• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam bukunya, menurut Rivai (2010) kinerja adalah suatu fungsi dari motivasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam bukunya, menurut Rivai (2010) kinerja adalah suatu fungsi dari motivasi"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

15 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kinerja

2.1.1 Pengertian Kinerja

Pengertian kinerja yang telah dirumuskan oleh beberapa ahli manajemen dalam bukunya, menurut Rivai (2010) kinerja adalah suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang. Menurut Bernardin dan Russel (2002) kinerja adalah pencatatan hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu. Menurut Handoko (2008) kinerja adalah proses dimana organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan, dan Menurut Sugiyono (2008) kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa kinerja adalah hasil dari fungsi pekerjaan atau kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam rangka mencapai tujuan organisasi, pada periode tertentu.

2.1.2 Pengertian Kinerja SDM

Kinerja merupakan wujud kerja yang dilakukan oleh karyawan yang biasanya dipakai sebagai dasar penilaian terhadap karyawan atau organisasi. Kinerja yang baik merupakan suatu syarat untuk tercapainya tujuan organisasi, oleh karena itu perlu diupayakan agar kinerja karyawan dapat ditingkatkan.

(2)

Namun dalam hal ini tidak mudah karena banyak faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja seseorang dalam suatu organisasi atau perusahaan. Oleh sebab itu perlu dipahami terlebih dahulu pengertian teori tentang kinerja dan beberapa faktor yang mempengaruhi secara lebih mendalam.

Beberapa definisi kinerja SDM juga disampaikan oleh beberapa ahli manajemen SDM lainnya dalam buku Mangkunegara (2006). Menurut Kusriyanto, kinerja karyawan adalah perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja per satuan waktu, dan Menurut Gomes, kinerja karyawan merupakan ungkapan seperti output, efisiensi serta efektifitas yang dihubungkan dengan produktifitas.

Dari beberapa definisi maka dapat diambil suatu pengertian bahwa kinerja adalah kemampuan melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan atau suatu hasil pelaksanaan dari suatu proses kerja seseorang atau merupakan catatan perolehan yang dihasilkan dari fungsi dari sesuatu pekerjaan tertentu, atau kegiatan selama periode waktu tertentu. Pengertian kinerja dapat dimengerti melalui pelaksanaan kerja dan hasil kerja serta keefektifan organisasi. Perilaku individu memberikan hasil kerja yang bersifat obyektif maupun subyektif. Sedangkan keefektifan organisasi merupakan langkah-Iangkah dalam menyimpulkan kegiatan organisasi, hal ini lebih menekankan pada aspek organisasi.

Menurut Mangkunegara (2006), aspek-aspek dalam pencapaian standar pekerjaan terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif. Aspek kuantitatif meliputi: Proses kerja dan kondisi pekerjaan, waktu yang dipergunakan atau

(3)

lamanya melaksanakan pekerjaan, jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan, jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja. Aspek kualitatif meliputi: ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan, tingkat kemampuan dalam bekerja, kemampuan menganalisis data atau informasi, kemampuan atau kegagalan menggunakan mesin/peralatan, kemampuan mengevaluasi (keluhan/keberatan konsumen).

2.1.3 Penilaian Kinerja

Menurut Rivai (2010), penilaian kinerja mengacu pada suatu sistem formal dan terstruktur yang digunakan untuk mengukur, menilai, dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku, dan hasil, termasuk tingkat ketidakhadiran. Dengan demikian, penilaian kinerja adalah merupakan hasil kerja karyawan dalam ruang lingkup dan tanggung jawabnya.

Proses penilaian terdiri dari penentuan standar kerja, penilaian kinerja aktual dibandingkan dengan standar dan memberikan umpan balik kepada karyawan untuk memotivasi peningkatan kinerjanya. Penilaian kinerja dimaksudkan untuk mengukur efektivitas pemanfaatan sumber daya yang dimiliki oleh organisasi yang bersangkutan. Dalam penilaian kinerja, dinilai kontribusi karyawan terhadap organisasi selama periode waktu tertentu. Umpan balik kinerja memungkinkan karyawan mengetahui seberapa baik mereka bekerja jika dibandingkan dengan standar-standar perusahaan. Seiring dengan itu karyawan-karyawan membutuhkan umpan balik atas kinerja mereka sebagai pedoman perilakunya di masa depan. Penilaian kinerja pada prinsipnya mencakup baik aspek kualitatif maupun kuantitatif dari pelaksanaan pekerjaan adalah proses

(4)

dimana perusahaan mengevaluasi pelaksanaan kerja individu.

Penerapan standar diperlukan untuk mengetahui kinerja karyawan telah sesuai dengan sasaran yang diharapkan, sekaligus melihat besarnya penyimpangan dengan cara membandingkan antara hasil pekerjaan secara aktual dengan hasil yang diharapkan atau standar tertentu. Pada umumnya unsur-unsur yang perlu dinilai dalam proses penilaian kinerja sebagai berikut.

(1) Pekerjaan sesuai dengan standar operating procedure (SOP) yaitu keseuaian hasil kerja dengan kesepakatan yang diberlakukan oleh perusahaan berdasarkan bidang tugas masing-masing.

(2) Ketepatan waktu penyelesaian pekerjaan adalah waktu yang dibutuhkan untuk dapat menyelesaikan satu pekerjaan.

(3) Kesesuaian kualitas pekerjaan tugas dengan standar pekerjaan adalah kesesuaian hasil kerja dengan standar kerja yang telah ditetapkan. (4) Kesesuaian hasil pekerjaan dengan harapan atasan adalah kesesuaian

hasil kerja dengan kualitas kerja yang telah ditetapkan oleh atasan. 2.1.4 Metode-metode Penilaian Kinerja

Menurut Rivai (2010), metode atau teknik penilaian kinerja karyawan dapat digunakan dengan pendekatan yang berorientasi masa lalu dan masa depan. Dalam praktiknya tidak ada satupun teknik yang sempurna. Pasti ada saja keunggulan dan kelemahannya. Hal penting adalah bagaimana cara meminimalkan masalah-masalah yang mungkin terdapat pada setiap teknik yang digunakan.

(5)

1) Metode Penilaian Berdasarkan Masa Lalu

Ada beberapa metode untuk menilai prestasi kinerja di waktu yang lalu, dan hampir semua teknik tersebut merupakan suatu upaya untuk meminimumkan berbagai masalah tertentu yang dijumpai dalam pendekatan-pendekatan ini. Dengan mengevaluasi prestasi kinerja di masa lalu, karyawan dapat memperoleh umpan balik dari upaya-upaya mereka. Umpan balik ini selanjutnya bisa mengarah kepada perbaikan prestasi. Teknik-teknik penilaian ini meliputi:

(1) Skala peringkat (Rating Scale)

Merupakan metode yang paling tua dan paling banyak digunakan dalam penilaian prestasi, di mana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu, mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Penilaian didasarkan pada pendapat para penilai, dan seringkali kriteria-kriterianya tidak berkaitan langung dengan hasil kerja. Pada umumnya penilai diberi formulir, yang berisi sejumlah sifat dan ciri-ciri hasil kerja yang harus diisi, seperti kemandirian, inisiatif, sikap, kerja sama dan seterusnya. Penilaian pada umumnya diisi oleh atasan yang memutuskan pendapat apa yang paling sesuai untuk setiap tingkatan hasil kerja. Pendapat penilai diberi nilai-nilai kuantitatif (bobot) yang mencerminkan nilai rata-rata untuk kemudian dihitung dan dibandingkan.

(2) Daftar pertanyaan (Checklist)

(6)

menjelaskan beraneka macam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai tinggal memilih kata atau pernyataan yang menggambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan. Selain itu, sebagai penilai biasanya atasan langsung. Bagaimanapun juga dengan atau tanpa pengetahuan penilai, departemen SDM akan memberikan bobot nilai yang berbeda untuk setiap materi pada lembar checklist, tergantung pada penting tidaknya materi tersebut. Hasilnya adalah bobot nilai pada lembar checklist. Bobot nilai mencerminkan tingkatan penilaian sehingga total bobot nilai dapat dihitung. Jika. rnengandung materi yang cukup, checklist bisa dijadikan sebagai gambaran hasil kerja karyawan yang akurat. Walaupun metode ini praktis dan terstandardisasi, penggunaan kalimat-kalimat yang kurang spesifik mengurangi kaitan dengan pekerjaan itu sendiri.

(3) Metode dengan pilihan terarah (Forced Choice Methode)

Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah penilaian dengan memaksakan suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan deskriptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama. Metode ini mengharuskan penilai untuk memilih pernyataan yang paling sesuai dengan pasangan pernyataan tentang karyawan yang dinilai. Seringkali pasangan pernyataan tersebut bernada positif atau negatif. (4) Metode peristiwa kritis (Critical Incident Methode)

(7)

penilai atas perilaku karyawan, seperti sangat baik atau sangat jelek di dalam melaksanakan pekerjaan. Pernyataan-pernyataan tersebut disebut sebagai insiden kritis dan biasanya dicatat oleh atasan selama masa penilaian untuk setiap karyawan yang amat berguna dalam memberikan umpan balik karyawan yang bersangkutan. Kejadian yang dicatat meliputi penjelasan ringkas dari apa yang terjadi. Baik kejadian yang positif maupun yang negatif akan dicatat dan diklasifikasikan oleh departemen SDM ke dalam kategori-kategori, misalnya kontrol keselamatan dan pengembangan karyawan.

(5) Metode catatan prestasi

Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para profesional. Misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan, dan aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan. Informasi ini secara khusus digunakan untuk menghasilkan detail laporan tahunan tentang kontribusi seorang profesional selama satu tahun. Selanjutnya, laporan akan digunakan oleh atasan untuk menentukan kenaikan dan promosi dan untuk memberikan saran-saran tentang hasil kerjanya untuk masa yang akan datang. Penafsiran terhadap materi-materi mungkin subjektif, dan biasanya terjadi penyimpangan karena hanya memberikan sesuatu yang baik saja terhadap apapun yang dilakukan karyawan.

(6) Skala peringkat dikaitkan dengan tingkah laku (behaviorally anchored rating scale=BARS)

(8)

Metode ini merupakan suatu cara penilaian prestasi kerja karyawan untuk satu kurun waktu tertentu di masa lalu dengan mengaitkan skala peringkat prestasi kerja dengan perilaku tertentu. Salah satu kelebihan metode ini adalah pengurangan subjektivitas dalam penilaian. Deskripsi prestasi kerja, yang baik maupun yang kurang memuaskan dibuat oleh pekerja sendiri, rekan sekerja dan atasan langsung masing-masing.

(7) Metode peninjauan lapangan (Field Review Methode)

Di sini penyelia turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM. Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal prestasi karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut. Hasil penilaian dikirim ke penyelia dan di bawa ke lapangan untuk keperluan review, perubahan, persetujuan dan pembahasan dengan pihak karyawan yang dinilai. Telah dimaklumi bahwa penilaian yang subjektif mungkin dalam mengukur prestasi kerja karyawan perlu diusahakan. Berarti subjektivitas penilai harus dihilangkan, paling sedikit dikurangi hingga seminimal mungkin. Di samping itu, diperlukan teknik penilaian yang baku karena hasil penilaian prestasi kerja seorang karyawan harus dapat dibandingkan dengan hasil penilaian prestasi kerja karyawan lain sepanjang hal itu dapat dilakukan, misalnya karena faktor-faktor kritikal yang dinilai memang sama.

(8) Tes dan observasi prestasi kerja (Performance Test and Observation) Karena berbagai pertimbangan dan keterbatasan penilaian prestasi dapat didasarkan pada tes pengetahuan dan keterampilan, berupa tes tertulis dan

(9)

peragaan, syaratnya tes harus valid (sahih) dan reliabel (dapat dipercaya). Untuk jenis-jenis pekerjaan tertentu penilaian dapat berupa tes dan observasi. Artinya, karyawan yang dinilai, diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang menyangku berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui melalui ujian praktik yang langsung diamati oleh penilai.

(9) Pendekatan evaluasi komparatif (Comparative Evaluation Approach) Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis. Perbandingan demikian dipandang bermanfaat untuk manajemen sumber daya manusia dengan lebih rasional dan efektif, khususnya dalam hal kenaikan gaji, promosi, dan pemberian berbagai bentuk imbalan kepada karyawan. Alasannya ialah bahwa dengan perbandingan tersebut dapat disusun peringkat karyawan dilihat dari sudut prestasi kerjanya.

2) Metode Penilaian Berorientasi Masa Depan

Metode penilaian berorientasi masa depan menggunakan asumsi bahwa karyawan tidak lagi sebagai objek penilaian yang tunduk dan tergantung pada penyelia, tetapi karyawan dilibatkan dalam proses penilaian. Karyawan mengambil peran penting bersama-sama dengan penyelia dalam menetapkan tujuan-tujuan strategis perusahaan. Karyawan tidak saja bertanggung jawab kepada penyelia, tetapi juga bertanggung jawab kepada dirinya sendiri. Kesadaran ini adalah kekuatan besar bagi karyawan untuk selalu mengembangkan diri. Inilah

(10)

yang membedakan perusahaan modern dengan yang lainnya dalam memandang karyawan (SDM)

(1) Penilaian Diri Sendiri (Self Appraisal)

Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatan-kekuatan dan kelemahannya sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang. Pelaksanaannya, perusahaan atau penyelia mengemukakan harapan-harapan yang diinginkan dari karyawan, tujuan perusahaan, dan tantangan-tantangan yang dihadapi perusahaan pada karyawan. Kemudian berdasarkan informasi tersebut karyawan dapat mengidentifikasi aspek-aspek perilaku yang perlu diperbaiki. Salah satu kebaikan dari metode ini adalah dapat mencegah terjadinya perilaku membenarkan diri (defensive behavior).

(2) Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management by Objective) Management by objective (MBO) yang berarti manajemen berdasarkan sasaran, artinya adalah satu bentuk penilaian di mana karyawan dan penyelia bersama-sama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja di waktu yang akan datang. Penilai kinerja berdasarkan metode ini merupakan suatu alternatif untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dari bentuk penilaian kinerja lainnya. Pemakaiannya terutama ditujukan untuk keperluan pengembang karyawan. Metode ini lebih mengacu pada pendekatan hasil.

(11)

(3) Penilaian Secara Psikologis

Penilaian secara psikologis adalah proses penilaian yang dilakukan oleh para ahli psikologi untuk mengetahui potensi seseorang yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan seperti kemampuan intelektual, motivasi yang bersifat psikologis. Penilaian ini biasanya dilakukan melalui serangkaian tes psikologi seperti tes kecerdasan intelektual, tes kecerdasan emosional, diskusi-diskusi, tes kecerdasan spiritual dan tes kepribadian, yang dilakukan melalui wawancara atau tes-tes tertulis terutama untuk menilai potensi karyawan di masa yang akan datang. Akurasi penilaiannya tergantung keterampilan psikolog, pendekatan ini lamban dan mahal sehingga biasanya hanya digunakan bagi kepentingan-kepentingan tingkat eksekutif saja.

(4) Pusat Penilaian (Assessment Center)

Assessment center atau pusat penilaian adalah penilaian yang dilakukan melalui serangkaian teknik penilaian dan dilakukan oleh sejumlah penilai untuk mengetahui potensi seseorang dalam melakukan tanggung jawab yang lebih besar. Dasar dari teknik ini berupa serangkaian latihan situasional di mana para calon untuk promosi, pelatihan atau program manajerial lain ikut serta selama 2 atau 3 hari untuk diamati dan dinilai. Latihan ini berupa tugas manajemen yang disimulasikan dan meliputi teknik-teknik seperti bermain peran (role playing), analisis kasus, wawancara dan tes psikologis. Teknik ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi orang yang cocok bagi suatu jenis dan tingkat pekerjaan;

(12)

(2) menentukan kebutuhan pelatihan dan pengembangan, dan (3) untuk mengidentifikasi orang yang akan dipromosikan pada jabatan tertentu. 2.1.5 Hambatan penilaian kinerja

Menurut Sedarmayanti (2007), penilaian yang dilakukan dengan baik sesuai fungsinya akan sangat menguntungkan organisasi, yaitu akan dapat meningkatkan kinerja Akan tetapi, dalam proses melakukan penilaian kinerja yang baik terdapat beberapa penyebab kesalahan dalam penilaian kinerja sebagai berikut.

1) Efek halo. Terjadi bila pendapat pribadi penilai tentang karyawan mempengaruhi pengumuman kinerja.

2) Kesalahan kecenderungan terpusat. Disebabkan oleh penilai yang menghindari penilaian sangat baik atau sangat buruk. Penilaian kinerja cenderung dibuat rata-rata.

3) Bias terlalu dan bias terlalu keras. Bias terlalu disebabkan oleh kecenderungan penilai untuk terlalu mudah memberikan nilai baik dalam evaluasi. Bias terlalu keras adalah penilai cenderung terlalu kental dalam evaluasi. Kedua kesalahan ini pada umumnya terjadi bila standar kinerja tidak jelas.

4) Prasangka pribadi. Faktor yang membentuk prasangka pribadi (seperti faktor senioritas, suku, agama, kesamaan kelompok dan status sosial) dapat mengubah penilaian.

5) Pengaruh kesan terakhir. Penilaian dipengaruhi oleh kegiatan yang paling akhir. Kegiatan terakhir baik/buruk cenderung lebih diingat oleh penilai.

(13)

2.1.6 Manfaat penilaian kinerja

Mengenai manfaat penilaian kinerja, Sedarmayanti (2007) mengemukakan sebagai berikut.

1) Meningkatkan prestasi kerja

Dengan adanya penilaian, baik pimpinan maupun karyawan memperoleh umpan balik dan mereka dapat memperbaiki pekerjaan/prestasinya.

2) Memberikan kesempatan kerja yang adil.

Penilaian akurat dapat menjamin karyawan memperoleh kesempatan menempati sisi pekerjaan sesuai kemampuannya.

3) Kebutuhan pelatihan dan pengembangan.

Melalui penilaian kinerja, terdeteksi karyawan yang kemampuannya rendah sehingga memungkinkan adanya program pelatihan untuk meningkatkan kemampuan mereka.

4) Penyesuaian kompensasi.

Melalui penilaian, pimpinan dapat mengambil keputusan dalam menentukan perbaikan pemberian kompensasi, dan sebagainya.

5) Keputusan promosi dan demosi

Hasil penilaian kinerja dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk mempromosikan atau mendemosikan karyawan.

6) Mendiagnosis kesalahan desain pekerjaan.

Kinerja yang buruk mungkin merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilaian kinerja dapat membantu mendiagnosis kesalahan tersebut.

(14)

7) Menilai proses rekrutmen dan seleksi.

Kinerja karyawan baru yang rendah dapat mencerminkan adanya penyimpangan proses rekruitmen dan seleksi.

2.1.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

Menurut As'ad (1998), para pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu karyawan dengan karyawan lainnya yang berada di bawah kontrol walaupun karyawan-karyawan bekerja pada tempat yang sarna namun produktifitas mereka tidaklah sama. Secara garis besar perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor individu dan situasi kerja.

Menurut Mahmudi (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah terdiri dari lima faktor, sebagai berikut.

1) Faktor personal/individual, meliputi: pengetahuan, keterampilan, kemarnpuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dirniliki oleh setiap individu.

2) Faktor kepemimpinan, meliputi: kualitas dalam memberikan dorongan semangat, arahan dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader. 3) Faktor tim, meliputi: kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh

rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggata tim, kekompakan dan keeratan anggata tim.

4) Faktor sistem, meliputi: sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi dan kultur kinerja dalam organisasi.

(15)

lingkungan eksternal dan internal.

Menurut Stenier (1994) pemimpin mungkin melakukan tindakan disiplin, seperti pemberian peringatan atau pemecatan karyawan, dalam usaha memperbaiki perilaku yang tidak diinginkan, guna mengarahkan peningkatan kinerja. Sedangkan menurut Ismail (2005) menyatakan bahwa terdapat pengaruh signifikan positif antara faktor personal/individual yang meliputi: pengetahuan, keterampilan, kemarnpuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dirniliki terhadap kinerja.

2.2 Kompensasi

2.2.1 Pengertian Kompensasi

Menurut Handoko (2008), kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima oleh karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Menurut Hasibuan (2008), kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan perusahaan. Sedangkan Martoyo (2007), menyatakan bahwa kompensasi adalah pengaturan keseluruhan pemberian balas jasa bagi employers atau employees baik yang langsung berupa uang (financial) maupun yang tidak langsung (non-financial).

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan kompensasi adalah balas jasa yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawannya atas hasil kerja mereka, yang berupa kompensasi finnancial ataupun non-financial.

(16)

2.2.2 Jenis-jenis Kompensasi

Rivai (2010), menyatakan bahwa kompensasi dapat dibagi menjadi dua klasifikasi, yaitu sebagai berikut.

1) Kompensasi finansial

Kompensasi jenis ini terdiri dari kompensasi secara langsung dan tidak langsung.

a) Kompensasi finansial secara langsung yaitu pembayaran yang diberikan dalam bentuk gaji, upah, bonus dan komisi.

b) Kompensasi finansial tak langsung atau benefit yaitu semua pembayaran yang tidak tercakup dalam kompensasi finansial langsung yang meliputi liburan, berbagai macam asuransi, jasa seperti perawatan anak atau kepedulian keagamaan, dan sebagainya.

2) Kompensasi non finansial

Adalah kompensasi yang dapat berwujud kepuasan yang diperoleh seseorang dari pekerjaan itu sendiri, atau lingkungan psikologis dan fisik dimana orang tersebut bekerja. Penghargaan non finansial seperti pujian, menghargai diri sendiri, dan pengakuan yang dapat mempengaruhi motivasi kerja karyawan, produktivitas, dan kepuasan.

2.2.3 Komponen-komponen Kompensasi

Menurut Rivai (2010) ada empat komponen kompensasi yaitu:

1) Gaji, adalah balas jasa dalam bentuk uang yang diterima karyawan sebagai konsekuensi dari kedudukannya sebagai seorang karyawan yang memberikan sumbangan tenaga dan pikiran dalam mencapai tujuan

(17)

perusahaan atau dapat juga dikatakan sebagai bayaran tetap yang diterima seseorang dari keanggotaannya dalam sebuah perusahaan

2) Upah, merupakan imbalan finansial langsung yang dibayarkan kepada karyawan berdasarkan jam kerja, jumlah barang yang dihasilkan atau banyaknya pelayanan yang diberikan. Jadi tidak seperti gaji yang jumlahnya relatif tetap, besarnya upah dapat berubah-ubah tergantung pada keluaran yang dihasilkan.

3) Insentif, merupakan imbalan langsung yang dibayarkan kepada karyawan karena kinerjanya melebihi standar yang ditentukan. Insentif merupakan bentuk lain dari upah langsung di luar upah dan gaji yang merupakan kompensasi tetap, yang biasa disebut kompensasi berdasarkan kinerja. 4) Kompensasi Tidak Langsung (Fringe Benefit), merupakan kompensasi

tambahan yang diberikan berdasarkan kebijakan perusahaan terhadap semua karyawan sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan para karyawannya. Contoh: fasilitas-fasilitas seperti asuransi, tunjangan kesehatan, uang pensiun.

2.2.4 Sistem Kompensasi

Hasibuan (2008), menyatakan bahwa sistem kompensasi yang sering diterapkan sebagai berikut.

1) Sistem waktu

Dalam sistem ini ditetapkan berdasarkan standar waktu seperti jam, minggu atau bulan. Sistem waktu dapat dengan mudah diterapkan pada karyawan tetap atau karyawan harian.

(18)

2) Sistem hasil (output)

Dalam sistem hasil atau output ini, kompensasi ditetapkan atas kesatuan unit yang dihasilkan pekerja, seperti perpotong, meter, liter dan kilogram. Sistem ini hanya cocok umtuk karyawan di bagian produksi barang.

3) Sistem borongan

Sistem borongan adalah suatu cara pengupahan yang penetapan besarnya jasa didasarkan atas volume pekerjaan dan lama mengerjakannya, serta banyak alat yang diperlukan untuk menyelesaikannya.

2.2.5 Tujuan-Tujuan Pemberian Kompensasi

Menurut Rivai (2010), tujuan-tujuan pemberian kompensasi, antara lain sebagai berikut.

1) Memperoleh SDM yang berkualitas

Kompensasi perlu ditetapkan cukup tinggi untuk menarik pelamar. Karena perusahaan-perusahaan bersaing dalam pasar tenaga kerja, tingkat pengupahan, harus sesuai dengan kondisi penawaran dan permintaan tenaga kerja. Kadang-kadang tingkat gaji yang relatif tinggi diperlukan untuk menarik para pelamar yang sudah bekarja di berbagai perusahaan lain.

2) Mempertahankan karyawan yang ada

Bila tingkat kompensasi yang tidak kompetitif, niscaya banyak karyawan yang baik akan keluar dari pekerjaannya. Untuk mencegah perputaran karyawan, pengupahan harus dijaga agar tetap kompetitif dengan perusahaan-perusahaan lain.

(19)

3) Menjamin keadilan

Keadilan atau konsistensi internal dan eksternal sangat penting diperhatikan dalam penentuan tingkat kompensasi. Agar tidak terjadi kecemburuan di antara para karyawan.

4) Penghargaan terhadap perilaku yang diinginkan

Kompensasi hendaknya mendorong perilaku-perilaku yang diinginkan. Prestasi kerja yang baik, pengalaman, kesetiaan, tanggung jawab yang baru dan perilaku-perilaku lain dapat dihargai melalui rencana kompensasi yang efektif.

5) Mengendalikan biaya

Perusahaan harus memiliki struktur pengupahan dan penggajian sistematik organisasi dapat membayar kurang (underpay) atau lebih (overpay) kepada karyawannya.

6) Mengikuti aturan hukum

Seperti aspek manajemen lainnya, administrasi kompensasi menghadapi batasan-batasan legal. Program kompensasi yang baik memperhatikan kendala-kendala tersebut dan memenuhi semua peraturan pemerintah yang mengatur kompensasi karyawan.

7) Memfasilitasi pengertian

Sistem manajemen kompensasi hendaknya dengan mudah dipahami oleh spesialis SDM, manajer operasi, dan para karyawan.

(20)

8) Meningkatkan efisiensi administrasi

Program pengupahan dan penggajian hendaknya dirancang untuk dapat dikelola dengan efisien, membuat sistem informasi SDM optimal, meskipun tujuan ini hendaknya sebagai pertimbangan sekunder dibandingkan dengan tujuan-tujuan lain.

2.2.6 Tahapan Menetapkan Kompensasi

Menurut Rivai (2010), tujuan manajemen kompensasi bukanlah membuat berbagai aturan dan hanya memberikan petunjuk saja. Namun, semakin banyak tujuan perusahaan dan tujuan pemberian kompensasi juga harus diikuti dengan semakin efektif administrasi penggajian dan pengupahan. Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, perlu diikuti tahapan-tahapan manajemen kompensasi seperti berikut

1) Mengevaluasi tiap pekerjaan, dengan menggunakan informasi analisis pekerjaan, untuk menjamin keadilan internal yang didasarkan pada nilai relatif setiap pekerjaan.

2) Melakukan survei upah dan gaji untuk menentukan keadilan eksternal yang didasarkan pada upah pembayaran di pasar kerja.

3) Menilai harga tiap pekerjaan untuk menentukan pembayaran upah yang didasarkan pada keadilan internal dan eksternal.

2.2.7 Pengaruh Kompensasi Terhadap Kinerja

Pemberian kompensasi (bonus dan pemberian insetif dengan sistem level) menurut John (2011) mampu meningkatkan kinerja karyawan di dalam melakukan perkerjaan. apabila pemberian kompensasi dikombinasikan pengukuran kinerja

(21)

yang tepat, maka hal tersebut akan memberikan dampak besar bagi peningkatan kinerja Menurut Seema (2010) menunjukan terdapat pengaruh terhadap kinerja yang diakibatkan oleh perbedaan kompensansi yang diberikan. Kebijakan perusahaan dalam menentukan kompensasi, sebaiknya tidak hanya memperhatikan faktor eksternal (pasar tenaga kerja) tetapi juga faktor internal (profit perusahaan), sehingga kompensasi sesuai dengan performa atau prestasi dari karyawan. Menurut Jing (2010) menyatakan bahwa Hasil penelitian menunjukan bahwa sistem pay for performance belum dapat sepenuhnya diterapkan pada individu yang bekerja pada perusahaan lokal dan asing. Penelitian juga menyatakan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara pay for performance terhadap komitmen organisasi dan kemampuan untuk membantu antara para pekerja. Sedangkan menurut Peter (2010) kompensasi dipengaruhi kinerja karyawan itu sendiri. Semakin tingi kinerja yang dicapai maka semakin besar pula tingkat kompensasi yang diterima.

2.3 Stress Kerja

2.3.1 Pengertian Stress

Stress adalah suatu kondisi ketegangan yang menampakkan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seseorang. Stress yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya, sehingga sebagai hasilnya akan berkembang berbagai macam gejala stress pada diri karyawan yang akan menghambat kinerja mereka.

(22)

Menurut Handoko (2008), orang yang mengalami stress bisa menjadi nervous dan merasa kekhawatiran kronis, sehingga mereka sering menjadi mudah marah dan agresif, tidak dapat rileks atau menunjukkan sikap yang tidak kooperatif. Menurut Siagian (2008) stress adalah suatu kondisi ketegangan yang berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran, dan kondisi fisik seseorang. Menurut Rivai (2010), stress sebagai suatu istilah payung yang merangkumi tekanan, beban, ketegangan, panik, perasaan gemuruh, anxieti, kemurungan, dan hilang daya.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut maka stress dapat dikatakan sebagai kondisi ketegangan seseorang yang dapat mempengaruhi jiwa dan fisik seseorang, stress dapat terjadi pada karyawan yang tidak dapat menghadapi lingkungan kerjanya baik secara internal maupun eksternal dan dapat menurunkan kinerja karyawan.

2.3.2 Penyebab-penyebab Stress

Menurut Handoko (2008), kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stress disebut stressors. Ada dua kategori penyebab stress adalah sebagai berikut. 1) On The Job

a) Beban kerja yang berlebihan b) Tekanan atau desakan waktu c) Kualitas supervisi yang jelek d) Iklim politis yang tidak aman

e) Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai

(23)

g) Kemenduaan peranan (role ambiguity) h) Frustasi

i) Konflik antar pribadi dan antar kelompok

j) Perbedan antara nilai-nilai perusahaan dan karyawan k) Berbagai bentuk perubahan

2) Off The Job

a) Kekuatiran finansial

b) Masalah-masalah yang bersangkutan dengan anak c) Masalah-maalah phisik

d) Masalah-masalah perkawinan

e) Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal f) Masalah-masalah pribadi lainnya

Menurut Cary (1983) dalam Aswi (2008), beberapa sumber stress kerja adalah stress karena kondisi pekerjaan, masalah peran, hubungan interpersonal, kesempatan pengembangan karir, dan struktur organisasi.

1) Kondisi pekerjaan

a) Umpan balik. adalah informasi tentang bagaimana keadaan karyawan melaksanakan pekerjaannya. Agar efektif, umpan balik harus difokuskan pada perilaku spesifik dan disampaikan sesegera mungkin setelah perilaku tersebut dilaksanakan oleh karyawan.

b) Overload. Sebenarnya overload ini dapat dibedakan secara kuantitatif dan kualitatif. Dikatakan overload secara kuantitatif jika banyaknya pekerjaan yang ditargetkan melebihi kapasitas karyawan tersebut. Akibatnya

(24)

karyawan tersebut mudah lelah dan berada dalam “tegangan tinggi”. Overload secara kualitatif bila pekerjaan tersebut sangat kompleks dan sulit, sehingga menyita kemampuan teknis dan kognitif karyawan.

c) Deprivational stress. George dan Daniel (1980) dalam Aswi (2008), memperkenalkan istilah deprivational stress untuk menjelaskan kondisi pekerjaan yang tidak lagi menantang, atau tidak lagi menarik bagi karyawan. Biasanya keluhan yang muncul adalah kebosanan, ketidakpuasan, atau pekerjaan tersebut kurang mengandung unsur sosial (kurangnya komunikasi sosial).

d) Pekerjaan berisiko tinggi. Ada jenis pekerjaan yang beresiko tinggi, atau berbahaya bagi keselamatan, seperti pekerjaan dipertambangan minyak lepas pantai, tentara, pemadam kebakaran, pekerja tambang, bahkan pekerja cleaning service yang biasanya menggunakan gondola untuk membersihkan gedung-gedung bertingkat. Pekerjaan-pekerjaan ini sangat berpotensi menimbulkan stress kerja karena mereka setiap saat dihadapkan pada kemungkinan terjadinya kecelakaan.

2) Konflik peran

Ada sebuah penelitian menarik tentang stress kerja menemukan bahwa sebagian besar karyawan yang bekerja di perusahaan yang sangat besar, atau yang kurang memiliki struktur yang jelas, mengalami stress karena konflik peran. Menurut Rice (1992) dalam Aswi (2008), karyawan stress karena ketidakjelasan peran dalam bekerja dan tidak tahu apa yang diharapkan oleh manajemen. Kenyataan seperti ini mungkin banyak dialami pekerja, dimana

(25)

perusahaan atau organisasi tidak punya garis-garis haluan yang jelas, aturan main, visi dan misi yang seringkali tidak dikomunikasikan pada seluruh karyawannya. Akibatnya, sering muncul rasa ketidakpuasan kerja, ketegangan, menurunnya prestasi hingga akhirnya timbul keinginan untuk meninggalkan pekerjaan.

3) Pengembangan karir

Setiap orang pasti punya harapan-harapan ketika mulai bekerja di suatu perusahaan atau organisasi. Bayangan akan kesuksesan karir, menjadi fokus perhatian dan penantian dari hari ke hari. Namun pada kenyataannya, impian dan cita-cita mereka untuk mencapai prestasi dan karir yang baik seringkali tidak terlaksana. Alasannya bisa bermacam-macam seperti ketidakjelasan sistem pengembangan karir dan penilaian prestasi kerja, budaya nepotisme dalam manajemen perusahaan, atau karena sudah “mentok” atau tidak ada kesempatan lagi untuk naik jabatan.

2.3.3 Gejala Stress

Menurut Terry dan John (1978) dalam Aswi (2008), gejala stress kerja dapat dibagi dalam tiga aspek, yaitu gejala psikologis, gejala psikis, dan perilaku dapat dilihat pada Tabel 2.1

(26)

Tabel 2.1 Gejala Stress Kerja

Gejala Psikologi Gejala Fisik Gejala Perilaku 1. Kecemasan, ketegangan 2. Bingung, marah, sensitif 3. Memendam perasaan 4. Komunikasi tidak efektif 5. Mengurung diri 6. Depresi

7. Merasa terasing dan mengasingkan diri 8. Kebosanan 9. Ketidakpuasan kerja 10. Lelah mental 11. Menurunnya fungsi intelektual 12. Kehilangan daya konsentrasi 13. Kehilangan spontanitas dan kreativitas 14. Kehilangan semangat hidup 15. Menurunnya harga diri dan rasa percaya diri

1. Meningkatnya detak jantung dan tekanan darah 2. Meningkatnya sekresi adrenalin dan nonadrenalin 3. Gangguan gastrointestinal, misalnya gangguan lambung 4. Mudah terluka 5. Mudah lelah secara fisik 6. Kematian 7. Gangguan kardiovaskuler 8. Gangguan pernafasan 9. Lebih sering berkeringat 10. Gangguan pada kulit 11. Kepala pusing, migrain 12. Kanker 13. Ketegangan otot 14. Problem tidur

(sulit tidur, terlalu banyak tidur)

1. Menunda ataupun menghindari pekerjaan/ tugas

2. Penurunan prestasi dan kinerja

3. Meningkatnya

penggunaan minuman keras dan mabuk 4. Perilaku sabotase 5. Meningkatnya

frekuensi absensi 6. Perilaku makan yang

tidka normal

(kebanyakan atau kekurangan)

7. Kehilangan nafsu makan dan penurunan drastis berat badan 8. Meningkatnya

kecenderungan

perilaku beresiko tinggi, seperti ngebut, berjudi, 9. Meningkatnya agresivitas dan kriminalitas 10. Penurunan kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman

11. Kecenderungan bunuh diri

Sumber: Aswi (2008)

2.3.4 Strategi menghadapi Stress

Menurut Siagian (2008) ada dua pendekatan dalam menghadapi stress, yaitu:

(27)

1) Pendekatan oleh karyawan sendiri atau individual

Dapat dikatakan bahwa orang pertama yang paling bertanggung jawab dalam menghadapi dan mengatasi stress adalah orang yang bersangkutan itu sendiri. Penelitian serta pengalaman banyak orang membuktikan bahwa berbagai strategi yang efektif untuk ditempuh meliputi manajemen waktu, olahraga teratur, pelatihan rileks, dan memperluas jaringan dukungan lokal.

2) Pendekatan organisasi

Untuk mengatasi berbagai gejala yang berakibat pada stress yang berada dalam wilayah kendali manajemen, organisasi harus mengambil langkah-langkah yang mencakup perbaikan proses seleksi dan penempatan karyawan, penggunaan prinsip-prinsip penentuan tujuan secara realistik, rancang bangun ulang pekerjaan, pengambilan keputusan yang partisipatif, proses komunikasi yang efektif, serta adanya program kebugaran.

Menurut Jere (1979) dalam Aswi (2008), mengemukakan ada delapan aturan main yang harus diikuti dalam mengatasi stress yaitu sebagai berikut: 1) Pertahankan kesehatan tubuh anda sebaik mungkin, usahakan berbagai cara

agar anda tidak jatuh sakit.

2) Terimalah diri anda apa adanya, segala kekurangan dan kelebihan, kegagalan maupun keberhasilan sebagai bagian dari kehidupan anda.

3) Tetaplah memelihara hubungan persahatan yang indah dengan seorang yang anda anggap paling bisa diajak curhat.

(28)

4) Lakukan tindakan positif dan konstruktif dalam mengatasi sumber stress anda di dalam pekerjaan, misalnya segera mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi dalam pekerjaan.

5) Tetaplah memelihara hubungan sosial dengan orang-orang di luar lingkungan pekerjaan anda, misalnya dengan tetangga atau kerabat dekat.

6) Berusahalah mempertahankan aktivitas yang kreatif di luar pekerjaan, misalnya berolah raga atau berekreasi.

7) Melibatkan diri dalam pekerjaan-pekerjaan yang berguna, misalnya kegiatan sosial dan keagamaan.

8) Gunakanlah metode analisa yang cukup ilmiah dan rasional dalam melihat atau menganalisa masalah stress kerja anda.

2.3.5 Dampak-dampak terhadap Stress

Menurut Towner (2002) dampak-dampak terhadap karyawan yang ditimbulkan oleh stress sebagai berikut:

1) Absen karena sakit

Jika stress diabaikan, efeknya akan semakin memburuk dan kesehatan karyawan akan semakin memburuk pula, sehingga panjangnya absen karena sakit juga meningkat.

2) Mengurangi efektivitas

Banyak pekerja yang mengalami stress namun tetap memaksakan untuk bekerja dan mengabaikan stressnya, sehingga kehadiran mereka ini bukan saja membebani kinerja dan efektivitas yang ada, namun juga akan memberikan pengaruh bagi tim yang ada.

(29)

3) Waktu manajemen

Waktu manajemen adalah suatu komoditas yang mahal. Jika seorang karyawan absen dari kerjanya, seorang manajer harus memenuhi kebutuhan organisasi dengan memastikan bahwa peran pekerja itu terisi dengan cara tertentu. Jadwal, program dan proyek akan terganggu, sehingga waktu manajemen akan banyak tersita untuk memperbaiki dan merencanakan ulang pekerjaan yang ada.

4) Pengaruh pada karyawan lainnya

Karyawan yang mengalami stress akan mempengaruhi kerja tim, efektivitas tim secara keseluruhan akan bekurang. Pengaruhnya bersifat kumulatif dan negatif, karyawan akan merasa kurang puas dengan pekerjaannya dan mungkin akan mencari pekerjaan lain sebagai solusi dari rasa tidak puas itu. 5) Pengunduran diri dan perekrutan

Karyawan yang mengalami stress dan tidak melihat jalan lain untuk memecahkan suatu masalah ditempat kerja, mungkin akan mencari pekerjaan baru, karyawan tersebut akan membawa pengalamannya yang berharga bersama mereka dan itu sulit diganti sehingga menajemen akan merekrut orang baru yang membutuhkan biaya untuk pelatihannya.

6) Kecelakaan dan kesalahan

Ketika karyawan berada dalam tekanan yang berat, mereka kehilangan kemampuan berkonsentrasi, hal ini akan meningkatkan kesalahan dan kecelakaan dalam pekerjaan.

(30)

7) Kekuatan hukum potensial

Dengan mengenali eksistensi stress dan melakukan tindakan yang efektif untuk mengurangi atau menghilangkannya dari tempat kerja akan lebih baik daripada melakukan satu tindakan hukum di pengadilan.

Menurut Randall (1980) dalam Aswi (2008), mengidentifikasi beberapa perilaku negatif karyawan yang berpengaruh terhadap perusahaan. Menurut penelitian ini, stress yang dihadapi oleh karyawan berkorelasi dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja, serta tendensi mengalami kecelakaan.

Secara singkat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh stress kerja terhadap perusahaan adalah sebagai berikut:

1) Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja.

2) Mengganggu kenormalan aktivitas kerja. 3) Menurunkan tingkat kinerja.

4) Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan. Kerugian finansial yang dialami perusahaan karena tidak imbangnya antara kinerja dengan biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya. Banyak karyawan yang tidak masuk kerja dengan berbagai alasan, atau pekerjaan tidak selesai pada waktunya entah karena kelambanan atau pun karena banyaknya kesalahan yang berulang.

Dampak stress kerja bagi individu adalah munculnya masalah-masalah yang berhubungan dengan kesehatan, psikologis, dan interaksi interpersonal.

(31)

1) Kesehatan

Tubuh manusia pada dasarnya dilengkapi dengan sistem kekebalan untuk mencegah serangan penyakit. Sistem kekebalan tubuh manusia ini bekerja sama secara integral dengan sistem fisiologis lain, dan kesemuanya berfungsi untuk menjaga keseimbangan tubuh, baik fisik maupun psikis yang cara kerjanya di atur oleh otak. Seluruh sistem tersebut sangat mungkin dipengaruhi oleh faktor psikososial seperti stress dan immunocompetence. Istilah immunocompetence ini biasanya digunakan di bidang kedokteran untuk menjelaskan derajat keaktifan dan keefektifan dari sistem kekebalan tubuh. Jadi, tidak heran jika orang yang mudah stress, mudah pula terserang penyakit. 2) Psikologis

Stress berkepanjangan akan menyebabkan ketegangan dan kekuatiran yang terus-menerus. Menurut istilah psikologi, stress berkepanjangan ini disebut stress kronis. Stress kronis sifatnya menggerogoti dan menghancurkan tubuh, pikiran dan seluruh kehidupan penderitanya secara perlahan-lahan. Stress kronis umumnya terjadi di seputar masalah kemiskinan, kekacauan keluarga, terjebak dalam perkawinan yang tidak bahagia, atau masalah ketidakpuasan kerja. Akibatnya, orang akan terus-menerus merasa tertekan dan kehilangan harapan.

3) Interaksi interpersonal

Orang yang sedang stress akan lebih sensitif dibandingkan orang yang tidak dalam kondisi stress. Oleh karena itulah sering terjadi salah persepsi dalam membaca dan mengartikan suatu keadaan, pendapat atau penilaian, kritik,

(32)

nasihat, bahkan perilaku orang lain. Obyek yang sama bisa diartikan dan dinilai secara berbeda oleh orang yang sedang stress.

Selain itu, orang stress cenderung mengkaitkan segala sesuatu dengan dirinya. Pada tingkat stress yang berat, orang bisa menjadi depresi, kehilangan rasa percaya diri dan harga diri. Akibatnya, ia lebih banyak menarik diri dari lingkungan, tidak lagi mengikuti kegiatan yang biasa dilakukan, jarang berkumpul dengan sesamanya, lebih suka menyendiri, mudah tersinggung, mudah marah, mudah emosi. Tidak heran kalau akibat dari sikapnya ini mereka dijauhkan dari rekan-rekannya.

2.3.6 Pengaruh Stress Kerja Terhadap Kinerja

Menurut Handoko (2008), stress dapat sangat membantu atau fungsional, tetapi dapat juga berperan negatif atau merusak kinerja, hal ini tergantung dari seberapa besar stress kerja. Bila tidak ada stress, tantangan-tantangan kerja juga tidak ada, dan kinerja cenderung rendah. Sejalan dengan meningkatnya stress, kinerja cenderung meningkat naik, karena stress membantu karyawan untuk mengarahkan segala sumber daya dalam memenuhi berbagai persyaratan atau kebutuhan pekerjaan. Bila stress menjadi terlalu besar, kinerja akan mulai menurun, karena stress yang terlalu besar akan mengganggu pelaksanaan pekerjaan. Karyawan kehilangan kemampuan untuk mengendalikannya, menjadi tidak mampu untuk mengendalikannya, menjadi tidak mampu untuk mengambil keputusan-keputusan dan perilakunya menjadi tidak teratur. Sebagai akibatnya paling ekstrim adalah kinerjanya menjadi nol, karena karyawan menjadi sakit atau

(33)

tidak kuat bekerja lagi, putus asa, keluar atau melarikan diri dari pekerjaannya dan mungkin akan diberhentikan.

Menurut Usman (2010) menunjukan bahwa stress memiliki hubungan dan dampak negatif bagi kinerja karyawan. Peningkatan stress pada karyawan akan mengakibatkan penurunan kinerja pada karyawan. Penelitian ini juga menyarankan, bahwa perusahaan harus mampu menciptakan budaya organisasi yang mampu mendukung dan memfasilitasi atmosfer kerja dalam suatu perusahaan. Yu-Chi (2011) menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara stress kerja dan kinerja, dan tingkat intelegensi bepengaruh secara signifikan dan positif terhadap kinerja. Penelitian menyimpulkan bahwa ketika tingkat intelegensi emosional rendah, maka stres akan berdampak negatif pada kinerja, namun jika tingkat intelegesi emosional karyawan tersebut tinggi maka stres akan berdampak positif pada kinerja. Yadollah. (2010) menyatakan bahwa bahwa tingkat stres yang optimum akan memberikan korelasi yang positif bagi kepuasan kerja dan kinerja. Sebaliknya tingkat stres yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan berpengaruh pada performa yang tidak efisien. Maka dari itu, menciptakan stres kerja pada level normal diperlukan untuk membangun kinerja yang efektif.

2.4 Lingkungan Kerja

2.4.1 Pengertian Lingkungan Kerja

Manajemen yang baik adalah memikirkan bagaimana menjamin lingkungan kerja yang baik dan menyenangkan, karena sangat dibutuhkan oleh tenaga kerjanya. Lingkungan kerja diduga mempunyai pengaruh kuat dalam

(34)

pembentukan prilaku karyawan. Secara umum lingkungan kerja dalam suatu organisasi atau perusahaan dimana para karyawan melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Menurut Nitisemito (2002) lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di lingkungan pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas yang dibebankan. Lingkungan kerja dalam suatu organisasi atau perusahaan mempunyai peranan penting untuk kelancaran proses produksi, karena lingkungan kerja yang baik bukan saja dapat memuaskan karyawan dalam melaksanakan tugas, tetapi berpengaruh juga dalam meningkatkan kinerja karyawan. Lingkungan kerja dalam suatu organisasi atau perusahaan sangat penting untuk diperhatikan oleh pimpinan organisasi, karena lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap karyawan yang bekerja. Menurut Ahyari (2005), lingkungan kerja yang memuaskan karyawan akan dapat meningkatkan kinerja karyawan, dan sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memuaskan dapat mengurangi kinerjanya. Menurut Manuaba (2005) Lingkungan kerja yang nyaman sangat dibutuhkan oleh para pekerja untuk dapat bekerja secara optimal dan produktif, oleh karena itu lingkungan kerja harus didesain sedemikian rupa sehingga menjadi kondusif terhadap pekerja untuk melaksanakan kegiatan dalam suasana yang aman dan nyaman.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat disimpulkan lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di lingkungan pekerjaan yang sangat dibutuhkan oleh para pekerja agar dapat bekerja secara optimal dan produktif sehingga kinerja karyawan meningkat.

(35)

2.4.2 Indikator-Indikator Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja merupakan kondisi fisik dalam perusahaan yang dapat dipersiapkan oleh manajemen perusahaan, yang meliputi penerangan (sinar) yang cukup, suhu udara yang tepat, suara bising yang dapat dikendalikan, penggunaan warna, ruang gerak yang diperlukan serta keamanan kerja karyawan, beberapa faktor yang dapat menentukan terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan kinerja karyawan adalah sebagai berikut.

1) Penerangan atau cahaya

Menurut Ahyari (2005) penerangan adalah cukup sinar yang masuk ke ruang kerja masing-masing karyaawan perusahaan. Penerangan untuk ruang kerja karyawan merupakan faktor penting jika dikaitkan dengan kinerja karyawan.

2) Temperatur atau suhu udara

Menurut Santoso (2004) agar seseorang tetap sehat pada pertahanan suhu yang stabil core – temperatur sekitar 37 o C. Perbedaan suhu didalam dan diluar tidak lebih dari 4 oC. Untuk mengatasi permasalahan suhu maka perlu diadakan pengaturan suhu dan sirkulasi udara yang dilakukan dengan memilih beberapa alternatif seperti yang dikemukakan oleh Ahyari (2005), antara lain : ventilasi yang cukup pada gedung, pemasangan kipas angin, pemasangan air conditioning dan pemasangan humidifier.

3) Tata warna

Warna ditempat kerja perlu dipelajari, dan direncanakan dengan sebaik-baiknya. Karena pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan

(36)

dengan penataan dekorasi dan pemantulan cahaya. Menurut Manuaba (2005), mengenai penggunaan warna yang harus dipilih sesuai dengan keperluannya, karena warna yang dipergunakan memiliki tiga kesan bagi yang melihatnya. Untuk mengetahui bermacam-macam warna dengan kesan yang ditimbulkannya dapat dilihat pada Tabel 2.2

Tabel 2.2.

Jenis – jenis warna dengan kesan yang ditimbulkannya Jenis warna Kesan jarak Kesan temperatur Kesan psikis Biru Hijau Merah Jingga Kuning Coklat Ungu Jauh / luas Jauh / luas Dekat Sangat dekat Dekat Sangat dekat Sangat dekat Dingin Sangat dingin Hangat Sangat hangat Sangat hangat Netral Dingin Lembut Sangat lembut Menggangu Merangsang Merangsang Merangsang Agresif Sumber : Manuaba (2005)

Penggunaan warna dalam ruang kerja akan mempunyai pengaruh yang tidak kecil terhadap semangat kerja karyawan. Oleh karena itu masalah penggunaan warna harus memperhatikan pilihan warna dan hubungan warna-warna yang dipakai dalam masalah penyinaran.

4) Ruang gerak

Ruang gerak juga perlu diperhatikan perusahaan karena dengan ruang gerak yang mencukupi karyawan dapat bekerja dengan baik dan dapat berpengaruh terhadap keselamatan karyawan tersebut. Ruang gerak yang disediakan mencukupi dalam arti seseorang dapat melaksanakan pekerjaannya tanpa merasa terganggu, pelaksanaan pekerjaan dapat dilaksanakan secara mudah, lancar dan aman serta ekonomis dalam pembiayaan.

(37)

Ahyari (2005) menyatakan bahwa perusahaan perlu memperhatikan ruang gerak yang tersedia dalam perusahaan untuk para karyawan yang bekerja didalam perusahaan tersebut. Terlalu sempitnya ruang gerak yang disediakan oleh perusahaan untuk karyawan dalam perusahaan tersebut, akan dapat mengakibatkan para karyawan perusahaan tersebut tidak dapat bekerja. 5) Kebisingan

Menurut Santoso (2004), kebisingan adalah suara yang tidak diketahui (unwanted atau undersired sound). Menurut Kepmennaker yang dikutip oleh Tarwaka et al. (2004), kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Tarwaka et al.(2004) juga mengatakan dengan adanya kebisingan ini, dapat mengakibatkan (1) stress menuju keadaan cepat marah, sakit kepala, dan gangguan tidur, (2) kehilangan konsentrasi, (3) gangguan komunikasi antar lawan bicara, (4) penurunan performansi kerja.

6) Kebersihan

Kebersihan diruang tempat kerja dan kebersihan dilingkungan tempat kerja harus dijaga dan dipelihara agar tetap bersih. Karena kebersihan lingkungan kerja dapat mempengaruhi kesehatan dan kejiwaan seseorang. Menurut Nitisemito (2002), lingkungan kerja yang bersih akan menimbulkan rasa senang. Rasa senang ini dapat mempengaruhi seseorang untuk dapat bekerja lebih bersemangat dan lebih bergairah. Lingkungan kerja yang penuh debu, sampah dan bau yang tidak enak jelas akan menimbulkan perasaaan

(38)

yang kurang menyenangkan bahkan dapat menggangu kesehatan. Apalagi pekerjaan tersebut memerlukan konsentrasi yang cukup tinggi, maka karyawan tersebut akan merasa terganggu sehingga pekerjaan tidak dapat terselesaikan dengan baik. Untuk menjaga kebersihan ini pada umumnya diperlukan petugas kebersihan, akan tetapi kebersihan bukan semata-mata kewajiban petugas khusus tersebut melainkan setiap karyawan harus ikut bertanggung jawab menjaga kebersihan lingkungan tempat kerja mereka. Disamping itu perusahaan harus menyediakan peralatan-peralatan kebersihan seperti tempat sampah pada tempat-tempat yang mudah dijangkau dan terlihat oleh karyawan.

7) Keamanan

Pengaturan faktor lingkungan kerja yaitu keamanan perlu mendapatkan perhatian. Keamanan lingkungan kerja ini adalah keamanan terhadap keseluruhan jiwa dan harta benda. Menurut Nitisemito (2002), bahwa masalah keamanan dalam lingkungan kerja ini juga menyangkut keamanan terhadap keselamatan diri setiap karyawan, keamanan harta benda karyawan, konstruksi gedung. Keadaan ini akan menimbulkan kegelisahan pada saat bekerja, semangat kerja karyawan menurun dan konsentrasi yang berkurang sehingga kerusakan semakin bertambah. Ahyari (2005), menyatakan bahwa keamanan kerja ini erat hubungannya dengan usaha peningkatan semangat dan kegairahan kerja dan disiplin kerja karyawan. Dengan keamanan kerja yang baik maka karyawan akan menjadi lebih tenang dan memiliki gairah yang tinggi dalam melaksanakan pekerjaannya. Sedangkan menurut Sedarmayanti

(39)

(2007) guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan aman maka perlu diperhatikan adanya keamanan dalam bekerja. Salah satu upaya untuk menjaga keamanan tempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga satuan petugas keamanan (satpam). Secara fisik yang mempengaruhi lingkungan kerja adalah bangunan tempat kerja, tata ruang kerja, peralatan kerja, sarana untuk melakukan kegiatan berkumpul, halaman kantor, dan tempat istirahat. Tempat kerja harus cukup luas untuk bergerak dan bersih dengan udara segar serta gangguan harus sesedikit mungkin. Oleh karena itu, pentingnya lingkungan kerja untuk menciptakan suasana kerja yang nyaman, maka sudah menjadi kewajiban organisasi atau perusahaan untuk memperhatikan lingkungan kerja karyawan dengan baik dan berkelanjutan, sehingga dapat dicapai sesuai dengan harapan karyawan dan perusahaan. 2.4.3 Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja

Dalam suatu perusahaan untuk dapat dukungan dari karyawan dan mendapatkan karyawan-karyawan yang bersemangat di dalam melakukan pekerjaan, maka perusahaan harus dapat mengetahui dan mengerti tentang apa yang dibutuhkan oleh para karyawan tanpa mempertimbangkan posisi mereka di dalam perusahaan. Menurut Honeycutt (1998), perusahaan yang benar-benar mampu mengembangkan suasana dilingkungan kerja sampai pada potensi yang maksimal. hal tersebut mampu mempengaruhi dan bukan saja membuat para karyawan menjadi lebih baik dimasa yang akan datang, namun juga akan memberikan kontribusi bagi pengembangan perusahaan dan peningkatan kinerja bagi karyawan itu sendiri Sedangkan Timmreck (2001) menyatakan bahwa dua

(40)

aspek yang masing-masing memberikan kontribusi bagi kepuasan dan ketidakpuasan kerja. Aspek pertama adalah pekerjaan itu sendiri, terkadang pekerjaan yang dilakukan sangat membosankan, membuat jenuh dan dapat membuat pekerjaan menjadi stress, ada juga pekerjaan yang sangat sulit dan menuntuk kekuatan fisik yang kemungkinan akan memicu ketidakpuasan didalam bekerja dikarenakan pekerjaan yang dilakukan sangat tidak menyenangkan dan membosankan. Sementara aspek yang kedua adalah hubungan antara individu yang terjadi di dalam lingkungan pekerjaan tersebut. Banyak perusahaan meyakini kunci bagi motivasi adalah dengan memberikan uang, bonus dan peningkatan sebagai hadiah bagi para pekerja. Namun bukan hanya itu, faktor lingkungan kerja juga dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja karyawan.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh model pembelajaran kontekstual terhadap frekwensi pada saat perkuliahan berlangsung bagi mahasiswa PG-PAUD,

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian oleh Ariadani dan Yadnyana (2016) dan Kritanti dan Fitrianingsih (2013) adalah mengubah variabel moderasi dari likuiditas yang

Penanganan sampah di kolam renang Pahoman masih terlihat kurang, walaupun telah tersedia tempat sampah disekitar kolam, hal ini dikarenakan tempat sampah yang

BAGIAN ILMU ILMU KESEHAT KESEHATAN AN MASYA MASYARAKAT RAKAT LAPORAN LAPORAN KASUS KASUS DAN KEDOKTERAN KOMUNITAS. DAN KEDOKTERAN KOMUNITAS

Beberapa fitur dari web 2.0 dapat digunakan untuk membuat sebuah aplikasi berbasis web yang dapat membatu proses pembimbingan laporan tugas proyek secara online

Bandingkan Nilai vf value points untuk image yang dibuat dengan if file (partisi atau disk yang dikopi). Hasilnya memperlihatkan "Total: Match", seperti terlihat di

Kompetensi merupakan karakteristik yang mendasari seseorang berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya atau karakteristik dasar yang memiliki

- Pemeriksaan Kesehatan Ibu satu kali kunjungan - Pemeriksaan kesehatan anak satu kali kunjungan - Pemeriksaan kesehatan bayi untuk satu kali kunjungan -