• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan Ajar Pelatihan Penilaian AMDAL DASAR-DASAR EKOLOGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bahan Ajar Pelatihan Penilaian AMDAL DASAR-DASAR EKOLOGI"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

Bahan Ajar Pelatihan

Penilaian AMDAL

DASAR-DASAR

EKOLOGI

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

(2)
(3)

Bahan Ajar Pelatihan

Penilaian AMDAL

DASAR-DASAR

EKOLOGI

Disclaimer

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Bahan ajar ini dimaksudkan sebagai salah satu bahan pendukung dalam proses pembelajaran untuk Pelatihan Penilaian AMDAL yang diadakan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup bekerja sama dengan Pusat Studi Lingkungan Hidup untuk membantu Pemerintah Daerah memenuhi persyaratan lisensi bagi Komisi Penilai AMDAL Kabupaten/Kota sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 06 Tahun 2008 tentang Tata Laksana Lisensi Komisi Penilai AMDAL Kabupaten/ Kota.

Bahan ajar ini disusun atas kerjasama Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Negara Lingkungan Hidup dengan Asisten Deputi Urusan Pengkajian Dampak Lingkungan Kementrian Negara Lingkungan Hidup.

Bahan ajar ini disusun secara singkat dan sederhana agar mudah dipahami oleh peserta diklat, yaitu para penilai AMDAL, yang umumnya memiliki kemampuan beragam. Bahan ajar ini dapat dikembangkan oleh pengajar sesuai kebutuhan dengan tetap mengacu pada kaidah kurikulum dan peraturan yang berlaku. Bahan ajar ini masih perlu disempurnakan, karena itu saran dan kritik membangun untuk penyempurnaannya sangat diharapkan.

(5)

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR GAMBAR vii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Deskripsi Singkat 1

1.3 Tujuan Pembelajaran 1

1.3.1 Kompetensi Dasar 1

1.3.2 Indikator Keberhasilan 1

1.4 Materi pokok 1

BAB II MEMAHAMI EKOLOGI 3

2.1Pengertian Ekologi 3

2.2 Ekologi, Dasar Ilmu Lingkungan 3

2.3 Ekosistem, Lingkungan Hidup, dan Sumberdaya 5

2.4 Gatra Ekologi 7

BAB III HUKUM DAN KETENTUAN ALAM 8

3.1 Hukum Termodinamika I, Hukum Kekekalan Energi 11

3.2 Hukum Termodinamika II atau Hukum Entropi 11

3.3 Daya Dukung, Daya Tampung dan Daya Lenting 12

3.4 Faktor-Faktor Pembatas dan Toleransi 13

3.4.1 Hukum Minimum Leibig 14

3.4.2 Hukum Toleransi Shelford 14

3.4.3 Konsep Gabungan Faktor-Faktor Pembatas 14

3.4.4 Keadaan Eksistensi Sebagai Faktor Pengatur 15 3.4.5 Pentingnya Faktor Fisik Sebagai Faktor Pembatas 15

3.4.6 Indikator Ekologi (Bioindikator) 15

BAB IV ALIRAN ENERGI DAN DAUR MATERI (BIOGEOKIMIA) 17

4.1Rantai Makanan 17

4.2Akumulasi dan Penggandaan Biologi 19

4.3Daur Ulang 20

4.4 Daur (Siklus) Hidrologi 22

BAB VPENUTUP 23

5.1Rangkuman 23

5.2 Evaluasi 23

(6)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1

Hubungan SNI (NVC) dengan kualitas air (Tandjung (1998) 16

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1Tart Biologi 3

Gambar 2 Ekologi sebagai Dasar Ilmu Lingkungan 4

Gambar 3 Lingkungan Hidup disusun oleh SDM, SDH, SDF dan SDB 5

Gambar 4 Tiga Komponen Lingkungan Hidup 6

Gambar 5 Hubungan Antar Komponen Lingkungan 6

Gambar 6 Ekologi Dan Delapan Gatra Kajian 7

Gambar 7 Ruang Lingkup Kajian Ekologi 7

Gambar 8 Perubahan Bentuk Energi 8

Gambar 9 Energi Menurut Hukum Termodinamika I 10

Gambar 10 Entropi Sebagai Sumber Energi 11

Gambar 11 Homeostasis Keberlanjutan Pertumbuhan 12

Gambar 12 Kurva “J” Pertumbuhan Penduduk Dunia 13

Gambar 13 Homeostasis, Keseimbangan 13

Gambar 14 Skema Daur Materi 17

Gambar 15 Skema Jaring Makanan 17

Gambar 16 Rantai Makanan dalam Ekosistem Hutan 18

Gambar 17 Rantai Makanan dalam Ekosistem Perairan 19

Gambar 18 Akumulasi dan Penggandaan Biologi 20

(7)

1

1.1 LATAR BELAKANG

Pembangunan atau suatu kegiatan dilaksanakan di dalam lingkungan yang merupakan ekosistem atau kumpulan ekosistem. Konsep ekologi yang menyatakan adanya hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi antara organisme dengan habitat atau lingkungan hidupnya telah membuktikan aktivitas manusia di dalam melaksanakan pembangunan telah menimbulkan perubahan terhadap lingkungan. Disamping perubahan yang menunjang kesejahteraan manusia timbul pula dampak negatif yang merugikan manusia misalnya kerusakan dan pencemaran lingkungan. Upaya untuk mengurangi dampak negatif dan meningkatkan dampak positif atau disebut mitigasi memerlukan kajian analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL). Kajian ini perlu dilandasi pengetahuan tentang ekologi yang merupakan dasar ilmu lingkungan.

1.2 DESKRIPSI SINGKAT

Modul tentang dasar-dasar ekologi ini memuat uraian tentang ekologi, ekosistem, lingkungan hidup, dan sumberdaya alam; keberlanjutan lingkungan yang diatur sesuai konsep atau hukum alam Termodinamika I dan II. Lebih lanjut dikemukakan pula tentang daya dukung, daya tampung dan daya lenting serta faktor-faktor pembatas dan toleransi di dalam ekosistem. Di samping itu dikedepankan pula bahasan tentang keterkaitan dan ketergantungan dalam ekosistem dengan aliran energi dan materi (biogeokimia) termasuk rantai dan jaring makanan, akumulasi dan penggandaan biologi, daur ulang, dan daur hidrologi.

1.3 TUJUAN PEMBELAJARAN

1.3.1 KOMPETENSI DASAR

Setelah mempelajari uraian tentang dasar-dasar ekologi ini, pembelajar diharapkan: mampu menjelaskan pengertian ekologi, ekosistem, hukum dan ketentuan alam, hubungan timbal balik yang dinamis dan saling mempengaruhi dalam ketergantungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya, dan antara sesama komponen ekosistem dan unsur-unsur penyokong komponen tersebut.

1.3.2 INDIKATOR KEBERHASILAN

Diharapkan setelah pembelajaran tentang dasar-dasar ekologi yang dilengkapi dengan modul ini, peserta mempunyai kemampuan untuk menjelaskan beberapa pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai berikut:

Pengertian Ekologi, Ekosistem, Sumberdaya dan Lingkungan Hidup •

Keterkaitan timbal balik, saling ketergantungan antar komponen ekosistem •

Hukum Termodinamika I dan II •

Daya dukung, daya tampung, daya lenting, faktor-faktor pembatas dan toleransi •

Aliran energi dan daur materi / daur biogeokimia, rantai dan jaring makanan, akumulasi dan •

penggandaan biologi, daur ulang, dan daur hidrologi

1.4 MATERI POKOK

Untuk menunjang tercapainya kompetensi dasar tersebut modul dasar-dasar ekologi ini memuat tiga materi pokok dan dua belas sub materi pokok sebagai berikut:

Materi pokok pertama tentang ekologi sebagai dasar ilmu lingkungan dengan sub materi pokok •

pengertian ekologi, ilmu lingkungan, ekosistem, lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta gatra ekologi.

BAB I.

(8)

2

Materi pokok kedua adalah tentang hukum dan ketentuan alam dengan sub materi pokok hukum •

termodinamika I dan II, daya dukung, daya tampung, daya lenting, faktor-faktor pembatas dan toleransi.

Materi pokok ketiga adalah tentang aliran energi dan daur materi (biogeokimia) dengan sub materi •

(9)

3

2.1 PENGERTIAN EKOLOGI

Istilah ekologi diperkenalkan oleh seorang ahli biologi Jerman, Ernst Haeckel, pada tahun 1869. Asal kata “Ekologi” adalah oikos (rumah tangga) dan logos (ilmu pengetahuan). Jadi ekologi ialah ilmu pengetahuan tentang hubungan timbal balik yang dinamis antara makhluk hidup dengan rumah tangga atau lingkungannya. Beberapa dei nisi Ekologi antara lain menurut Miller (1975) yang menyatakan bahwa “Ekologi adalah ilmu tentang hubungan timbal balik antara organisme dan sesamanya serta dengan lingkungan tempat tinggalnya”. Kemudian Odum (1971) mendei nisikan: “Ekologi adalah kajian interaksi antara sesama organisme dengan lingkungannya”, atau “Ekologi adalah kajian tentang rumah tangga bumi termasuk l ora, fauna, mikroorganisme dan manusia yang hidup bersama saling tergantung satu sama lain”.

Ekologi merupakan salah satu cabang ilmu biologi. Bila biologi dimisalkan sebagai sebuah tart, diiris-iris horizontal dan dipotong-potong vertikal, setiap lapisan horizontal mulai dari lapisan paling bawah sampai lapisan paling atas menggambarkan biologi dasar yang membicarakan prinsip-prinsip dasar kehayatan, misalnya: biologi sel, biologi perkembangan, genetika, ekologi dan lain-lain. Potongan-potongan vertikal menggambarkan kelompok taksonomi, seperti: bakteriologi, parasitologi, i kologi, briologi, entomologi, ikhtiologi, mammologi dan lain-lain (gambar 1).

Odum (1971) menjelaskan tentang ecosystem adalah singkatan dari Ecological System atau dalam bahasa Indonesia adalah Sistem Ekologi yang lebih sering dikenal dengan sebutan ekosistem. Sebagai sebuah sistem, ekosistem terdiri atas komponen-komponen sistem ekologi. Misalnya, pada sebuah ekosistem waduk komponen sistem tersebut terdiri atas: ekologi ikan, ekologi udang, ekologi lumut, ekologi plankton serta ekologi-ekologi makhluk hidup lainnya.

Oleh karena ekologi adalah cabang biologi, yang mempelajari makhluk hidup atau organisme di tempat tinggalnya, maka pasangan kata ekologi adalah suatu kata yang menggambarkan nama makhluk hidup atau kelompoknya (spesies atau populasi), seperti: ekologi belalang, ekologi burung, ekologi tanaman rotan, ekologi jati dan lain sebagainya, bukan ekosistem belalang, ekosistem burung, ekosistem tanaman rotan, ekosistem jati dan lain sebagainya. Sementara itu dibelakang kata ekosistem diikuti oleh nama benda misalnya ekosistem perkotaan (urban ecosystem), ekosistem pedesaan (rural ecosystem), ekosistem hutan (forest ecosystem), ekosistem waduk (reservoire ecosystem). Jadi ekologi menekankan pada pengetahuan kehayatan (biological science), sedangkan ekosistem menekankan pada pengetahuan kebendaan (physical science).

2.2 EKOLOGI, DASAR ILMU LINGKUNGAN

Odum (1971) menyebut ekologi adalah biologi lingkungan (environmental biology), sementara ilmu lingkungan adalah environmental science. Biologi adalah salah satu cabang dari sains (science). Cabang sains lain adalah i sika, kimia dan geograi , sehingga ada istilah environmental physics, environmental chemistry, environemtal geography yang bersama-bersama dengan environmental biology merupakan bagian dari environmental science. Dengan demikian ekologi (environmental biology) tidak sama dengan

BAB II.

MEMAHAMI EKOLOGI

(10)

4

ilmu lingkungan (environmental science), karena biology adalah bagian dari science. Akibatnya kurang tepat menyebut ahli di bidang ekologi sebagai ahli di bidang lingkungan, karena ekologi adalah dasar ilmu lingkungan.

Parker (1990) menulis: “The study of environmental science encompasses the i eld of ecology, geophysiscs, geochemistry, forestry, public health, meteorology, agriculture, oceanography, soil science, and mining, civil, petroleum, and power engineering”. Dari pernyataan tersebut jelas sekali ekologi merupakan salah satu bagian kajian ilmu lingkungan. Bermacam lapangan pengetahuan itu ada yang sebagian membentuk kajian khusus, misalnya: agroforestri (agriculture dan forestry) dan ekohidrologi (ecology dan civil engineering).

Ada pendapat yang menyatakan bahwa ekologi tidak hanya sekedar salah satu bagian ilmu lingkungan, melainkan ekologi adalah dasar ilmu lingkungan. Pendapat ini dapat dipahami kebenarannya, setelah mencermati gambar 2. Dalam gambar tersebut posisi ekologi diletakkan di antara ilmu lingkungan kehayatan (life “environmental” science, bio-science) dan ilmu lingkungan kebendaan (physical “environmental” science, physico-science). Bio-science, dalam bahasa Indonesia - biosains, mempelajari makhluk hidup atau organisme, misalnya tentang bentuk meliputi: warna (morfologi), perilaku (ethologi), dan sistem klasii kasi (taksonomi). Physico-science, dalam bahasa Indonesia - i sikosains, mengkaji alam terdiri dari alam padat, gas, dan cair; misalnya: tentang tanah pertanian (agronomi), cuaca (meteorologi), dan air (hidrologi).

Gambar 2: Ekologi sebagai Dasar Ilmu Lingkungan (Tandjung,2001)

(11)

5

ke-13. Serangga yang kelihatan hinggap pada dinding yang sudah berubah berwarna dari putih menjadi abu-abu atau hitam adalah belalang berwarna abu-abu dan hitam, masing-masing dengan nama Locusta grisea dan Locusta nigrita. Warna yang merupakan salah satu ciri morfologi telah berubah. Bersamaan dengan perubahan morfologi ini telah berubah pula nama belalang atau telah terjadi perubahan dalam taksonomi. Perubahan yang berlangsung perlahan dari abad 13 sampai abad 20, atau sekitar 700 tahun itu disebut sebagai evolusi. Uraian tersebut di atas memperlihatkan keterkaitan atau hubungan antar ilmu-ilmu biosains. Selanjutnya akan dicermati hubungan antar ilmu-ilmu-ilmu-ilmu i sikosains.

Kegiatan pertambangan menggunakan pengetahuan geologi pertambangan. Pada pertambangan emas, tembaga, dan perak oleh P.T. Freeport Indonesia (PTFI) umpamanya, galian mengandung limbah yang disebut tailing. Tailing PTFI yang dibuang ke sungai Aykwa menimbulkan pencemaran perairan (Anonimus, 1998). Kerusakan ekosistem ini menimbulkan masalah lingkungan bila dikaji dari sudut pengetahuan hidrologi. Dari kejadian di atas, ada keterkaitan antara sesama pengetahuan i sikosains, dalam hal ini antara geologi dan hidrologi. Kalau dicermati dan dikaji lebih dalam, ternyata lingkungan perairan tercemar dapat mempengaruhi biota yang hidup didalamnya, misalnya ikan. Apabila air jernih menjadi tercemar maka ikan mas yang semula berwarna merah akan berubah warnanya menjadi pucat atau kuning keputihan (Tandjung, 1994). Konsep ekologi, hubungan timbal balik antara organisme dan lingkungannya terlihat pada fenomena di atas.. Pada ekologi manusia misalnya bagaimanapun baiknya kualitas sumber daya manusia (SDM) tidak akan dapat berkembang optimal apabila lingkungannya (sosial budaya) tidak mendukung.

2.3 Ekosistem, Lingkungan Hidup, dan Sumberdaya

Menurut Undang-Undang Republik Indoensia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UPLH) pasal 1 butir 4 disebutkan: “Ekosistem adalah tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup”. Pada butir 10 pasal 1 ini dijelaskan apa yang dimaksud dengan unsur lingkungan hidup. Disebutkan “sumberdaya adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumberdaya manusia (SDM), sumber daya alam hayati (SDH), sumber daya alam non hayati atau i sik (SDF) dan sumber daya buatan (SDB)” (Anonimus, 1997). Dengan demikian tatanan kesatuan secara utuh antara manusia, tumbuhan, hewan, udara, air, dan tanah membentuk sebuah ekosistem.

SDM, SDH, dan SDF adalah sumber daya yang alamiah sudah ada, sementara SDB adalah hasil karya manusia. Karena manusia dinilai dari apa yang dilakukannya, SDM dan SDB tidak dapat dipisahkan, sehingga keduanya disebut sebagai sumber daya kultural (cultural). Dengan demikian, seperti pada gambar 4 lingkungan hidup disusun oleh 3 komponen (Tandjung, 1995), yaitu:

(1) A-Abiotic environment atau lingkungan i sik terdiri dari unsur-unsur air, udara, lahan, dan energi serta bahan mineral terkandung di dalamnya.

(2) B-Biotic environment atau lingkungan hayati terdiri dari unsur-unsur hewan, tumbuhan dan margasatwa lainnya serta bahan baku hayati industri.

(12)

6

(3) C-Cultural environment atau lingkungan kultural SOSEKBUD terdiri dari unsur-unsur sistem-sistem sosial, ekonomi, dan budaya serta kesejahteraan.

Gambar4 : Ketiga komponen Lingkungan Hidup saling bersentuhan. a-b, a-c, b-c dan a-b-c menggambarkan interaksi yang dinamis antar ketiga komponen lingkungan. Setiap kegiatan yang dilakukan pada komponen lingkungan i sik (a) akan berpengaruh pada komponen lingkungan hayati

(b) pada a-b, pengaruh lain adalah pada b-c dan a-c.

Gambar 5: Hubungan timbal balik antara komponen lingkungan kultural/sosekbud (cultural environment) dengan

komponen lingkungan bioi sik (Biotic-Abiotic environment).

Perlu dipahami terdapat interaksi dan hubungan timbal balik dinamis antar ketiga komponen lingkungan itu. Interaksi ketiga komponen lingkungan itu menghasilkan hubungan timbal balik dan saling ketergantungan dinamis (Tandjung, 1995). Keberadaan lingkungan hayati l ora, misalnya perkebunan anggrek (lingkungan biotik, B), tidak terlepas dari keberadaan lahan, air dan energi (lingkungan geoi sik, A) yang menopang kehidupan l ora itu. Manusia (lingkungan kultural, C) dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) menjaga keberadaan l ora tersebut dengan penyediaan bibit unggul, pemupukan, penyiraman, dan sebagainya(lingkungan kultural, Cultural Environment, C).

Komponen i sik dan biologi sangat erat hubungannya dalam hal fungsinya sebagai tempat tinggal bagi manusia dan sistem-sistem sosekbud. Karena itu kedua komponen tersebut digabung menjadi satu komponen dengan nama bioi sik, sebagai satu sistem penyokong kehidupan. Menurut gambar 5 skema ekologi manusia adalah hasil penjabaran interaksi komponen SOSEKBUD dengan komponen Bioi sik yang tak lain adalah lingkungan hidup. Karena SOSEKBUD berada di dalam ranah kependudukan, maka yang sesungguhnya terjadi adalah interaksi antara Kependudukan dengan Lingkungan Hidup. Kependudukan tidak dapat dipisahkan dengan antropologi, sosiologi, dan demograi . Membicarakan kependudukan dengan lingkungan hidup adalah ranah ekologi manusia. (Tandjung, 1997).

(13)

7

Gambar 7 pada halaman berikut menunjukkan keberadaan ekologi dalam ranah kehidupan. Organisme sejenis berkumpul dalam satu populasi, beberapa populasi membentuk komunitas. Ekosfer adalah kesatuan beberapa ekosistem. Interaksi antara makhluk hidup (organisme) secara individu atau populasi maupun dalam satu komunitas besar dengan ekosistem itulah yang disebut ekologi.

pencemaran, namun karena entropi adalah energi juga maka pencemaran dapat dikurangi dengan memanfaatkannya.

2.4 GATRA EKOLOGI

Ekologi dipandang dari disiplin biologi, ialah pengetahuan yang mempelajari spesies dan populasi, habitat dan komunitas, ekosistem, frekuensi, nilai penting, keanekaragaman, kelimpahan dan distribusi seperti digambarkan berikut pada gambar 6. Dengan perkataan lain ke 8 gatra tersebut di atas merupakan kajian ekologi. Perubahan pada spesies atau keanekaragaman hayati (biodiversitas) umpamanya memberi petunjuk akan adanya perubahan pada ekologi atau lingkungan.

Gambar 7: Ruang lingkup kajian ekologi di dalam organisasi materi dan organisme

(14)

8

Hukum-hukum yang berlaku di alam atau lingkungan yaitu hukum termodinamika I dan hukum termodinamika II merupakan bagian yang sangat mendasar dari ekologi.

3.1 HUKUM TERMODINAMIKA I, HUKUM KEKEKALAN

ENERGI

Hukum termodinamika adalah hukum alam yang sangat penting karena memuat pengertian bagaimana makhluk hidup dan ekosistem berfungsi di lingkungan. Hukum Termodinamika membicarakan tentang energi. Energi dikelompokkan menjadi 2 katagori yaitu:

Energi kinetik atau energi aktif 1.

Energi potensial atau energi berkapasitas (Nebel, 1987). 2.

Energi kinetik adalah energi yang dalam keadaan bergerak atau menimbulkan “aksi”. Energi potensial mempunyai kemampuan menghasilkan energi kinetik. Sinar matahari, radiasi, panas, gerakan putaran roda kincir, listrik adalah contoh energi kinetik. Energi potensial misalnya air terjun penggerak turbin listrik, energi kimia di dalam baterai dan bahan bakar fosil, bahan peledak dan kayu bakar.

Dari gambaran tentang energi di atas jelaslah bahwa yang kita bicarakan adalah masalah alam. Hukum termodinamika adalah hukum alam (Soemarwoto, 1989), dengan demikian hukum ini mengikat atas segala fenomena yang terjadi di dalam alam. Ada 2 bentuk hukum termodinamika yaitu Hukum Termodinamika I atau Hukum Kekekalan/ Konservasi Energi dan Hukum Termodinamika II atau Hukum Entropi

Hukum Termodinamika I atau Hukum Konservasi Energi. Hukum ini membicarakan tentang kekekalan energi atau konservasi energi yang dalam buku teks berbahasa Inggris disebut sebagai The law of Energy Conservation. Dalam hukum ini dijelaskan bahwa energi yang berasal dari energi sinar matahari itu sesampai di bumi tidak pernah habis dipakai. Yang terjadi adalah perubahan energi sinar surya menjadi bentuk energi lain. Dalam hal ini dapat kita lihat perubahan itu sebagai berikut:

BAB III.

HUKUM DAN KETENTUAN ALAM

Gambar 8: Perubahan Bentuk Energi dari Energi Sinar Matahari sampai Tenaga

(15)

9

(1) Energi sinar matahari sampai di bumi memanaskan daratan dan lautan. Daratan karena lebih padat dari air laut maka lebih dulu menjadi panas dibandingkan dengan lautan. Tempat yang panas materinya menjadi renggang, tekanannya menjadi turun. Karena tekanan di darat lebih rendah daripada di lautan, sehingga terjadilah aliran udara yang disebut angin dari laut ke darat pada waktu siang hari. Pada malam hari sebaliknya angin bertiup dari darat ke laut. Pada malam hari nelayan melaut, siang hari mereka mendarat.

(2) Aliran angin itu adalah energi yang kita sebut energi kinetik karena dia dapat menggerakkan baling-baling atau kipas atau turbin.

(3) Energi dari baling-baling ini dapat untuk memutar dinamo atau generator listrik sehingga terjadi tenaga listrik.

(4) Tenaga atau energi listrik dapat berubah menjadi energi penggerak motor atau tenaga mesin (lihat gambar 8).

Energi listrik dapat pula dirubah menjadi energi panas misalnya kompor listrik, seterika listrik serta dapat pula berubah menjadi energi suara misalnya pada pengeras suara atau lempeng suara yang disebut sebagai laser disc (LD). Demikianlah energi sinar matahari dapat berubah secara alami atau dirubah secara rekayasa manusia menjadi bentuk energi lainnya. Hukum konservasi energi ini juga menjelaskan bahwa energi itu tidak dapat dirusak dan juga tidak dapat dibuat. Seperti diterangkan diatas energi ini hanya berubah bentuk. Manakala dikatakan bahwa lingkungan semakin panas karena penebangan pohon, hal itu dapat dijelaskan seperti berikut:

(1) Sinar matahari (SM) yang merupakan sumber energi itu jatuh di bumi. Untuk memudahkan memahami perubahan energi ini katakan energi dari matahari itu yang jatuh di bumi, dengan jumlah 100 %. (Gambar 9)

(2) Untuk memudahkan pengertian kita umpamakan energi SM yang 100 % itu jatuh pada 4 bagian bumi yaitu hutan, bangunan/rumah yang dibuat manusia, tanah terbuka, dan perairan terbuka. Ada 2 sifat energi yang sampai ke bumi. Pertama, energi itu terpakai untuk kegiatan di bumi. Misalnya terpakai untuk kegiatan tumbuhan yang disebut transpirasi tumbuhan (TT) atau untuk penguapan air yang disebut dengan evaporasi (EV). Kedua, energi itu dipantulkan sebagai radiasi panas, misalnya pemantulan oleh Rumah (RR) dan pemantulan oleh tanah (RT). Dalam hal ini untuk mempermudah pengertian kita anggap TT, EV, RR, dan RT, sepadan jumlahnya jadi masing-masing 25 %. Keadaan ini dapat kita gambarkan sebagai persamaan:

SM = TT + EV + RR + RT

Dalam persamaan ini energi yang dipantulkan ke alam sekitar atau lingkungan adalah RR + RT saja, yaitu 50 % jumlahnya, sementara 50 % lainnya terpakai oleh TT dan EV. Energi yang 50 % terpantul itulah (RR + RT) yang kita rasakan sebagai suhu lingkungan kita. (Gambar 9a)

(16)

10

Gambar 9: Energi hanya “pindah” tempat, tidak dapat dirusak atau diperbaharui, sesuai Hukum Termodinamika I atau Hukum Kekekalan Energi.

Dengan demikian jelaslah bahwa konversi tumbuhan (hutan) menjadi perumahan atau lahan terbuka menyebabkan bertambahnya energi panas atau naiknya suhu bumi.

Pada saat tidak ada hutan (Gambar 9b) suhu bumi meningkat. Hutan berperan sebagai pengatur iklim mikro, tumbuhan hijau berperan sebagai penyerap energi panas.. Pada gambar 9c di perairan yang semula kosong, telah berubah menjadi pelabuhan. Kapal memantulkan energi panas (RK).

Banyak contoh lain tentang Hukum Termodinamika I (yang juga disebut Hukum Konservasi Energi). Salah satu yang paling menonjol dalam fakta tentang energi ialah bahwa bentuk energi yang bagaimanapun dapat dirubah menjadi energi panas yang dapat diukur dengan kalori. Kalori ialah jumlah panas yang diperlukan untuk menaikkan temperatur satu gram air 1 C (satu derajad Celcius). Contoh bentuk energi yang dapat dikonversi menjadi energi panas ialah energi sinar matahari, energi bahan bakar, dan energi listrik. Sebagai contoh tentang kalori misalnya dalam proses pemecahan glukosa pada saat terjadi metabolisme gula glukosa di dalam tubuh, hasilnya ialah CO2 dan H2 O yang kita keluarkan pada saat bernapas.

Dari sudut pandang ilmu kimia, maka contoh yang paling mudah untuk pemahaman Hukum Termodinamika I ini adalah reaksi kimia pembakaran atau oksidasi molekul glukosa tersebut. Reaksi kimia berikut ini memperlihatkan bahwa memang yang terjadi hanya penyusunan kembali molekul baru dari perombakan molekul glukosa.

C6 H12 O6 + 6 O2 6 CO2 + 6 H2 O Glukosa + Oksigen Karbondioksida + Air

Disebelah kiri tanda panah ada reaksi oksidasi molekul glukosa C6 H12 O6 dengan oksigen (O2) menjadi reaksi karbon dioksida dan air di kanan. Jumlah atom-atom penyusun reaksi ini sama di kiri dan di kanan panah.

SM = Sinar Matahari, sumber = 100 % RR = Radiasi rumah, dipantulkan 25 %

TT = Transpirasi terpakai = 25 % RR1 = Radiasi rumah dipantulkan 25 %

EV = Evaporasi, terpakai = 25 % RK = Radiasi Kapal, dipancarkan 25 %

(17)

11

3.2 HUKUM TERMODINAMIKA II ATAU HUKUM ENTROPI

Setiap pemakaian suatu bentuk atau unit energi tidak pernah tercapai ei siensi 100 %. Dalam suatu proses tertentu perubahan satu bentuk energi menjadi energi yang lain selalu menghasilkan sisa yang tidak terpakai pada proses itu. Sisa energi yang tidak terpakai itu disebut entropi. Sehingga hukum Termodinamika II sering disebut hukum entropi, atau di dalam buku teks berbahasa Inggris disebut dengan istilah The law of energy entropy. Karena entropi itu tidak terpakai pada proses itu maka entropi itu disebut sebagai limbah. Jadi berdasarkan konsep ini, dengan melihat hampir semua kegiatan merupakan perubahan energi dari satu bentuk yang lain maka berarti pencemaran (limbah, entropy) selalu terjadi. Contoh pada saat membuat papan dari balok kayu maka entropinya adalah serbuk gergaji. Karena limbah serbuk gergaji ini pada hakekatnya adalah energi yang berarti dapat dipakai untuk proses lainnya, misalnya sebagai bahan bakar atau keperluan lain. Papan tadi apabila akan dibuat menjadi meja atau lemari, limbahnya adalah disamping serbuk gergaji, adalah potongan-potongan kayu. Potongan kayu itu tetap akan berupa sampah (limbah) bila dibuang begitu saja di sembarang tempat. Tetapi akan menjadi berguna apabila dijadikan kayu bakar atau pembuat mainan anak-anak atau malah sebagai pencampur papan partikel.

Contoh lain tentang hukum entropi ialah perubahan sebentuk energi yang terdapat di dalam sebuah mangga. Mangga adalah energi yang baik untuk manusia. Ketika kita memakan mangga, entropinya berupa biji dan kulit mangga, yang lalu kita buang sebagai sampah. Namun apabila kulit mangga dan biji ini diketemukan oleh semut dan jenis binatang pemakan sampah lainnya, biji dan kulit ini merupakan energi pula bagi mereka, dengan entropinya berupa serabut-serabut yang terdiri dari bahan selulose yang tidak dapat dicerna oleh hewan tersebut. Serabut-serabut dari buah mangga ini merupakan sumber energi pula bagi jamur atau mikroba tertentu yang biasanya mengambil cairannya, sehingga serabut pada kulit dan biji itu seolah-olah menjadi rapuh dan terurai menjadi serbuk yang tidak lain adalah entropi juga. Akhirnya serbuk inipun akan menghilang dari permukaan tanah karena telah dijadikan sumber energi pula oleh bakteri. Sebenarnya semua sampah organik yang berasal dari sisa tumbuhan dan hewan yang adalah entropi atau sampah dari manusia itu apabila ditimbun di dalam tanah dengan proses seperti diuraikan diatas akhirnya akan menjadi tanah kembali. Tidak hanya itu, irisan mangga, nasi, daging dan ikan yang telah kita makan sebagai sumber energi tidak semuanya menjadi “darah daging” kita namun ada entropinya yaitu urine dan faces yang kalau jatuh di tanah akan terurai kembali menjadi bagian materi penyusun tanah.

Gambar 10: Perubahan dari balok kayu menjadi meja mengeluarkan entropi serbuk gergaji dan potongan kayu yang dapat dipakai sebagai

sumber energi berikutnya

Ringkasnya, dari hukum termodinamika II atau hukum entropi ini ada dua hal yang dapat kita petik: Pencemaran selalu terjadi dan tidak dapat dihindari karena adanya entropi.

1.

Pencemaran dapat diperkecil dengan menggunakan entropi itu sebagai sumber energi bagi proses 2.

lain.

(18)

12

Hukum Termodinamika II juga dinyatakan dalam bentuk lain, yaitu bahwa: energi mengalir hanya menuju satu arah, kearah yang lebih rendah. Dari panas menjadi dingin, adalah contoh perubahan panas yang temperaturnya rendah. Berarti dalam aliran energi ini ada pengurangan energi, energi yang hilang pada saat konversi dari panas ke dingin ini disebut entropi. Hukum Entropi adalah landasan daur ulang yang dibicarakan dengan lebih lanjut pada bab lain dalam modul ini.

3.3 DAYA DUKUNG, DAYA TAMPUNG DAN DAYA

LENTING

Ekosistem berfungsi karena adanya aliran energi dan daur materi. Aliran energi ialah perpindahan energi di dalam rantai makanan, dimulai dari mata rantai pertama (produsen) ke konsumen-konsumen (I, II, III, ... n) dan berakhir pada pengurai (decomposer). Bila hasil penguraian berupa unsur mineral (anorganik) dikembalikan pada produsen terbentuklah daur materi. Di dalam aliran energi atau rantai makanan terlihat tumbuhan dimakan oleh serangga dan atau tikus, ke dua hewan ini disebut konsumen pertama. Serangga dimakan burung buas (konsumen dua), burung dimakan serigala (konsumen tiga), serigala dimakan harimau (konsumen empat), dan akhirnya harimau diburu manusia.

Pasangan tumbuhan-serangga adalah hubungan antar spesies mangsa (tumbuhan) dan pemangsa atau predator (serangga). Pada pasangan serangga burung, maka burung berperan sebagai predator. Pada setiap pasangan mangsa dimakan predator, namun tidak pernah punah. Tumbuhan misalnya rumput dimakan oleh serangga hama tanaman, walaupun daun rumput kelihatannya habis, suatu saat dari akar yang tersisa rumput tumbuh subur lagi. Serangga hampir habis dimakan burung, namun masih ada yang tersisa, larva serangga itu, sehingga suatu saat larva tumbuh berkembang dan serangga bertambah lagi populasinya. Peristiwa itu terjadi sepanjang rantai makanan. Keadaan tetap adanya tumbuhan dan hewan-hewan itu, tidak punah dan tetap hidup karena adanya kelentingan ekologi.

Adanya kehidupan yang berkelanjutan dalam keseimbangan disebut sebagai equilibrium atau homeostasis (Gambar 11). Puncak homeostasis adalah batas daya dukung suatu ekosistem. Daya dukung (carrying capacity) ialah kemampuan alami ekosistem untuk melanjutkan kehidupan dan pertumbuhan. Apabila daya dukung ekosistem mendapat masukan berupa ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), terciptalah daya tampung (supporting capacity). Daya tampung lebih tinggi kemampuannya dari daya dukung dalam menyokong kehidupan dan pertumbuhan. Tidak rusaknya daya dukung, bahkan dapat dirubah menjadi daya tampung menggambarkan adanya kelentingan ekosistem.

Gambar 11: Homeostasis keberlanjutan pertumbuhan predator dan mangsa dalam ekosistem

Pada gambar 11 diperlihatkan pertumbuhan predator berdampak negatif pada mangsa. Pada saat ini mangsa semakin sedikit, bahkan habis atau punah, sehingga predator akan kekurangan makanan lalu kelaparan yang berakibat kematian. Berkurangnya populasi predator memberi kesempatan kepada populasi mangsa untuk tumbuh kembali. Hal ini merupakan keadaan positif bagi predator, karena dengan adanya makanan maka predatorpun tumbuh kembali populasinya. Keberlanjutan keberadaan predator dan mangsa karena adanya daya lenting.

(19)

13

keseimbangan atau equilibrium, yang dicapai pada suatu daya dukung tertentu, yaitu pada puncak homeostasis.

Gambar 12 dan Gambar 13 pada halaman berikut menggambarkan proses menuju homeostasis.

Gambar 12: Kurva J pertumbuhan penduduk dunia (Miller, 1975)

Gambar 13: Homeostasis keadaan tercapainya equilibrium (keseimbangan) populasi (Miller, 1975)

3.4 FAKTOR-FAKTOR PEMBATAS DAN TOLERANSI

Keberlanjutan fungsi ekosistem ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan toleransi yang terdiri atas

(1) Hukum Minimum Leibig (2) Hukum Toleransi Shelford

(3) Konsep Gabungan Faktor Pembatas

(4) Keadaan Eksistensi sebagai Faktor Pengatur (5) Pentingnya Faktor Fisik sebagai Faktor Pembatas (6) Indikator Ekologi

(20)

14

3.4.1 HUKUM MINIMUM LEIBIG

Leibig menemukan dalam percobaannya bahwa untuk pertumbuhan diperlukan unsur Boron (Bo) walaupun hanya sedikit. Kalau Boron ini tidak ada, tumbuhan tidak akan hidup dan ternyata bila Boron ini berlebihan tidak akan memacu pertumbuhan lebih baik. Maka yang optimum bagi pertumbuhan menyangkut unsur Boron ialah bahwa Boron yang berlebihan tidaklah menguntungkan (karena boros pemakaiannya), tetapi yang mencukupilah yang terbaik walaupun jumlahnya sedikit. Pada pertumbuhan tanaman ternyata unsur hara yang lain diperlukan dalam jumlah yang memadai sehingga apabila unsur tersebut kurang tersedia di dalam tanah perlu ditambah yang biasanya kita sebut sebagai pemupukan misalnya penambahan unsur N, P, K.

Dari penemuannya itu Leibig menarik suatu kesimpulan yang lebih dikenal sebagai Hukum Minimum Leibig: “Pertumbuhan tanaman tergantung akan jumlah bahan makanan yang tersedia dalam jumlah minimum”.

Hukum Minimum Leibig juga berlaku dalam kehidupan sehari-hari pada manusia yang memerlukan makanan untuk hidup. Dalam skala besar diperlukan 4 kelompok makanan yang mengandung karbonhidrat, lemak, protein, dan vitamin yang dapat diwakili oleh beras, lemak daging sapi, telur, dan buah atau sayuran. Keempat kelompok di atas disebut sebagai empat sehat lalu untuk sempurnanya ialah tambahan susu yang sesungguhnya di dalam air susu itu juga terdapat protein dan lemak. Vitamin (dan meneral tertentu) diperlukan hanya dalam jumlah yang kecil seperti Bo pada tumbuhan karena kalau ketiadaan vitamin orang akan mengalami gangguan kesehatan atau sakit yang disebut avitaminosis, misalnya ketiadaan vitamin C di dalam makanan, dapat menimbulkan penyakit sariawan. Sebaliknya apabila kelebihan vitamin C dapat pula menimbulkan penyakit lambung yang disebabkan oleh karena cairan lambung menjadi asam. Penyakit yang ditimbulkan oleh terlalu banyaknya memakan vitamin disebut hypervitaminosis.

3.4.2 HUKUM TOLERANSI SHELFORD

Menurut Shelford kehadiran dan keberhasilan suatu organisme menempati suatu habitat dan nisia (niche) ditentukan oleh kelengkapan kondisi lingkungannya. Tidak adanya atau gagalnya organisme di suatu tempat mungkin diatur oleh kuantitas dan kualitas faktor-faktor yang dapat ditoleransi oleh organisme tersebut. Untuk itu berlaku apa yang disebut Lima Prinsip Hukum Toleransi yaitu:

(1) Organisme mempunyai rentangan batas toleransi yang lebar (eury….) untuk suatu faktor, dan sempit (steno….) untuk faktor lain.

(2) Organisme dengan rentangan batas toleransi yang lebar, mempunyai penyebaran yang luas. (3) Bila kondisi tidak optimum untuk suatu spesies mengenai satu faktor, maka batas toleransi menjadi

berkurang terhadap faktor lain.

(4) Organisme di alam tidak betul-betul hidup pada kondisi optimal ditinjau dari satu sektor i sik tertentu.

(5) Masa pertumbuhan adalah masa yang paling kritis karena batas toleransi bibit/benih, telur/embrio dan larva adalah lebih sempit.

Kegiatan manusia di alam dapat mempengaruhi status faktor-faktor itu. Misalnya di perairan yang menerima buangan dari sistem pendinginan suatu pabrik, air buangan dapat menaikan suhu perairan yang menerimanya, sehingga kenaikan itu tidak dapat ditoleransi oleh organisme stenotermal yang hidup di perairan itu. Akibatnya adalah kepunahan suatu populasi dan penurunan keanekaragaman hayati.

3.4.3 KONSEP GABUNGAN FAKTOR-FAKTOR PEMBATAS

Keberadaan dan keberhasilan suatu populasi, organisme atau sekelompok komunitas pada suatu tempat ditentukan oleh kelengkapan faktor-faktor pembatas. Setiap keadaan yang mendekati atau melampaui batas toleransi akan berperan sebagai faktor pembatas.

(21)

15

Bila boron berlebihan, kehidupan tanaman terganggu. Hukum toleransi memberikan rentangan batas toleransi, misalnya suatu kerang hidup di perairan karena tersedia pakan yang cukup berupa i toplankton dari spesies tertentu. Kegiatan di sekitar perairan berupa peternakan dapat mempersubur kehidupan i toplankton di perairan itu karena kotoran ternak yang mengandung unsur hara atau pupuk memacu pertumbuhan i toplankton, bahkan menambahkan keanekaragaman hayati. Bertambahnya jumlah spesies dapat berakibat hilangnya atau musnahnya spesies i toplankton tertentu karena “kalah” dalam kompetisi, yang pada gilirannya dapat mematikan karang.

3.4.4 KEADAAN EKSISTENSI SEBAGAI FAKTOR PENGATUR

Di darat faktor lingkungan yang penting ialah cahaya, suhu dan curah hujan, sedangkan di laut yang penting adalah cahaya, suhu dan salinitas. Khusus di perairan tawar oksigen terlarut (DO, dissolved oxygen) memegang peranan penting. Ringkasnya, kehidupan memerlukan kelengkapan faktor lingkungan i sik dan kimia.

Cahaya diperlukan dalam lama waktu tertentu saja. Sebab itulah berbeda jenis organisme yang hidup pada 2 tempat yang lama pencahayaannya berbeda, walaupun masih dalam satu benua. Contohnya lama pencahayaan siang hari pada bulan Juni di Winnipeg Kanada sekitar 16 jam, sementara di bulan Desember di tempat yang sama lamanya siang hari hanya 8 jam. Untuk Miami Florida pada bulan-bulan di atas lama siang hari adalah 13 dan 10 jam. Perberdaan pencahayaan itu sangat mempengaruhi bentuk kehidupan yang ada pada bulan yang berbeda di suatu tempat, dan pada bulan yang sama di tempat yang berbeda. Perubahan pencahayaan, suhu dan kadar oksigen oleh kegiatan manusia, misalnya karena pencemaran udara oleh debu dan asbut (asap-kabut; smog/ smoke + fog), pencemaran panas, dan buangan limbah pabrik ke perairan, akan berpengaruh pada aspek-aspek kehidupan organismo.

3.4.5 PENTINGNYA FAKTOR FISIK SEBAGAI FAKTOR PEMBATAS

Suhu atau temperatur yang dapat menghidupi organisme mempunyai rentangan sebesar 300 C yaitu antara –200 C sampai 100 C. Suhu rendah digunakan untuk mengawetkan benih, disebut benih beku sementara beberapa mikrobia dari kelompok algae dan bakteri ada yang dapat hidup dan berkembang biak pada suhu tinggi mendekati titik didih. Rentangan suhu lebih pendek di perairan dari pada di darat, secara sederhana hewan akuatik cenderung lebih banyak yang stenothermal, sementara hewan darat lebih banyak yang eurithermal. Faktor i sik lain seperti cahaya, air atau kelembaban, gas, garam-garam, unsur makro dan mikro dan lainnya dapat pula menjadi faktor pembatas.

3.4.6 INDIKATOR EKOLOGI (BIOINDIKATOR)

Indikator biologi adalah organisme (spesies, populasi) yang dapat dijadikan petunjuk keadaan lingkungan. Ada 3 macam bioindikator, yaitu:

(1) bioindikator penunjuk lokasi geograi

(2) bioindikator penunjuk akan terjadi perubahan alam (3) bioindikator penunjuk kualitas lingkungan.

(22)

16

Keadaan kehidupan organisme sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggalnya. Ini sesuai dengan dei nisi ekologi yaitu adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara organisme dengan lingkungannya. Di darat, tumbuhan dipakai sebagai indikator ekologi karena peka atas perubahan lingkungan. Daun hijau yang biasanya mengkilat, pinggirnya terbuka dapat berubah menjadi kekuning-kuningan, kasap atau pucat dan pinggirnya menggulung karena perubahan kualitas lingkungan.. Di dalam air ikan-ikan dapat berubahan bentuk “ideal”nya, karena pertumbuhan yang dapat dilihat dari perbandingan berat dan panjangnya dipengaruhi kualitas air. Status nutrisi ikan (SNI) atau Nutrition Value Coei cient (NVC) dapat digunakan untuk menduga tingkat pencemaran air (Tandjung, 1989). NVC adalah berat ikan dalam gram dikalikan 100, dibagi panjang ikan dalam cm pangkat 3, sebagai berikut:

Keterangan: Bg = berat dalam gram, P cm = panjang dalam sentimeter

Bila hasil NVC 1,7 atau lebih (Lucky, 1979 dalam Tandjung, 1989) air itu bersih. Perubahan NVC dari 1,7 manjadi lebih rendah memberi informasi bahwa perairan tempat ikan itu hidup mengalami pencemaran. Penelitian selanjutnya terhadap rasio berat dan panjang ikan ternyata sangat dipengaruhi oleh asupan energi makanan untuk ikan. Bila air tercemar maka ikan tidak mau menelan makanan misalnya pelet yang sudah terkontaminasi oleh bahan pencemar, atau air yang keruh mengganggu ikan dalam menemukan makananannya. Akibatnya ikan menjadi berkurang beratnya karena kekuarangan asupan gizi. Tandjung (1998) menemukan hubungan antara SNI dengan tingkat pencemaran air habitat ikan tersebut, sebagai berikut:

Tabel 1. Hubungan SNI (NVC) dengan kualitas air (Tandjung (1998)

SNI Tingkat Kualitas Air

> 1,7 1,3 – 1,69 0,9 – 1,29 0,5 – 0,89

< 0,5

Bersih

(23)

17

4.1 RANTAI MAKANAN

Pada prinsipnya sebuah ekosistem dapat berfungsi dengan adanya rantai makanan (aliran energi) dan daur materi (daur biogeokimia). Rantai makanan ialah suatu sistem kehidupan yang disusun oleh tumbuhan sebagai mata rantai pertama yang disebut produsen dimakan oleh hewan tertentu yang disebut konsumen I atau herbivora, seterusnya konsumen I dimakan oleh konsumen II atau karnivora, konsumen II dimakan oleh konsumen III dan berakhir pada konsumen konsumen ke-n .

BAB IV.

ALIRAN ENERGI DAN

DAUR MATERI (BIOGEOKIMIA)

Gambar 14: Skema daur materi digambarkan dengan sebuah rantai

makanan

Gambar 15: Skema terbentuknya jaring-jaring makanan

Rantai makanan atau aliran energi itu dapat digambarkan sebagai sebuah garis lurus, dan daur materi digambarkan dengan sebuah lingkaran tertutup, yang dimulai dari produsen lalu rangkaian konsumen dan kembali ke produsen lagi.

Semua jenis konsumen bahkan produsen akhirnya akan mati dan materi tubuhnya akan diuraikan oleh kelompok mikrobia yang hidup di tanah yang terdiri atas antara lain jamur dan bakteri. Hasil penguraian oleh bakteri berupa unsur mineral yang lalu diserap oleh akar tumbuhan digunakannya sebagai sumber makanan dan kehidupannya sehingga tumbuhan kembali tetap terjaga keberadaannya.

(24)

18

Pada uraian di atas disebutkan bahwa rantai makanan dapat menggambarkan ekosistem. Contoh sebuah rantai makanan yang terdapat di dalam ekosistem hutan adalah seperti pada gambar 16.

Pada gambar 16 terlihat bahwa tumbuhan hutan sebagai mata rantai pertama atau produsen. Sebagai mata rantai kedua atau konsumen I yang sifatnya adalah herbivorous ialah belalang. Selanjutnya dalam gambar terlihat konsumen II, III, dan IV yang semuanya adalah hewan karnivorous yang dalam hal ini adalah burung, srigala, dan harimau. Terlihat pula di sini burung selain memakan belalang juga memakan tikus dan tikus memakan padi sehingga disini terbentuk sebuah jaring makanan. Burung, srigala, dan harimau mati dan lalu diuraikan oleh organisme pengurai (decomposer) yang terdiri dari bermacam jenis mikrobia. Mineral hasil penguraian akhirnya kembali diserap oleh akar tumbuhan untuk melangsungkan kehidupannya sehingga pada ekosistem hutan ini juga terlihat sebuah daur materi. Pada umumnya bila salah satu rantai makanan terganggu maka ekosistem dapat terganggu atau rusak sama sekali. Ekosistem yang rusak dapat menimbulkan gangguan pada lingkungan di sekitarnya. Misalnya, mata rantai pertama atau produsen yang berupa tumbuhan di hutan rusak karena kebakaran hutan, atau kerusakan lain yang disebabkan pencurian kayu hutan (illegal logging).

Kerusakan hutan dapat menimbulkan beberapa kejadian misalnya: serangga yang tinggal dan makan daun-daun di hutan yang terbakar akan kehilangan tempat tinggalnya dan sumber makanannya. Belalang tersebut akan terbang ke tempat lain lalu memakan tumbuh-tumbuhan atau tanaman penduduk, dan menjadi hama bagi tanaman manusia. Burung yang biasanya memangsa serangga akan kehilangan sumber makanannya sehingga burung-burung tersebut akan meninggalkan habitat asalnya bermigrasi ke tempat lain. Perginya burung yang merupakan predator tikus membuat tikus akan lebih leluasa berkembang biak sehingga hama tanaman padi semakin meningkat. Serigala yang kehilangan mangsanya karena burung-burung melakukan migrasi ke tempat lain, terpaksa mencari sumber makanan lain. Tidak jarang serigala ini masuk kampung memangsa ayam, bebek, angsa dan itik milik penduduk. Dengan kepergian serigala maka harimaupun kehilangan mangsanya sehingga masuk kampung menyerang ternak penduduk, bahkan manusiapun dapat menjadi korban.

Gambar 16: Rantai makanan pada ekosistem hutan. Rantai makanan diawali oleh tumbuhan hutan sebagai produsen kemudian

(25)

19

Jelaslah bahwa kerusakan atau gangguan pada salah satu mata rantai ekosistem hutan berpengaruh pula pada ekosistem di luar hutan yaitu tanaman budidaya penduduk yang diserang hama, dan ternak mereka dibunuh oleh serigala dan harimau.

Pada rantai makanan yang terdapat di dalam ekosistem perairan (gambar 16) di bawah ini terlihat manusia sebagai mata rantai konsumen terakhir. Kerusakan ekosistem perairan berawal pada saat penangkap ikan menggunakan bom, aliran listrik atau racun tuba (sianida) untuk menangkap ikan. Ketiga cara menangkap ikan tersebut diatas dan pemakaian pukat harimau, merupakan perbuatan yang melanggar hukum serta dapat mematikan semua mata rantai makanan sehingga menimbulkan kepunahan ikan atau kerusakan ekosistem perairan.

4.2 AKUMULASI DAN PENGGANDAAN BIOLOGI

Pada ekosistem perairan, sebagai contoh misal sebuah rantai makanan disusun berturut-turut oleh produsen sampai konsumen ialah i toplankton, zooplankton, ikan kecil dari keluarga Cyprinidae, ikan besar dari keluarga Belonidae dan burung air dari keluarga Phalacrocoracidae. Konsentrasi materi yang semula berada di dalam air dalam kadar kecil lalu di akumulasi oleh i toplankton dan seterusnya sampai di dalam burung, dalam jumlah kadar yang telah berlipat ganda (lihat gambar 17). Peristiwa pengumpulan materi di dalam tubuh setiap konsumen dengan cara memakan sesuatu organisme disebut sebagai akumulasi biologik (biological accumulation).

Pada gambar 17 terlihat akumulasi biologik yang berkesinambungan, yang di mulai dari produsen (i toplankton), konsumen I (zooplankton) seterusnya konsumen terakhir (burung Phalacrocoracidae). Semula di dalam sel i toplankton terdapat 0,006 ppm DDT, dan pada saat seekor zooplankton mengkonsumsi beberapa sel i toplankton maka DDT di dalam tubuhnya menjadi 0,04 ppm demikianlah seterusnya sampai pada konsumen terakhir yaitu burung, konsentrasi DDT itu sudah menjadi berlipat ganda konsentrasinya, yaitu 25 ppm atau lebih dari 4000 kali konsentrasi semula. Peristiwa ini disebut sebagai penggandaan biologik (biological magnii cation).

Konsep penggandaan biologik ini dapat menerangkan proses terjadinya musibah Penyakit Minamata di Jepang. Di pinggir Teluk Minamata di Jepang bermukim rakyat nelayan. Industri kimia Chisso Corp. membuang limbahnya ke teluk Minamata. Para ahli kimia pabrik mengatakan limbah pabrik yang mengandung methyl mercury (ikatan kimia berair raksa, Hg) itu tidak berbahaya karena nyatanya i toplankton, zooplankton, dan ikan tetap hidup di teluk itu. Rupanya kebiasaan bangsa Jepang termasuk penduduk nelayan teluk Minamata yang suka makan ikan mentah telah menyebabkan terakumulasinya kadar metil merkuri yang berlipat ganda di dalam tubuh nelayan teluk tersebut. Setelah mengakumulasikan metil merkuri sekitar 10 tahun tanpa disadari kadar merkuri di dalam tubuh nelayan telah berlipat ganda ribuan kali dibanding dengan kadar merkuri di dalam air limbah dan i toplankton. Karena metil merkuri termasuk bahan berbahaya beracun (B3) maka keturunan dari nelayan yang telah mengkonsumsi ikan dari Teluk Minamata mengalami cacat jasmani dan mental karena Hg telah merusak sistem sarafnya. Cacat ini disebut sebagai penyakit Minamata.

Gambar 17: Rantai makanan (aliran energi) pada ekosistem

perairan 1. Fitoplankton, 2. Zooplankton, 3. Ikan kecil, 4. Ikan

(26)

20

Untuk menghindari kemungkinan terkontaminasi makanan yang mengandung B3 sebaiknya kita tidak memakan hanya 1 jenis dan atau berasal dari satu sumber makanan saja, yang kemungkinan adalah merupakan ujung dari suatu rantai makanan. Menganekaragamkan jenis makanan dapat mengurangi kemungkinan keracunan B3, sebab dengan hanya bergantung pada 1 jenis makanan terus menerus, berarti mengakumulasi segala materi yang ada dalam makanan itu.

4.3 DAUR ULANG

Daur ulang (recycling) kadang-kadang dicampuradukkan dengan pakai ulang (reuse) padahal keduanya berbeda. Pada daur ulang sesuatu barang yang sudah tidak dipakai misalnya kantong plastik dan kertas bekas tulis menulis dimanfaatkan lagi untuk keperluan lain baik langsung dari barang itu sendiri atau barang itu dijadikan bahan baku untuk keperluan lain. Sebagai contohnya ialah sebuah kaleng dari bahan plastik misalnya kaleng susu atau kaleng makanan lain. Sesudah susu dan makan itu habis, kaleng tersebut lalu dikumpulkan untuk dicor kembali di jadikan bahan plastik untuk membuat alat-alat lain, seperti ember, penggaris plastik, alat permainan anak-anak dan sebagainya. Dapat pula untuk keperluan lain misalnya untuk kap lampu dengan modii kasi seperlunya sesuai kreatii tas seseorang.. Jelas dalam daur ulang ini sesuatu benda dimanfaatkan untuk keperluan dan maksud lain yang berbeda dari peruntukannya semula. Sebaliknya pada pakai ulang, betul-betul benda itu dipakai lagi berulang-ulang sesuai dengan peruntukannya semula. Misalnya pada saat kita membeli minuman teh dalam botol, setelah habis, botol dikembalikan ke toko pengecer tempat kita membeli minuman itu. Akhirnya botol tersebut dipakai kembali untuk tempat minuman sejenis sampai berulang-ulang. Daur ulang dan pakai ulang ini merupakan penghematan sumberdaya, dan mengurangi volume sampah, yang berarti mengurangi beban lingkungan sebagai tempat pembuangan sampah, serta mengurangi pencemaran lingkungan.

Menurut pengertian umum, sampah adalah sesuatu yang tidak berguna lagi, dan dibuang pemakai ke lingkungan. Menurut pemahaman konsep Hukum Termodinamika II atau Hukum Entropi, sampah adalah sisa energi yang tidak dipakai pada suatu proses perubahan pemakaian suatu bentuk energi, yang masih dapat didayagunakan untuk proses lain. Nyatanya memang demikian, para pemulung memanfaatkan sampah suatu bentuk daur ulang atau pakai ulang. Sampah adalah istilah lain untuk limbah padat. Limbah cair dan limbah gas dapat di daur ulang pula.

Daur ulang limbah cair dimaksudkan untuk mendapatkan air bersih. Sebagai contoh, suatu limbah cair terdiri atas air sebanyak 99,9 % volume dan bahan padat 0,1 % volume. Bahan padat tersebut terdiri atas

Gambar 18: Akumulasi biologik dan penggandaan biologik pada

(27)

21

bahan organik yang disusun oleh protein (65 %), karbohidrat (25 %) dan lemak (10 %), dan bahan anorganik yang terdiri dari butiran, garam metal (Sugiharto, 1987). Di samping bahan-bahan tersebut kadang-kadang terdapat pestisida, fenol, deterjen dan bahan lainnya. Sedang bahan anorganik di dalam limbah cair dapat berupa klorida, logam berat, nitrogen, fosfor, belerang dan B3. Pada limbah cair yang sedang mengalami pembusukan terdapat gas-gas hidrogen suli da dan metan. Dalam kadar yang sangat kecil kemungkinan terdapat pula mikrobia.

Limbah cair dapat berasal dari berbagai sumber seperti dari sektor industri, perdagangan, pemukiman, pariwisata, dan sebagainya. Pengolahan limbah cair melalui beberapa tahap yang meliputi cara-cara i sik seperti mengambil terlebih dahulu benda-benda padat yang kasat mata dengan penyaringan; cara biologik dengan penggunaan bakteri, protozoa sampai tanaman air tingkat tinggi; dan cara kimiawi dengan maksud mengambil unsur-unsur kimia yang tidak berguna yang bersifat racun atau menambahkan zat atau senyawa kimia dengan tujuan membunuh mikroorganisme yang merugikan.

Pemanfaatan sampah melalui daur ulang secara alami dicontohkan oleh keadaan yang terjadi di dalam ekosistem hutan. Tumbuhan sebagai penyusun ekosistem hutan antara lain berupa pohon buah-buahan. Sisa buah yang dimakan oleh hewan berupa kulit atau biji akan dimanfaatkan oleh hewan lain yang hidup di tanah bahkan oleh manusia. Kalau kulit buah dan biji itu tidak dimanfaatkan (dimakan) oleh hewan tanah, lama-kelamaan akan mengalami pembusukan penghancuran oleh karena proses pelapukan oleh cuaca dan iklim (physical weathering) sampah kulit dan biji tersebut dapat pula hancur terurai oleh mikrobia (biodegradable), akhirnya menjadi bagian tanah kembali. Adakalanya biji, dapat tumbuh kembali menjadi tanaman baru. Penyebaran biji juga sering terjadi melalui bantuan satwa seperti biji durian disebarkan oleh gajah, biji beringin oleh burung, biji kopi oleh luwak, dan sebagainya.

Gambar 19: Daur ulang, pemanfaatan sampah pada sistem pertanian terpadu

(Tandjung, 1992)

(28)

22

4.4 DAUR (SIKLUS) HIDROLOGI

(29)

23

5.1 RANGKUMAN

Ekologi adalah dasar ilmu lingkungan. Ekosistem merupakan konsep sentral ekologi. Dalam ekologi dipelajari hubungan timbal balik antara mahkluk hidup dengan lingkungannya antara lain tentang spesies dan populasi, frekuensi, nilai penting, biodiversitas, kelimpahan, dan penyebaran hayati. Di alam berlaku hukum alam yaitu Hukum Termodinamika I atau hukum kekekalan energi dan hukum Termodinamika II atau hukum entropi. Adanya aliran energi (rantai makanan) dan daur materi (biogeokimia) merupakan syarat utama berfungsinya ekosistem dengan pengaturan faktor-faktor pembatas dan hukum toleransi.

5.2 EVALUASI

Setelah mempelajari materi tentang ekologi, lingkungan, hukum dan ketentuan, serta aliran energi daur materi maka pembelajar diharapkan dapat menjawab pertanyaan berikut ini.

(1) Sebelum menilai keadaan lingkungan maka perlu dipahami: apakah ilmu lingkungan? Sama atau berbedakah dengan ekologi? Jelaskan! Anda dapat menggunakan dei nisi menurut Parker (1990) dan/atau sumber lain.

(2) Suatu proyek diketahui menggunakan banyak sumber daya, serta diragukan apakah mereka melakukan konservasi. Jelaskan dengan memakai pengetahuan biologi tentang Hukum Konservasi Energi atau Hukum Termodinamika II.

(3) Pencemaran lingkungan akan selalu terjadi pada saat manusia melakukan kegiatan, terutama bila menggunakan IPTEK. Di lain pihak sebenarnya pencemaran lingkungan dapat diperkecil. Jelaskan pernyataan tersebut dengan memakai salah satu hukum alam/lingkungan dengan contoh-contohnya!

(4) Apakah bioindikator itu? Tunjukkan dengan contoh di lingkungan sekitar.

(5) Perubahan lingkungan yang drastis sering terjadi sebagai dampak pembangunan yang pesat. Perubahan lingkungan ini dapat dideteksi dengan bioindikator. Berikan penjelasan. Apa saja komponen penyusun lingkungan, terdiri atas unsur-unsur apa saja? Berikan satu contoh interaksi antar komponen /unsur!

(6) Pembangunan kawasan kehutanan untuk pemukiman, pariwisata dan perindustrian dapat menimbulkan gangguan pada hutan hujan tropis kita. Apa keistimewaan ekosistem hutan hujan tropis?

(7) Menurut pengamatan, terjadi pengikisan di beberapa wilayah pantai di Indonesia. Mengapa terjadi abrasi pantai Padang, Tanah Lot, dan Ulu Watu? Jelaskan!

(8) Apa akibat yang mungkin muncul apabila rantai makanan dalam ekosistem hutan terganggu oleh pembangunan ? Jelaskan dengan kasus yang pernah terjadi di Indonesia!

(9) Pembuangan limbah industri pemukiman dan pertanian ke perairan dapat mengganggu kehidupan biota-akuatik. Apa akibat yang ditimbulkan oleh fenomena akumulasi dan penggandaan biologi? Jelaskan!

(10) Pembangunan membutuhkan sumber daya alam (SDA). Konservasi (SDA) perlu dilakukan agar pembangunan berkelanjutan. Jelaskan tentang konservasi sumber daya dengan contoh di lingkungan kita!

BAB V.

(30)

24

Anonimous, 1997, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997, Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kantor Menteri Negara KLH Jakarta.

Anonimous, 1985. Rencana Induk Pengembangan Fisik Universitas Gadjah Mada Buku 3 Proyek Bank Dunia IX, UGM Yogyakarta.

Anonimous, 1990, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990, Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Departemen Kehutanan Republik Indonesia, Jakarta.

Camougis, G., 1981. Environmental Biology for Engineers. McGraw-Hill Book Company.

Kupchella, C.E. and M.C Hyland. 1986. Environmental Science. Living Within the System of Nature. Allyn and Bacon, Inc Sydney. Pp. 21-23, 57.

Miller, G.T. Jr. 1975. Living in the environment. Concepts, Problems, and Alternatives Wadsworth Publishing Coy. Inc. Belmont, California. P.E 95 – E 142.

Nebel, B.J. 1987. Environmental Science. The Way the World Works. Prentice-Hall Inc. Englewood Cliff s, New Jersey p.50-53.

Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology, 3rd. ed. W.B. Sounders, Co. Philadelphia.

Odum, E.P. 1975. Ecology, 2 nd ed. Holt, Rinehart and Winston New York.

Resosoedarmo, S., K. Kartawinata dan A. Soegiarto, 1990. Pengantar Ekologi. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Setyono, P. 2006. Bioindikator Komunitas Mangrove dan Makrozoobenthos untuk Monitoring Degradasi Ekosistem di Sungai Mentaya, Kalimanatan Tengah. Disertasi Doktor. Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Soemarwoto, O. 1989. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Penerbit Djambatan. P. 37-38. Sudarmadji, 2005. Tinjauan Sumber Daya Air dari Perpektif Hidrologi dan Beberapa Permasalahannya.

Seminar Nasional Lingkungan Hidup: Air Kehidupan. Universitas Satya Wacana Salatiga.

Tandjung, S.D., 1993. Metode Identii kasi, Prediksi dan Evaluasi Dampak Biotik Kegiatan Pariwisata. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Gadjah Mada.

Tandjung, S.D., 1994. Tipe-Tipe Ekosistem. BAPEDAL PPLH UGM, Yogyakarta.

Tandjung, S.D. 1989. Metode Analisis Data Dampak Lingkungan Flora dan Fauna. Diklat Kursus AMDAL PPLH – UGM.

Tandjung, S.D. 1988. Ekologi dan Pengantar Ilmu Lingkungan Fakultas Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Tandjung, S.D. 1992. Latar Belakang Budaya Terhadap Perilaku Manusia Terhadap Lingkungan. Seminar Nasional Kualitas Sumberdaya manusia dan Pembangunan Berwawasan Lingkungan PAU Studi Sosial Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Tandjung, S.D., 1995. Natural Environment. Magister Management. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Tandjung, S.D., 1995. Analisis Pencemaran Perairan, Tinjauan Gatra Biologi. Modul D1 Operator IPAL LPK

Wana Wiyata Yogyakarta.

Tanjung, S.D., 1996. Ecological Impact of Solid Waste Management. International Seminar on Urban Environment beyond the year 2000. Yogyakarta Urban Development Project and Switzerland Embassy.

(31)

25

Tanjung, S.D., 1997. Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Prosiding Dialog antara Teolog dan Teknolog, ISBN 979-499-168-6

Tanjung, S.D., 1997. Masalah Lingkungan Global: Peran Ilmu Anatomi dalam melestarikan Keserasian Ekosistem. Pertemuan Ilmiah Nasional Perhimpunan Ahli Anatomi Indonesia, Yogyakarta, 1 Juni 1997.

Tanjung, S.D., 2000. Perspektif Pelestarian Sumber Daya Alam, Studi Kasus PT. Freeport Indonesia. Seminar dan Lokakarya Rekognisi sebagai Penyelesaian Konl ik Pertanahan: Tinjauan Hukum, Sosial, Politik dan Pelestarian Sumber Daya Alam, Hotel Radisson Yogyakarta,

Gambar

Gambar 1: Tart Biologi. Ekologi adalah salah satu
Gambar 2: Ekologi sebagai Dasar Ilmu Lingkungan (Tandjung,2001)
Gambar 3: Lingkungan hidup disusun oleh SDM, SDH, SDF, SDB
Gambar 5: Hubungan timbal balik antara komponen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Guru akan dibekali dengan pengetahuan mengenai karakteristik pembelajaran tematik disekolah dasar dan hakikat pembelajaran HOTS untuk siswa sekolah dasar.Luaran kegiatan ini

Sumber Belajar Kegiatan Pembelajaran Materi Pokok/ Pembelajaran Indikator Alokasi Waktu • Mengomentari pada gambar perbedaan an- tara lingkungan alam yang terawat dan tidak

Dengan kegiatan mengamati gambar, peserta didik dapat menuliskan makna kata benda hidup dan tak hidup saat membandingkan benda hidup dan tak hidup