• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pokok Agraria yang dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pokok Agraria yang dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria yang"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

1

1.1 Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang dikenal dengan Undang-Undang Pokok-Pokok Agraria yang selanjutnya disebut dengan UUPA, merupakan peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah pertanahan di Indonesia atau dapat disebut sebagai Hukum Agraria yang tertulis. Hukum Agraria ada yang tertulis dan ada yang tidak tertulis, kaidah hukum yang tidak tertulis adalah Hukum Agraria dalam bentuk Hukum Adat Agraria yang dibuat oleh masyarakat adat setempat dan yang pertumbuhan, perkembangan, serta berlakunya dipertahankan oleh masyarakat

adat yang bersangkutan.1

Salah satu tujuan UUPA dalam penjelasan umumnya yaitu meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya. Upaya untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah tersebut dapat diwujudkan dengan diselenggarakannya pendaftaran tanah sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 19 UUPA. Penjabaran dari Pasal 19 UUPA ini, diterbitkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah yang selanjutnya disebut dengan PP No. 24 Tahun 1997.

1Urip Santoso, 2012, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 5.

(2)

Pengertian pendaftaran tanah dimuat dalam Pasal 1 angka 1 PP No. 24 Tahun 1997, yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara

terus-menerus, berkesinambungan, dan teratur, meliputi pengumpulan,

pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. Definisi pendaftaran tanah dalam PP No. 24 Tahun 1997 merupakan penyempurnaan dari ruang lingkup kegiatan pendaftaran tanah berdasarkan Pasal 19 ayat (2) PP No. 10 Tahun 1961 yang hanya meliputi pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah, pendaftaran dan peralihan hak atas tanah serta pemberian tanda bukti hak sebagai alat pembuktian

yang kuat.2

Salah satu tujuan pendaftaran tanah yang dimuat dalam Pasal 3 dan Pasal 4 PP No. 24 Tahun 1997 adalah untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum, oleh karena itu kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan diberikan sertipikat hak milik atas tanah. Sertipikat merupakan surat tanda bukti

hak yang kuat kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.3 Hal tersebut berarti bahwa

setiap orang dapat mempermasalahkan tentang kebenaran sertipikat. Pendaftaran tanah di Indonesia menganut sistem negatif bertendensi positif, maksudnya adalah negara tidak menjamin mutlak kebenaran data yang disajikan dalam sertipikat, namun selama tidak ada orang lain yang mengajukan gugatan ke pengadilan yang

2Ibid, h. 287.

(3)

merasa lebih berhak, maka data dalam sertipikat adalah tanda bukti hak yang kuat.4

Timbulnya sengketa atas tanah bermula dari adanya pengaduan pihak (orang/Badan Hukum) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas

tanah baik terhadap status tanah, prioritas maupun kepemilikannya.5 Sengketa

yang terjadi tidak hanya atas tanah yang belum terdaftar tetapi juga atas tanah yang terdaftar. Pihak-pihak yang merasa berhak dan berkepentingan atas suatu bidang tanah mengajukan gugatan ke pengadilan, yang mengakibatkan terjadinya pemblokiran hak atas tanah.

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana disebutkan bahwa pemblokiran adalah pembekuan sementara harta kekayaan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan dengan tujuan untuk mencegah dialihkan atau dipindahtangankan agar orang tertentu atau semua orang tidak berurusan dengan harta kekayaan yang telah diperoleh, atau mungkin telah diperoleh dari dilakukannya tindak pidana tersebut. Pemblokiran dapat terjadi karena adanya hubungan kepentingan antara pemblokir dan pemilik tanah ataupun kepentingan pemilik tanah itu sendiri. Misalnya adanya hubungan hutang-piutang yang bermasalah, wanprestasi, sertipikat hilang, pembagian waris yang tidak adil, pemalsuan atau sengketa tanah lainnya. Apabila ditemukan permohonan pemblokiran tidak melampirkan/memperlihatkan hubungan kepentingan atas tanah/pemilik tanah tersebut, maka hal ini akan berpotensi menimbulkan masalah

4Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, 2012, Hukum Pendaftaran Tanah Edisi Revisi,

Mandar Maju, Bandung, h. 174.

(4)

baru. Untuk itu Kantor Pertanahan dituntut untuk lebih memperhatikan dan mencermati setiap permohonan blokir yang masuk.

Salah satu contoh kasus yang menyebabkan adanya pengajuan permohonan pemblokiran hak atas tanah, yaitu permohonan pemblokiran sertipikat atas nama Dewa Putu Suarjana yang diajukan oleh I Dewa Made Rai Suta, alasan dilakukannya pemblokiran adalah karena terjadi penerbitan sertipikat atas nama Dewa Putu Suarjana dengan nomor HM 2237, padahal Dewa Putu Suarjana ini bukan sebagai ahli waris dan tanah yang disertipikatkan tersebut merupakan tanah PKD yang telah ditempati turun-temurun oleh keluarga I Dewa Made Rai Suta. Selain itu, terdapat permohonan pemblokiran sertipikat Hak Milik Nomor 158 dan 159 Desa Bunutin atas nama I Made Pujana yang diajukan oleh I Made Pujana karena pada awalnya sertipikat tersebut hanya sebatas sebagai jaminan hutang dan dibuatkan akta pengakuan hutang yang berisi mengenai hak dan kewajiban dari para pihak yang termuat dalam akta pengakuan hutang. Namun pada saat akta pengakuan hutang masih berlaku, I Made Pujana berniat untuk melunasi hutangnya tersebut, tetapi tidak diterima oleh pihak berpiutang, yang dalam hal ini justru sudah ada/dibuatkan perjanjian baru berupa surat perikatan jual beli dan surat kuasa mutlak oleh pihak berpiutang. Oleh karena itu untuk menghindari adanya proses balik nama sertipikat, maka diajukan permohonan pemblokiran.

Pemblokiran dilakukan sebagai langkah pengamanan berupa

pencegahan/penghentian untuk sementara terhadap segala bentuk perubahan. Hal serupa juga disebutkan dalam Pasal 45 ayat (1) huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah bahwa Kepala Kantor

(5)

Pertanahan menolak untuk melakukan pendaftaran peralihan hak atau pembebanan hak jika tanah yang bersangkutan merupakan obyek sengketa di pengadilan.

Terjadinya pemblokiran hak atas tanah yang dicatatkan pada buku tanah dilaksanakan dalam rangka pemeliharaan data pendaftaran tanah. Hal ini dikarenakan adanya perubahan data yuridis yang terjadi dan harus dicatatkan pada buku tanah. Pemeliharaan data pendaftaran tanah dilakukan apabila terjadi perubahan pada data fisik atau data yuridis obyek pendaftaran tanah yang telah

didaftar.6 Dengan adanya pemeliharaan data pendaftaran tanah maka data yang

tersedia di Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan yang mutakhir. Selain itu juga harus diikuti dengan kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubahan yang dimaksud pada kantor pertanahan.

Pemblokiran sertipikat hak atas tanah dapat dilakukan atas dasar tanah tersebut disengketakan. Kemudian dilanjutkan dengan sita jaminan yang dimohonkan oleh pihak yang berkepentingan kepada Kantor Pertanahan untuk diblokir sampai adanya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 126 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang selanjutnya disebut dengan PMNA/KBPN No. 3 Tahun 1997.

Pada pasal tersebut dijelaskan bahwa pihak yang berkepentingan, dalam hal ini yang dimaksud dengan pihak yang berkepentingan adalah pemegang hak dan

6Adrian Sutedi, 2010, Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya, Sinar Grafika,

(6)

pihak atau pihak-pihak lain yang mempunyai kepentingan mengenai bidang tanah (Pasal 1 angka 11 PMNA/KBPN No. 3 Tahun 1997) dapat minta dicatat dalam buku tanah bahwa suatu hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun akan dijadikan obyek gugatan di Pengadilan dengan menyampaikan salinan surat gugatan yang bersangkutan. Catatan tersebut hapus dengan sendirinya dalam waktu 30 hari terhitung dari tanggal pencatatan atau apabila pihak yang minta pencatatan telah mencabut permintaannya sebelum waktu tersebut berakhir. Apabila hakim yang memeriksa perkara tersebut memerintahkan status quo atas hak atas tanah tersebut, maka perintah tersebut dicatat dalam buku tanah. Catatan mengenai perintah ini hapus dengan sendirinya dalam waktu 30 hari, kecuali apabila diikuti dengan putusan sita jaminan yang salinan resmi dan berita acara eksekusinya disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan.

Ketentuan tersebut menjelaskan bahwa terjadinya pemblokiran sertipikat hak milik atas tanah dikarenakan suatu hak atas tanah tersebut akan dijadikan obyek gugatan di pengadilan. Terjadinya pemblokiran pada Kantor Pertanahan memberikan akibat hukum terhadap hak atas tanah tersebut, yaitu tidak dapat dilakukan peralihan maupun pembebanan hak atas tanah. Segala bentuk perubahan dihentikan sementara untuk kelancaran penyelesaian sengketa. Apabila pemblokiran telah hapus dengan sendirinya atau telah dicabut, maka segala bentuk perubahan atau peralihan hak dapat dilaksanakan atau tidak dapat dicegah.

Untuk mencegah terjadinya masalah baru, pemblokiran sertipikat hak milik atas tanah ini juga harus dilaksanakan sesegera mungkin agar dicatat pada buku tanah yang bersangkutan. Hal ini terkait dengan pihak ketiga, misalnya

(7)

mengajukan permohonan pengecekan, peralihan hak maupun pembebanan terhadap sertipikat tersebut. Apabila telah dilakukan pencatatan pada buku tanah, maka segala bentuk perubahan tersebut tidak bisa dilakukan karena nomor hak atas tanah bersangkutan sudah diblokir.

Permohonan pencatatan pemblokiran ini diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan yang selanjutnya disebut dengan Perkaban No. 1 Tahun 2010. Penelitian ini dilakukan di Kantor Pertanahan Kabupaten Bangli, lokasi ini dipilih karena dalam satu tahun terakhir banyak pengajuan permohonan pemblokiran yang terjadi pada Kantor Pertanahan Kabupaten Bangli. Berdasarkan uraian sebelumnya maka penelitian ini diberi judul “PELAKSANAAN PEMBLOKIRAN SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH DI KANTOR

PERTANAHAN KABUPATEN BANGLI PROVINSI BALI”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pelaksanaan pemblokiran sertipikat hak milik atas tanah pada Kantor Pertanahan Kabupaten Bangli ?

2. Apakah kendala-kendala dalam pelaksanaan pemblokiran sertipikat hak milik atas tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten Bangli, dan bagaimana upaya untuk menanggulanginya ?

(8)

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Untuk menghindari terjadinya penyimpangan pada bagian pembahasan masalah dalam skripsi ini maka perlu ditentukan ruang lingkup permasalahannya sehingga dapat dianalisa pokok masalah yang ingin dipaparkan. Penelitian ini dibatasi pada rumusan masalah mengenai bagaimana pelaksanaan pemblokiran hak milik atas tanah yang sudah bersertipikat. Penelitian ini tidak meneliti pemblokiran terhadap tanah yang sedang dimohon haknya di Kantor Pertanahan (pemberian hak untuk pertama kali) atau masih dalam proses pensertipikatan. Data yang diteliti adalah permohonan pemblokiran sertipikat hak milik atas tanah yang diterima oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Bangli mulai dari bulan Maret 2015 sampai dengan bulan April 2016.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Penulis menyatakan bahwa tulisan yang berjudul Pelaksanaan Pemblokiran Sertipikat Hak Milik Atas Tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten Bangli Provinsi Bali sepenuhnya dikerjakan dengan menggunakan perbandingan 2 (dua) buah skripsi sebagai bahan referensi dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Adapun beberapa penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa berkaitan dengan penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut :

1. Andi Mardani, Skripsi yang berjudul Pelaksanaan Pencatatan Dalam Buku Tanah Menurut Ketentuan Pasal 126 Ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997

(9)

(Studi Pada Kantor Pertanahan Kota Pontianak), Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro 2008.

2. Masnita Dewi, Skripsi yang berjudul Tinjauan Yuridis Terhadap Pemblokiran Sertipikat Di Kantor Pertanahan Deli Serdang, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara 2010.

Berikut akan dipaparkan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

No Penulis Judul Rumusan Masalah

1 Andi Mardani Pelaksanaan Pencatatan Dalam Buku Tanah Menurut Ketentuan Pasal 126 Ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997

1. Bagaimana akibat hukumnya terhadap peralihan hak atas tanah dalam hal pencatatan dalam buku tanah pada Kantor

pertanahan Kota Pontianak

tidak memenuhi ketentuan

Pasal 126 ayat (1) dan (2)

Peraturan Menteri Negara

Agraria/Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 ?

2. Mengapa Kantor pertanahan Kota Pontianak melaksanakan

(10)

(Studi Pada Kantor

Pertanahan Kota Pontianak)

pencatatan dalam buku tanah

tidak memenuhi ketentuan

Pasal 126 ayat (1) dan (2)

Peraturan Menteri Negara

Agraria/Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 ? 2 Masnita Dewi Tinjauan Yuridis Terhadap Pemblokiran Sertipikat Di Kantor Pertanahan Deli serdang.

1. Apakah faktor-faktor penyebab pemblokiran sertipikat hak atas tanah di Kantor pertanahan Deli Serdang ?

2. Bagaimana akibat hukum

terhadap pemilik sertipikat atas pemblokiran sertipikat hak atas tanah di Kantor pertanahan Deli Serdang ?

3. Apakah hambatan yang

ditemui Kantor pertanahan

dalam pemblokiran sertipikat

atas tanah di Kantor

(11)

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan hal yang pokok dalam suatu karya ilmiah karena tujuan itu pada hakikatnya adalah merupakan syarat untuk memperoleh suatu tujuan penulisan yang menggambarkan arah pemikiran yang bersifat ilmiah. Tujuan penelitian ini dibagi menjadi dua tujuan yaitu :

a. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah :

1. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi pada penyelesaian Tugas Akhir dalam bidang penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa. 2. Untuk mengembangkan wawasan mahasiswa dalam menganalisa suatu

permasalahan khususnya mengenai hukum agraria.

3. Untuk memberikan pengalaman kepada mahasiswa dalam melakukan penelitian pada Instansi Pemerintahan.

4. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan hukum, khususnya mengenai pemblokiran sertipikat hak milik atas tanah.

b. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan pemblokiran sertipikat hak milik atas tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten Bangli.

2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapai oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Bangli dalam pelaksanaan pemblokiran sertipikat hak atas tanah dan bagaimana upaya mengatasinya.

(12)

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian dari penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut :

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang dasar dalam menyelenggarakan kebijakan pertanahan terutama dalam hal pelaksanaan pemblokiran sertipikat hak milik atas tanah.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

masukan/pertimbangan bagi Kantor Pertanahan Kabupaten Bangli dalam melaksanaan pemblokiran sertipikat hak milik atas tanah.

1.7 Landasan Teoritis

Dalam penelitian ini akan digunakan konsep-konsep dan teori-teori yang berpengaruh sebagai landasan pemikiran penelitian. Konsep-konsep dan teori-teori tersebut adalah konsep negara hukum, teori-teori kepastian hukum, teori-teori kewenangan dan teori keadilan.

1. Konsep Negara Hukum

Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 disebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Negara Kesatuan RI adalah sebuah negara yang dalam menyelenggarakan pemerintahan berdasarkan atas prinsip-prinsip hukum untuk membatasi kekuasaan pemerintah, ini berarti bahwa kekuasaan Negara dibatasi oleh hukum (rechtsstaat), bukan didasarkan

(13)

atas kekuasaan belaka (machtsstaat) yang secara jelas ditentukan dalam Batang Tubuh UUD Negara RI Tahun 1945. Dengan demikian dalam penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan sistem pemerintahan yang oleh K.C. Wheare dinyatakan bahwa, dalam arti luas sistem pemerintahan dari suatu negara adalah merupakan himpunan peraturan yang mendasari serta mengatur pemerintahan dalam menyelenggarakan tugas-tugasnya, kedua yaitu dalam arti sempit merupakan sekumpulan peraturan yang legal dalam lapangan ketatanegaraan suatu negara yang dimuat dalam suatu dokumen atau beberapa

dokumen terkait satu sama lain.7

Negara hukum adalah negara yang menegakan supermasi hukum untuk menegakan kebenaran dan keadilan dan tidak ada kekuasaan yang tidak dipertanggungjawabkan. Negara Hukum adalah negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi terciptanya kebahagiaan hidup untuk warga negaranya. Demikian pula peraturan hukum yang sebenarnya hanya ada jika peraturan hukum itu

mencerminkan keadilan bagi pergaulan hidup antar warga negaranya.8

Berdasarkan teori sistem hukum yang dikemukakan oleh Lawrence M Friedman, sistem hukum terdiri dari 3 komponen, yaitu substansi hukum (legal substance), struktur hukum (legal structure), dan budaya hukum (legal culture).9 Konsep negara hukum juga menjungjung tinggi perlindungan hak-hak rakyat,

7K.C. Wheare, 1975, Modern Constitutions, London Oxpord University Press, London, h. 1. 8Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1988, Hukum Tata Negara Indonesia, Sinar Bakti, Jakarta, h. 153.

9Lawrence M Friedman, 1975, The Legal Sistem, A Social Science Perspective, Rusell Sage Foundation, New York, h. 4.

(14)

termasuk hak-hak rakyat atas sumber daya agraria, dengan tujuan terwujudnya masyarakat adil dan makmur.

Menurut Friedrich Julius Stahl, ciri-ciri dari Negara Hukum adalah sebagai berikut :

1. Adanya pengakuan akan hak-hak dasar manusia ; 2. Adanya pembagian kekuasaan ;

3. Pemerintahan berdasarkan Peraturan ; dan

4. Adanya Peradilan Tata Usaha Negara.10

Menurut Aristoteles, yang memerintah dalam negara bukanlah manusia sebenarnya, melainkan pikiran yang adil, sedangkan penguasa sebenarnya hanya pemegang hukum dan keseimbangan saja. Kesusilaan yang akan menentukan baik tidaknya suatu peraturan perundang-undangan dan membuat undang-undang adalah sebagian dari kecakapan menjalankan pemerintahan negara. Yang paling penting adalah mendidik manusia menjadi warga negara yang baik, karena dari

sikapnya yang adil akan terjamin kebahagiaan hidup warga negaranya.11

Secara umum, dalam setiap negara yang menganut paham negara hukum, selalu berlaku tiga prinsip dasar, yaitu supermasi hukum (supremacy of law), kesamaan dihadapan hukum (equality before the law), dan penegakan hukum dengan cara tidak bertentangan dengan hukum (due process of law). Perbedaan perlakuan hukum hanya boleh dilakukan jika ada alasan yang khusus. Contohnya, anak-anak yang di bawah umur 17 tahun mempunyai hak yang berbeda dengan anak-anak yang di atas 17 tahun. Perbedaan ini ada alasan yang rasional. Tetapi

10Oemar Seno Adji, 1966, Prasara dalam Indonesia Negara Hukum, Simposium UI, Jakarta, h. 24.

(15)

perbedaan perlakuan tidak boleh dilakukan jika tanpa alasan yang logis. Contohnya, perbedaan perlakuan karena perbedaan warna kulit, gender, agama dan kepercayaan, atau perbedaan status seperti antara tuan tanah dan petani miskin. Namun demikian, perbedaan perlakuan tanpa alasan yang logis seperti hal tersebut di atas, sampai saat ini masih banyak terjadi di berbagai negara, termasuk

di negara yang hukumnya sudah maju sekalipun.12

Menurut A.V. Dicey, berlakunya prinsip kesamaan dihadapan hukum (equality before the law), dimana semua orang harus tunduk kepada hukum, dan

tidak seorang pun berada di atas hukum (above the law).13 Sedangkan istilah due

process of law mempunyai konotasi bahwa segala sesuatu harus dilakukan secara adil. Prinsip due process of law sebenarnya terdapat dalam konsep hak-hak

fundamental dan konsep kemerdekaan/kebebasaan yang tertib.14 Prinsip due

process of law ada 2 macam, yaitu prinsip due process of law yang prosedural dan prinsip due process of law yang substansif. Prinsip due process of law yang prosedural pada dasarnya didasari atas konsep hukum tentang keadilan yang fundamental, merupakan suatu proses atau prosedur formal yang adil, logis dan layak yang harus dijalankan oleh yang pihak-pihak yang berwenang. Contohnya, dalam perkara pengadilan, penegak hukum memberikan kesempatan yang layak kepada yang bersalah untuk membela diri termasuk memakai tenaga ahli seperti pengacara bila diperlukan, menghadirkan saksi-saksi yang cukup, memberikan ganti rugi yang layak dengan proses negosiasi atau musyawarah yang pantas.

12Munir Fuady, 2009, Teori Negara Hukum Modern (Rechtstaat), Refika Aditama, Bandung, h. 207.

13Ibid, h. 3. 14Ibid, h. 46.

(16)

Keadilan yang harus dilakukan manakala berhadapan dengan hal-hal yang dapat mengakibatkan pelanggaran terhadap hak-hak dasar manusia, seperti hak untuk hidup, hak untuk kemerdekaan atau kebebasan (liberty), hak atas kepemilikan benda, hak mengeluarkan pendapat, hak untuk beragama, hak untuk bekerja dan mencari penghidupan yang layak, hak pilih, hak atas privasi, hak atas perlakuan

yang sama (equal protection) dan hak-hak fundamental lainnya.15 Sedangkan

yang dimaksud dengan due process of law yang substansif adalah suatu persyaratan yuridis yang menyatakan bahwa pembuatan suatu peraturan hukum tidak boleh berisikan hal-hal yang dapat mengakibatkan perlakuan manusia secara

tidak adil, tidak logis dan sewenang-wenang.16

Secara konseptual istilah negara hukum di Indonesia disamakan dengan dua

istilah dalam bahasa asing, yaitu :17

a. Rechtsstaat (Belanda), digunakan untuk menunjuk tipe negara hukum yang diterapkan di negara-negara yang menganut sistem hukum Eropa Kontinental atau civil law system.

b. Rule of law (Inggris), menunjuk tipe negara hukum dari negara Anglo Saxon atau negara-negara yang menganut common law system.

Persamaan tersebut karena bangsa indonesia mengenal istilah negara hukum melalui konsep rechtsstaat yang pernah diberlakukan Belanda pada saat menjajah di Indonesia. Pada perkembangan selanjutnya terutama sejak perjuangan

15Ibid, h. 47. 16Ibid.

17I Dewa Gede Atmadja, 2010, Hukum Konstitusi: Problematika Konstitusi Indonesia Sesudah Perubahan UUD 1945, Setara Press, Malang, h. 157.

(17)

menumbangkan orde lama, negara hukum diganti dengan the rule of law.18 Indonesia tidak begitu saja mengalihkan konsep the rule of law atau konsep rechtstaat sebagai jiwa dan isi dari negara hukum Indonesia, karena pada dasarnya Indonesia telah memiliki konsep negara hukumnya sendiri yaitu konsep Negara Hukum Pancasila, dimana Negara Hukum Indonesia adalah berdasarkan Pancasila.

Unsur-unsur Negara Hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila

menurut Sri Soemantri Martosoewignjo adalah sebagai berikut :19

a. Adanya pengakuan terhadap jaminan hak-hak asasi manusia dan warga negara; b. Adanya pembagian kekuasaan negara;

c. Bahwa dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya pemerintah harus selalu berdasarkan atas hukum yang berlaku baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis;

d. Adanya kekuasaan kehakiman yang dalam menjalankan kekuasaannya merdeka.

Berdasarkan ciri-ciri Negara Hukum yang diuraikan di atas, maka dalam hubungannya dengan penelitian ini terdapat dua unsur yang bertalian erat, yaitu : a. Unsur semua tindakan stakeholders, terutama pemerintah, harus berdasarkan

hukum (unsur kepastian hukum).

Setiap tindakan penyelenggaraan negara serta warga negara harus dilakukan berdasarkan dan di dalam koridor hukum, maka konsekwensinya hukum harus

18Philipus M. Hadjon, 2007, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, sebuah studi tentang Prinsip-Prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi, Peradaban, Jakarta, h. 66-67.

19Sri Sumantri Martosoewignjo, 1992, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Bandung, h. 11.

(18)

dijadikan pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dengan kata lain setiap orang harus patuh dan tunduk pada norma hukum yang berlaku.

b. Unsur adanya pengakuan terhadap jaminan atas pelaksanaan hak-hak dasar (asasi) manusia dan masyarakat termasuk ke dalamnya masyarakat hukum adat, untuk memperoleh akses yang adil atas sumber daya agraria, terutama yang ada di sekitar wilayahnya.

2. Teori Kepastian Hukum

Teori kepastian hukum yakni teori yang menjelaskan bahwa suatu pendaftaran tanah harus mempunyai kekuatan hukum yang pasti dengan segala akibatnya dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum. Tugas kaidah-kaidah hukum adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum. Dengan adanya pemahaman kaidah-kaidah hukum tersebut, masyarakat sungguh-sungguh menyadari bahwa kehidupan bersama akan tertib apabila terwujud kepastian

dalam hubungan antara sesama manusia.20

Pasal 19 UUPA menyebutkan bahwa untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah oleh pemerintah dilakukan pendaftaran tanah. Peraturan yang mengatur pendaftaran tanah yaitu PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah dengan peraturan pelaksana yaitu PMNA/KBPN No. 3 Tahun 1997, serta petunjuk teknis dalam pendaftaran tanah dikeluarkan dalam bentuk Surat Edaran atau Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional.

(19)

Pelaksanaan pendaftaran tanah terdiri dari kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah.

Dalam hal pendaftaran tanah dikenal beberapa sistem pendaftaran yang dianut banyak negara yang telah menyelenggarakan pendaftaran tanah. Sudah menjadi politik hukum agraria bahwa masalah pendaftaran tanah itu disesuaikan dengan sistem-sistem dan stelsel-stelsel hukum agraria dari negara-negara modern. Maka dalam melaksanakan pendaftaran hak-hak atas tanah dikenal

sistem stelsel-stelsel pendaftaran sebagai berikut :21

1. Sistem Positif

Apabila orang sebagai subyek hak namanya sudah terdaftar dalam Buku Tanah, haknya mempunyai kekuasaan yang positif dan tidak dapat dibantah lagi.

2. Sistem Negatif

Apabila orang sebagai subyek hak namanya sudah terdaftar dalam Buku Tanah, haknya masih memungkinkan dibantah sepanjang bantahan-bantahan itu dapat dibuktikan dengan memberikan alat-alat bukti yang cukup kuat.

Sistem yang dianut dalam pendaftaran tanah di Indonesia adalah sistem publikasi negatif yang bertendensi positif, yang dinyatakan dalam Penjelasan PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah yaitu :

Dalam Peraturan Pemerintah yang menyempurnakan Peraturan

Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 ini, tetap dipertahankan tujuan dan sistem yang digunakan, yang pada hakekatnya sudah ditetapkan dalam Undang-Undang Pokok Agraria, yaitu bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan dan bahwa sistem publikasinya adalah sistem negatif, tetapi yang mengandung unsur positif, karena akan menghasilkan

surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.22

Sistem publikasi positif selalu menggunakan sistem pendaftaran hak, maka mesti ada registrasi atau buku tanah sebagai bentuk penyimpanan dan penyajian

21Bachsan Mustafa, 1998, Pembaharuan Hukum Agraria (Beberapa Pemikiran) cetakan I, Bumi Aksara, Jakarta, h. 136.

(20)

data yuridis dan sertifikat hak sebagai surat bukti hak, sedangkan sistem publikasi negatif bukan pendaftaran, tetapi sahnya perbuatan hukum yang dilakukan menentukan berpindahnya hak kepada pembeli.

Asas pendaftaran tanah yang dianut UUPA adalah berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka. Dan yang menjadi obyek pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 9 PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah sebagai berikut :

1. Objek Pendaftaran Tanah meliputi :

a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai

b. Tanah hak pengelolaan c. Tanah wakaf

d. Hak milik atas satuan rumah susun e. Hak tanggungan

f. Tanah negara

2. Dalam hal tanah negara sebagai objek pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukan sebidang tanah yang merupakan tanah negara dalam daftar tanah.

Pada suatu hak atas tanah bisa saja terjadi perubahan baik data fisik maupun data yuridis dikemudian hari. Adanya perubahan baik data fisik maupun data yuridis yang terjadi pada suatu hak atas tanah yang sudah terdaftar harus disesuaikan dengan data yang ada di Kantor Pertanahan. Artinya data di Kantor Pertanahan harus selalu sama dengan data di lapangan. Hal ini dilakukan agar data pada kantor pertanahan selalu update/mutakhir serta memberi kepastian hukum. Informasi yang tercantum dalam sertipikat terdiri dari subyek, obyek dan hak tertentu. Informasi mengenai data subyek, obyek dan hak tersebut juga terdapat pada Kantor Pertanahan.

(21)

Sertipikat Hak Milik atas tanah menginformasikan bahwa di Kantor Pertanahan tercatat atas subyek, obyek dan hak tertentu. Akan tetapi di lapangan juga terdapat subyek, obyek dan hak tertentu akibat “adanya kepentingan orang lain” (sengketa). Data di lapangan harus selalu sama dengan data yang ada di Kantor Pertanahan. Dengan kata lain, apabila ada perubahan di lapangan baik subyek, obyek atau hak, maka harus dicatat pada data yang ada di Kantor Pertanahan agar selalu menjadi data yang terbaru.

Salah satu bentuk adanya kepentingan orang lain tersebut adalah blokir, yang harus dicatat pada Kantor Pertanahan. Blokir merupakan pencegahan mutasi. Artinya pemblokiran sertipikat hak milik atas tanah dilakukan sebagai langkah pengamanan untuk mencegah adanya perubahan, dikarenakan sertipikat hak milik atas tanah sedang dalam sengketa. Adanya pemblokiran sertipikat sertipikat hak atas tanah harus dicatat pada buku tanah, sehingga permohonan pemblokiran ini harus didaftarkan ke Kantor Pertanahan.

Proses permohonan pemblokiran ini diatur dalam Peraturan Kepala BPN RI Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan. Peraturan ini menyebutkan bahwa permohonan pemblokiran diajukan melalui loket pelayanan yang ada pada Kantor Pertanahan. Kantor Pertanahan Kabupaten Bangli termasuk Kantor Pertanahan yang melayani permohonan pemblokiran. Namun dalam pelaksanaannya di Kantor Pertanahan Kabupaten Bangli, permohonan pemblokiran dapat dilakukan melalui loket pelayanan dan Subbagian Sengketa dan Konflik Pertanahan. Oleh sebab itu perlu diteliti bagaimana proses administrasi permohonan pemblokiran di Kantor Pertanahan Kabupaten Bangli

(22)

yang meliputi kewenangan, tahapan, syarat dan teknis pencatatan pemblokiran sertipikat hak atas tanah. Selain itu penting juga untuk mengetahui kendala yang dihadapi Kantor pertanahan dalam pelaksanaan pemblokiran sertipikat hak atas tanah dan upaya mengatasinya.

3. Teori Kewenangan

Teori ini peneliti kemukakan dengan maksud untuk membahas dan menganalisis tentang kewenangan pemerintah dalam hal ini Kantor Pertanahan Kabupaten Bangli untuk melaksanakan pemblokiran sertipikat hak atas tanah. Secara konseptual, istilah wewenang atau kewenangan sering disejajarkan dengan istilah Belanda bevoegdheid yang berarti wewenang atau berkuasa. Wewenang merupakan bagian yang sangat penting dalam Hukum Administrasi Negara, karena pemerintahan dapat menjalankan fungsinya berdasarkan atas wewenang yang dimilikinya. Wewenang adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh

undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan dan perbuatan hukum.23

Dalam Hukum Administrasi Negara dikenal adanya asas legalitas, asas ini adalah hal yang paling utama dalam setiap tindakan pemerintah. Asas legalitas merupakan salah satu asas yang dijadikan sebagai dasar dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan pada negara hukum. Setiap penyelenggaraan pemerintahan harus memiliki legitimasi, yaitu kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Dengan demikian, substansi asas legalitas adalah wewenang, yaitu suatu kemampuan untuk melakukan suatu tindakan-tindakan hukum tertentu.

23SF. Marbun, 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, h. 154.

(23)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian kewenangan diartikan sama dengan wewenang, yaitu hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Hassan Shadhily menerjemahkan wewenang (authority) sebagai hak atau kekuasaan memberikan perintah atau bertindak untuk mempengaruhi tindakan

orang lain, agar sesuatu dilakukan sesuai dengan yang diinginkan.24 Lebih lanjut

Hassan Shadhily memperjelas terjemahan wewenang dengan memberikan suatu pengertian tentang pemberian wewenang (delegation of authority). Pemberian wewenang (delegation of authority) adalah proses penyerahan wewenang dari seorang pimpinan kepada bawahannya yang disertai timbulnya tanggung jawab

untuk melakukan tugas tertentu.25 Proses pemberian wewenang dilakukan melalui

langkah-langkah yaitu, pertama menentukan tugas bawahan tersebut, kedua penyerahan wewenang itu sendiri, dan ketiga timbulnya kewajiban melakukan tugas yang sudah ditentukan.

Penjelasan tentang konsep wewenang, dapat juga didapatkan dengan melihat dari sumber wewenang dan konsep pembenaran tindakan kekuasaan pemerintahan. Teori sumber wewenang tersebut meliputi atribusi, delegasi, dan

mandat.26

Indroharto mengemukakan, bahwa wewenang diperoleh secara atribusi, delegasi, dan mandat, yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut :

Wewenang yang diperoleh secara atribusi, yaitu pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan

24Tim Penyusun Kamus-Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1989, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, h. 1170.

25Ibid, h. 172.

26I Dewa Gede Atmadja, Penafsiran Konstitusi Dalam Rangka Sosialisasi Hukum: Sisi Pelaksanaan UUD 1945 Secara Murni dan Konsekwen, Pidato Pengenalan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Hukum Tata Negara Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana 10 April 1996, h. 2.

(24)

perundang-undangan. Jadi, disini dilahirkan/diciptakan suatu wewenang pemerintah yang baru. Pada delegasi terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh Badan atau Jabatan TUN yang telah memperoleh suatu wewenang pemerintahan secara atributif kepada Badan atau Jabatan TUN lainnya. Jadi, suatu delegasi selalu didahului oleh adanya sesuatu atribusi wewenang. Pada mandat, disitu tidak terjadi suatu pemberian wewenang baru maupun pelimpahan wewenang dari

Badan atau Jabatan TUN yang satu kepada yang lain.27

Pendapat dari Indroharto tersebut sesuai dengan pendapat beberapa ahli hukum lain yang mengemukakan atribusi sebagai penciptaan kewenangan baru yang diberikan kepada suatu organ negara, baik yang sudah ada maupun yang dibentuk baru untuk itu. Tanpa membedakan secara teknis mengenai istilah wewenang dan kewenangan, Indroharto berpendapat dalam arti yuridis, pengertian wewenang adalah kemampuan yang diberikan oleh peraturan

perundang-undangan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum.28

Philipus M. Hadjon mengemukakan bahwa :

Setiap tindakan pemerintahan disyaratkan harus bertumpu atas kewenangan yang sah. Kewenangan itu diperoleh melalui tiga sumber, yaitu atribusi, delegasi, dan mandat. Kewenangan atribusi lazimnya digariskan melalui pembagian kekuasaan negara oleh undang-undang dasar, sedangkan kewenangan delegasi dan mandat adalah kewenangan

yang berasal dari pelimpahan.29

Kewenangan pemerintah dalam hal ini Kantor Pertanahan Kabupaten Bangli untuk melaksanakan pemblokiran sertipikat hak atas tanah yang secara normatif diatur di dalam Peraturan Kepala BPN RI Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan.

27Indroharto, 1993, Usaha memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pustaka Harapan, Jakarta, h. 90.

28Ibid, h. 68.

29Philipus M. Hadjon, 1994, Fungsi Normatif Hukum Administrasi dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih, Pidato Penerimaan jabatan Guru Besar dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, h. 7.

(25)

Wewenang terdiri atas sekurang-kurangnya tiga komponen yaitu pengaruh,

dasar hukum, dan konformitas hukum.30 Komponen pengaruh maksudnya adalah

bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan prilaku subyek hukum, komponen dasar hukum maksudnya adalah bahwa wewenang itu harus ditunjuk dasar hukumnya, dan komponen konformitas hukum mengandung adanya standar wewenang yaitu standar umum untuk semua jenis wewenang serta standar khusus untuk jenis wewenang tertentu.

Berkaitan dengan konteks penelitian ini, standar wewenang yang dimaksud adalah kewenangan pemerintah di bidang pertanahan, khususnya dalam melaksanakan pemblokiran sertipikat hak atas tanah.

4. Teori Keadilan

Teori ini dimaksudkan untuk membahas dan menganalisis guna melengkapi kebutuhan pembahasan mengenai pelaksanaan pemblokiran sertipikat hak atas tanah. Secara lebih luas, apakah telah memberikan manfaat bagi masyarakat maupun memberikan kesejahteraan yang berkeadilan seperti yang dikehendaki oleh UUD 1945.

Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang hendak dicapai, guna memperoleh keseimbangan di dalam masyarakat, di samping itu juga untuk memperoleh kepastian hukum. Permasalahan tentang keadilan merupakan masalah yang rumit, permasalahan yang sering dijumpai hampir pada setiap

masyarakat, termasuk Indonesia.31 Berbicara tentang hukum tidak dapat

30Philipus M. Hadjon, 1998, Penataan Hukum Administrasi : Tentang Wewenang, Fakultas Hukum Unair, Surabaya, h. 2.

(26)

dipisahkan dari pembicaraan tentang hubungan antar manusia, dan berbicara tentang hubungan antar manusia adalah sama dengan berbicara tentang keadilan. Oleh karena itu, dengan adanya keadilan maka dapat tercapainya tujuan hukum, yaitu menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan.

Menurut Aristoteles, kata adil mengandung banyak arti. Adil dapat diartikan sebagai menurut hukum, dapat diartikan sebagai apa yang sebanding, dan dapat juga diartikan sebagai apa yang semestinya. Seseorang dikatakan berlaku tidak adil apabila orang itu mengambil lebih dari bagian yang semestinya. Orang yang tidak menghiraukan hukum juga dapat dikatakan tidak adil, karena semua hal

yang didasarkan pada hukum dianggap sebagai sesuatu yang adil.32 Ditinjau dari

isinya, Aristoteles membedakan adanya dua macam keadilan yaitu keadilan distributif dan keadilan komutatif.

Berkaitan dengan teori keadilan, Jeremy Bentham memunculkan teori kebahagiaan yang bersifat individualistis. Hukum harus mewujudkan kebahagiaan bagi individu, dan harus sesuai untuk kepentingan masyarakat. Pada dasarnya hukum harus berbasis manfaat bagi kebahagiaan manusia. Itu sebabnya teori keadilan dan teori kebahagiaan merupakan perwujudan hukum yang harus

diterapkan.33

Thomas Aquinas, membedakan keadilan menjadi dua kelompok yaitu :34

32Aristoteles dalam Darji Darmodiharjo, 2006 , Pokok-Pokok Filsafat Hukum, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 156.

33Suhariningsih, 2009, Tanah Terlantar, Asas dan Pembaharuan konsep Menuju Penertiban, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, h. 43.

(27)

1. Keadilan Umum

merupakan keadilan menurut kehendak undang-undang, yang harus diterapkan demi kepentingan umum. Keadilan ini juga disebut dengan keadilan legal.

2. Keadilan Khusus

merupakan keadilan atas dasar kesamaan atau proporsionalitas. Keadilan khusus ini dapat dibedakan lagi menjadi tiga, yaitu :

a. Keadilan distributif

adalah keadilan yang secara proporsional diterapkan dalam lapangan hukum publik secara umum, yakni apabila setiap orang mendapatkan hak atau jatahnya secara proporsional.

b. Keadilan komutatif

adalah keadilan dengan mempersamakan antara prestasi dan

kontraprestasi. c. Keadilan vindikatif

adalah keadilan dalam menjatuhkan hukuman atau ganti kerugian dalam tindak pidana. Seseorang dianggap adil apabila ia dipidana badan atau denda sesuai dengan besarnya hukuman yang telah ditentukan atas tindak pidana yang dilakukannya.

Berdasarkan uraian teori keadilan di atas, nampaknya keadilan ditinjau dari hakekat dan isinya tidak dapat dipisahkan dalam menganalisis apakah pelaksanaan pemblokiran sertipikat hak atas tanah memberikan keadilan yang

(28)

merata serta manfaat bagi masyarakat khususnya bagi pihak-pihak yang terkait langsung dengan sertipikat hak milik yang diblokir.

1.8 Metode Penelitian

1.8.1 Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang dipergunakan dalam karya tulis ini adalah yuridis empiris. Penelitian yuridis empiris merupakan suatu ilmu kenyataan hukum yang terdiri dari penelitian terhadap efektivitas hukum serta penegakan hukum dalam masyarakat. Penelitian empiris ini meneliti faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hukum itu berfungsi dalam masyarakat dengan memperhatikan sinkronisasi antara kaidah hukum/peraturan itu sendiri, petugas/aparat penegak hukum, sarana/fasilitas yang digunakan oleh penegak hukum serta kesadaran masyarakat. Dalam laporan ini menggunakan pendekatan yuridis empiris yaitu meliputi segala permasalahan hukum maupun sengketa yang terjadi di masyarakat dan ditinjau pula berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Pendekatan yuridis empiris dipergunakan, berdasarkan pada permasalahan yang diteliti berupa faktor yuridis dan data yang diteliti dalam penelitian hukum yuridis empiris ada

dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder.35

1.8.2 Jenis Pendekatan

Jenis Pendekatan yang dipergunakan dalam melakukan penelitian ini adalah pendekatan fakta dan pendekatan perundang-undangan. Pendekatan fakta

(29)

dilakukan dengan mengkaji dan menganalisa pelaksanaan pemblokiran sertipikat hak milik atas tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten Bangli. Sedangkan pendekatan undangan berupa pendekatan pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemblokiran sertipikat hak milik atas tanah. Pendekatan dilakukan dengan menganalisa kesesuaian antara pelaksanaan pemblokiran sertipikat hak milik atas tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten Bangli dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemblokiran sertipikat hak milik atas tanah.

1.8.3 Sifat Penelitian

Penelitian yang dilakukan dalam penyusunan karya tulis ini bersifat deskriptif. Penelitian hukum deskriptif bersifat pemaparan yang bertujuan untuk memperoleh gambaran yang lengkap mengenai suatu keadaan tertentu dan pada saat tertentu, atau mengenai gejala yuridis yang ada, atau peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat. Dalam hal ini tipe penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara jelas, terperinci, dan sistematis mengenai aspek hukum terkait dengan penelitian terhadap pelaksanaan pemblokiran sertipikat hak milik atas tanah, maka sifat penelitian yang dipergunakan adalah bersifat deduktif dengan menjelaskan kaitan antara peraturan perundang-undangan tersebut dengan fakta yang terjadi di lapangan berdasarkan pada ketentuan hukum

yang berlaku saat ini. 36

(30)

1.8.4 Data dan Sumber Data

Data yang diteliti dalam penelitian hukum yurisis empiris ada dua jenis yaitu :

1. Data Primer

Data Primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada

pengumpul data.37 Data primer dalam penelitian ini adalah data yang

diperoleh dari lapangan berupa hasil wawancara dengan informan dan observasi yang kemudian diolah oleh peneliti. Wawancara dilakukan kepada informan yang telah ditetapkan yaitu kepada para pejabat yang relevan dan berwenang, serta petugas loket. Pemilihan informan dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan

pertimbangan tertentu.38 Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan

responden, tetapi sebagai narasumber, atau partisipan, informan, teman dan

guru dalam penelitian.39

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data

kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen.40

Data sekunder terdiri dari data yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan.

Peraturan Perundang-Undangan yang dipergunakan dalam penelitian ini, antara lain :

37Sugiyono, 2014, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung, h. 193.

38Ibid, h. 300. 39Ibid, h. 298. 40Ibid.

(31)

a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

b. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah. c. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. d. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional

Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

e. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan.

Selain itu, data sekunder juga dapat diperoleh dari dokumen resmi, buku-buku yang berkaitan dengan obyek penelitian, serta hasil penelitian ilmiah.

1.8.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Wawancara

Wawancara yaitu suatu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan informasi yang digali dari sumber data langsung melalui percakapan atau

tanya jawab.41 Melalui wawancara dapat digali keterangan yang lebih dalam

dari sebuah kajian dan sumber yang relevan berupa pendapat, kesan, pengalaman dan pikiran. Peneliti menggunakan panduan wawancara agar tidak keluar dari fokus yang dirumuskan dalam perumusan masalah.

41Djam’an Satori dan Aan Komariah, 2011, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Alfabeta, Bandung, h. 130.

(32)

Wawancara yang digunakan yaitu wawancara semiterstruktur, dimana wawacara ini bertujuan untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka,

dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya.42

Artinya panduan wawancara yang telah dibuat oleh peneliti pada saat melakukan wawancara akan ada perkembangan pertanyaan di lapangan. 2. Studi Dokumen

Studi dokumen yaitu mengumpulkan dokumen dan data-data yang diperlukan dalam permasalahan penelitian lalu ditelaah secara intens sehingga dapat

mendukung dan menambah kepercayaan serta pembuktian suatu kejadian.43

Studi dokumen dilakukan dengan mengumpulkan dokumen atau arsip-arsip permohonan pemblokiran yang ada di Kantor Pertanahan Kabupaten Bangli baik yang melalui loket pelayanan maupun surat masuk melalui Subbagian Tata Usaha. Studi dokumen dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan tinjauan terhadap dokumen kelengkapan berkas, jalannya berkas permohonan blokir, serta pencatatan dalam buku tanah. Mengenai teknik studi dokumen untuk penelitian kepustakaan (Library research) dikumpulkan dengan cara membaca serta mengutip buku-buku dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan permasalahan yang disajikan.

1.8.6 Teknik Penentuan Sampel Penelitian

Teknik penentuan sampel penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling, yaitu sampel dipilih atau ditentukan sendiri

42Sugiyono, 2013, Metode Penelitian Managemen, Alfabeta, Bandung, h. 387. 43 Djam’an Satori dan Aan Komariah, op.cit. h. 149.

(33)

oleh si peneliti, yang mana penunjukan dan pemilihan sampel didasarkan pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi kriteria dan sifat-sifatnya atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri utama dari populasinya.

1.8.7 Pengolahan dan Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Biklen dalam Lexy

J. Moleong,44

Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan yang dapat diceritakan kepada orang lain. Langkah awal analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengolah dan mempersiapkan data hasil penelitian yang diperoleh dari hasil wawancara dan studi dokumen. Kemudian menyusunnya sesuai dengan rumusan masalah yang telah ditetapkan, yaitu data mengenai proses pelaksanaan pemblokiran sertipikat, kendala yang dihadapi oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Bangli dalam pelaksanaan pemblokiran. Langkah selanjutnya yaitu menginterpretasikan atau memaknai data dan menyajikannya secara deskripsi. Artinya setelah analisis data selesai maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Peneliti akan mendeskripsikan proses pelaksanaan pemblokiran sertipikat hak atas tanah, kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pemblokiran di Kantor Pertanahan

44Lexy L. Moleong, 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, PT. Remaja Rosdakarya Offset, Bandung, h. 248.

(34)

Kabupaten Bangli serta upaya mengatasinya. Setelah hasil penelitian tersebut dirampungkan maka selanjutnya ditarik kesimpulan sebagai akhir penulisan skripsi.

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur ke hadirat Tuhan karena atas bimbingan-Nya penulis telah dapat menyelesaikan Proposal Penelitian ini dengan judul “ Pengaruh Ketidakpastian Lingkungan terhadap

Penataan ruang harus dapat memudahkan siswa untuk meraih atau mengambil barang-barang yang dibutuhkan selama proses pembelajaran. Selain itu jarak antar tempat duduk

Perencanaan pemasaran ini menyangkut segmentasi, targeting, positioning untuk membidik calon pembeli yang memiliki potensi untuk membeli produk yang akan ditawarkan

permukaaan kontak knaalpot dengan minyak jarak dapat mengurangi waktu pemanasan awal menjadi 14.2 menit dari sebelumnya selama 26.4 menit pada saat suhu permukaan luar. knaalpot

Berdasarkan uraian diatas, masalah dalam penelitian ini adalah rendahnya tingkat kepuasan kerja pada PT JAS Engineering dengan pola yang berbeda antara karyawan muslim dan non

Oleh karena itu, keberhasilan perubahan suatu kualitas pengajaran suatu lembaga pendidikan apapun tergantung kepada keberhasilan kualitas pendidik dalam menerapkan

Kantin kejujuran di sekolah dibuat untuk memberikan pendidikan kejujuran kepada siswa, dimana kejujuran merupakan salah satu kunci untuk mengurangi problem hidup berbangsa

Peramalan pada data time series menggunakan teknik peramalan kuantitatif yang merupakan teknik peramalan yang didasarkan pada data masa lalu (data historis) dan