• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu gejala positif yang seharusnya dilakukan oleh para sastrawan,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu gejala positif yang seharusnya dilakukan oleh para sastrawan,"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Suatu gejala positif yang seharusnya dilakukan oleh para sastrawan, penikmat sastra ataupun masyarakat Indonesia secara umum, adalah membaca, mempelajari, bahkan menulis karya-karya sastra sejarah, karena kenyataannya bangsa Indonesia ini dikenal dengan keanekaragaman budaya, salah satunya adalah cerita sejarah. Sebagai bentuk pelestarian budaya, maka sudah sepatutnya kita dapat memahami kehidupan bangsa Indonesia di masa lampau, yaitu kejayaan pada zaman kerajaan. Kita berharap dapat mengambil nilai positif dari kejayaan kerajaan lampau untuk bisa diaplikasikan di masa sekarang. Dengan demikian, bangsa kita akan bangkit dari keterpurukan dan cerita lampau tidak hanya tinggal kenangan. Seperti yang diungkapkan oleh Pramoedya (dalam Hun, 2011:276) bahwa kekacauan yang dialami bangsa Indonesia saat ini disebabkan kurangnya kesadaran sejarah, sehingga bangsa Indonesia tidak tahu dari mana harus berangkat menata masa depannya. Untuk mengatasi kemelut itu, hendaknya harapan ditumpukan pada angkatan muda untuk belajar sejarah, sebab sejarah itu tempat mereka berangkat. Tanpa mengetahui itu, mereka tidak tahu ke mana tujuannya.

Tetapi pada kenyataannya, saat ini begitu mudah untuk melupakan hal yang berkaitan dengan sejarah khususnya generasi muda. Banyak di antara generasi muda saat ini yang hanya mampu menyebutkan nama-nama kerajaan

(2)

mereka sebutkan. Mereka hanya tahu bahwa di Indonesia pernah berjaya kerajaan Majapahit dengan patihnya Gajah Mada dan kerajaan Sriwijaya yang letaknya di Sumatra (Wismulyani, 2007:1). Dalam sejarah Indonesia, Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan yang paling mengesankan karena berhasil menjadi kerajaan besar yang disegani oleh banyak negara asing dan membawa keharuman bagi bangsa Indonesia (Wismulyani, 2007:23)

Selain itu, ada juga sebuah kerajaan yang tidak kalah pentingnya dalam sejarah Indonesia yaitu Singasari, sebuah kerajaan yang berdiri sebelum Majapahit. Bila kita berbicara tentang kerajaan Singasari, kita tidak akan lupa dengan tokoh yang bernama Ken Arok. Peneliti percaya bahwa nama “Ken Arok” sangat melekat di benak masyarakat Indonesia, terlebih pada siswa Sekolah Dasar atau Sekolah Menengah Pertama kisah ini juga disampaikan dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia. Ken Arok adalah ksatria yang muncul di zaman kerajaan, yang haus akan kekuasaan. Mendengar nama “Ken Arok”, kebanyakan orang pun akan cepat mengingat nama “Ken Dedes”, seolah-olah itu sudah menjadi satu kesatuan. Sudah sepatutnya generasi muda mengenal dan mempelajari cerita sejarah. Salah satu caranya yaitu memberi perhatian terhadap karya sastra sejarah, karena lewat karya sastra itulah pengarang akan mencerminkan pribadi bangsa, dan cenderung akan melahirkan karya khas bangsa.

Karya sastra yang menceritakan kehidupan “Ken Arok” sudah sering ditulis pengarang, seperti; Mohammad Yamin (1928) dengan naskah dramanya yang berjudul Ken Arok dan Ken Dedes, Saini KM (cetakan kedua-1990) dengan naskah drama berjudul Ken Arok, Tira Ikranegara (2006) dengan novelnya yang

(3)

berjudul Ken Arok Pendiri Dinasti Singasari, Gamal Komandoko (2008) dengan novelnya yang berjudul Ken Arok (Banjir Darah di Tumapel), dan Pramoedya Ananta Toer (cetakan kesembilan-2009) dengan novelnya berjudul Arok Dedes. Tentunya beberapa karya tersebut memiliki ciri khas dan tujuannya masing-masing, akan tetapi tidak dipungkiri bahwa dasar atau bahan yang dipakai untuk berkomunikasi adalah sejarah Nusantara, yaitu kisah tentang Ken Arok.

Karya sastra yang sudah dituliskan oleh beberapa pengarang tersebut merupakan cerita atau kisah yang menitik beratkan pada beberapa permaslahan yang menjadi ciri khas cerita sejarah Ken Arok, diantaranya; tentang pemberontakan, kisah cinta Ken Arok dan Ken Dedes, dan peristiwa peralihan kekuasaan. Selain beberapa hal tersebut, kisah Ken Arok juga identik dengan kutukan keris Empu Gandring. Baik Mohammad Yamin, Saini KM, Tira Ikranegara, maupun Gomal Komandoko, mereka telah membubuhkan peristiwa tersebut dalam karyanya, bahkan peristiwa tersebut dapat dikategorikan sebagai inti cerita. Kutukan keris Empu Gandring menyatakan bahwa pembunuh Empu Gandring akan mati oleh keris tersebut sampai tujuh turunannya, dan ini ditujukkan kepada Ken Arok. Tetapi berbeda dengan cerita Ken Arok yang digambarkan oleh Gamal Komandoko, kutukan keris bukanlah ditujukkan kepada Ken Arok melainkan kepada Kebo Ijo pembunuh Empu Gandring dan bukanlah keturunannya yang menjadi korban kutukan, melainkan tujuh raja yang akan mati. Hal tersebut berbeda dengan dalam novel Arok Dedes, dalam karyanya Pramoedya Ananta Toer telah meluruhkan kutukan keris Empu Gandring tujuh turunan dan berubahlah cerita Arok Dedes menjadi cerita politik seutuh-utuhnya.

(4)

Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan, bahwa masing-masing penulis berkeinginan menghidupkan sejarah dengan pendapatnya pribadi, dan wajar apabila rangkaian cerita atau peristiwa menjadi berbeda atau menyimpang bahkan bertentangan antara karya yang satu dengan lainnya. Menurut Ikranegara (2006:3) kisah Ken Arok yang bersumber dari kitab Pararaton dan Negara Kertagama ini disajikan dengan berbagai versi sesuai talenta dan imajinasi pengarang.

Kisah “Ken Arok” memang masih diperdebatkan sifat kesejarahannya, sehingga banyak pengarang akan lebih leluasa di dalam mempergunakan kerangka kisah bagi karya selanjutnya (Saini KM, 1990:9). Seperti naskah drama yang ditulis dalam 14 babak oleh Saini KM. Lewat sandiwaranya diceritakan bahwa Ken Arok adalah seorang penjahat yang haus akan kekuasaan, yang kemudian menjadi raja Singasari. Lakon Ken Arok ini menggambarkan perwatakan laki-laki dari derajat kemasyarakatannya yang rendah, namun berhasil merebut puncak kekuasaan politik di wilayah kerajaannya. Kelicikan dan kekejaman telah melekat pada lakon Ken Arok, yang digambarkan dalam sandiwaranya bahwa Arok adalah pemuda yang sering kali membuat resah para warga, kaum brahmana dan pihak kerajaan. Mencuri, berjudi, merampok, memperkosa, bahkan membunuh orang, baginya sudah menjadi hal yang biasa ia lakukan dengan sahabat dan anak buahnya. Ken Arok juga mencintai seorang Parameswari, istri dari Akuwu Tunggul Ametung yaitu Ken Dedes. Selain kekuasaan, kecintaannya kepada Ken Dedes pula yang telah membuat Arok melakukan tindakan pembunuhan terhadap Tunggul Ametung dengan keris Empu Gandring. Namun dengan kelicikan Arok seolah-olah pembunuhan tersebut tidak dilakukan olehnya, melainkan oleh Kebo

(5)

Ijo yaitu Kepala Pengawal Akuwu. Setelah terbunuhnya Tunggul Ametung, secara paksa, diperistrilah Ken Dedes oleh Arok dan sampai akhirnya ia meminta kepada kaum brahmana agar ia dinobatkan sebagai raja Tumapel, yang diganti namanya dengan kerajaan Singasari.

Karya sastra yang berlatar belakang sejarah Indonesia juga ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer, khususnya kisah Ken Arok yang diceritakannya melalui sebuah novel yang berjudul Arok Dedes, cerita ini seutuh-utuhnya berkisah tentang kudeta pertama di Nusantara, kudeta ala Jawa. Pramoedya dalam novelnya terkesan tidak ingin mengulangi cerita yang sudah tercantum dalam beberapa kitab atau cerita lama, melainkan ia ingin membawa masa lampau kepada masa sekarang. Hun (2011:276) mengungkapkan, bahwa ciri khas dari kepujanggaan Pramoedya adalah dia dengan caranya sendiri sebagai sastrawan berkomunikasi dan mencoba menjelaskan kepada bangsa Indonesia, terutama generasi mudanya, tentang mengapa nasib bangsa Indonesia menjadi kacau sebagaimana yang terjadi di masa orde baru. Untuk itu, dia tetap menggunakan media bahasa yang menjadi ciri kekuatannya dengan tetap berkukuh berada di wilayah sastra, meski kisah yang dibawakannya sarat muatan politik. Lahan dan bahan ramuan yang dipakai untuk berkomunikasi adalah panggung sejarah Nusantara sendiri.

Novel Arok Dedes mengisahkan kudeta pertama dalam sejarah Indonesia. Kudeta ini menggambarkan peralihan kekuasaan dari Akuwu Tumapel Tunggul Ametung kepada Arok dengan rekayasa kelicikan dan kemampuan Arok dalam mengorganisasi massa, hingga ia menjadi Akuwu Tumapel seperti yang

(6)

diperintahkan oleh kaum brahmana. Temu nama kecil Arok, dilukiskan Pramoedya sebagai seorang pemuda yang dapat berpihak kepada orang yang teraniaya. Perlawanan kepada pihak kerajaan, Arok lakukan dengan bersandiwara seolah-olah ia berpihak kepada Tumapel. Padahal itu siasatnya untuk memberontak pihak kerajaan. Ken Arok oleh Pramoedya digambarkan sebagai pemuda yang memiliki watak baik. Semua yang ia lakukan baik pemberontakan, pencurian, maupun perampasan, tidak lain hanyalah untuk kepentingan warga yang teraniaya oleh pihak kerajaan, baik Kertajaya maupun Tunggul Ametung. Semakin lama pengikutnya semakin banyak. Kaum brahmana pun ikut serta membantunya untuk menggulingkan Tunggul Ametung. Sampai pada waktunya Tunggul Ametung mati terbunuh, dengan anggapan semua orang bahwa Kebo Ijo yang membunuhnya. Arok diangkat menjadi Akuwu dan memperistri parameswari yang sudah lama jatuh hati padanya, yaitu Ken Dedes istri kedua setelah Ken Umang.

Masing-masing pengarang memang memiliki imajinasinya sendiri-sendiri. Latar belakang pengarang pun menjadi hal penting dan dapat mempengaruhi cerita yang dikarangnya, karena pengarang dapat mengungkapkan sesuatu yang mungkin terjadi atau tidak akan pernah terjadi. Pramoedya Ananta Toer, dalam novel Arok Dedes menggambarkan tragedi kudeta yang dihubungkan dengan masa sekarang. Hun (2011:4) mengungkapkan bahwa Pramoedya tidak bermaksud mengulangi cerita yang sudah tercantum dalam beberapa kitab lama, melainkan kisah Arok Dedes oleh Pramoedya dikarang sebagai gambaran persoalan keabsahan peralihan dari Soekarno ke Soeharto dan seolah-olah ingin

(7)

melihat bahwa PKI adalah Kebo Ijo. Pada tahun 1985 Pramoedya terlibat sebagai anggota Pimpinan Pusat Lembaga Kesenian Rakyat (Lekra) di bawah Partai Komunis Indonesia (PKI) (Sugono, 2003:211). Mengingat hal demikian, tidak menutup kemungkinan Pramoedya Ananta Toer lewat karyanya berusaha menceritakan kisah sejarah, kemudian menghubungkannya dengan apa yang ia lihat pada masanya.

Karya kedua pengarang, yaitu Saini KM dan Pramoedya Ananta Toer, memang tidaklah sama persis, artinya antara naskah drama Ken Arok dengan novel Arok Dedes memiliki persamaan dan perbedaan. Seperti; antara keduanya sama-sama mengisahkan tentang perampasan kekuasaan dari Tunggul Ametung kepada Ken Arok. Hanya saja dalam naskah drama Ken Arok, Arok merampas dengan nafsu kejahatan, sedangkan dalam novel Arok Dedes, Arok memperoleh kekuasaan atas dasar keinginannya dan kaum brahman untuk membangun dunia Syiwa, dan untuk kepentingan rakyat pada umumnya. Antara keduanya sama-sama dikisahkan tragedi percintaan antara Ken Arok dan Ken Dedes, hanya saja dalam naskah drama Ken Arok, Arok memaksa Dedes untuk menikah dengannya, sedangkan dalam novel Arok Dedes, Arok menikahinya atas dasar cinta, begitu pun dengan Dedes yang sudah lama jatuh hati pada Arok.

Pemaparan tersebut sekiranya sudah mewakili bahwa antara naskah drama Ken Arok dengan novel Arok Dedes, memang memiliki persamaan dan pertentangan (perbedaan). Berdasarkan beberapa hal tersebut, maka penulis tertarik untuk lebih memahami kisah Ken Arok pada naskah drama Saini KM, dengan membandingkannya dengan novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta

(8)

Toer. Akhirnya penulis berupaya untuk menemukan persamaan dan pertentangan terhadap unsur intrinsik khususnya; penokohan, pengaluran, dan pelataran. Persamaan dan pertentangan tersebut, menjadi hal penting sebagai dasar peneliti untuk mengkaji dengan menggunakan pendekatan intertekstual. Kajian intertekstual dimaksudkan sebagai kajian terhadap sejumlah teks yang diduga mempunyai bentuk hubungan tertentu (Nurgiyantoro, 2002:50). Teeuw (dalam Pradopo, 2002:55) mengungkapkan bahwa hubungan teks dapat berupa persamaan atau pertentangan.

Selain beberapa pemaparan tersebut, yang menjadi alasan dikajinya kedua karya antara naskah drama Ken Arok karya Saini KM, dengan novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer, adalah karena naskah drama atau sandiwara, dewasa ini kurang mendapat perhatian. Sehubungan dengan hal tersebut, kajian intertekstual terhadap naskah drama dengan novel sekaligus sebagai bentuk pelestarian dan pengenalan naskah drama kepada para pembaca, dan kepada pembaca pula akan sedikit memberikan gambaran tentang kehidupan salah satu kerajaan di Indonesia.

Sebagai kisah, riwayat hidup “Ken Arok” memang memikat untuk dibaca, mengesankan untuk dikenang. Ini juga yang menyebabkan peneliti lebih termotivasi dalam mengkaji naskah drama Ken Arok karya Saini KM, dengan Novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer.

B. Rumusan Masalah

(9)

1. Bagaimana persamaan dan pertentangan penokohan antara naskah drama Ken Arok karya Saini KM dengan novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer ?.

2. Bagaimana persamaan dan pertentangan pengaluran antara naskah drama Ken Arok karya Saini KM dengan novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer ?.

3. Bagaimana persamaan dan pertentangan pelataran antara naskah drama Ken Arok karya Saini KM dengan novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer ?.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian terhadap naskah drama Ken Arok karya Saini KM dengan novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer ini mempunyai beberapa tujuan, yaitu untuk.

1. Mendeskripsikan persamaan dan pertentangan penokohan antara naskah drama Ken Arok karya Saini KM dengan novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer ?.

2. Mendeskripsikan persamaan dan pertentangan pengaluran antara naskah drama Ken Arok karya Saini KM dengan novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer ?.

3. Mendeskripsikan persamaan dan pertentangan pelataran antara naskah drama Ken Arok karya Saini KM dengan novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer ?.

(10)

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian dengan menggunakan kajian intertekstual, antara naskah drama Ken Arok karya Saini KM dengan novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer, yaitu :

1. Memberikan gambaran kepada pembaca, tentang kisah “Ken Arok”, melalui hubungan intertekstual.

2. Menambah dan meningkatkan apresiasi pembaca terhadap karya sastra, khususnya naskah drama.

Referensi

Dokumen terkait

Doantur melakukan pembayaran ZIS via offline maka Proses transaksi dimulai dengan admin membuka sistem kemudian transaksi dilakukan dengan mengisi data donatur. Apabila sebelumnya

Menyatakan bahwa dalam skripsi yang berjudul “ Kemampuan Probiotik dan Potensi Bakteriosin Bakteri Asam Laktat yang Diisolasi dari Fermentasi Acar Rebung Bambu

Kami bermaksud mengadakan kegiatan penelitian dengan judul “Persepsi Pedagang Kaki Lima Tentang Konsep Business Entity Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan, Besarnya Modal Usaha dan

1. Penyelenggaraan jam-jam cerita di perpustakaan sekolah. Pemberian tugas membaca. Pemberian tugas pembuatan abstraksi. Memotivasi penyelenggaraan majalah dinding..

Caris Hips 6.0 ( Hydrographic Information Processing System ) adalah suatu perangkat lunak yang didesain khusus untuk mengolah data batimetri dengan jumlah yang

Dilihat dari analisis data dalam penelitian ini terbukti bahwa faktor hambatan penerimaan pajak bumi dan bangunan yang paling tinggi adalah dipengaruhi oleh aspek

Permasalahan utama yang ditemukan dalam manajemen layanan konvensional yaitu pendataan donatur, pendataan penghuni dan transaksi administrasi masih dilakukan dengan catatan

Sel induk dari osteoblast dan osteoklas, bentuk gelendong, pada permukaan tulang dalamb. periosteum, endosteum, saluran vaskuler tulang