• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL : REZKY SYAHPUTRA G. D1A D1B0

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL : REZKY SYAHPUTRA G. D1A D1B0"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH JARAK TANAM LABU MADU (Cucurbita moschata Durch) TERHADAP PERKEMBANGAN DAN EFIKASI SEMUT RANGRANG (Oecophylla smaragdina)

JURNAL : REZKY SYAHPUTRA G. D1A013067 D1B0 13041 JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAMBI 2020

(2)

PENGARUH JARAK TANAM LABU MADU (Cucurbita moschata Durch) TERHADAP PERKEMBANGAN DAN EFIKASI SEMUT RANGRANG (Oecophylla smaragdina)

Rezky Syahputra G.1, Wilyus2 dan Fuad Nurdiansyah2

1)

Alumni Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jambi,

2)

Staf Pengajar Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jambi Email : mriyangusriza@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jarak tanam labu madu (Cucurbita moschata Durch) terhadap perkembangan dan efikasi Semut rangrang (Oecophylla smaragdina). Penelitian dilaksanakan di Teaching and Research Farm Fakultas Pertanian Universitas Jambi selama ± 2 bulan, dimulai dari bulan Juli – bulan September 2020. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu semut rangrang (Oechophylla smaragdina), tanah, pupuk kandang (kotoran sapi), air, ulat hongkong, air gula dan benih labu madu. Alat-alat yang digunakan berupa plastik polybag, cangkul, parang, pisau, meteran, alat tulis, ember, kayu tugal, kertas label, karet gelang, kamera, gembor, dan penggaris. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Setiap perlakuan dan ulangan ditanami 9 tanaman labu madu. Variabel yang diamati adalah jumlah semut rangrang dewasa dan jumlah koloni. Efikasi diamati dengan melihat jenis dan menghitung jumlah hama yang dijumpai.. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan analisis menggunakan ANOVA. Hasil uji ANOVA yang berpengaruh atau berbeda nyata dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test). Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk semua variabel yang diamati nilai F hitung lebih besar dari F tabel. Uji DMRT menunjukkan untuk variabel jumlah individu semut rangrang perlakuan P1 (jarak tanam 50 cm x 50 cm) tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2 (jarak tanam 100 cm x 100 cm), perlakuan P2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan P3 (jarak tanam 150 cm x 150 cm), dan perlakuan P1 berbeda nyata dengan perlakuan P3. Untuk variabel jumlah koloni, perlakuan P1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2, perlakuan P2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan P3, dan perlakuan P1 berbeda nyata dengan perlakuan P3. Penelitian ini menemukan 3 jenis serangga hama, yaitu lalat buah, kumbang daun, dan kepik hitam. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perlakuan P3 (jarak tanam 150 cm x 150 cm) merupakan perlakuan terbaik, sedangkan hama tanaman labu madu yang mendominasi adalah lalat buah.

Kata Kunci : Jarak tanam, Labu Madu, Perkembangan, Semut Rangrang, Efikasi. ABSTRACT

This study aims to determine the effect of spacing of honey gourd (Cucurbita moschata Durch) on the development and efficacy of rangrang ants (Oecophylla smaragdina). The research was conducted at the Teaching and Research Farm, Faculty of Agriculture, Jambi University for ± 2 months, starting from July to September 2020. The materials used in this study were rangrang ants (Oechophylla smaragdina), soil, manure (cow dung), water, Hong Kong caterpillar, sugar water and honey pumpkin seeds. The tools used are in the form of polybags, hoes, machetes, knives, tape measure, stationery, buckets, tugal wood, label paper, rubber bands, cameras, rulers, and rulers. This study used a randomized block design (RBD) with 3 treatments and each treatment was repeated 5 times. Each treatment and replication was planted with 9 honey pumpkin plants. The variables observed were the number of adult weaver ants and the number of colonies. Efficacy was observed by looking at the types and counting the number of pests found. The data obtained were analyzed statistically by analysis using ANOVA. ANOVA test results that have an effect or are significantly different are continued with the DMRT (Duncan Multiple Range Test) test. The results showed that for all observed variables the calculated F value was greater than the F table. The DMRT test showed that for the variable number of individual weaver ants treatment P1 (spacing 50 cm x 50 cm) was not significantly different from treatment P2 (spacing 100 cm x 100 cm),

(3)

treatment P2 was not significantly different from treatment P3 (spacing 150 cm x 150 cm), and P1 treatment was significantly different from treatment P3. For the colony number variable, treatment P1 was not significantly different from treatment P2, treatment P2 was not significantly different from treatment P3, and treatment P1 was significantly different from treatment P3. This study found 3 types of insect pests, namely fruit flies, leaf beetles, and black ladybugs. Based on the research results, it can be concluded that the P3 treatment (plant spacing 150 cm x 150 cm) is the best treatment, while the dominant pests of the honey pumpkin plant are fruit flies.

Keywords: Spacing, Honey Gourd, Development, Rangrang Ants, Efficacy. PENDAHULUAN

Semut (Formicidae : Hymenoptera) merupakan salah satu kelompok serangga yang keberadaannya sangat umum dan hampir menyebar luas, paling suskes dari kelompok serangga, terdapat dimana-mana di habitat teresterial dan jumlahnya melebihi hewan-hewan darat lainnya. Keberadaannya dimulai dari kutub sampai tropis dan daerah pesisir sampai pegunungan. Semut dikenal dengan koloni dan sarang-sarangnya yang teratur, yang terkadang terdiri dari ribuan semut per koloni. Semut merupakan koloni dengan anggota-anggota yang terbagi dalam kasta sesuai tugas dan fungsinya masing-masing. Kasta semut dibagi menjadi semut pekerja, semut prajurit, semut pejantan, dan ratu semut (Irham. 2012).

Semut merupakan salah satu kelompok hewan yang dikatakan sebagai indikator hayati, sebagai alat monitoring perubahan kualitas lingkungan dan penentuan kawasan konservasi. Menurut Agosti dkk (2000), beberapa sifat yang dimiliki semut, diantaranya yaitu dapat hidup di berbagai habitat, mempunyai toleransi yang sempit terhadap perubahan lingkungan, biomassa dominan, mempunyai sifat penting dalam ekosistem, mudah di koleksi, secara taksonomi relatif maju, memiliki fungsi ekologis membantu tumbuhan dalam menyebarkan biji-bijian (dispersal), menggemburkan tanah, predator atau pemangsa serangga lain.

Salah satu jenis semut yang umum dikenal oleh masyarakat adalah semut rangrang (Oechophylla smaragdina). Semut ini memiliki cara hidup yang khas yaitu merajut daun-daun pada pohon untuk membuat sarang. Semut rangrang menyukai udara yang segar sehingga tidak mungkin ditemukan di dalam rumah. Hal itu pula yang menyebabkan mengapa semut rangrang tidak membuat sarang di dalam tanah melainkan pada pohon. Hasil penelitian Aprizal (2019) menyebutkan bahwa Sarang semut rangrang paling banyak ditemukan pada area yang ditutupi oleh rumput (18 sarang) yaitu pada pohon rukem (7 sarang), pohon mangga (3 sarang), pohon bringin (2 sarang), pohon bisboll (3 sarang), pohon tanjung (2 sarang), pohon durian (1 sarang). Sarang semut rangrang pada pohon rukam dengan bentuk daun membulat mempunyai struktur sarang semut berbentuk bulat, kecil dengan rajutan sutera yang banyak, sarang semut pada pohon mangga dan matoa berbentuk memanjang dengan rajutan benang sutera yang lebih sedikit. Ketinggian sarang dari permukaan tanah 3 - 1,65 m. pada semua sarang ditemukan semua kasta semut meliputi ratu, jantan produktif, pekerja dan pekerja dengan jumlah anggota yang bervariasi.

Tanaman labu termasuk dalam keluarga buah labu-labuan atau Cucurbitaceae, dan masih sekerabat dengan melon (Cucumis melo) dan mentimun (Cucumis sativum). Biasanya yang dinamakan “labu” dalam pengertian waluh atau pumpkin. Tanaman labu madu (Cucurbita moschata) merupakan tanaman semusim yang bersifat menjalar atau memanjat dengan perantaraan alat pemegang berbentuk pilin atau spiral, berbatang basah dengan panjang 5-25 m. Tanaman labu madu mempunyai sulur dahan berbentuk spiral yang keluar di sisi tangkai daun (Soedarya, 2006).

Semut rangrang memiliki potensi sebagai pengendali hama tanaman labu karena tanaman labu memiliki beberapa sumber daya yang dapat digunakan untuk hidup dan berkembang semut rangrang, diantaranya adalah daun labu madu berukuran lebar, kasar, dan berbulu merupakan daun-daun yang cocok digunakan sebagai bahan pembuat sarang semut rangrang. Bunga labu madu yang mengandung madu merupakan sumber karbohidrat bagi semut rangrang. Beberapa jenis hama tanaman labu madu, seperti lalat buah dan larvanya, larva hama kepik hitam daun dan batang, dan beberapa jenis ulat merupakan sumber makanan yang disukai oleh semut rangrang. Dengan demikian, dapat diduga bahwa tanaman labu madu merupakan habitat yang cocok bagi semut

(4)

rangrang untuk berkembang biak dan perkembangan semut rangrang dapat menjadi pengendali hama tanaman labu madu.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini dikaji masalah yang berkaitan dengan judul Pengaruh Jarak Tanam Labu Madu (Cucurbita moschata Durch) Terhadap Perkembangan dan Efikasi Semut rangrang (Oecophylla smaragdina).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini akan dilaksanakan di Teaching and Research Farm Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Penelitian ini akan dilaksanakan selama ± 2 bulan, dimulai dari bulan Juli – bulan September 2020.Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu semut rangrang (Oechophylla smaragdina), tanah, pupuk kandang (kotoran sapi), air, ulat hongkong, air gula dan benih labu madu. Alat-alat yang digunakan berupa plastik polybag, cangkul, parang, pisau, meteran, alat tulis, ember, kayu tugal atau bambu ukuran 2m, kertas label, karet gelang, kamera, gembor, penggaris, serta alat lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Setiap perlakuan dan ulangan ditanami 9 tanaman labu madu. Perlakuan dan ukuran petakannya adalah sebagai berikut :

Jarak tanam 50 cm × 50 cm Jarak tanam 100 cm × 100 cm Jarak tanam 150 cm × 150 cm

Luas lahan penelitian seluas 18 m2 × 11 m2. Jarak antar petak perlakuan adalah sebesar 1,5 m sampai dengan 2,5 m.

Perhitungan Semut rangrang (Oechophylla smaragdina) dewasa dilakukan 14 hari setelah penebaran semut, dihitung berapa banyak jumlah Semut rangrang (Oechophylla smaragdina) pada setiap sepuluh daun tanaman labu madu di petak perlakuan. Jumlah individu semut rangrang dihitung pada masing-masing petak perlakuan. Perhitungan Koloni Semut rangrang (Oechophylla smaragdina) dilakukan 14 hari setelah penebaran semut, dihitung berapa banyak jumlah koloni Semut rangrang (Oechophylla smaragdina) pada setiap petak perlakuan. Efikasi diamati dengan melihat ada tidaknya hama yang ada pada tanaman labu madu, parameter yang diamati adalah jenis dan jumlah hama yang dijumpai. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan analisis menggunakan ANOVA meliputi jumlah Semut rangrang (Oechophylla smaragdina) dewasa dan jumlah koloni Semut rangrang (Oechophylla smaragdina). Hasil uji ANOVA yang berpengaruh atau berbeda nyata dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini mengkaji tentang pengaruh jarak tanam labu madu (Cucurbita moschata Durch) terhadap perkembangan dan efikasi Semut rangrang (Oecophylla smaragdina). Perkembangan semut rangrang diukur dengan dua parameter, yaitu jumlah semut rangrang dan jumlah koloni. Sedangkan efikasi semut rangrang diamati dengan melihat jenis dan jumlah hama yang ditemukan atau dijumpai pada tanaman labu madu. Berikut ini adalah penjabaran dari hasil pengamatan dan pengukuran yang telah dilakukan.

Hasil

Hasil penghitungan jumlah individu dan koloni semut rangrang selengkapnya dapat dilihat dalam Tabel 1. berikut ini.

Tabel 1. Jumlah dan Koloni Semut Rangrang pada Tiap-tiap Perlakuan

Parameter yang Diamati Perlakuan

Jumlah Semut Rangrang (Ekor/10 daun) Jumlah Koloni (Unit)

P1 (50 cm x 50 cm) 96 9

P2 (100 cm x 100 cm) 54 13

P3 (150 cm x 150 cm) 108 14

Berdasarkan data yang disajikan dalam Tabel 1 di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah semut rangrang untuk perlakuan satu (P1/ 50 cm x 50 cm) adalah sebanyak 15,2 ekor atau

(5)

19 ekor per sepuluh daun. Rata-rata jumlah semut rangrang untuk perlakuan dua (P2/ 100 cm x 100 cm) adalah sebanyak 10,8 ekor atau 11 ekor per sepuluh daun. Sedangkan rata-rata jumlah semut rangrang untuk perlakuan tiga (P3/ 150 cm x 150 cm) adalah sebanyak 21,6 ekor atau 22 ekor per sepuluh daun. Sesuai dengan hasil penelitian yang dimuat dalam Tabel 1.di atas, maka dapat dikatakan bahwa perlakuan jarak tanam 150 cm x 150 cm menghasilkan jumlah semut tertinggi, sedangkan perlakuan dengan jarak tanam 100 cm x 100 cm menghasilkan jumlah semut terendah.

Berdasarkan data yang disajikan dalam Tabel 1.di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah koloni semut rangrang untuk perlakuan satu (P1/ 50 cm x 50 cm) adalah sebesar 2 unit. Rata-rata jumlah koloni semut rangrang untuk perlakuan dua (P2/ 100 cm x 100 cm) adalah sebesar 3 unit. Sedangkan rata-rata jumlah koloni semut rangrang untuk perlakuan tiga (P3/ 150 cm x 150 cm) adalah sebesar 3 unit. Sesuai dengan hasil penelitian yang dimuat dalam Tabel 1.di atas, maka dapat dikatakan bahwa perlakuan satu menghasilkan jumlah koloni terendah, sedangkan perlakuan tiga menghasilkan jumlah koloni tertinggi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin lebar jarak tanam tanaman labu madu maka jumlah koloni yang dihasilkan semut rangrang akan semakin banyak.

Data hasil penelitian yang disajikan dalam Tabel 1. kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA). Berikut ini adalah hasil analisis ragam berkaitan dengan hasil pengukuran parameter jumlah individu dan koloni semut rangrang.

Tabel 2. Hasil Analisis Ragam

FTabel Parameter yang Diamati Fhitung

0.05 0.01

Jumlah Individu 2,017** 4,46 8,65

Jumlah Koloni 2,471**

**) beda nyata pada taraf 1%

Berdasarkan hasil perhitungan analisis ragam 2. di atas, dapat diketahui bahwa nilai Fhitung sebesar 2,017, sedangkan nilai F tabel dengan alfa 0,05% adalah sebesar 4,46, dan alfa 0,01% adalah sebesar 8,65. Jika nilai F hitung dibandingkan dengan nilai F tabel, baik pada taraf kepercayaan 5 % maupun 1%, dapat disimpulkan bahwa nilai F hitung lebih kecil dari F tabel (2,017 < 4,46 dan 2,017 < 8,65). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak ada satupun perlakuan jarak tanam yang secara signifikan mempengaruhi jumlah semut rangrang. Berdasarkan hasil perhitungan analisis ragam di atas, dapat diketahui bahwa nilai Fhitung sebesar 2,471, sedangkan nilai F tabel dengan alfa 0,05% adalah sebesar 4,46, dan alfa 0,01% adalah sebesar 8,65. Jika nilai F hitung dibandingkan dengan nilai F tabel, baik pada taraf kepercayaan 5 % maupun 1%, dapat disimpulkan bahwa nilai F hitung lebih kecil dari F tabel (2,471 < 4,46 dan 2,471 < 8,65). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak ada satupun perlakuan jarak tanam yang secara signifikan mempengaruhi jumlah koloni semut rangrang.

Jenis dan Jumlah Hama

Peranan Semut rangrang (Oecophylla smaragdina) dalam Pengendalian Biologis telah banyak diketahui. Oecophyilla smaragdina mampu mengendalian beberapa jenis hama pada tanaman, diantaranya adalah lalat buah (Bactrocera, sp), kumbang daun (Aulacophora similis), dan kepik hitam (Paraeucosmetus pallicornis). Pengamatan terhadap jenis dan jumlah hama pada tanaman labu madu selengkapnya dapat dilihat dalam Tabel 3. berikut ini.

Tabel 3. Jenis dan Jumlah Hama Tanaman Labu Madu pada Tiap-tiap Perlakuan

Jumlah Hama pada Perlakuan Jenis Hama

P1 P2 P3

Lalat Buah (Bactrocera sp) 15 25 20

Kumbang Daun (Aulacophora similis) 3 18 2

Kepik hitam (Paraeucosmetus pallicornis) 0 10 7

Keterangan : P1 = Jarak Tanam 50 cm x 50 cm; P2 = Jarak Tanam 100 cm x 100 cm; P3 = Jarak Tanam 150 cm x 150 cm

Berdasarkan data yang disajikan dalam Tabel 3 di atas, dapat diketahui bahwa jenis hama yang menyerang tanaman labu madu adalah lalat buah (Bactrocera, sp), kumbang daun (Aulacophora similis), dan kepik hitam (Paraeucosmetus pallicornis). Lalat buah ditemukan dengan

(6)

jumlah tertinggi pada perlakuan dua dengan jarak tanam 100 cm x 100 cm, yaitu sebanyak 25 ekor. Kemudian disusul dengan perlakuan ketiga (jarak tanam 150 cm x 150 cm), sedangkan jumlah lalat buah terendah ditemukan pada perlakuan satu dengan jarak tanam 50 cm x 50 cm.

Jumlah hama kumbang tertinggi ditemukan pada perlakuan kedua dengan jarak tanam 100 cm x 100 cm, terendah pada perlakuan ketiga dengan jarak tanam 150 cm x 150 cm. Untuk perlakuan satu dengan jarak tanam 50 cm x 50 cm ditemukan sebanyak 3 ekor hama kumbang. Hama kepik hitam sama sekali tidak ditemukan pada perlakuan satu, tetapi banyak ditemukan pada perlakuan kedua, yaitu sebanyak 10 ekor, sedangkan pada perlakukan ketiga ditemukan sebanyak 7 ekor.

Keberadaan lalat buah pada lahan tanaman labu madu ditandai dengan adanya bekas tusukan yang berupa noda hitam yang tidak terlalu jelas dan merupakan gejala awal serangan lalat buah. Telur berwarna putih bening sampai kuning krem dan berbentuk bulat panjang yang diletakkan berkelompok 2-15 butir pada buah. Ditemukan larva lalat buah yang berwarna putih keruh atau putih kekuningan, berbentuk bulat panjang dengan salah satu ujungnya runcing. Larva lalat buah terdiri atas 3 bagian; yaitu kepala, toraks (3 ruas), dan abdomen (8 ruas). Larva terdiri atas tiga instar. Larva membuat saluran-saluran di dalam buah dan menghisap cairan buah selama 6-9 hari di dalam buah dan menyebabkan buah menjadi busuk. Ditemukan keberadaan pupa lalat buah yang berada di dalam puparium yang berbentuk oval, warna kecoklatan tua, dan panjangnya ± 5 mm. Tanda terakhir yang menunjukkan keberadaan lalat buah adalah ditemukan imago lalat buah rata-rata berukuran 0,7 mm x 0,3 mm dan terdiri atas kepala, toraks, dan abdomen. Pada abdomen umumnya terdapat dua pita melintang dan satu pita membujur warna hitam atau membentuk huruf “T” yang kadang-kadang tidak jelas. Ujung abdomen lalat betina lebih runcing dan mempunyai alat peletak telur (ovipositor) yang cukup kuat untuk menembus kulit buah, sedangkan pada lalat jantan abdomennya lebih bulat.

Kebaradaan kumbang daun (Aulacophora similis) di lahan tanaman labu madu ditandai dengan ditemukannya spesies dengan ciri-ciri tubuh relatif kecil, pendek gemuk dan bulat telur, banyak berwarna cerah dan mengkilap. Kepala tidak memanjang mencadi moncong. Antena pendek, kurang dari setengah panjang tubuh. Larva cenderung berwarna abu-abu kehitaman, agak gemuk dan mempunyai seperti duri-duri di permukaan tubuhnya. Keberadaan kumbang daun di lahan tanaman labu madu juga ditandai dengan ditemukannya beberapa daun dan pucuk bunga yang telah dimakan oleh hama tersebut, yaitu daun dan pucuk bunga tampak berlubang, dan daun tinggal tulang. Kumbang daun (Aulacophora similis berukuran kecil, lebih kurang 1 cm dengan sayap depan yang mengalami modifikasi seperti seludang berwarna kuning polos dan mengkilap.

Keberadaan kepik hitam (Paraeucosmetus pallicornis) pada lahan tanaman labu madu ditandai dengan dijumpainya spesies dengan ciri-ciri badan berwarna hitam mengkilap, berbentuk cembung. Serangga ini memiliki alat mulut pencucuk Ukuran serangga cukup kecil, dengan panjang 2,5 – 7 mm, dan ditemukan dalam kelompok-kelompok kecil pada batang, tunas muda dan bunga tanaman labu madu.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa jarak tanam labu madu tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan semut rangrang, baik pada jumlah individu semut rangrang maupun jumlah koloni semut rangrang. Pada tanaman labu madu ditemukan tiga jenis hama, yaitu lalat buah, kumbang daun, dan kepik hitam.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rakhim. 2016. Pemanfaatan Semut rangrang Sebagai Predator Hama Lalat Buah Pada Tanaman Jeruk (Citrus Sp) di Kota Tarakan.

Agoeti, 2000. Keanekaragaman Jenis Semut pada Tiga Tegakan di Hutan Pendidikan Wanagama I Gunungkidul. Skripsi. Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

(7)

Anam, Choirul dkk. 2014. Kajian Fisikokimia dan Sensoris Tepung Labu Kuning (Cucurbita moschata Durh) Sebagai Substitusi Tepung Terigu Pada Pembuatan Eggroll. Jurnal Teknologi Pangan, Vol.3.No.3:14-19.

Angkasa, 2015. Budidaya Kroto. Jakarta. Wahana Pustaka.

Aprizal, 2019. Studi Populasi Semut rangrang Oecophylla smaragdina (Hymenoptera: Formicidae) di Desa Sirilogui Kecamatan Siberut Utara Kabupaten Kepulauan Mentawai. Jurnal. Program Studi Pendidikan Biologi (STKIP) PGRI Sumatera Barat

Arifin, I., 2014. Keanekaragaman Semut (Hymenoptera: Formicidae) pada Berbagai Subzona Hutan Pegunungan di Sepanjang Jalur Pendakian Cibodas, Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGGP). Fakultas MIPA, Universitas Negeri Jakarta.

Borror, D.J., Triplehorn, C.H., dan Jhonson, N.F., 1996. An Introduction to the study of Insect: Pengenalan Pelajaran Serangga. Diterjemahkan oleh Partosoedjono. Edisi keenam. Yogyakarta: Penerbit Gadjah Mada University Press

Heliyani., 1993. Pedoman Praktis Bercocok Tanam (Mentimun, Waluh, Beligo). Mahkota, Jakarta. Hendrasty, H.K, 2003. Labu Kuning Pembuatan dan Pemanfaatanya. Yogyakarta: Kanisius. Hernawan. 2019. Insekta. Yogyakarta. Gadjahmada University Press.

Irham. 2012. Semut Rangrang. Makalah Pelatihan Budidaya Semut Kroto tanpa Pohon. Denpasar Bali. 14 p.

Natmawi. 2018. Botani dan Taksonomi Tanaman Labu-labuan. Yogyakarta. Gadjahmada University Press.

Normagiat, S., 2014. Kelimpahan dan Keanekaragaman semut sebagai bioindikator di Kawasan Hutan Lindung Gunung Ambawang Kalimantan Barat. Tesis. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Odum, E.P., 1994. Evaluation of Biodiversity for Ecological Engineering: Dasar-Dasar Ekologi. Terjemahan Samingan. T dan Srigando, B. Gajah Mada Press,Yogyakarta.

Odum, E.P., 1996. A Bridge Between Science and Society: Dasar-dasar Ekologi (T. Samingan, Terjemahan). Yogyakarta :Gadjah Mada University Press.

Prayoga. 2015. Anatomi Semut. Gadjahmada University Press. Prihmantoro. 2015. Usahatani Labu Madu. Yogyakarta. Kanisius. Purwantiningsih. 2016. Biologi Semut Rangrang. Jakarta. Puslitbang UI.

Rahayu, S. 2004. Semut Sahabat Petani : Meningkatkan Hasil Buah-buahan dan Menjaga Kelestarian Lingkungan Bersama semut rangrang. In: Male, P.V. & Nguyen, T.T.C. Ants as Friends : Improving Your Tree Crops With Weaver Ants. CABI Bioscience.

Samsudin dan Trisawa. 2017. Teknologi Pengendalian Hayati Hama Penghisap Pucuk dan Bunga Pada Jambu Mete. Jurnal Fakultas Kehutanan. Tesis, Universitas Gadjah Mada.

Soedarya MP, Drs. Arief Prahasta., 2006. Agribisnis Labu Kuning. Jawa Barat : CV Pustaka Grafika.

Sudarto, Yudo., 1993. Budidaya Waluh. Yogyakarta: Kanisius.

Suhara. 2009. Semut rangrang (Oecophylla smaradigna). Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Pendidikan Matematika dan IPA. Universitas Pendidikan Indonesia.

Sulastri, 2018. Biologi Insecta: Entomologi. Graha Ilmu.Yogyakarta. Suprapti. 2018. Berbagai Jenis Tanaman Labu. Yogyakarta. Kanisius.

Surachman dan Suryanto. 2015. Budidaya Labu dan Manfaatnya. Jakarta. Penebar Swadaya. Surono, 2013. Keanekaragaman Semut dan Pola Keberadaannya pada Daerah Urban di Palu,

Sulawesi Tengah. Jurnal Entomologi Indonesia.

Tim Penulis LingkarKata. 2019. Labu Madu. Jakarta. LingkarKata

Tim Penyusun Dadi Makmur. 2015. Cocok Tanam Labu. Solo. Dadi Makmur.

Tsani, M.K. 2013. Kelimpahan Semut rangrang (Oecophylla) pada Beberapa Tegakan di Wanagama I, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Fakultas Kehutanan. Tesis, Universitas Gadjah Mada.

(8)

Warisno dan Dahana, 2014. Kolonisasi Semut Hitam ( Dolichoderus Thoracicus Smith ) pada Tanaman Kakao (Theobroma Cacao L.) dengan Pemberian Pakan Alternati. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Skripsi.

Yusdira dan Waldi, 2015. Beternak Semut Rangrang. Jakarta. Gramedia.

Gambar

Tabel 3. Jenis dan Jumlah Hama Tanaman Labu Madu pada Tiap-tiap Perlakuan  Jumlah Hama pada Perlakuan  Jenis Hama

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan Mengetahui pengaruh pemberian jus buah alpukat ( Persea americana Mill. ) terhadap motilitas spermatozoa tikus wistar yang dipapar asap rokok. Metode : Penelitian

Adapun rumusan masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah: (1) Apakah hasil belajar siswa dapat meningkat melalui penerapan pendekatan PMR pada materi operasi hitung

Namun berdasarkan hasil penelitian Anwar Sitepu (2014) ada lima faktor yang menyebabkan kesalahan dalam penetapan sasaran, yaitu: 1) basis data terpadu yang digunakan sebagai

Media yang dikembangkan pada penelitian ini yaitu multimedia interaktif dilengkapi dengan simulasi berupa animasi yang bertujuan untuk memvisualisasikan konsep

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Apa faktor yang menyebabkan siswa membolos pada siswa kelas X di Sekolah Menengah Kejuruan Telekomunikasi Pekanbaru, (2)

Bagi Marx tujuan akhir dari suatu masyarakat adalah ketiadaan kelas (classless society). Namun sepertinya hal tersebut menghadapi kendala yang tidak mudah. Dalam dialektisismenya,

Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rata-rata yang diperoleh masing-masing kelompok siswa yang dikenai perlakuan pada setiap pertemuan dan dari nilai rata-rata

d. Menyusun hasil akhir analisis jabatan.. Pada tahap ini, TPAJ melakukan pengumpulan data untuk mendapatkan fakta-fakta dan keterangan dari pemegang jabatan, para