pembelajaran mempunyai beberapa keuntungan seperti dipaparkan berikut ini.

1) Siswa ikut berpartisipasi secara aktif di dalam kegiatan belajarnya sebab ia harus berpikir, bukan sekedar mendengarkan informasi atau menelaah seonggok ilmu pengetahuan yang telah siap.

2) Siswa benar-benar memahami suatu konsep atau rumus sebab mengalami sendiri proses mendapatkan rumus itu.

3) Metode ini memungkinkan pengembangan sifat ilmiah dan menimbulkan semangat ingin tahu para siswa.

4) Dengan metode penemuan terbimbing, guru tetap mempunyai kontak pribadi dengan siswa.

5) Terbukti bahwa siswa yang memperoleh pengetahuan melalui metode penemuan lebih mampu menstransfer pengetahuannya ke berbagai konteks.

6) Metode ini membatasi guru untuk menambah materi baru bila siswa masih belum memahami materi yang sedang dipelajari.

Prawironegoro (1980:5-6) menambahkan beberapa keuntungan pembelajaran dengan metode penemuan seperti dirinci berikut ini.

1) Memberikan pandangan ilmu yang lebih luas kepada siswa untuk menuju keberhasilan.

(6)

2) Melatih siswa lebih banyak belajar sendiri, jadi siswa melibatkan akunya dan memotivasi diri sendiri untuk belajar.

3) Mengembangkan kepribadian siswa menuju akhir kebenaran ilmu.

4) Memberi kesempatan siswa yang pandai untuk bekerja sendiri dan menyelesaikan pelajarannya lebih dahulu.

Marks (1988:19) menambahkan dua kekurangan penggunaan metode penemuan sebagai berikut.

1) Tidak semua materi matematika dapat dikuasai dengan metode penemuan. Jika mungkin, tidak tersedia waktu yang cukup untuk menggunakan metode penemuan secara eksklusif.

2) Kegiatan yang bersifat fisik kadang-kadang dapat menutupi ide matematika yang hendak disampaikan. Bimbingan dan pengarahan yang kurang memadai membuat siswa hanya bermain-main.

Hudojo (1984:7) merinci kekurangan metode penemuan seperti berikut ini.

1) Memerlukan banyak waktu dan belum dapat dipastikan apakah siswa akan tetap bersemangat menemukan.

2) Tidak semua guru mempunyai semangat dan kemampuan mengajar dengan metode ini, terutama guru yang pekerjaannya “sarat muatan”.

3) Tidak setiap siswa dapat diharapkan menjadi seorang “penemu”. Bimbingan yang tidak sesuai dengan kesiapan intelektual siswa akan merusak struktur kognitifnya.

4) Pembelajaran menggunakan kelas kecil karena perhatian guru terhadap masing-masing siswa sangat diperlukan.

Dengan memperhatikan keuntungan metode penemuan yang lebih banyak daripada kekurangannya, maka penggunaan metode penemuan terbimbing tetap dianggap sebagai cara yang efektif dan efisien dalam pembelajaran matematika yang bertujuan untuk memecahkan suatu masalah yang relevan dengan perkembangan kognitif anak. Apalagi pada kenyataannya penggunaan metode ini hanya sulit pada permulaannya, tetapi selanjutnya dapat membantu siswa belajar lebih cepat menemukan sendiri apa yang tidak diketahui (Hudojo, 1984:3).

(7)

2.1.2. Mata Pelajaran Matematika

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.

Menurut Lunchins (dalam Suherman, 2001), matematika dapat dijawab secara berbeda-beda tergantung pada bilamana pertanyaan itu dijawab, dimana dijawabnya, siapa yang menjawabnya, dan apa sajakah yang dipandang termasuk dalam matematika.

Mustafa (dalam Wijayanti, 2011) menyebutkan bahwa matematika adalah ilmu tentang kuantitas, bentuk, susunan, dan ukuran, yang utama adalah metode dan proses untuk menemukan dengan konsep yang tepat dan lambang yang konsisten, sifat dan hubungan antara jumlah dan ukuran, baik secara abstrak, matematika murni atau dalam keterkaitan manfaat pada matematika terapan.

Elea Tinggih (dalam Suherman, 2001), matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar. Hal ini dimaksudkan bukan berarti ilmu lain diperoleh tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran), sedangkan dalam ilmu lain lebih menekankan hasil observasi atau eksperiment disamping penalaran.

Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan lambang-lambang atau simbol dan memiliki arti serta dapat digunakan dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan bilangan.

2.1.3 Hakekat Mengajar

Mengajar adalah menanamkan pengetahuan pada anak. Kalau pengertian ini dianut maka mengajar bertujuan agar pengetahuan dikuasai oleh anak. Hal ini juga berarti guru menjadi pusat atau centred pada pembelajaran (Pasaribu,Simanjuntak :1982)

(8)

Mengajar juga dapat diartikan menyampaikan pengetahuan kepada anak dalam hal ini ditekankan pada pewarisan pengetahuan atau kebudayaan padahal diharapkan dari anak mengembangkan kebudayaan dengan menciptakan kebudayaan yang selaras dengan tuntutan zaman.

Mengajar adalah suatu kegiatan mengorganisasi (mengatur) lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar. Kalau pengertian ini dianut maka pengertiannya sama dengan pengertian mendidik. Guru hanya membimbing (mengatur lingkungan) anak yang belajar mengajar dapat diartikan dirinya dengan lingkungan.

Jadi mengajar dapat diartikan menanamkan pengetahuan dan kegiatan mengorganisasi (mengatur) lingkungan untuk menyampaikan sebuah ilmu atau ketrampilan.

2.1.4 Hakekat Belajar

Belajar adalah suatu proses dimana suatu tindakan berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Dari pengertian belajar tersebut terdapat ciri utama belajar yaitu proses, perubahan perilaku dan pengalaman.

1) Sebagai proses, belajar merupakan proses mental dan emosional atau proses berfikir dan merasakan. Aktifitas fikiran dan perasaan itu tidak dapat diamati orang lain melainkan hanya dapat dirasakan oleh yang bersangkutan (orang yang sedang belajar itu sendiri)

2) Hasil belajar berupa perubahan perilaku baik yang menyangkut kognitif (pengetahuan) psikomotor (ketrampilan motorik ) dan afektif (nilai – nilai atau sikap)

3) Belajar berkat mengalami, baik mengalami secara langsung maupun lingkungan sosial. ( Menurut Gagne : 1984 ).

2.1.5 Hasil Belajar

Hasil belajar pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku akibat proses belajar mengajar (Sudjana, 2010:3). Dalam Purwanto (2008:34), hasil belajar merupakan perubahan perilaku siswa akibat belajar.

(9)

Menurut Hamalik (2001:159) bahwa hasil belajar menunjukkan kepada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya derajat perubahan tingkah laku siswa.

Menurut Nasution (2006:36) hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru.

Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:36) hasil belajar adalah hasil yang ditunjukkan dari suatu interaksi tindak belajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah terjadinya proses pembelajaran yang ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru setiap selesai memberikan materi pelajaran pada satu pokok bahasan.

2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti lain menggunakan model penemuan terbimbing digunakan untuk menguatkan penelitian ini.

Penelitian tersebut antara lain :

Penelitian Jamil Makhmudin (2010) yang bejudul “ Penggunaan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA pada Siswa Kelas IV SDN 2 Wonokromo Kecamatan Alian Kabupaten Kebumen Semester I Tahun Pelajaran 2009/2010”. Penelitian ini juga berhasil meningkatkan ketuntasan hasil belajar siswa walaupun belum 100%. Pada pra siklus, terdapat 18 siswa 46% dari 39 siswa yang tuntas, dan pada siklus II terdapat 31 siswa 79% tuntas dari 39 siswa.

Penelitian Dwi Maryati (2011) yang berjudul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran IPA Kelas IV SD Negeri 01 Werdoyo Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan Semester II Tahun 2010/2011”. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran penemuan terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pada pra siklus, terdapat 17 siswa atau 40% siswa tuntas belajar. Pada siklus I terdapat 34 siswa 79% siswa tuntas dengan rata – rata 75%. Pada siklus II terdapat 43 siswa atau 100% siswa tuntas dengan nilai rata – rata 86,25%.

(10)

Penelitian yang dilakukan oleh Ariani Lia (2008) yang berjudul “Peningkatan Minat Belajar Matematika melalui Pelaksanaan Metode Penemuan Terbimbing dalam Pembelajaran Matematika di SMP N 1 Pleret Kelas VIII A”. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan hasil belajar siswa yaitu rata-rata kuis kelas VIII A meningkat dari 53,97 menjadi 61,4, dan nilai rata-rata pos tes lebih baik dari rata-rata kuis yaitu 73,61. 2.3 Kerangka Pikir

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, dalam pembelajaran matematika di kelas 3 SDN Kauman 01 Kecamatan Batang Kabupaten Batang, guru merupakan figur sentral dan pengedali dari seluruh kegiatan belajar. Pembelajaran di kelas masih berpusat pada guru. Guru masih menggunakan pembelajaran konvensional dalam mengajar, sehingga siswa diberi materi secara penuh. Aktivitas guru masih dominan dibandingkan dengan aktivitas siswa. Hal itu terjadi karena guru kurang profesional dalam memilih metode pembelajaran yang menarik dan mengaktifkan siswa dalam pembelajaran. Akibatnmya, pemahaman siswa terhadap mata pelajaran matematika yang diajarkan masih sangat rendah karena siswa kurang kreatif, kurang mendapatkan pengalaman belajar, dan tidak aktif dan kurang antusias dalam pembelajaran matematika. Sehingga hasil belajar siswa masih kurang.

Upaya yang digunakan untuk memecahkan masalh tersebut yaitu dengan menggunakan metode penemuan terbimbing pada pembelajaran matematika khususnya pada materi mengidentifikasi berbagai jenis dan besar sudut. Metode penemuan terbimbing adalah metode yang melibatkan siswa aktif melakukan kegiatan penemuan melalui langkah – langkah yang sistematis dengan bimbingan guru. Pembelajaran menggunakan metode penemuan terbimbing dilaksanakan melalui lima tahap yaitu: (1) mengarahkan siswa pada masalah, (2) mengorganisasikan siswa dalam belajar, (3) membimbing penyelidikan individual atau kelompok, (4) menyajikan atau mempresentasikan hasil kegiatan, (5) mengevaluasi kegiatan.

Metode penemuan terbimbing tepat diterapkan pada anak masa operasional konkret, karena metode ini menekankan pada pengalaman konkret siswa dalam menemukan suatu konsep pembelajaran. Siswa diajak berpartisipasi aktif dalam menemukan konsep pembelajaran melalui kegiatan penemuan. Hal ini juga sesuai dengan karakteristik anak

(11)

kelas 3 SD yang aktif bergerak dan mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi sehingga dapat menjadikan siswa lebih aktif dalam pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar siwa pada pelajaran matematika.

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka pikir yang telah diuraikan diatas, maka dapat, dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut:

1. Penggunaan model penemuan terbimbing diduga dapat meningkatkan belajar matermatika tentang keliling dan luas persegi dan persegi panjang bagi siswa kelas 3 semester 2 SD Negeri Kauman 01 Kecamatan Batang Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2014/2015 Melalui lima tahap kegiatan yaitu: mengarahkan siswa pada masalah, mengorganisasikan siswa dalam belajar, membimbing penyelidikan individual atau kelompok, menyajikan atau mempresentasikan hasil kegiatan, mengevaluasi kegiatan. 2. Pelaksanaan model penemuan terbimbing diduga dapat meningkatkan belajar matermatika tentang keliling dan luas persegi dan persegi panjang bagi siswa kelas 3 semester 2 SD Negeri Kauman 01 Kecamatan Batang Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2014/2015.

Referensi

Dokumen terkait

Sekuritas akan berkorelasi hanya jika sekuritas-sekuritas tersebut mempunyai respon yang sama terhadap return pasar. Sekuritas akan bergerak menuju arah yang sama hanya

Informasi aset dalam laporan neraca menggambarkan kondisi kekayaan dan potensi ekonomi yang dimiliki pemerintah daerah, sehingga dari informasi

Perawatan tali pusat adalah tindakan perawatan pada tali pusat bayi baru lahir sejak dipotongnya tali pusat sampai tali pusat puput atau kering dengan tujuan

Pemilukada secara langsung dipilih oleh rakyat mempunyai dampak positif diantaranya adalah dapat memutus oligarki yang dilakukan sekelompok elit dalam penentuan

Dengan demikian dari hasil identifikasi jamur penyebab penyakit layu pada tanaman tomat yang dilakukan dilaboratorium maka jenis jamur yang menyebabkan penyakit

Adalah derivat benzotiadiazin, obat ini menurunkan tekanan darah secara kuat dan cepat dengan mempengaruhi secara langsung pada otot polos arterial, sehingga terjadi

Hasil penelitian menunjukan bahwa perbedaan bubu bambu dan bubu paralon pada penelitian ini berpengaruh terhadap jumlah hasil tangkapan lobster (Cherax quadricarinatus) dimana

Retribusi Pelayanan Kesehatan anan Kesehatan Provinsi Provinsi Sulawesi Barat Sulawesi Barat adalah un adalah untuk tuk merumuskan merumuskan Kebijakan dalam bentuk