• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Animasi 3D ( Tiga Dimensi ) merupakan salah satu animasi yang membuatnya menggunakan bantuan software komputer

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Animasi 3D ( Tiga Dimensi ) merupakan salah satu animasi yang membuatnya menggunakan bantuan software komputer"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Animasi 3D ( Tiga Dimensi ) merupakan salah satu animasi yang membuatnya menggunakan bantuan software komputer dengan mengandalkan grafis komputer Tiga Dimensi, dalam industri Animasi dikenal juga sebagai 3D Animation Computer (Beane, 2012:1). Saat ini Animasi 3D tidak hanya digunakan untuk keperluan Entertainment seperti Film, Video Games, Television, dan Advertising. Namun juga digunakan untuk keperluan Pengobatan, Arsitektur, Hukum dan bahkan juga digunakan untuk keperluan Forensik.

Film Animasi 3D yang sering saat ini sudah sukses dan meraih keuntungan yang signifikan ialah Toy Story, How to Train your Dragon, Tangled, Shrek, Finding Nemo, yang seluruhnya di dominasi oleh Disney dan Dreamwoks Studio. Selain itu indonesia juga sudah membuat film animasi 3D yaitu: Adit & Sopo Jarwo, dan Dufan Defender. Jenis karakteristik animasi 3D buatan indonesia lebih menggunakan penggayaan yang sederhana serta mengedepankan background dan Environment yang sesuai dengan keadaan di indonesia.

Environment dalam animasi 3D merupakan salah satu elemen pendukung yang berperan untuk menunjukkan waktu serta keterangan tempat setting dan latar. Environment dalam bahasa indonesia berarti Lingkungan Hidup, dalam pembuatan sebuah environment tiga dimensi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu melakukan riset terhadap objek-objek yang ada dalam lingkungan tersebut serta suasana yang terdapat didalamnya. Menurut Cantrell & Yates (2012: xiii) dalam membuat sebuah environment 3D kita harus fokus kepada sebuah lingkungan dan unsur-unsur pembentuknya. Selain itu sebuah environment harus dapat menyampaikan maksud dari suatu keadaan atau disebut Storytelling. Berdasarkan hal tersebut perancangan environment 3D ini dibuat untuk mendukung kebutuhan cerita dalam Animasi ‘Permainanku Untuk Negriku’.

Environment 3D dalam perancangan ini akan dijadikan sebagai latar tempat dalam sebuah cerita yang bertemakan permainan tradisional. Cerita tersebut mengisahkan tentang seorang anak laki-laki yang setiap harinya hanya

(2)

2 bermain video games dirumah serta gadget yang ia miliki. Suatu ketika ia merasa bosan dan jenuh saat memainkan gadget serta video games miliknya, saat itu pula ia memutuskan untuk bermain di luar rumah bersama teman-temanya. Anak laki-laki itu terkejut dan ketika melihat teman-temannya memainkan Enggrang, mereka tersenyum dengan riang serta gembira. Anak laki-laki itu mulai menyimpan gadgetnya dan mulai memainkan enggrang yang saat itu membuat ia terjatuh. Namun rasa sakit itu membuatnya semakin penasaran dan ingin terus mencoba memainkan permainan tradisional bersama teman-temannya.

Cerita tersebut terinspirasi dari sebuah fenomena yang saat ini terjadi yaitu banyaknya anak-anak yang jarang memainkan permainan tradisional. Permainan tradisional merupakan warisan budaya serta tradisi turun temurun yang sudah ada sejak dulu. Tentu hal ini harus tetap dijaga dan diwariskan dengan cara menyampaikannya kepada anak-anak, sehingga anak-anak akan terus mengenal permainan tradisional.

Latar tempat yang akan digunakan dalam keperluan cerita ialah kota Bandung, tempat-tempat yang dijadikan fokus pembuatan Environment 3D ini antara lain, Alun-Alun Bandung, Komunitas Hong, lapangan bermain yang digunakan sebagai tempat bermain permainan tradisional, serta sebuah interior kamar tidur. Alasan pemilihan tempat tersebut dikarenakan cocok dengan fungsinya berdasarkan tema serta kebutuhan cerita contohnya seperti Komunitas Hong yang berfungsi sebagai suatu tempat yang sampai saat ini masih melestarikan permainan tradisional, lalu Alun-Alun Bandung yang akan menjelaskan ruang publik masyarakat di Bandung saat ini didalam sebuah Set dan Property dalam bentuk Environment 3D

Permainan tradisional memang telah tergeserkan kepopulerannya dengan berbagai teknologi seperti, Gadget, Game Console, dan Komputer yang mendukung penggunanya untuk memainan Games. Akibatnya anak-anak lebih tertarik untuk memainkan gadget yang didalamnya terdapat Video Games, sehingga anak-anak sudah jarang memainkan permainan tradisional, ketertarikan tersebut didasari oleh adanya interaksi visual yang menyenangkan anak-anak. Interaksi Visual yang dimaksud ialah tampilan serta Gameplay atau yang disebut dengan cara bermain dalam sebuah Video Games.

(3)

3 Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan oleh penulis, salah satu faktor yang membuat anak-anak tertarik dalam memainkan Video Games daripada memainkan permainan tradisional ialah tampilan visual yang menarik serta pengalaman anak-anak tersebut ketika bermain Video Games online.

Menurut ketua dewan pembina Komisi Nasional Perlindungan Anak, Dr. Seto Mulyadi, Psi M. Psi atau yang dikenal akrab dengan panggilan Kak Seto dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Ega Dian Cahyani dengan judul ‘Fenomena Gadget Membuat Langka Permainan Tradisional’.

“Kebiasaan anak menggunakan gadget akan merusak kemampuan berkonsentrasi. Memang mengasyikkan, tapi akhirnya terbiasa begitu. Sehingga pada waktu seorang anak harus fokus terhadap sesuatu hal, akhirnya menjadi susah untuk melakukan fokus” (Egi dian Cahyani:2012).

Pemaparan yang dijelaskan oleh tersebut menjelaskan tentang efek negatif Video Games dalam Gadget yang membuat anak-anak menjadi candu untuk memainkannya, sehingga tidak dapat berfokus kepada satu hal.

Menurut pemaparan pak Cecep yang merupakan wakil ketua Komunitas Hong dalam sebuah wawancara yang bertempatkan di Komunitas Hong faktor modernisasi ini tidak dapat diantisipasi, Video Games beserta permainan modern lainnya, memang lebih digemari saat ini, namun untuk tetap melestarikan permainan tradisional diperlukan sosialisasi sejak dini kepada anak-anak dengan cara memberitahukan dan mengajak anak-anak untuk memainkannya.

Maka dari itu perancangan ini berfokus kepada pembuatan sebuah environment 3D yang berfungsi sebagai pendukung dalam animasi dengan judul ‘Permainanku Untuk Negriku’ sebagai kebutuhan untuk cerita yang mengangkat tema tentang permainan tradisional sehingga dapat diterima oleh anak-anak usia 5-12 tahun.

(4)

4 1.2 Permasalahan

1.2.1 Identifikasi Masalah

Berdasarkan Latar Belakang yang dipaparkan, identifikasi masalah pada perancangan ini adalah :

1. Pentingnya mengenalkan serta menumbuhkan minat anak-anak untuk mengenal serta melestarikan permainan tradisional.

2. Perlunya perancangan environment 3D yang berperan sebagai latar tempat pendukung sebuah cerita dengan tema Permainan Tradisional dalam animasi yang berjudul ‘Permainanku Untuk Negeriku’

3. Perlunya perancangan Environment 3D dengan memperhatikan elemen pembentuknya suasana, pencahayaan, Desain tiga dimensi untuk memenuhi kebutuhan cerita dalam Film animasi dengan judul ‘Permainanku Untuk Negeriku’ tentang permainan Tradisional, dengan berlatar belakangkan kota Bandung.

1.2.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah, maka rumusan masalah perancangan ini adalah :

1. Bagaimana cara merancang environment 3D dengan menggunakan referensi lokasi yang ada di kota bandung, seperti Komunitas Hong, Alun-Alun Kota Bandung, Desa Bojong Soang dan Perumahan yang bertemakan permainan tradisional ?

2. Bagaimana membuat environment 3D yang dapat menggambarkan keadaan kota Bandung dalam peranannya sebagai pendukung sebuah cerita dengan tema permainan tradisional untuk kebutuhan animasi Animasi 3D ?

(5)

5 1.3 Ruang Lingkup

Untuk memperjelas dan membatasi permasalahan, maka ruang lingkup perancangan ini adalah sebagai berikut:

1.3.1 Apa ?

Perancangan ini berfokus kepada pembuatan Environment 3D yang berperan sebagai pendukung sebuah cerita tentang permainan tradisional.

1.3.2 Bagaimana ?

Perancangan Environment 3D dilakukan melalui tahap-tahap pra produksi hingga Produksi dengan menyediakan aset serta model tiga dimensi untuk kebutuhan Environment.

1.3.3 Siapa ?

Perancangan ini dikhususkan untuk anak-anak dengan usia 5-12 tahun, karena media animasi sangat cocok untuk anak-anak.

1.3.4 Dimana ?

Pada perancangan ini Tempat-tempat di kota Bandung yang akan dijadikan sebagai referensi Environment 3D antara lain : Komunitas Hong di Dago Pakar, Daerah Dayeuh Kolot, Desa Bojongsoang pada jalan Sukabirus, dan alun-alun Kota Bandung, serta ada juga penambahan tempat yaitu Perumahan Dayeuh Kolot Regency.

1.3.5 Mengapa ?

Untuk menunjukkan serta menumbuhkan minat anak-anak untuk kembali memainkan permainan tradisional saat mereka bermain bersama teman maupun orang tua.

1.4 Tujuan Perancangan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka ditentukan tujuan perancangan ini sebagai berikut :

1. Menggunakan media animasi 3D sebagai sarana untuk memperkenalkan kembali permainan tradisional kepada anak-anak.

(6)

6 2. merancang environment 3D dengan menggunakan referensi lokasi yang ada di kota bandung, seperti Komunitas Hong, Alun-Alun Kota Bandung, Desa Bojong Soang dan Perumahan yang bertemakan permainan tradisional.

3. Membuat Environment 3D yang dapat menggambarkan keadaan kota Bandung dalam peranannya sebagai pendukung sebuah cerita dengan tema permainan tradisional untuk kebutuhan animasi 3D.

1.5 Manfaat perancangan

Manfaat yang diharapkan dalam perancangan ini adalah sebagai berikut : 1.5.1 Manfaat Bagi Perancang

Menambah wawasan tentang bagaimana cara membuat Environment 3D yang di dalamnya terdapat properti untuk kebutuhan latar background dengan environment yang sesuai dengan topik penelitian yaitu permainan tradisional. Selain itu penulis juga mengetahui seluk beluk serta filosofi tentang permainan tradisional khas jawa barat.

1.5.2 Bagi Masyarakat

Masyarakat seakan diingatkan kembali bahwa permainan tradisional merupakan salah satu warisan budaya indonesia yang harus tetap dijaga dan dilestarikan keberadaannya dengan menggunakan media animasi 3D

1.5.3 Manfaat Bagi Target Audiens

a. Dapat mengenal kembali permainan tradisional melalui media animasi 3D sehingga memiliki kemauan untuk memainkan dan melestarikannya.

b. Mengenal tempat-tempat yang dapat dijadikan lahan bermain permainan tradisional seperti Komunitas hong.

(7)

7 1.6 Metodologi Perancangan

Metodologi pada dasarnya ialah pemahaman dari sebuah metode itu sendiri. Menurut Bakker dalam buku Ratna (2016: 41) mendefinisikan metodologi sebagai cara-cara yang mengatur prosedur penelitian ilmiah pada umumnya, sekaligus pelaksanaannya terhadap masing-masing ilmu secara khusus. Metode menurut Senn dalam buku Ratna (2016: 41) merupakan suatu cara untuk mengetahui sesuatu, sedangkan metodologi adalah analisis untuk memahami berbagai aturan, prosedur metode tersebut. Dalam sebuah perancangan maka prosedur perancanganlah yang akan digunakan, namun hal tersebut juga patut diteliti secara ilmiah. Maka dalam perancangan ini metode kualitatif dianggap cocok sebagai teknik pengumpulan data.

1.6.1 Metode Pengumpulan data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam Perancangan kali ini ialah sebagai berikut :

1. Observasi

Teknik yang paling sering digunakan dalam Perancangan ialah observasi karena dengan teknik ini, peneliti dituntut untuk turun langsung serta mengamati fenomena dan permasalahan yang terjadi dilapangan. Semata-mata agar dapat ditemukannya suatu data penelitian. Teknik ini sering digunakan dalam penelitian yang bersifat sosial. Secara historis teknik observasi sudah dilakukan sejak observasi botani pada zaman aristoteles di kepulauan lesbos (ibid.) teknik observasi memungkinkan peneliti untuk berpartisipasi dan turun langsung untuk mengenal objek penelitiannya, menurut Ratna (2016: 218) dalam ilmu sosial humaniora observasi yang paling sering dilakukan adalah observasi berpartisipasi atau observasi partisipan artinya, peneliti mengalami, hidup bersama dengan objek. Maksudnya yaitu peneliti harus mampu terlibat langsung dengan objek yang diteliti.

Selain itu peneliti juga harus mampu menjaga jarak, dalam artian sadar dengan posisinya sebagai peneliti yang bertujuan hanya untuk memperoleh data penelitian, ketika penelitian berlangsung.

(8)

8 Hal tersebut sangat diperlukan, agar peneliti dapat tetap menjaga kode etik yang berlaku dan norma-norma, serta keyakinan yang ada pada diri peneliti.

Dalam praktiknya di lapangan teknik observasi dibedakan menjadi dua yaitu, teknik observasi atau pengamatan bebas (tidak berperan serta) dan pengamatan terlibat (berperan serta). Maka teknik observasi yang dilakukan dalam penilitian dengan tujuan melestarikan permainan tradisional dengan mengunakan media Animasi 3D adalah dengan mendatangi Komunitas Hong, tempat-tempat yang menjual mainan anak, daerah Bojongsoang, dan Alun-alun Bandung. Tempat – tempat tersebut merupakan tempat yang dinilai cocok untuk mengumpulkan data perancangan dan penelitian. Selain itu teknik observasi pengamatan bebas, dilakukan dengan cara menonton Film Animasi 3D. Karena dengan menonton Film tersebut tersebut peneliti sendiri mampu melihat apa saja yang dibutuhkan untuk mensetting sebuah Environment dalam film animasi 3D.

2. Wawancara

Teknik wawancara (interview) memang sering dilakukan dalam berbagai penelitian. Teknik ini dinilai relevan, karena peneliti menanyai langsung informan. Wawancara (interview) adalah cara-cara memperoleh data dengan berhadapan langsung, bercakap-cakap, baik antara individu dengan individu maupun individu dengan kelompok. namun wawancara juga dapat dilakukan dari jarak yang jauh, akibat adanya kemajuan teknologi saat ini, contohnya pewawancara berada di indonesia sedangkan informan berada di malaysia, maka wawancara masih dapat dilakukan dengan menggunakan video call, asalkan pewawancara bertatap muka dengan informan. Hal tersebut dapat dilakukan demi mengatasi kendala yang sering terjadi pada teknik wawancara.

(9)

9 Informan sangat berperan penting dalam terwujudnya penelitian dengan menggunakan teknik ini. Peneliti juga dituntut untuk memilah informasi yang didapat dari informan, karena dalam proses komunikasi informan bisa saja memberikan data yang tidak valid, menurut Koentjaraningrat dalam buku Ratna (2016:225-226) cara yang paling mudah untuk mencari informan adalah melalui informan pangkal atau awal, salah seorang anggota masyarakat yang dapat memberikan informasi awal mengenai lokasi penelitian. Fungsi terpenting informan pangkal adalah menunjuk para informan lain, yang disebut informan kunci (key informan), sesuai dengan masalah penelitian.

Maka dari itu dalam menentukan informan dalam penelitian ini, peneliti membaginya menjadi 3 kategori yaitu :

a. Akademisi

Akademisi yang dipilih dalam penelitian ini ialah pertama Prof. Zainal Alif selaku pemilik komunitas Hong dan dosen di Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI). Yang kedua ialah May Mulyadi, ia merupakan pemilik Kabita Studio yang sering membuat buku anak. Alasan peneliti memilih kedua informan tersebut, karena keduanya dianggap sebagai sumber yang relevan dalam penelitian serta perancangan yang akan dilakukan nantinya.

b. Komunitas

Komunitas Hong merupakan sebuah tempat yang disediakan untuk masyarakat umum agar bisa mengenal kembali permainan tradisional. Tempat tersebut merupakan bentuk kepedulian dari salah satu anggota masyarakat pentingnya menjaga warisan budaya indonesia yaitu permainan tradisional. Wawancara yang dilakukan di komunitas Hong, ialah dengan mewawancarai pemilik serta orang-orang yang mengunjungi dan memainkan permainan

(10)

10 tradisional disana yaitu wakil ketua dari Komunitas Hong Kang Cecep ilmansyah

c. Masyarakat Umum

Masyarakat umum dalam konteks penelitian ini ialah semua anggota masyarakat yang ada hubungannya dengan penelitian dan perancangan ini, peneliti berhasil mewawancarai anak-anak sekolah dasar At-Tarbiyah di desa bojongsoang sebanyak 45 anak.

3. Literatur

Teknik ini sering disebut sebagai teknik studi literatur ataupun studi pustaka, pengumpulan data dengan teknik ini bersifat nonlapangan, yang artinya peneliti mengumpulkan data dengan menelusuri sumber-sumber tulisan yang pernah dibuat sebelumnya. Sumber tersebut bisa saja buku ataupun jurnal dari penelitian sebelumnya. Maka didalam Perancangan ini, peneliti membaginya menjadi dua yaitu:

a. Pustaka

Pengumpulan data dengan menggunakan metode pustaka biasanya berhubungan dengan suatu karya sastra maupun seni. Menurut Ratna (2016: 197) penggunaan metode pustaka semata-mata diakibatkan karena hakikat objek. Penelitian terhadap karya sastra, karya seni pada umumnya tentu tidak bisa dilakukan dengan metode lapangan. Novel, puisi, dan drama, demikian juga jenis karya sastra lainnya, baik lama maupun modern, tidak memerlukan metode lapangan seperti dilakukan dalam ilmu humaniora yang lain.

Maka dari itu, peneliti juga menggunakan buku, jurna, serta Disertasi yang terkait dengan objek perancangan ini. Lalu peneliti juga membaca buku-buku „3D Animation

(11)

11 Essentials By Andy Beane‟, „Modelling The Environment: Techniques and Tools for the 3D Illustration of Dynamic Landscapes‟, ‘Metodologi Penelitian oleh Kutha Ratna’ dan ‘Animation Writing and Development from script development to Pitch by Jean Ann Wright‟, dan buku-buku lain yang berhubungan dengan pembuatan Environment dan animasi.

b. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data biasanya dijadikan sebagai bukti dari suatu penelitian maupun dilapangan, hal ini merujuk pada kegiatan peneliti saat mengumpulkan data dilapangan berdasarkan dokumen yang dilampirkan oleh peneliti. Sumber-sumber penelitian dibedakan menjadi 3 yaitu, tulisan, gambar dan lambang, serta monumen. Maka dalam perancangan ini peneliti melampirkan foto-foto serta video kegiatan penelitian yang dilakukan dilapangan. Sebagai bukti bahwa penelitian sudah pernah dilaksanakan.

c. Kuesioner

Merupakan suatu teknik yang dilakukan secara tertulis dengan menggunakan angket atau kuesioner teknik ini merupakan ciri khas dari pengumpulan data Metode Kuantitatif (Ratna:2016)

1.6.2 Metode Analisis Data

Metode ini merupakan sebuah proses setelah peneliti berhasil mengumpulkan semua data penelitian, baik lapangan maupun nonlapangan. Proses diawali dengan mengumpulkan semua data yang sudah di dapatkan pada proses pengumpulan data, lalu data tersebut di analisis dengan menggunakan teori yang sudah ada. Maka metode analisis data yang digunakan adalah pendekatan Mile and Huberman yang menurut Nyoman Kutha Ratna, S. U. dilakukan dengan cara pengumpulan data, reduksi data,

(12)

12 penyajian data, dan penarikan simpulan (2016:310). Alasan pemilihan ini dilakukan karena adanya suatu keterkaitan dengan metode kualitatif.

1. Pengumpulan data

Tahap ini adalah tahap pengumpulan data yang didapat dengan cara observasi, wawancara dan literatur. Proses ini merupakan data dari fenomena yang terjadi dilapangan tentang kurangnya minat anak untuk memainkan permainan tradisional yang disebabkan oleh kemunculan permainan modern seperti video games. Data ini juga bersumber pada pernyataan saat dilakukan wawancara yang dapat mempengaruhi terhadap perancangan Environment 3D. 2. Reduksi data

Tahap ini merupakan tahap penyusunan data yang semula belum teratur sehingga ketika semua data sudah sesuai dengan konteks penelitian, masing-masing dari data tersebut dapat di analisis untuk tujuan penelitian dalam kata lain merangkum data.

3. Penyajian Data

Merupakan tahap penyajian data yang sebelumnya telah direduksi, penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat yang terorganisir dan dapat dipahami (Sugiyono:2015)

4. Penarikan simpulan

Proses ini merupakan tahapan untuk menarik kesimpulan secara umum pada bagian-bagian tertentu yang masih memiliki relevansi dalam penelitian. Sehingga data yang telah dikumpulkan dapat di aplikasikan di dalam perancangan kali ini.

(13)

13 1.6.3 Metode Perancangan

Setelah data terkumpul dan dianalisa, kemudian masuk kepada metode perancangan. Metode perancangan dibagi menjadi 2 tahapan yaitu pra-produksi dan produksi:

1. Pra produksi

Pada tahap proses dalam membuat sebuah Environment 3D untuk kebutuhan background dalam animasi 3D, maka kita melakukan konsep awal dengan menentukan cerita, setelah itu melakukan pembuatan storyboard pada cerita, agar terjadinya kesesuaian antara karakter dengan background. Dalam pembuatan Environment 3D ini akan mereplika beberapa tempat di kota Bandung, seperti Alun-alun kota Bandung, Komunitas Hong, dan lapangan yang berada di daerah Dayeuh Kolot Desa Bojongsoang, selain itu untuk keadaan pada interiornya maka tempat menggambarkan sebuah rumah di dekat jalan sukabirus, sebagai kebutuhan background. Tahap pemotretan dari berbagai angle juga dilakukan agar proses replika sempurna, walaupun adanya batasan kualitas dari segi tekstur maupun warna yang digunakan. Setelah proses pemotretan, dilakukanlah proses Sketching, yaitu proses penggambaran desain environment 3D dari segi interior maupun eksterior dengan menggunakan teknik-teknik tertentu.

2. Produksi

Proses ini bisa dibilang tahapan eksekusi terhadap media perancangan, dalam proses ini pembuatan Environment 3D sudah mulai dilakukan, setelah melalui tahap proses pra produksi, dengan menggunakan Software Blender, Autodesk 3DS Max, serta lumion sebagai software Rendering. Setelah itu untuk menyesuaikan warna terhadap suasana atau waktu dalam film animasi 3D yang akan dibuat, ialah dengan bantuan

(14)

14 lighting (pencahayaan) dan juga dengan bantuan software yang menghasilkan visual effect, dengan teknik Color Grading (penyesuaian warna) yang diperlukan untuk menciptakan suasana.

(15)

15 1.7 Kerangka Perancangan

Bagan 1.1 Kerangka Perancangan Sumber : Dokumentasi Pribadi

(16)

16 1.8 Pembabakan

Penulisan laporan perancangan ini tersusun menjadi lima bab yaitu : 1. BAB I Pendahuluan

Pada bab ini penulis menjelaskan mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, ruang lingkup, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, kerangka perancangan, dan sistematika penulisan.

2. BAB II Landasan Teori

Pada bab ini menjelaskan tentang dasar-dasar pembuatan environment 3D untuk memenuhi kebutuhan cerita tentang permainan tradisional, serta teori animasi beserta jenis-jenis dan teknik animasi lainnya, hingga teori yang berhubungan dengan environment, Background, warna, dan Setting properti yang digunakan sebagai acuan dalam perancangan ini.

3. BAB III Data dan Analisis Masalah

Pada Bab ini menjelaskan tentang data-data tempat yang akan digunakan sebagai referensi dalam pembuatan environment 3D, serta data-data karya sejenis yang berkaitan dengan Animasi 3D.

4. BAB IV Konsep dan Hasil Perancangan

Pada Bab ini berisi tentang konsep perancangan dan hasil perancangan yang telah dibuat berdasarkan data-data yang sudah diperoleh dari mulai observasi hingga analisis data tersebut.

5. BAB V Penutup

Pada Bab ini berisi kesimpulan menyeluruh yang didapat dalam ruang lingkup perancangan yang bersifat rekomendasi, sesuai dengan tujuan analisis yang telah dipaparkan sebelum.

Referensi

Dokumen terkait

Final Rendering merupakan tahap akhir dari pembuatan Video Animasi 3D pada aplikasi Adobe Premiere Pro dengan output yaitu Animasi 3D Objek Wisata Museum Budaya Watu

Plugs-ins yang terkenal misalnya adalah Bones Pro (untuk mempersiapkan tulang pada character), Character Studio (Proses otomatisasi animasi dan Setup), Shag Fur (pembuatan

Hal ini dilakukan dengan membuat frame yang mensimulasikan masing-masing gambar, Dalam pembelajaran video animasi 3D yang sangat banyak di minati masyarakat saat ini dan

Selain itu melalui laporan tugas akhir ini nantinya dapat membantu orang lain yang akan membuat dan meneliti tentang perancangan shot dalam pembuatan film animasi 3D lainnya dan

Kekurangan visualisasi dari storyboard dan pentingnya proses perancangan layout dalam pembuatan film animasi 3D mendorong penulis untuk membahas tentang topik ini dengan lebih

Dalam pembuatan film animasi 3D khususnya untuk pembuatan model karakter tiga dimensi dapat menggunakan Editable Poly yang berfungsi untuk mempermudah seorang artis model

Konsep merupakan tahapan awal yang harus diperhatikan, karena pada tahap ini, peneliti menentukan suatu konsep dasar untuk perancangan objek animasi 3D, ukuran

Tahap pembuatan objek 3D yaitu pembuatan model objek 3D meliputi pembuatan objek gedung, laboratorium, dan objek lainnya yang akan digunakan dalam animasi 3D sebagai media promosi