Peran PERSI dalam upaya menyikapi
Permenkes 64/2016 agar Rumah sakit
tidak bangkrut
Kompartemen Jamkes PERSI Pusat Surabaya, 22 Desember 2016
KESEIMBANGAN KEPENTINGAN :
• Pemerintah:
Derajat kesehatan masyarakat meningkat dan masyarakat dapat mengakses layanan kesehatan bermutu.
• Faskes:
Memberi layanan kesehatan terstandar dengan biaya keekonomian.
• BPJSK:
Menyelenggarakan jaminan kesehatan bermutu, berdaya dan berhasil guna.
• Masyarakat:
Prinsip PERSI dalam JKN – LOYALIS KRITIS (1)
• PERSI mendukung kebijakan pemerintah, namun tetap kritis dalam
mensikapinya dan berusaha menjadi katalisator perubahan menuju arah
yang seharusnya.
• PERSI mendukung terlaksananya JKN yang menyeimbangkan kepentingan
semua pihak.
• PERSI mendukung peralihan pola pembayaran jasa pelayanan rumah sakit
dari “Fee for Service” menjadi pembayaran “Prospektif”.
• PERSI mendukung prinsip bahwa pelayanan rumah sakit privat (swasta)
bukan sekedar kewajiban sosial kepada publik, namun merupakan bagian
dari “industri” jasa kesehatan yang harus terus dilindungi dan didorong
pengembangannya melalui pembayaran jasa pelayanan sesuai nilai
Prinsip PERSI dalam JKN – LOYALIS KRITIS (2)
• PERSI menyadari bahwa permasalahan terbesar dalam JKN saat ini
adalah defisit antara penerimaan premi dengan pembayaran provider
yang dikelola BPJS K.
• PERSI menyadari bahwa peserta program JKN adalah pangsa terbesar
rumah sakit di Indonesia.
• PERSI menyadari bahwa kondisi dan kompetensi pelayanan rumah
sakit di Indonesia belum seragam dan semuanya sesuai regulasi.
• PERSI menyadari bahwa regulasi kesehatan , khususnya tentang JKN
masih ada yang belum selaras.
Permenkes 64/2016 dalam pandangan PERSI
• Tarif INA-CBG dalam Permenkes 64/2016 belum sesuai harapan
sebagian besar rumah sakit.
• Iur naik kelas perawatan VIP menjadi permasalahan di sebagian besar
rumah sakit di Indonesia, khususnya RS Swasta.
Perubahan dinamis
• RS merasakan perubahan sangat dinamis dari Permenkes
59/2014 ke Permenkes 12/2016 (yang tidak menyinggung
tentang INA-CBGs) ke Permenkes 52/2016 dan dalam
waktu singkat ke Permenkes 64/2016
• Kondisi tersebut menimbulkan kekagetan, dan sulit untuk
diadaptasi secara cepat
• Ada pelayanan yang terlanjur diberikan sejak 26 Oktober
2016 dengan aturan sebelumnya
• Perubahan dinamis juga berpengaruh pada aplikasi
INA-CBGs dan proses verifikasi (penyesuaian software oleh
BPJSK)
PMK 52/2016 ke 64/2016
• Pasal 25 ayat (1): Klinik Eksekutif
• • • • • • •
• Ada perbaikan regulasi, tetapi masih pertimbangan:
• Acuan regulasi untuk peningkatan kelas rajal untuk JKN
• Mekanisme ijin dan kredensialing: cukup self-asesment, atau visitasi?
Naik Kelas Ranap
Pasal 25 ayat (2) huruf b Permenkes 64/2016 : Pasal Naik Kelas VIP
PMK 52/2016 ke 64/2016
• Analisis:
• Memahami filosofinya bahwa JKN menanggung manfaat medis, urun biaya untuk manfaat akomodasi. Juga filosofi jasa pelayanan (PMK 85/2015)
• Tetapi terasa berat bagi RS terutama RS private, yang sudah operasional lama (sehingga fixed-cost untuk SDM terlanjur relatif tinggi)
• “Perilaku pasien” juga masih perlu masa belajar: naik ke VIP tidak berarti bebas semaunya dan harus “istimewa”
PMK 52/2016 ke 64/2016
• Analisis:
• Risiko atas layanan yang terlanjur diberikan sejak 26
Oktober 2016 untuk naik kelas ke VIP, bisa terjadi dispute dengan peserta
• Bagaimana penerapan CoB terutama untuk rajal dan ranap eksekutif?
• Bagaimana ruang penggunaan obat-obat original dan “branded metoo” di rajal dan ranap eksekutif?
Analisis Dasar Regulasi
• Pasal 22 ayat (2) UU SJSN 40/2004 tentang urun biaya
• Pasal 23 ayat (4) UU SJSN 40/2004 tentang naik kelas perawatan
• Pasal 24 Perpres 12/2013 dan terakhir pada Perpres 19/2016
• …. Selisih antara tarif yang dijamin BPJSK dan biaya yang timbul akibat kenaikan kelas rawat
Permenkes 85/2015
• Pagu nasional dan pagu daerah (Gubernur)
• Memperhatikan kondisi regional
• Memperhatikan keberlangsungan operasional pelayanan RS di wilayah setempat
• Subsidi silang (BEP pada tarif kelas 2)
• Jasa pelayanan di semua kelas adalah sama
Apakah Rumah Sakit (swasta) yang melayani peserta JKN
akan bangkrut saat Permenkes 64/2016 diberlakukan ?
• TIDAK BANGKRUT
walaupun RS tidak “happy” dengan kondisi ini.
Alasannya adalah :
• Rumah sakit akan memiliki daya bertahan agar tidak bangkrut dengan
melakukan :
• “Pengaturan” case mix dan pengendalian kasus. • Pengaturan jenis layanan rumah sakit.
• Pengendalian hari rawat, episode kunjungan rawat jalan, biaya jasa profesi dan pemakaian perbekalan farmasi.
Analisis dampak penetapan tarif dalam Permenkes
64/2016 terhadap Permenkes 59/2014
• Klaim rawat jalan secara agregat diperkirakan akan meningkat 10 – 12 %
(tergantung case mix kunjungan).
• Klaim rawat inap secara agregat diperkirakan akan berkisar (+) 2 % sampai
(-) 10 % (tergantung case mix).
• Nilai grouping rawat inap turun rata-rata 9,3 %.
• Secara klaim total diperkirakan berkisar antara (+) 8 % sampai (-) 5 %.
• Hasil utilisasi ruang VIP , bila tidak terjadi perubahan
kebijakan,diperkirakan akan turun sekitar 30 – 70 %
• Selisih tarif RS Pemerintah dan Swasta rata-rata 2,9%
• Hasil ini belum sebanding dengan kenaikan tahunan biaya operasional
rumah sakit.
Peran Persi menyikapi potensi kerugian RS
• Advokasi
ke Kemenkes, BPJS-K , OJK dan lembaga terkait.
• Besaran tarif INA-CBG
• Urun biaya naik kelas perawatan di atas kelas 1. • Implementasi Koordinasi manfaat (CoB).
TARIF CASE-MIX
TARIF = Hospital Base rate x Cost Weight x
aF
Adjustment factor (aF)
TARIF = Hospital Base rate x
Cost Weight
x
aF
Average cost for specific CBG Aggregate average cost
Peran Persi menyikapi potensi kerugian RS
• Edukasi
Rumah Sakit.
• Pemahaman perhitungan tarif CBG Rumah sakit dan hospital base rate. • Alur pelayanan dan verifikasi klaim JKN.
• Konsep case mix dan prospective payment. • Remunerasi profesional.
• Koding diagnosis serta tindakan secara akurat.
• Penggunaan aplikasi untuk analisis pelayanan JKN di Rumah Sakit. • Penyelesaian dispute klaim.
Kerangka Kerja Persi dalam mengawal JKN
Persamaan Persepsi pemangku kepentingan Model JKN yang bermutu – berkeadilan –
terjangkau – efisien.
Penyelesaian disharmonisasi regulasi
Perbaikan gruping dan tarif INA-CBG sesuai nilai keekonomian
Peluang peserta untuk mendapat pelayanan dengan standar medis mutakhir dan fasilitas pelayanan (Peluang Urun Biaya dan CoB)
MAPPING -
PEMENUHAN FASILITAS – SISTEM RUJUKAN STANDAR KOMPETENSI
Usulan PERSI 2 Desember 2016
• Sebaiknya penerapan pasal 25 ayat 2 huruf b PMK 64/2016 ditunda
dan/atau direvisi:
• Memberi kesempatan untuk dievaluasi kembali sesuai pasal 19/2016 agar tidak kembali ke FFS
• Memberi kesempatan bagi RS dan pasien untuk belajar dan menyesuaikan diri terhadap Permenkes 85/2015
• Menghindari gugatan atau protes dari pasien yang terlanjur membayar karena naik kelas
Hasil Rapat 19 Des 2016
• PERSI mengusulkan:
• Pemberlakuan pasal naik kelas VIP secara bertahap dengan skema waktu 6 bulan
• Pada akhir 6 bulan tersebut, mulai diberlakukan tarif naik kelas VIP sebagai fixed-percentage terhadap tarif INA-CBGs kelas 1
• Kemenkes:
• Sepakat dengan pemberlakuan bertahap, dengan
menetapkan sejak awal besaran fixed-percentage terhadap tarif INA-CBGs kelas 1
Hasil Rapat 19 Des 2016
• Langkah selanjutnya:
• PERSI segera mengirimkan data-data lebih lengkap tentang besaran urun biaya naik kelas VIP sebagai dasar
perhitungan fixed-percentage diharapkan secepat-cepatnya, agar awal pekan depan bisa diputuskan.
• PERSI mengusulkan agar tarif kelas 1 yang dijadikan standar adalah perhitungan tarif INA-CBGs dari P2JK pada tarif yang paling mendekati real-cost, baru kemudian diperhitungkan terhadap tarif kelas 1 dalam PMK 64/2016