• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa AVO dan Model Based Inversion Untuk Memetakan Penyebaran Hidrokarbon: Studi Kasus Struktur S, Cekungan Sumatera Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisa AVO dan Model Based Inversion Untuk Memetakan Penyebaran Hidrokarbon: Studi Kasus Struktur S, Cekungan Sumatera Selatan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Analisa AVO dan Model Based Inversion Untuk Memetakan Penyebaran

Hidrokarbon: Studi Kasus Struktur ‘S’, Cekungan Sumatera Selatan

Shafa Rahmi

1

, Abdullah Nurhasan

2

dan Supriyanto

3 1,3 Departemen Fisika, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 2 Divisi Eksplorasi PT. Pertamina EP, Menara Standard Chartered 1

[email protected],2 [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Studi Analisis AVO dan inversi dengan metode model based telah dilakukan pada Struktur S, Cekungan Sumatera Selatan. Tujuan studi ini adalah memetakan penyebaran kandungan gas di Formasi Air Benakat dengan data kontrol berasal dari satu sumur, yaitu sumur SF-1. Berdasarkan hasil analisis AVO terlihat adanya anomali kelas IIp pada TWT 1552 ms. Sementara berdasarkan Uji Kandungan Lapisan (UKL), Top Gas pada sumur SF-1 terdeteksi pada kedalaman 1857 m yang berkorelasi dengan hasil analisis AVO. Setelah dilakukan proses inversi seismik dengan model based inversion di sepanjang horizon Top Gas terlihat adanya penurunan nilai impedansi akustik dan rasio Poisson. Penurunan dua parameter tersebut menunjukkan adanya kandungan gas pada lapisan tersebut. Selain itu, dari hasil analisis map slice horizon dapat diprediksi bahwa adanya penyebaran gas ke arah tenggara terhadap sumur SF-1.

Kata kunci : analisa AVO, inversi model based, impedansi akustik, rasio Poisson

ABSTRACT

Study of analysis AVO and model-based inversion had been implied on structure S, South Sumatra basin. The aim of this study is to delineate the distribution of gas in Air Benakat formation by using the only one well data, SF-1 as a controller. A class-IIp anomaly in 1552 ms TWT was seen as the result of AVO analysis. Meanwhile the result of Drilled Stem Test (DST) showed that Top Gas in SF-1 well has been detected in 1857 m depth which correlated to the previous AVO analysis result. After doing model-based inversion along Top Gas horizon, we could see the decrement of acoustic impedance value and also Poisson ratio as well. The decreasing of these parameters proved the gas content in the layers. In addition, the distribution of gas to the south-east of SF-1 well had been predicted due to map-sliced horizon analysis

Keywords : AVO analysis, model-based inversion, accoustic impedance, Poisson ratio

1. PENDAHULUAN

Struktur S adalah salah satu struktur yang dikelola oleh PT. Pertamina EP dalam eksplorasi dan produksi hidrokarbon. Struktur ini berada di

Cekungan Sumatera Selatan yang terkenal menghasilkan hidrokarbon cukup banyak. Hasil dari Uji Kandungan Lapisan (UKL) di salah satu sumur struktur S yang dilakukan pada tahun 2009 terdapat kandungan gas pada Formasi Air Benakat,

(2)

namun produksi gas yang dihasilkan kurang optimal sehingga perlu dilakukan kajian lebih lanjut untuk mencari penyebaran kandungan gas di formasi tersebut dan bisa dijadikan area prospek selanjutnya. Salah satu metode untuk memetakan daerah persebaran distribusi gas dengan melakukan analisa Amplitude Variations with Offset (AVO) dan inversi seismik.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kelas AVO dan melakukan model based inversion untuk karakterisasi reservoar, memetakan penyebaran hidrokarbon pada Formasi Air Benakat, serta menentukan daerah prosepek penghasil gas yang potensial pada struktur S.

2. TEORI DASAR

Analisa Amplitude Variation with Offset (AVO) merupakan sebuah metode untuk menganalisa perubahan amplitudo terhadap offset pada data seismik pre-stack. Menurut Ostrander (1984), perubahan amplitudo gelombang seismik terhadap offset akan terjadi jika dipantulkan oleh lapisan gas sand. Untuk membantu dalam karakterisasi reservoar pada area penelitian perlu dilakukan tinjauan kembali berdasarkan klasifikasi kelas AVO menurut Rutherford dan Williams (1989) yang mengklasifikasikan gas-sand berdasarkan respon perubahan koefisien refleksi yang dihasilkan oleh batas shale dan top gas sand terhadap perubahan sudut datang. Koefisien refleksi pada sudut datang normal atau zero offset akan berbeda dengan koefisien refleksi pada sudut datang tidak normal. Untuk koefiesien refleksi pada zero offset hanya dipengaruhi oleh dua parameter saja yaitu kecepatan gelombang P dan densitas

.

Gbr 1. Partisi Energi Gelombang Seismik Pada

Bidang Reflektor (Russel et al., 2008) Zoeppritz (1919), mengenalkan persamaan koefisien refleksi pada sudut datang tidak normal. Perumusan persamaan Zoeppritz ini sangat kompleks dan kurang praktis, sehingga sulit untuk mendeskripsikan bagaimana variasi dari parameter terntentu mempengaruhi koefisien refleksi.

Persamaan Aki dan Richards adalah linear dari persamaan Zoeppritz. Aki dan Richards memodifikasi dan menyederhanakan persamaan Zoeprritz dalam tiga bentuk, bentuk pertama mengikutkan densitas, bentuk kedua mengikutkan Vp dan bentuk ketiga mengikutkan Vs.

(1)

dimana :

Shuey (1985) menyusun kembali persamaan Aki dan Richard berdasarkan sudut datang dengan memasukkan perbandingan Vp/Vs dalam besaran rasio Poisson untuk koefisien refleksi pada bidang batas lapisan

(3)

(2)

dimana :

; ;

; ; ;

Persamaan 2 menunjukkan bahwa koefisien refleksi juga bergantung pada perbedaan rasio Poisson. Fenomena ini pertama kali diamati oleh Koefoed (1955), yang menyatakan bahwa dengan berubahnya nilai rasio Poisson pada dua medium, mengakibatkan terjadinya perubahan yang besar pada amplitudo sepanjang perubahan sudut pemantulan. Ostrander (1984) pertama kali mengemukakan tentang adanya efek AVO pada gas dalam batuan pasir dan mengusulkan model dua lapis sederhana dimana lapisan dengan impedansi dan rasio Poisson rendah diapit oleh dua lapis dengan impedansi dan rasio Poisson yang tinggi. Dari model Ostrander ini terlihat adanya peningkatan amplitudo terhadap offset pada lapisan pasir yang terisi oleh gas.

Perubahan koefisien refleksi dipengaruhi oleh nilai impedansi lapisan gas sand dan batas shale. Dari sinilah muncul klasifikasi Rutherford dan Williams yang mengenalkan klasifikasi anomali AVO berdasarkan karakter impedansi gas sand. Rutherford dan William (1989) mengenalkan klasifikasi anomali AVO (Amplitude Variation with Offset) menjadi 3 kelas yaitu kelas I (high impedance sand), kelas II (near zero impedance sands) dan kelas III (low impedance sands-(brightspot)). Klasifikasi gas sand ini berdasarkan pada kontras impedansi akustik dihasilkan oleh batas shale dan top gas sand. Castagna dan Swan (1997) memodifikasi klasifikasi anomali AVO Rutherford-Williams dengan menambahkan satu kelas lagi yaitu kelas IV.

Menurut Sukmono (2005), inversi seismik didefinisikan sebagai teknik pemodelan geologi bawah permukaan menggunakan data seismik sebagai input dan data sumur sebagai kontrolnya. Dari berbagai macam metode inversi, pada penelitian kali ini inversi yang digunakan adalah inversi model based. Proses inversi ini bertujuan untuk menghasilkan peta persebaran gas impedansi akustik, dan persebaran nilai rasio Poisson

Daerah penelitian struktur S berada di Cekungan Sumatera Selatan. Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan busur belakang (back arc basin) yang dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh pada bagian utara dan Tinggian Lampung pada bagian selatan. Cekungan Sumatera Selatan terbentuk oleh pergerakan konvergen antara Lempeng Eurasia dengan Lempeng Indo-Australia selama periode zaman Pra-Tersier sampai Tersier. Proses tektonik pada tersier awal yang bersifat ekstensional membentuk pola half graben dan kemudian terjadi pengendapan dibagian dalaman secara transgresif. Formasi yang terbentuk pada Tersier awal adalah Formasi Talang Akar dan Formasi Gumai Bawah. Cekungan Sumatera Selatan mengalami sedimentasi batuan secara regresif. Sedimen – sedimen tersebut saat ini biasa disebut sebagai batupasir Formasi Air Benakat yang diendapkan selama Miosen Tengah, diikuti oleh pengendapan batubara dari Formasi Muara Enim pada kala Pliosen. Pada umumnya perangkap hidrokarbon di Cekungan Sumatera Selatan merupakan struktur antiklin yang terbentuk pada Plio-Pleistosen. Struktur sesar, baik normal maupun geser dapat bertindak sebagai perangkap minyak. Perangkap pada struktur S merupakan perangkap struktur dari batupasir Formasi Talang Akar dan batu gamping Formasi Baturaja.

(4)

3. METODOLOGI PENELITIAN

Pengolahan data pada penelitian ini secara garis besar dibagi menjadi tiga tahap. Pertama pengolahan data sumur, tahap pertama pada pengolahan data sumur dilakukan penentuan zona target yang akan dianalisa, lalu dilakukan transformasi kecepatan gelombang S (S-Wave). Karena dalam melakukan tahapan transformasi kecepatan S-Wave diasumsikan berada di lapisan wet sand sehingga perlu dilakukan tahap FRM (Fluid Replacement Modelling). Selanjutnya dilakukan transformasi rasio Poisson dengan menghasilkan nilai rasio Poisson dimana nilai rasio Poisson sangat sensitif dengan keberadaan gas. Nilai rasio Poisson akan menurun apabila gelombang seismik melewati lapisan gas-sand.

Pengolahan data seismik, tahap pertama yang dilakukan pengolahan pada data seismik yaitu dilakukan proses super gather dari data CDP Gather dan selanjutnya dilakukan proses angle gather. Dari data angle gather dilakukan gradient analysis, dari analisa tersebut menunjukkan bahwa top gas diklasifikasikan sebagai anomali AVO kelas IIp dengan peningkatan amplitudo ke arah trough seiring bertambahnya sudut datang, hal ini diperkuat dengan nilai gradient negatif dan intercept positif pada Gambar dibawah ini.

Gbr 2. Gradient Analysis Pada Top Gas

Tahap selanjutnya dilakukan pembuatan partial angle gather ini bertujuan untuk melihat respon perubahan amplitudo terhadap sudut datang gelombang. Partial angle gather ini terdiri dari near

angle gather dimulai dari sudut 0o sampai sudut 7o, mid angle gather dari sudut 8o sampai sudut 13o dan far angle gather dari sudut 15o sampai sudut 21o. Setelah dilakukan analisa AVO, dilakukan proses model based inversion yang sebelumnya dilakukan terlebih dahulu pembuatan initial model. Pembuatan model ini dilakukan pada data post-stack dengan memasukkan parameter yang dibutuhkan dari data sumur. Beberapa hal yang mempengaruhi hasil inversi adalah data sumur dan horizon. Data sumur yang digunakan pada inversi kali ini adalah data impedansi akustik yang dihasilkan dari perkalian antara log P-Wave dengan log bulk density dan data rasio Poisson yang dihasilkan dari log P-Wave dan log S-Wave hasil transformasi.

Proses inversi seismik, sebelum melakukan inversi model based terlebih dahulu dilakukan pembuatan model awal inversi. Pembuatan model ini dilakukan pada data post-stack dengan memasukkan parameter yang dibutuhkan dari data sumur. Beberapa hal yang mempengaruhi hasil inversi adalah data sumur dan horizon. Data sumur yang digunakan pada inversi kali ini adalah data impedansi akustik yang dihasilkan dari perkalian antara log P-Wave dengan log bulk density dan data rasio Poisson yang dihasilkan dari log P-Wave dan log S-Wave hasil transformasi. Fungsi dari horizon adalah sebagai panduan dalam melakukan interpolasi nilai dari impedansi akustik dan rasio Poisson pada seluruh volume seismik secara lateral.

4. ANALISA DAN INTERPRETASI

DATA

Analisa Partial Angle Stack, Pada penampang near angle stack terlihat bahwa nilai amplitudo pada sepanjang reflektor di sekitar kedalaman TWT 1552 cukup rendah, menuju mid angle amplitudo

(5)

zona analisa mengalami peningkatan dan terus mengalami peningkatan amplitudo pada far angle. Peningkatan amplitudo ini ditandai dengan semakin kontrasnya warna biru (trough amplitude) sebagai top gas.

Gbr 3. Partial Angle Stack

Peningkatan amplitudo dengan nilai magnitude negatif berkorelasi dengan nilai koefisien refleksi yang bernilai negatif. Koefisien refleksi negatif menandakan bahwa adanya perubahan impedansi akustik dari nilai tinggi ke rendah.

Analisa Atribut AVO berupa gradient, intercept dan scaled Poisson’s ratio changed yang terlihat pada gambar menunjukkan bahwa nilai intercept tepat pada sumur SF-1 bernilai low positif atau dengan kata lain mendekati nilai nol. Untuk atribut gradient, persebaran nilai gradient yang bernilai negatif berada disebelah tenggara sumur

Gbr 4. Penampang Gradient, Intercept dan

Scaled Poisson’s Ratio Changed Penampang impedansi akustik dibawah ini merupakan hasil dari proses inversi dengan metode model based inversion.

Gbr 5. Penampang Impedansi Akustik Hasil

Inversi Model Based

Pada penelitian ini, inversi hanya difokuskan pada 100 ms diatas horizon Top dan 100 ms dibawah horizon Base dengan kata lain hanya di kedalaman TWT 1452 ms – 1656 ms. Terlihat pada penampang di zona penelitian terjadi penurunan nilai impedansi akustik (biru) pada kedalaman TWT 1552 ms menunjukkan bahwa kecepatan gelombang seismik menurun ketika melewati lapisan ini. Penurunan kecepatan ini menandakan bahwa lapisan yang dilewati gelombang seismik memiliki porositas yang cukup besar dan porinya terisi fluida. Disamping itu telah diketahui lapisan di kedalaman TWT 1552 termasuk pada Formasi Air Benakat yang tersusun oleh perselingan lapisan pasir, serpih dan batubara. Hal ini yang mungkin dapat menyebabkan terjadi penurunan impedansi akustik pada kasus ini adalah penurunan impedansi dari lapisan serpih menuju batu pasir. Batu pasir inilah yang dijadikan sebagai objek utama dalam penelitian ini. Batu pasir dengan porositas yang baik dapat terisi oleh gas. Informasi mengenai porositas yang baik di dapat dari crossplot antara data impedansi dan data porositas. Terlihat pada gambar dibawah ini zona yang berwarna abu-abu memiliki nilai impedansi akustik rendah dan porositas yang cukup baik berkisar 20 % - 30 % pada kedalaman 1858 m -1867 m dimana kedalaman ini termasuk ke dalam zona yang akan diAnalisis terbukti mengandung gas.

(6)

Gbr 6. Crossplot Data Impedansi dan Data

Porositas

Berikut merupakan gambar hasil horizon slice dari horizon Top zona Analisis pada struktur S. Gambar ini menjelaskan mengenai persebaran nilai impedansi akustik di struktur S. Impedansi akustik tepat pada sumur SF-1 tidak terlalu rendah dibandingkan daerah sekelilingnya. Rendahnya impedansi akustik menjadi objek yang sangat dicari pada kasus ini karena nilai impedansi akustik yang rendah menunjukkan tingkat kekompakan batuan yang rendah dengan kata lain porositas pada batuan tersebut sangat baik untuk diisi fluida. Untuk menentukan apakah jenis fluida dalam batuan tersebut diperlukan parameter rasio Poisson yang sangat sensitif dengan keberadaan fluida terutama gas.

Gbr 7. Peta Persebaran Impedansi Akustik dan

Zone of Interest

Penampang pada Gambar 5.8 merupakan penampang rasio Poisson pada inline 2523 hasil dari model based inversion. Informasi mengenai besar kecilnya nilai rasio Poisson dapat dilihat dari

range warna dari penampang ini yaitu, hijau menunjukkan nilai rasio Poisson yang paling rendah dengan nilai 0.2562 dan warna ungu menunjukkan nilai rasio Poisson yang paling tinggi dengan nilai 0.3446.

Parameter rasio Poisson ini cukup baik dalam membuktikan adanya kandungan gas atau penyebaran gas. Dapat dilihat Top Gas pada kedalaman TWT 1552 tepat di sumur SF-1 yang telah terbukti mengadung gas mempunyai nilai rasio Poisson yang cukup rendah (kuning) dibanding lapisan yang di atas maupun dibawahnya. Selain itu, terlihat sangat jelas di horizon Top terdapat lapisan yang memiliki nilai rasio Poisson yang sangat rendah dibandingkan pada Top Gas tepat di sumur SF-1 yang ditunjukkan oleh warna hijau (dalam lingkar hitam) pada penampang di bawah ini.

Gbr 8. Penampang Rasio Poisson Hasil Inversi

Model Based

N

Zone of Interest dengan Impedan si Akustik Rendah

SF-1

(7)

Gbr 9. Peta Persebaran Rasio Poisson dan

Zone of Interest

Sebelumnya telah dibahas bahwa zona di daerah dekat sumur SF-1 memiliki nilai impedansi akustik yang rendah, rendahnya nilai impedansi akustik menunjukkan bahwa batuan pada daerah tersebut mempunyai porositas yang cukup baik. Dengan peta persebaran nilai rasio Poisson di struktur S pada horizon Top (Gambar 4.11) dapat membantu dalam menentukan kandungan fluida dalam pori batuan tersebut. Nilai rasio Poisson yang rendah pada peta persebaran menunjukkan adanya kandungan gas yang mengisi pori pada lapisan ini. Secara prinsip, rasio Poisson dipengaruhi oleh dua parameter yaitu kecepatan gelombang P dan kecepatan gelombang S. Kecepatan gelombang P dan gelombang S akan mendapat pengaruh berbeda saat terjadi perubahan saturasi di dalam ruang pori batuan. Adanya kandungan gas di dalam pori batuan akan mengurangi kecepatan gelombang P secara drastis, kecepatan gelombang S akan bertambah walaupun dalam presentase kecil pada saturasi gas yang lebih tinggi sehingga akan didapat nilai rasio Poisson yang rendah dibandingkan jika pori tersebut tersaturasi oleh kandungan air. Menurut teori nilai rasio Poisson pada lapisan yang mengandung gas adalah 0.1 namun pada kenyataannya di bawah permukaan lapisan gas sand ini tidak murni hanya mengandung gas saja tapi akan tersaturasi dengan

air walaupun dalam persentase yang sangat kecil menjadikan nilai rasio Poisson akan sedikit naik.

Berdasarkan Analisis AVO dan komparasi antara penampang gradient, impedansi akustik, rasio Poisson terlihat bahwa kemungkinan adanya persebaran hidrokarbon ke arah tenggara dari sumur SF-1. Ini dapat dijadikan titik prospek untuk pemboran dengan hasil gas yang lebih baik dibandingkan dari hasil sumur SF-1.

5. KESIMPULAN

1. Dari analisa AVO pada data seismik gather terlihat bahwa zona penelitian pada inline 2523 crossline 10648 dan time 1552 ms merupakan tipe gas sand kelas IIp berdasarkan klasifikasi Rutherford dan William

2. Dari hasil inversi model based terlihat bahwa pada zona penelitian yang terletak tepat pada sumur SF-1 di kedalaman TWT 1552 ms, nilai impedansi akustik dan nilai rasio Poisson mengalami penurunan serta nilai gradient AVO yang bernilai negatif, ketiga parameter tersebut dapat membuktikan keberadaan hidrokarbon. 3. Arah penyebaran hidrokarbon pada

kedalaman TWT 1552 ms yaitu ke arah tenggara dari letak sumur SF-1 dan daerah yang memiliki prospek cukup baik ada pada daerah dekat sumur dengan ditunjukkannya rendahnya nilai impedansi akustik dan rasio Poisson serta nilai gradient AVO yang bernilai negatif. Zone of Interest dengan Rasio Poisson Rendah

N

SF-1

(8)

DAFTAR ACUAN

[1] Burianyk, M., Pickford, S. Amplitude Vs Offset and Seismic Rock Property Analysis: A Primer

[2] Castagna, J.P., Swan, H.W., and Foster, D.J. 1998. Framework for AVO Gradient and Intercept Interpretation. Geophysics, 63, 948-956.

[3] Castagna, J.P., Swan, H.W. 1997. Principles of AVO Crosplotting. The Leading Edge

[4] Hampson-Russel Software Service, Ltd., 2011. AVO Workshop: Seismic Lithology & AVO Workshop.

[5] Ostrander, W.J. 1982. Direct Hidrocarbon Indications Using Seismic Amplitude Variations With Offset. Geophysics, 49, 216-218.

[6] Ostrander, W.J. 1984. Plane-Wave Reflection Coefficients for Gas Sands at Non-Normal Angles of Incidence. Geophysics, 49, 1637-1648.

[7] Rutherford, S.R., Williams, R.H.

1989.

Amplitude Versus Offset Variations in Gas Sands, Geophysics, 54, 660-668.

[8] Shuey, R.T. 1985. A Simplification of The Zoeppritz Equations. Geophysics,50, 609-614. [9] Sukmono, S. 1999. Interpretasi Seismik Refleksi. Departemen Teknik Geofisika. ITB, Bandung.

[10] Sukmono, S. 2005. Fundamental of Seismic Inversion. Departemen Teknik Geofisika. ITB, Bandung.

[11] Zoeppritz, K. 1919. On The Reflection and Propagation of Seismic Waves. Erdbebenwellen VIIB. Gottinger Nachrichten I, 66-84

Referensi

Dokumen terkait

Agama menurut Durkheim adalah suatu sistem kepercayaan dan praktek yang telah dipersatukan yang berkaitan dengan hal hal yang kudus kepercayaan–kepercayaan dan

(1) perilaku menyimpang adalah hasil proses belajar, (2) perilaku menyimpang dipelajari oleh seseorang dalam interaksinya dengan orang lain, (3) pembelajaran perilaku

- MLFQ vertikal dianggap paling bagus dari pada algoritma pembanding yang lain karena paling unggul dari segi fairness dan memiliki rata-rata response time yang

Kegiatan promosi dagang yang diselenggarakan oleh Kementerian Perdagangan melalui Ditjen PEN dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah dan frekuensi kontak serta kontrak dagang

Menurut Prayitno (2004: 3) Layanan bimbingan kelompok dapat digunakan untuk mengubah dan mengembangkan sikap dan perilaku yang tidak efektif menjadi lebih efektif.

Banyaknya fasilitas yang terdapat di JTI maka sebaiknya dilakukan manajemen inventaris menggunakan sistem informasi yang tepat untuk mengumpulkan informasi dan

Walaupun kondisi lingkungan desa Arakan yang tidak begitu mendukung pertumbuhan spesies ini, akan tetapi karena kemampuan spesies ini yang merupakan spesies pioner

Hubungan Disiplin Kerja dengan Prestasi Kerja Karyawan di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Malang, Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri