• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SENYAWA HIDROKARBON AROMATIK POLISIKLIK (HAP) YANG BERASAL DARI SEDIMEN DI PERAIRAN PELABUHAN KAYU BANGKOA DAN DEGRADASI SENYAWA FENANTREN DALAM SEDIMEN DENGAN OKSIDATOR KMnO4

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS SENYAWA HIDROKARBON AROMATIK POLISIKLIK (HAP) YANG BERASAL DARI SEDIMEN DI PERAIRAN PELABUHAN KAYU BANGKOA DAN DEGRADASI SENYAWA FENANTREN DALAM SEDIMEN DENGAN OKSIDATOR KMnO4"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 ANALISIS SENYAWA HIDROKARBON AROMATIK POLISIKLIK (HAP) YANG

BERASAL DARI SEDIMEN DI PERAIRAN

PELABUHAN KAYU BANGKOA DAN DEGRADASI SENYAWA FENANTREN

DALAM SEDIMEN DENGAN OKSIDATOR KMnO4

Tiameisetia Sumomba, Nursiah La Nafie, dan Adiba Arief

Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Makassar 90245 email: sumombatiameisetia@gmail.com

Abstrak. Penelitian mengenai analisis senyawa Hidrokarbon Aromatik Polisiklik (HAP) yang berasal dari sedimen di perairan Pelabuhan Kayu Bangkoa dan degradasi senyawa fenantren dalam sedimen dengan oksidator KMnO4 telah dilakukan menggunakan alat Kromatografi Gas Spektrofotometri Massa

(GC-MS). Sampel sedimen diambil di 3 lokasi di perairan Pelabuhan Kayu Bangkoa. Pengukuran senyawa fenantren dilakukan dengan metode internal standar dan dianalisis menggunakan GC-MS. Diperoleh bahwa oksidator KMnO4 mampu mendegradasi seluruh senyawa fenantren dengan konsentrasi

137,13 ng/g dalam sedimen.

Kata kunci: Degradasi, Fenantren, Kromatografi Gas Spektrofotometri Massa, Hidrokarbon Aromatik Polisiklik (HAP), Internal Standar.

Abstract. Research about analysis of Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) from sediments in water of Kayu Bangkoa Port and degradation of phenanthrene from sediments by using KMnO4 have been

conducted by Gas Chromatography Mass Spectrophotometry (GC-MS). The samples of sediment were taken at three location in the waters of the Kayu Bangkoa Port. Measurements of phenanthrene performed by standard internal method and analyzed using GC-MS. The results show that KMnO4 oxidizing agent

capable of degradated the whole phenanthrene with concentration of 137,13 ng/g in sediment.

Key words: Degradation, Phenanthrene, Gas Chromatography Mass Spectrophotometry, Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH), Standard Internal.

1.PENDAHULUAN

Pelabuhan Kayu Bangkoa merupakan

pelabuhan perahu rakyat yang digunakan sebagai tempat transit para komuter yang berasal dari pulau-pulau kecil menuju Kota Makassar ataupun sebaliknya. Para komuter

dari pulau-pulau kecil biasanya

menggunakan Pelabuhan Kayu Bangkoa sebagai tempat transit untuk destinasi ke Kota Makassar untuk berbelanja keperluan rumah tangga, bahan pangan, BBM maupun oli [1].

Berbagai aktivitas di sekitar Pelabuhan Kayu Bangkoa yang sering kali terlihat

seperti, naik turun penumpang kapal, bongkar muat barang, menaikkan barang berupa gas, barang belanjaan komuter serta BBM yang biasanya dibawah menuju pulau-pulau kecil [1], sehingga tidak jarang tumpahan dari muatan yang diangkut

khususnya berupa BBM mencemari

permukaan perairan pada Pelabuhan Kayu Bangkoa, mengingat bahwa menurut minyak bumi merupakan bahan-bahan organik yang tergolong aromatik [3].

Senyawa aromatik mengandung

senyawa aromatik lainnya seperti

Hidrokarbon Aromatik Polisiklik (HAP) yang merupakan senyawa aromatik yang

(2)

2

terdiri atas 2 atau lebih cincin benzen. Pada penelitian tentang kandungan dan sumber senyawa HAP dalam sedimen perairan Pakis Jaya, Kabupaten Karawang diperoleh bahwa HAP yang terdapat dalam sedimen perairan bersumber dari tumpahan minyak bumi, pembakaran bahan bakar minyak dan

pembakaran bahan organik [3]. Senyawa

HAP merupakan senyawa yang bersifat toksik, yang dalam kadar yang relatif tinggi sering ditemukan dalam sedimen yang berdekatan dengan daerah perkotaan dan

menjadi pola umum akumulasi HAP [7].

Selain berasal dari aktivitas alami, senyawa HAP juga berasal dari sumber antropogenik yaitu kegiatan industri, transportasi dan aktivitas rumah tangga [15].

Senyawa HAP pada konsentrasi

0,1 - 0,5 ppm berpotensi menyebabkan keracunan pada makhluk hidup dan pada kadar yang rendah dapat menurunkan laju pertumbuhan, perkembangan dan makan

makhluk perairan [7]. Senyawa HAP juga

bersifat lipofil dan karsinogenik serta dapat masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara

antara lain melalui proses respirasi,

terabsorpsi melalui pori-pori kulit serta melalui makanan dan minuman yang

dikonsumsi [6]. Efek yang ditimbulkan

senyawa HAP terhadap organisme dapat menjadi indikator peringatan yang lebih

cepat untuk mengetahui dampaknya

terhadap kesehatan manusia [3]. Senyawa

HAP dapat membahayakan karena senyawa ini sukar untuk terurai. Jika terserap dalam tubuh biota maka akan menimbulkan bau yang menyengat [7].

Senyawa HAP lebih cenderung

terakumulasi dalam sedimen dibandingkan

pada air [4]. Konsentrasi senyawa HAP

dalam sedimen tertentu dapat berkisar antara µg/kg hingga g/kg, jumlah ini juga bergantung pada jarak antara wilayah terhadap sumber senyawa HAP seperti industri, kota dan arus air [13]. Namun, hingga saat ini belum terdapat standar

lingkungan untuk analisis HAP dalam

sedimen di Indonesia [3]. Senyawa HAP

dalam sedimen biasanya didominasi oleh 4-6 cincin yang lebih hidrofobik [13].

Beberapa penelitian dilakukan untuk mencegah dampak buruk akibat pencemaran

HAP dengan melakukan degradasi

menggunakan mikroorganisme maupun

senyawa kimia. La Nafie [5], melakukan

penelitian untuk mendegradasi HAP dengan menggunakan reagen fenton. Murniasih,

dkk., [9], melakukan biodegradasi

menggunakan bakteri laut Pseudomonas sp

untuk mendegradasi senyawa fenantren. Veignie, dkk., [12], melakukan penelitian untuk mengetahui peran hidrogen peroksida dalam mendegradasi senyawa benzo[a]piren oleh jamur Fosarium solani. Dalam 18th World Congress of Soil Science [14], dilakukan penelitian untuk mengetahui efisiensi reagen fenton dan KMnO4 dalam mendegradasi fenantren dan piren dalam tanah dan diperoleh bahwa fenton dan

KMnO4 efisien dalam mendegradasi

senyawa fenantren. Pada penelitian yang dilakukan oleh Chen, dkk., [2], diperoleh

bahwa KMnO4 adalah oksidator yang paling

efektif untuk mendegradasi 16 senyawa HAP.

Demi menghindari dampak

pencemaran senyawa HAP terhadap

masyarakat khususnya masyarakat di sekitar Pelabuhan Kayu Bangkoa maka dalam penelitian ini dilakukan analisis senyawa HAP dalam sedimen di perairan Pelabuhan Kayu Bangkoa serta analisis mengenai

potensi KMnO4 dalam mendegradasi

senyawa fenantren yang tergolong senyawa HAP yang terdiri dari 3 cincin benzen.

2. METODE

2.1 Pengambilan dan Preparasi Sampel

Sebanyak kurang lebih 250 g sampel

sedimen diambil pada masing-masing

lokasi. Sampel sedimen dimasukkan dalam botol kaca yang telah dibilas dengan

(3)

3

n-heksan dan telah diberi label, kemudian

disimpan di dalam ice box. Sampel sedimen

dibawa ke laboratorium dan ditempatkan di atas talang yang telah dibersihkan. Sampel kemudian dikeringkan di udara bebas selama 9 hari, kemudian dihomogenkan dengan mortar dan diayak.

2.2 Analisis HAP dalam Sedimen Yang Diambil dari Perairan Pelabuhan Kayu Bangkoa

Proses awal yang dilakukan adalah ekstraksi sampel. Sebanyak 5 g sampel

ditimbang dengan teliti kemudian

diekstraksi dengan 10 mL diklorometan

dengan menggunakan ultrasonik Soniclean

160 HT. Ekstraksi dilakukan sebanyak 2 kali masing-masing selama 15 menit. Hasil ekstraksi di-centrifuge selama 10 menit

dengan kecepatan 2000 rpm untuk

memisahkan fase padat dan fase cair. Setelah fase padat dan fase cair terpisah, maka fase cair diambil dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 50 mL, dan diuapkan dengan menggunakan aliran gas nitrogen hingga volume kurang lebih 2 mL dan dimasukkan ke dalam botol vial. Sampel

kemudian dianalisis menggunakan

Kromatografi Gas Spektrofotometri Massa (GC-MS 2010 Plus Shimadzu).

2.3 Analisis Senyawa Fenantren Dalam Sampel Sedimen

Sebanyak 100 g sampel sedimen dari perairan Pulau Lae-Lae dimasukkan ke dalam gelas piala 250 mL. Ditambahkan larutan standar fenantren 50 ppm sebanyak 50 mL. Diaduk hingga merata dan ditutup

dengan menggunakan wrap plastic lalu

didiamkan selama 2 minggu. Sebanyak 5 g sampel sedimen yang telah didiamkan selama 2 minggu ditimbang dengan teliti kemudian diekstraksi dengan 10 mL

diklorometan dengan menggunakan

ultrasonik Soniclean 160 HT. Ekstraksi

dilakukan sebanyak 2 kali masing-masing

selama 15 menit. Hasil ekstraksi di-centrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 2000 rpm untuk memisahkan fase padat dan fasse cair. Setelah fase padat dan fase cair terpisah, maka fase cair diambil dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 50 mL, dan diuapkan dengan menggunakan aliran gas nitrogen hingga volume kurang lebih 2 mL dan dimasukkan ke dalam botol vial. Sebanyak 0,5 mL sampel dan larutan standar fenantren 1 ppm dipipet ke dalam

vial yang berbeda kemudian ditambahkan

masing-masing 0,5 mL larutan internal standar iso-oktan 1 ppm dan diencerkan hingga volume 4 mL. Sampel dan standar

kemudian dianalisis menggunakan

Kromatografi Gas Spektrofotometri Massa (GC-MS Angilent 7890A).

2.4 Degradasi Senyawa Fenantren Dalam Sampel Sedimen

Sebanyak 15 mL larutan KMnO4

dengan konsentrasi masing-masing

0,05 M; 0,07 M; dan 0,1 M ditambahkan ke dalam 5 gram sampel sedimen yang telah

dicampurkan dengan larutan standar

fenantren. Disonikasi dengan menggunakan ultrasonik Soniclean 160 HT selama 1 jam. Hasil sonikasi kemudian diekstraksi dengan

10 mL diklorometan menggunakan

ultrasonik Soniclean 160 HT. Ekstraksi dilakukan sebanyak 2 kali masing-masing selama 15 menit. Hasil ekstraksi di-centrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 2000 rpm untuk memisahkan fase padat dan fase cair. Setelah fase padat dan fase cair terpisah, maka fase cair diambil dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 50 mL kemudian ditambahkan 0,2 g Na2SO4 lalu didiamkan selama 1 hari di dalam lemari pendingin. Sampel lalu diuapkan dengan menggunakan aliran gas nitrogen hingga volume kurang lebih 2 mL dan dimasukkan ke dalam botol vial. Sebanyak 0,5 mL sampel dimasukkan ke dalam vial

(4)

4

... (1)

... (1)

... (1)

... (1)

0,5 mL larutan interrnal standar iso-oktan 1 ppm dan diencerkan hingga volume 4 mL. Sampel kemudian dianalisis menggunakan Kromatografi Gas Spektrofotometri Massa (GC-MS Angilent 7890A). 2.5 Analisis HAP Pada Sedimen di Perairan Pelabuhan Kayu Bangkoa dengan Kromatografi Gas Spektrofotometer Massa (GC-MS) Analisis senyawa HAP dilakukan dengan instrumen Gas Kromatografi dengan detektor Spektrofotometri Massa (GC-MS 2010 Plus Shimadzu). Kondisi GC saat sampel diinjeksi adalah suhu injektor diatur pada 300 °C, dengan mode splitless, kolom kapiler jenis SH-Rxi-5Sil MS dengan panjang 30 m, diameter 0,25 mm dan ketebalan lapisan film 0,25 μm (5% difenil:95% dimetil polisiloksan). Gas yang digunakan adalah gas helium dengan kecepatan alir pada kolom 1,32 mL/min. Suhu kolom diatur pada suhu 150 oC selama 2 menit kemudian suhu dinaikkan dengan gradien 150-300 oC secara perlahan selama 5 menit, dan akhirnya suhu dinaikkan hingga 300 oC selama 7 menit. Setelah mencapai suhu akhir 300 oC instrumen dibiarkan selama 15 menit. Suhu penghubung dan sumber ion diatur pada suhu 300 oC dan 230oC. 2.5 Analisis HAP Pada Sedimen Sebelum dan Sesudah Degradasi dengan Kromatografi Gas Spektrofotometer Massa (GC-MS) Analisis HAP dilakukan dengan instrumen Gas Kromatografi dengan detektor Spektrofotometri Massa (GC-MS Angilent 7890A). Kondisi GC saat sampel diinjeksi adalah suhu injektor diatur pada 280 °C, dengan mode splitless, kolom kapiler jenis HP-5MS dengan panjang 60 m, diameter 0,25 mm dan ketebalan lapisan film 0,25 μm (5% fenil metilpolisil). Gas yang digunakan adalah gas helium dengan kecepatan alir pada kolom 1 mL/min. Suhu kolom diatur pada suhu 40 oC selama 5 menit kemudian suhu dinaikkan 10 oC/menit hingga mencapai 290 oC selama 1 menit. Setelah mencapai suhu akhir 300 oC instrumen dibiarkan selama 15 menit. Suhu detektor diatur pada 280 oC. Suhu transfer linediatur pada 280 oC. 2.6 Perhitungan Konsentrasi HAP 2.6.1 Perhitungan Faktor Respon [8] Keterangan : Rf : Faktor Respon dari standar analisis HAP dan internal standar ASt : Area HAP pada standar kalibrasi A[IS] : Area internal standar untuk standar kalibrasi CSt : Konsentrasi HAP dari larutan standar kalibrasi C[IS] : Konsentrasi internal standar untuk larutan standar kalibrasi 2.6.2 Perhitungan jumlah HAP hasil ekstraksi pada sampel sedimen [8] Keterangan : XHAP : Jumlah HAP hasil ekstraksi sampel AHAP : Area HAP dari sampel A[IS]S : Area internal standar dari sampel X[IS] : Jumlah internal standar yang ditambahkan ke dalam sampel : Faktor respon 2.6.2 Konsentrasi HAP dalam sampel sedimen (ng/g) [8] ...(1)

...(2)

(5)

5

Keterangan :

C : Konsentrasi HAP dalam sampel

(ng/g)

: Jumlah HAP hasil ekstraksi sampel m : Massa sampel (g)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Kondisi Pada Saat Sampling

Kondisi perairan dan aktivitas

pencemaran dalam air laut dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya adalah suhu, pH dan kedalaman air laut. Parameter-parameter hidrologi tersebut dilakukan secara in-situ. Kondisi air laut di perairan Pelabuhan Kayu Bangkoa dapat dilihat pada Tabel 1.

No. Lokasi Kondisi Perairan Suhu pH Kedalaman 1 Lokasi 1 31 o C 7 120 cm 2 Lokasi 2 30 o C 6 220 cm 3 Lokasi 3 30,5 o C 6 180 cm

Tabel 1. Kondisi perairan Pelabuhan Kayu Bangkoa

3.2 Analisis Senyawa HAP Dalam Sedimen Perairan Pelabuhan Kayu Bangkoa

Dari gambar kromatogram yang

disajikan menunjukkan tidak terdapat

senyawa HAP yang tidak terikat dari 3 sampel sedimen, namun diperoleh senyawa

4H-1-Benzopiren-4-one,2-(3,4-dimetoksifenil)-3,5-dihidroksi-7-metoksi pada waktu retensi 31,564 menit dengan area 304394 pada lokasi 1 dan senyawa

4H-1-bBenzopiren-4-one,5,7-dihidroksi-2-

(3-hidroksi-4,5-dimetoksifenil)-6,8-dimetoksi pada waktu retensi 21,205 menit dengan area 170272 pada lokasi 3. Hal ini mengindikasikan bahwa senyawa HAP yang terdapat dalam sedimen perairan Kayu Bangkoa sangat kecil dan sulit untuk diisolasi menjadi senyawa yang tidak terikat sehingga tidak dilakukan analisis kuantitatif untuk mengetahui kadar dari senyawa HAP dalam sedimen di perairan Pelabuhan Kayu Bangkoa.

Gambar 1. Kromatogram senyawa HAP pada sedimen yang diambil pada lokasi 1

Gambar 2. Kromatogram senyawa HAP pada sedimen yang diambil pada lokasi 2

(6)

6 Gambar 3. Kromatogram senyawa HAP

pada sedimen yang diambil pada lokasi 3

Pencemaran dari senyawa HAP

kemungkinan berasal dari aktivitas

perkapalan yang berada di sekitar dermaga. Tumpahan minyak pada permukaan perairan di sekitar perairan Pelabuhan Kayu Bangkoa menyebabkan terjadinya pencemaran oleh senyawa HAP. Namun adanya faktor gelombang, angin dan arus kemungkinan menyebabkan penyebaran molekul-molekul dari tumpahan minyak, sehingga tidak sampai terakumulasi dalam sedimen di lokasi pengambilan sampel.

3.3 Analisis Senyawa Fenantren Dalam Sampel Sedimen

Sampel sedimen dari perairan Pulau

Lae-Lae digunakan dalam degradasi

senyawa fenantren dengan menggunakan oksidator KMnO4 dikarenakan hasil analisis senyawa HAP yang terdapat dalam sampel sedimen di perairan Pelabuhan Kayu Bangkoa sangat kecil dan senyawa HAP yang diperoleh juga merupakan senyawa HAP yang terikat sehingga sulit untuk

mengamati hasil degradasi dengan KMnO4.

Terlebih dahulu dilakukan analisis untuk menentukan senyawa-senyawa yang terdapat dalam sedimen di perairan Pulau

Lae-Lae dengan alat GC-MS. Dari hasil analisis tidak diperoleh senyawa HAP sehingga sampel sedimen dari perairan Pulau Lae-Lae dapat digunakan dalam tenik modeling degradasi senyawa fenantren

menggunkan oksidator KMnO4.

Gambar 4. Kromatogram senyawa-senyawa pada sampel sedimen di Perairan Pulau Lae-Lae

Setelah dipastikan bahwa tidak terdapat senyawa HAP dalam sampel sedimen di perairan Pulau Lae-Lae maka ditambahkan senyawa fenantren 50 ppm dalam 100 gram sampel sedimen dan didiamkan selama 2 minggu kemudian dianalisis dengan menggunakan GC-MS. Hasil analisis senyawa HAP dalam sedimen menunjukkan senyawa fenantren pada waktu retensi 21,49 menit dengan area 79455. Dari hasil analisis menggunakan GC-MS juga diperoleh waktu retensi dari internal standar iso-oktan pada waktu retensi 3,02 menit dengan area 142270048.

Berdasarkan data yang diperoleh dari

analisis menggunakan GC-MS maka

diketahui konsentrasi senyawa fenantren dalam sampel sedimen dengan perhitungan menggunakan perbandingan internal standar iso-oktan. Konsentrasi senyawa fenantren

dalam sedimen diperoleh sebesar

(7)

7 Gambar 5. Kromatogram senyawa

fenantren pada sampel sedimen setelah skala diperbesar

3.4 Analisis Degradasi Senyawa Hidrokarbom Aromatik Polisiklik (HAP) Dalam Sampel Sedimen Dengan Menggunakan Oksidator KMnO4

Dari ketiga sampel sedimen yang telah didegradasi dengan variasi konsentrasi

KMnO4 diperoleh bahwa tidak terdapat

senyawa fenantren. Hal tersebut

mengindikasikan bahwa senyawa fenantren

dalam sampel kemungkinan telah

mengalami degradasi atau penguraian. Senyawa-senyawa baru yang diperoleh diduga merupakan hasil degradasi senyawa fenantren. Tidak ditemukannya senyawa fenantren dalam sampel sedimen juga dapat

diakibatkan oleh perbandingan antara

konsentrasi oksidator KMnO4 dengan

senyawa fenantren yang terdapat dalam

sampel tidak seimbang. Konsentrasi

senyawa fenantren dalam sampel sangat kecil dibandingkan dengan konsentrasi oksidator KMnO4.

Senyawa yang diperoleh diduga

merupakan senyawa antara sebagai hasil reaksi senyawa fenantren dan KMnO4.. Hasil reaksi dari proses degradasi sempurna senyawa fenantren menggunakan oksidator

KMnO4 seharusnya tidak menghasilkan

senyawa organik lain namun akan

menghasilkan CO2 dan H2O yang tidak berbahaya bagi makhluk perairan [11].

Gambar 6. Kromatogram senyawa fenantren dalam sedimen setelah degradasi

dengan KMnO4 0,05 M setelah skala

diperbesar.

Dari analisis menggunakan alat

GC-MS dapat diketahui area dan struktur senyawa yang diperoleh setelah degradasi

menggunakan oksidator KMnO4

0,05 M. Berdasarkan data yang diperoleh maka diketahui waktu retensi internal standar iso-oktan adalah 3,01 menit dengan

area 86600803, juga diperoleh bahwa

terdapat senyawa baru dalam sampel sedimen yang telah didegradasi yang ditunjukkan oleh kromatogram pada waktu retensi 27,87 menit dengan area 84246. Senyawa tersebut ialah Dodekahidro-6H-pirido[1,2-b]isokuinolin-6-one yang diduga sebagai hasil degradasi senyawa fenantren dalam sedimen.

Gambar 7. Kromatogram senyawa fenantren dalam sampel sedimen setelah degradasi dengan KMnO4 0,07 M, setelah skala diperbesar

(8)

8

Dari analisis menggunakan alat GC-MS diketahui area dan struktur senyawa yang diperoleh setelah degradasi dengan

oksidator KMnO4 0,07 M. Berdasarkan data

yang diperoleh maka diketahui waktu retensi internal standar iso-oktan adalah 3,02 menit dengan area 100997342. Dari hasil analisis juga diperoleh bahwa terdapat senyawa baru

dalam sampel sedimen yang telah

didegradasi pada waktu retensi 29,41 menit dengan area 30673. Senyawa tersebut ialah 2-Metil-5-(4-morfolinil)benzo-1,4-kuinon yang diduga sebagai hasil degradasi senyawa fenantren dalam sedimen.

Gambar 8. Kromatogram senyawa fenantren dalam sampel sedimen setelah degradasi dengan KMnO4 0,1 M, setelah skala diperbesar.

Dari analisis menggunakan alat GC-MS dapat diketahui area dan struktur senyawa yang diperoleh setelah degradasi

menggunakan oksidator KMnO4 0,1 M.

Berdasarkan data yang diperoleh maka diketahui waktu retensi internal standar iso-oktan adalah 3,00 menit dengan area

108466180. Dari hasil analisis juga

diperoleh bahwa senyawa Dodekahidro-6H-pirido[1,2-b]isokuinolin-6-one pada waktu retensi 27,87 menit yang mengalami pergeseran area dari 42273 menjadi 69716,

sehingga diduga senyawa tersebut

merupakan hasil degradasi senyawa

fenantren dalam sedimen menggunakan KMnO4 0,1 M.

Konsentrasi fenantren dalam sampel sedimen sebelum penambahan oksidator KMnO4 ialah 137,13 ng/g. Setelah proses

degradasi dengan oksidator KMnO4 0,05 M;

0,07 M dan 0,1 M tidak diperoleh senyawa fenantren lagi namun diperoleh beberapa senyawa baru yang diduga merupakan hasil

degradasi senyawa fenantren. Dengan

membandingkan area dari senyawa-senyawa yang diperoleh setelah hasil degradasi dengan area senyawa-senyawa sebelum proses degradasi, maka diduga senyawa

fenantren telah terdegradasi menjadi

senyawa Dodekahidro-6H-pirido[1,2-b]

isokuinolin-6-one memenggunakan

oksidator KMnO4 0,05 M, sedangkan

senyawa 2-Metil-5-(4-morfolinil)benzo-1,4-kuinon diduga sebagai hasil degradasi

senyawa fenantren dalam sedimen

menggunakan oksidator KMnO4 0,07 M,

dan senyawa Dodekahidro-6H-pirido

[1,2-b]isokuinolin-6-one diduga sebagai

hasil degradasi senyawa fenantren dalam sampel sedimen menggunakan oksidator KMnO4 0,1 M.

Melalui data hasil analisis dengan menggunakan alat GC-MS diperoleh bahwa

oksidator KMnO4 dengan konsentrasi

0,05 M; 0,07 M; dan 0,1 M mampu

mendegradasi keseluruhan senyawa

fenantren dengan konsentrasi 137,13 ng/g. Dalam penelitian yang dilakukan Silva, dkk., [11], diperoleh bahwa 7 g KMnO4/kg tanah 87,5% fenantren selama 24 jam dan 3 g KMnO4/kg tanah 84,5% fenantren selama

72 jam. Menurut Pawar [10], KMnO4

memang merupakan oksidator yang paling kuat dalam mendegradasi senyawa HAP khususnya fenantren dan antrasen.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Terdapat senyawa hidrokarbon aromatik

polisiklik (HAP) dalam bentuk senyawa

(9)

4H-1-Benzopiren-4-one,2-(3,4-9

dimetoksifenil)-3,5-dihidroksi-7-metoksi

dan senyawa

4H-1-Benzopiren-4-

one,5,7-dihidroksi-2-(3-hidroksi-4,5-dimetoksifenil)-6,8-dimetoksi dalam

sedimen di perairan Pelabuhan Kayu Bangkoa.

2. KMnO4 0,1 M; 0,07 M; dan 0,05 M

mampu mendegradasi keseluruhan

senyawa fenantren dengan konsentrasi 137,13 ng/g dalam sedimen di perairan Pulau Lae-Lae.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Arief, A.B., Ramli, M.I, Akil, A., Yudono, A., 2015, Prinsip-Prinsip Transit Oriented Development (TOD) Pantai, Berbasis Potensi Pelabuhan Rakyat Kayu Bangkoa, Makassar, Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015, A: 047-054.

[2] Chen, C. W., Binh, N. T., Hung, C. M., Chen, C. F., and Dong, C. D., 2015,

Removal of Polycyclic Aromatic

Hydrocarbons From Sediments Using

Chemical Oxidation Process, J. Adv.

Oxid. Technol, 18(1): 15-22.

[3] Edward, 2015, Kandungan Dan Sumber Asal Senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH) Dalam Sedimen Di

Perairan Pakis Jaya, Kabupaten

Karawang, Jurnal Akuatik, 6(2): 95-106.

[4] Juhasz, A. L., and Naidu, R., 2000, Bioremediation of High Molecular

Weight Polycyclic Aromatic

Hydrocarbons: A Review of The

Microbial Degradation of

Benzo(a)pyrene, International

Biodeterioration and Biodegradation, 45: 57-88.

[5] La Nafie, N.L., 2007, Application Of Fenton’s Reagent On Remediation Of

Polycyclic Aromatic Hydrocarbons

(PAHs) In Spiked Soil, Indonesia

Journal Chemistry, 7(2): 208-213. [6] Lukitaningsih, E., Sudarmanto, B. S. A.,

dan Noegrohati, S., 2001, Analisis

Kandungan Senyawa Hirokarbon

Polisiklik Aromatik Dalam Daging

Olahan, Majala Farmsi Indonesia,

12(3): 103-108.

[7] Marsaoli, M., 2004, Kandungan Bahan Organik , N-Alkana, Aromatik dan Total Hidrokabon Dalam Sedimen di Perairan Raha Kabupaten Muna,

Sulawesi Tenggara, Jurnal Makara,

Sains, 8(3): 116-122.

[8] Mittendorf, K., Hollosi, L., Ates, E.,

Bousova, K., Phillips, E.,

Huebschmann, H. J., and Chang, J.,

2010, Determine of Polycyclic

Aromatic Hydrocarbons (PAHs) and Aliphatic Hydrocarbons in Fish by GC-MS/MS, Thermo Fisher Scientific, Methode 51991: 1-8.

[9] Murniasih, T., Yopi dan Budiawan, 2009, Biodegradasi Fenantren Oleh

Bakteri Laut Pseudomonas sp KalP3b22

Asal Kumai Kalimantan Tengah,

Makara, Sains, 13(1): 77-80.

[10] Pawar, R. M., 2012, The Effect of Soil pH on Degradation of Polycylcic

Aromatic Hydrocabons (PAHs), Tesis,

Life Science, Universitas Hertfordshire, England.

[11] Silva, C.K. O., Aguiar, L. G., Ciriaco, M. F., Vianna, M. M. G., R., Nascimento, C. A. O., Chiavone-Filho, O., Pereira, C. G., and Foletto, E. L., 2014, Remediation of Solid

(10)

10

Matrix Containing Antracene and

Phenanthrene By Permanganate

Oxidatint, Global NEST Journal,

16(2): 393-401.

[12] Veignie, E., Rafin, C., Woisel, P. and Cazier, F, 2004, Preliminary evidence of the role of hydrogen peroxide in the degradation of benzo[a]pyrene by a non-white rot fungus Fusarium solani, Enviromental Pollution, 129: 1-4. [13] Wick, A. F., Haus, N. W., Sukkariyah,

B. F., Haering, K. C., and Daniel, W. L., 2011, Remediation of PAH-Contaminated Soils and Sediments: A

Literature Review, (Online),

(http://www.landrehab.org/userfiles/fil es

/Dredge/Virginia%20Tech%20PAH%

20Remediation%20Lit%20Revie%202 011.pdf, diakses 21 Januari 2016). [14] 18th World Congress of Soil Science,

2006, Degradation Of Phenanthrene And Pyrene In Soil: Fenton’s Reagent

Versus Potassium Permanganate,

International Union of Soil Science,

(Online), (https://crops.confex.com/

crops/wc2006/techprogram/P15788.H TM, diakses 21 Januari 2016).

[15] Zakaria, M. P., Mahat, A. A., 2006, Distribution of Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAHs) in Sediment in the Langat Estuary, Journal of Coastal Marine Science, 30(1): 387-395.

Gambar

Tabel  1.  Kondisi  perairan  Pelabuhan  Kayu
Gambar 4. Kromatogram senyawa-senyawa
Gambar  7.  Kromatogram  senyawa  fenantren  dalam  sampel  sedimen  setelah  degradasi  dengan  KMnO 4   0,07  M,  setelah  skala diperbesar
Gambar  8.  Kromatogram  senyawa  fenantren  dalam  sampel  sedimen  setelah  degradasi  dengan  KMnO 4   0,1  M,  setelah  skala diperbesar

Referensi

Dokumen terkait

1) Memberikan penyuluhan pemahaman hukum kepada masyarakat dan sekolah-sekolah mulai dari tingkat dasar sampai tingkat lanjutan dan juga instansi-instansi Mengenai

Batasan masalah yang diteliti akan dibatasi pada fokus penelitian ini adalah pengembangan media pembelajaran berupa modul praktikum fisika pada pokok bahasan getaran

Tujuan penulis ialah untuk membangun karakteristik penokohan dalam film fiksi melalui teknik penyutradaraan yang dilakukan dengan penelitian kualitatif serta metode observasi,

200 sedangkan pada batas susut (SL), batas plastis (PL) dan mengalami kenaikan. Menurut metode AASHTO, tanah termasuk dalam klasifikasi A-7-5 dengan tipe material yang pada

Begitu juga dengan kajian yang dilakukan oleh Raja Maria (2011) yang mendapati bahawa faktor yang mempengaruhi tekanan kerja guru adalah (i) beban kerja (ii) kekangan

Terlepas dari faktor yang melandasi terjadinya permasalahan atau konflik, gejala yang timbul dalam organisasi saat terjadi konflik dimana saat individu atau suatu kelompok

Näin ollen valmennuksen ei nähdä rajoittuvan tämän tutkimuksen valossa vain valmentajan ja palvelun saajan väliseen vuorovaikutukseen, vaan palvelukokemus muodostuu

25 Pertanyaan selanjutnya adalah Apakah mahasiswa yang menilai hasil penggunaan bahasa karangan bahasa inggris mereka sendiri (self assessment) dengan nilai tinggi