x ABSTRAK
GEL EKSTRAK SARANG BURUNG WALET (Collocalia Fuciphaga) TOPIKAL MENINGKATKAN NEOVASKULARISASI, JUMLAH SEL
FIBROBLAS DAN EPITELISASI PADA PENYEMBUHAN LUKA TIKUS (Rattus Norvegicus) WISTAR JANTAN DIABETES MELITUS
Salah satu komplikasi diabetes adalah berkembangnya luka kronis menjadi ulkus diabetikum, yang terjadi pada 15% orang yang menderita diabetes, dimana umumnya terjadi di daerah kaki. Sarang burung walet memiliki efek mitogenik dan dapat mempercepat penyembuhan luka. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa pemberian gel ekstrak sarang burung walet 40% secara topikal pada jaringan luka tikus putih diabetes melitus dapat meningkatkan neovaskularisasi, jumlah fibroblas, dan epitelisasi.
Penelitian ini menggunakan randomized post test only control group
design yang menggunakan 36 ekor tikus galur wistar (Rattus norvegicus) dewasa yang diinduksi menjadi diabetes, berumur 4-5 bulan, dengan berat badan 200-250 gram, yang terbagi menjadi 2 (dua) kelompok masing-masing berjumlah 18 ekor tikus. Untuk menginduksi diabetes tipe 2 pada tikus percobaan, seluruh kelompok tikus diberi suntikan nicotinamide (NA) 230 mg/kg bb dan streptozotocin (STZ)
dosis tunggal 50 mg/kg bb secara intraperitoneal. STZ diketahui dapat merusak
sel beta pankreas, sedangkan NA diberikan pada tikus untuk melindungi sebagian dari sel beta pankreas terhadap pengaruh STZ. Kelompok pertama adalah kelompok kontrol yaitu kelompok yang diberikan gel plasebo + antibiotik oral + metformin oral (P0), dan kelompok kedua adalah kelompok perlakuan yaitu kelompok yang diberikan ekstrak sarang burung walet 40% + antibiotik oral + metformin oral (P1). Pada masing-masing kelompok dibagi menjadi dua kelompok lagi yang masing-masing berjumlah 9 ekor tikus untuk pemeriksaan neovaskularisasi dan fibroblas pada hari ke-5 dan pemeriksaan epitelisasi pada hari ke-10.
Hasil penelitian menunjukkan rerata neovaskularisasi pada kelompok P0 adalah 6,67±0,707, sedangkan pada kelompok P1 adalah 10,22±1,093(p<0,001). Selain itu, rerata jumlah sel fibroblas pada kelompok P0 adalah 67,78±4,265, dan pada kelompok P1 adalah 91,89±3,100 (p<0,001). Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah 10 hari perlakuan, pada kelompok P0 masih menunjukkan adanya celah luka, sedangkan pada kelompok P1 tidak teramati adanya celah luka yang menunjukkan bahwa epitelisasi telah sempurna.
Dapat disimpulkan bahwa pemberian gel ekstrak sarang burung walet 40% secara topikal pada jaringan luka tikus diabetes melitus dapat meningkatkan neovaskularisasi, jumlah fibroblas, dan epitelisasi. Penelitian ini perlu dikembangkan lebih lanjut ke tahap uji klinis sebelum digunakan pada manusia.
Kata kunci: sarang burung wallet, luka, diabetes melitus, neovaskularisasi, fibroblas, dan epitelisasi.
xi ABSTRACT
TOPICAL SWIFTLET (Collocalia Fuciphaga) NEST EXTRACT GEL INCREASED THE NUMBER OF NEOVASCULARIZATION, FIBROBLAST AND EPITHELIALIZATION IN WOUND HEALING OF
MALE DIABETIC WISTAR RATS (Rattus Norvegicus)
One of the most common complication of diabetes is development of chronic wound known as diabetic ulcers, which occur in 15% diabetic patients, and usually located on the foot. The swiftlet nest has mitogenic effects and can accelerate wound healing. The purpose of this study was to prove that topical administration of 40% swiftlet nest extract gel in wound of wistar rats with diabetes mellitus is able to increase the number of neovascularization, fibroblasts, and epithelialization.
This study was using randomized posttest only control group design ,using
36 diabetic induced strains wistar rats (Rattus norvegicus), aged 4-5 months,
weighing 200-250 grams, which was divided into two groups respectively. To induce diabetes type 2 in the experimental rats all of the groups were administered with single dose of nicotinamide (NA) (230 mg/kgBW) and streptozotocin (STZ) (50 mg/kgBW) intraperitoneally. Streprozotocin is well known to caused pancreatic B-cell damage, whereas NA was administered to rats to partially protect pancreatic B-cell against STZ.
The first group was the control group treated with placebo gel + metformin + oral antibiotics (P0), and the second group was the treatment group treated with 40% swiftlet nest extract gel + metformin + oral antibiotics (P1). Each group was re-divided into two more groups with 9 rats respectively for examination of neovascularization and fibroblasts on the fifth day and examination epithelialization on the tenth day.
The results showed the mean neovascularization of P0 group was 6.67 ± 0.707, while the P1 group was 10.22 ± 1.093 (p <0.001). In addition, the average number of fibroblasts in the P0 group was 67.78 ± 4.265, while in the P1 group was 91.89 ± 3.100 (p <0.001). Results showed that after 10 days of treatment wound gaps were still visible in the P0 group, whereas it was not visible in P1group, indicating that the epithelialization was perfect.
It can be concluded that topical administration of 40% swiftlet nest extract in wounds of rats with diabetes mellitus increased the number of neovascularization, fibroblasts, and epithelialization. This research needs to be further developed to the stage of clinical trials prior to use in humans.
Keywords: swiftlet nest, wound, diabetes mellitus, neovascularization, fibroblast, and epithelialization.
xii
DAFTAR ISI
JUDUL ... i
SAMPUL DALAM ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv
UCAPAN TERIMAKASIH ... v
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR DAN BAGAN ... xiv
DAFTAR SINGKATAN ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2Rumusan Masalah ... 8 1.3 Tujuan Penelitian ... 8 1.3.1 Tujuan Umum ... 8 1.3.2 Tujuan Khusus ... 8 1.4 Manfaat Penelitian ... 9 1.4.1 Manfaat Ilmiah ... 9 1.4.2 Manfaat Praktis ... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10
2.1 Penuaan ... 10
2.1.1 Anti Penuaan (Anti Aging ) ... 10
2.2 Diabetes Melitus ... 11
2.2.1 Klasifikasi Diabetes Melitus ... 12
2.2.2 Komplikasi Pada Diabetes Melitus ... 12
2.3 Luka ... 13
xiii
2.3.2 Penyembuhan Luka ... 13
2.3.3 Fase Penyembuhan Luka ... 14
2.3.3.1 Fase Koagulasi dan Inflamasi ... 16
2.3.3.2 Fase Proliferasi ... 20
2.3.3.3 Fase Remodelling ... 27
2.3.4 Parameter Penyembuhan Luka ... 28
2.3.5 Luka Pada Diabetes ... 29
2.4 Streptozotocin ... 36
2.5 Growth Factor Dalam Penyembuhan Luka ... 38
2.6 Glikosaminoglikan ... 40
2.7 Ekstrak Sarang Burung Walet ... 40
2.7.1 Penelitian Ilmiah Khasiat Ekstrak Sarang Burung Walet ... ..43
2.7.2 Kandungan Ekstrak Sarang Burung Walet ………..44
2.7.3 Sialic Acid ... ..46
2.8 Hewan Percobaan ... ..47
2.8.1 Tikus Putih (Rattus Norvegicus ) Jantan ... ..47
2.8.2 Kriteria Tikus Diabetes ... ..48
2.8.3 Konversi Usia Tikus Terhadap Usia Manusia ... ..49
2.9 Gel ... ..49
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, HIPOTESIS PENELITIAN… 51 3.1. Kerangka Berpikir ... ..51
3.2. Konsep ... ..53
3.3. Hipotesis Penelitian ... ..54
BAB IV METODE PENELITIAN ... ..55
4.1Rancangan Penelitian ... ..55
4.2Tempat dan Waktu Penelitian… ... ..56
4.3Populasi dan Sampel ... ..57
4.3.1 Variabilitas Populasi ... ..57
xiv
4.3.3 Penghitungan Besar Sampel ... ..58
4.3.4 Tehnik Penentuan Sampel ... ..58
4.4Variabel Penelitian ... ..59
4.4.1 Klasifikasi Variabel ... ..59
4.4.2 Definisi Operasional Variabel ... ..59
4.5Bahan dan Instrumen Penelitian Serta Hewan Percobaan ... ..61
4.5.1 Bahan Penelitian ... ..61
4.5.2 Instrumen Penelitian ... ..61
4.5.3 Hewan Percobaan ... ..63
4.6Prosedur Penelitian ... ..63
4.6.1 Pembuatan Gel Sarang Walet ... ..63
4.6.2 Pengujian Gel Sarang Walet ... ..63
4.6.3 Pemeliharaan Hewan Percobaan ... ..64
4.6.4 Pelaksanaan Pemeriksaan ... ..64
4.6.5 Pengambilan Kulit ... ..67
4.6.6 Pembuatan Preparat Histopatologi ... ..68
4.6.6.1 Fiksasi Pembuatan Preparat Histologi ... ..68
4.6.6.2 Pewarnaan ... ..69
4.6.6.3 Penutup Sediaan ... ..70
4.6.7 Pengamatan Histopatologi ... ..71
4.6.8 Alur Penelitian ... ..72
4.7Analisis Data ... ..73
BAB V HASIL PENELITIAN ... ..74
5.1 .. Analisis Deskriptif ... ..74
5.2 .. Uji Normalitas Data ... ..77
5.3 .. Uji Homogenitas Data ... ..78
5.4 .. Uji Komparabilitas ... ..78
BAB VI PEMBAHASAN ... ..82
xv
6.2 .. Hasil Analisa Kandungan Gel Ekstrak Sarang Walet ... ..82
6.3 .. Pemberian Gel Ekstrak Sarang Burung Walet 40% Pada Luka ... ..83
BAB VII SIMPULAN ... ..89
7.1 .. Simpulan ... ..89
7.2 .. Saran ... ..89
DAFTAR PUSTAKA ... ..90
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Sinyal Growth Factor Pada Daerah Luka ... ..37
Tabel 2.2 Distribusi Asam Amino (mg/g) Pada Ekstrak Sarang Burung Walet .. ..45
Tabel 2.3 Konversi Usia Tikus Terhadap Manusia ... ..49
Tabel 5.1 Rerata Nilai Variabel Antar Kelompok ... ..77
Tabel 5.2 Hasil Uji Normalitas Data Antar Kelompok ... ..77
Tabel 5.3 Hasil Uji Homogenitas Data Antar Kelompok ... ..78
xvii
DAFTAR GAMBAR DAN BAGAN
Gambar 2.1 Grafik Fase Penyembuhan Luka ... ..15
Gambar 2.2 Penyembuhan Luka ... ..15
Gambar 2.3 Luka Kulit Pada Hari Ke 3 ... ..16
Gambar 2.4 Luka Kulit Pada Hari Ke 5 ... ..21
Gambar 2.5 Collocalia Fuchipaga Dan Sarang Burung ... ..41
Gambar 2.6 Collocalia Maxima Dan Sarangnya ... ..42
Gambar 2.7 Collocalia Esculanta Dan Sarangnya ... ..42
Gambar 2.8 Sarang Walet Collocalia Fuciphaga ... ..43
Gambar 2.9 Rattus Norvegicus ... ..48
Gambar 3.1 Kerangka Konsep ... ..53
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian ... ..56
Gambar 4.2 Alur Penelitian ... ..72
Gambar 5.1 Pemeriksaan Histopatologi Kulit, Neovaskularisasi ... ..75
Gambar 5.2 Pemeriksaan Histopatologi Kulit, Fibroblas ... ..76
Gambar 5.3 Pemeriksaan Histopatologi Kulit, Celah Luka ... ..76
Gambar 5.4 Grafik Perbandingan Rerata Neovaskularisasi Antar Kelompok... ..80
Gambar 5.5 Grafik Perbandingan Rerata Fibroblas Antar Kelompok ... ..81
xviii
AAM : Anti Aging Medicine
ADP : Adenosin diphosphate
CTGF : Connective tissue growth factor
ECM : Extra Cellular matrix
EGF : Epidermal Growth Factor
FGF : Fibroblast Growth Factor
GAGs : Glycosaminoglycan
HB EGF : Heparin bindingEpidermal Growth Factor
IGF-1 : Insulin like growth factor-1
IL-1 : Inter Leukin-1
IL-6 : Inter Leukin-6
KGF : Keratinocyte Growth Factor
MMP : Matrix metalloproteinase
MRSA : Methicillin-resistant Staphylococcus aureus
NA : Nicotinamide
PDGF : Platelet Derived Growth Factor
STZ : Streptozotocin
TGF α : Transforming Growth Factor α
TGF β : Transforming Growth Factor β
TNF : Tumor necrosis factor
t-RNA : transfer- Ribonucleic Acid
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Uji kandungan Sialic Acid pada ekstrak sarang Walet Lampiran 2. Hasil Uji kandungan bahan aktif lain pada sarang burung Walet
1 q BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seringkali orang hanya pasrah bahwa menjadi tua adalah suatu hal yang alami, dan menerima begitu saja akan segala penyakit dan kekurangan yang ditimbulkan akibat proses penuaan tersebut. Seiring dengan proses penuaan yang terjadi kita akan semakin sering atau mudah menderita suatu penyakit dan fungsi organ tubuh pun akan mengalami penurunan.
Setelah mencapai usia tertentu, secara alamiah seluruh komponen tubuh tidak dapat berkembang lagi. Sebaliknya, justru terjadi kemunduran karena proses penuaan. Proses penuaan dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Yang termasuk faktor internal antara lain adalah radikal bebas, penurunan kadar hormon, metilasi, proses glikolisasi, apoptosis, penurunan sistem kekebalan dan genetik. Sedangkan yang termasuk faktor eksternal antara lain adalah gaya hidup dan diet yang tidak sehat, kebiasaan yang salah, polusi lingkungan, stres dan kondisi ekonomi yang buruk (Pangkahila, 2007).
Karena berbagai faktor tersebut maka seseorang mengalami proses penuaan, menjadi sakit dan akhirnya meninggal (Pangkahila, 2007). Salah satu penyakit yang diakibatkan oleh proses penuaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi di masyarakat adalah diabetes melitus.
2
Dari data yang didapatkan pada tahun 2014, secara global ada 422 juta manusia usia dewasa yang menderita diabetes, sedangkan pada pada tahun 1980 jumlah penderita diabetes hanya sekitar 180 juta. Jumlah penderita diabetes meningkat cukup tinggi karena semakin banyaknya orang yang memiliki pola hidup tidak sehat. Diabetes menyebabkan 1,5 juta kematian pada tahun 2012 seiring dengan
meningkatnya resiko penyakit kardiovaskular, stroke, dan komplikasi lainnya yang
berkaitan dengan diabetes. Prevalensi diabetes melitus tipe 2 lebih tinggi dibandingkan dengan tipe 1, dan saat ini anak anak pun sudah mulai banyak yang menderita diabetes (WHO, 2016)
Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan peningkatan gula darah melebihi nilai normal yang direkomendasikan atau disebut juga dengan hiperglikemia. Faktor yang menyebabkan terjadinya hiperglikemia adalah berkurangnya sekresi insulin, berkurangnya penggunaan glukosa, dan
meningkatnya produksi glukosa (Powers et al., 2008). Ada banyak komplikasi dari
diabetes melitus , salah satu komplikasi yang dapat mengurangi kualitas hidup seseorang adalah berkembangnya luka kronis menjadi ulkus diabetikum, yang terjadi pada 15% penderita diabetes. Umumnya ulkus diabetikum terjadi di daerah kaki. Apabila hal ini tidak ditangani dengan tepat, maka dapat berkembang menjadi lebih buruk dan memerlukan penanganan lebih jauh, seperti gangrene diabetikum hingga
3
Terdapat empat fase dalam proses penyembuhan luka, yaitu: fase koagulasi,
fase inflamasi, fase proliferasi – migrasi dan fase remodelling. Fase koagulasi dan
inflamasi sering dikelompokkan menjadi satu, karena mediator yang dikeluarkan dari fase tersebut sering tumpang tindih. Luka yang terjadi pada kulit merupakaan suatu tantangan yang unik, karena penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dan rumit. Luka akut dapat berkembang menjadi luka kronik, dengan adanya penyakit penyulit seperti diabetes maka luka kronik dapat berkembang menjadi lebih buruk lagi. Diperlukan tenaga profesional yang ahli dan memahami tahap penyembuhan luka untuk mendapatkan proses penyembuhan yang baik (Sood
et al., 2014).
Penyembuhan luka memerlukan integrasi yang baik antara kompleks biologi dan molekuler dari migrasi sel, proliferasi sel, dan deposisi matriks ekstraselular
(Pradhan et al., 2007). Terjadinya luka akan mengaktifkan berbagai macam kompleks
seluler dan reaksi biokimia untuk proses penyembuhan luka. Kegagalan penyembuhan luka dapat menjadi masalah besar yang dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup, meningkatkan terjadinya morbiditas, mortalitas, serta biaya perawatan medis.
Pada penderita diabetes peningkatan sel-sel radang pada fase inflamasi meningkat secara signifikan, dan hal ini menyebabkan peningkatan Reactive Oxygen Species (ROS) yang cukup tinggi, sehingga penyembuhan luka akan terganggu (Yen
4
kapasitas regenerasi tubuh. Salah satunya dengan menciptakan lingkungan yang serupa dengan embrio. Luka pada embrio mengalami lebih sedikit inflamasi karena
mengandung lebih banyak glycosaminoglycan dan lebih cepat mengalami regenerasi.
Ini menjadi fokus utama pada metode pengobatan yang menggunakan stem cells,
growth factor, dan material bioaktif baru serta kombinasi dari metode-metode tersebut, walaupun masih sedikit penelitian uji klinis yang dilakukan terhadap metode-metode tersebut (Gunter, 2012).
Kegagalan penyembuhan luka pada diabetes juga disebabkan adanya kegagalan fungsi leukosit akibat kondisi gula darah yang melebihi nilai normal atau
disebut juga dengan hiperglikemia (Pradhan et al., 2007; Powers et al., 2008). Selain
itu keadaan iskemi sekunder pada pembuluh darah dapat mengurangi distribusi oksigen dan nutrisi ke daerah luka sehingga mengakibatkan kondisi hipoksia yang kemudian menghambat penyembuhan luka diabetes (Singer dan Clark, 1999). Keadaan lainnya yang menyebabkan terjadinya ulkus diabetikum adalah kegagalan fungsi granulosit dan kemotaksis sehingga menyebabkan terjadinya infeksi, berkurangnya aktivitas makrofag, memanjangnya waktu inflamasi, kegagalan angiogenesis, penurunan sintesis kolagen, peningkatan level proteinanse, dan
kegagalan re-epitelisasi (Pradhan et al., 2007).
Terdapat beberapa parameter dalam penyembuhan luka yang dapat diamati, baik secara makroskopis maupun mikroskopis. Secara makroskopis dapat dilihat dari berkurangnya luas luka, sedangkan secara mikroskopis dapat diperiksa secara
5
histopatologi jumlah sel-sel radang (neutrofil, makrofag, dan limfosit), jaringan
granulasi (Demir et al., 2007), jumlah neokapiler, persentase re-epitelisasi, dan
kepadatan jaringan ikat (Prasetyo et al., 2010).
Berbagai macam bahan dan metode, baik secara lokal maupun sistemik, digunakan untuk mencapai hasil yang terbaik. seperti: penggunaan obat-obat topikal, tekanan negatif, berbagai jenis plester luka, penggunaan antibiotik sebagai profilaksis, pengobatan alternatif dari alam atau herbal, dan laser (Al-Mutheffer, 2010). Untuk itu diperlukan adanya upaya dan penelitian lebih lanjut untuk memperbaiki proses penyembuhan luka diabetes dengan lebih efektif, sehingga lama perawatan luka dapat dipersingkat (Minimas, 2007).
Growth factor penting dalam proses penyembuhan luka, berbagai macam
growth factor seperti Epidermal growth factor (EGF), Platelet derived growth factor
(PDGFs), transforming growth factors (TGF) α dan β, serta insulin-like growth
factor-1 (IGF-1), baik digunakan secara tunggal maupun dikombinasi telah dicobakan pada proses penyembuhan luka dalam berbagai jaringan (Gope, 2007).
Salah satu bahan dari alam yang ditemukan memiliki efek menyerupai
growth factor dan memiliki efek mitogenik adalah sialic acid yang terdapat pada
sarang burung walet. Dalam penelitian Kong et al. (1987) pada sarang walet
ditemukan potensi mitogenik, dan terbukti memiliki epidermal growth factor yang
menstimulasi sintesis DNA pada fibroblas. Penelitian Kyung (2012) ekstrak sarang
6
jaringan adiposa manusia. Sialic Acid mewakili keluarga molekul gula dengan
struktur kimia yang unik dan sangat bervariasi dan sering ditemukan dalam posisi terminal rantai oligosakarida pada permukaan sel dan molekul yang memungkinkan mereka untuk berperan dalam beberapa fungsi biologis penting (Schauer dan Traving,
1998). Sarang burung walet juga kaya akan glycosaminoglycan yang mirip dengan
extracellular matrix (Nakagawa, 2007).
Sarang burung walet sudah lama dikenal dalam pengobatan tradisional di
China dan diklaim merupakan obat antiaging atau awet muda. Walaupun demikian
belum banyak bukti ilmiahnya. Untuk itu diperlukan adanya penelitian lebih lanjut untuk membuktikan efek mitogenik dari sarang burung walet untuk aplikasi pada penyembuhan luka.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Irma pada tahun 2014 dilakukan pemberian ekstrak sarang burung walet topikal 10% untuk luka pada kulit mencit dalam bentuk krim. Pada penelitian tersebut disimpulkan bahwa pemberian krim ektrak sarang burung walet 10% pada luka kulit mencit tidak menunjukkan peningkatan neovaskularisasi, tetapi terlihat adanya peningkatan epitelisasi. Hasil yang tidak signifikan ini bisa dibebabkan karena agen pembawa tidak dapat menghantarkan bahan aktif secara maksimal ke jaringan luka atau karena konsentrasi ekstrak sarang burung walet yang tidak optimal. Sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai agen pembawa dan konsentrasi ekstrak sarang burung walet
7
penelitian pendahuluan yang dilakukan pada tahun 2016 mengenai konsentrasi ekstrak sarang burung walet yang optimal untuk membantu proses penyembuhan luka diabetes didapatkan konsentrasi ekstrak sarang burung walet 40% memberikan hasil yang paling signifikan dibandingkan dengan konsentrasi ekstrak sarang burung walet 10% dan 20% (Quivedo, 2016).
Gel adalah suatu kompleks hidrofilik organik, mengandung kandungan air yang cukup tinggi, sedangkan krim merupakan suatu komposisi yang mengandung minyak. Pada luka, dimana kulit yang mengandung minyak sudah rusak maka penyerapan akan lebih baik jika menggunakan sediaan yang hidrofilik. Sediaan dalam bentuk minyak dapat menghambat oksigenasi yang diperlukan oleh luka untuk proses penyembuhan. Gel dapat menyerap cairan dalam jumlah kecil, selain itu gel juga
berguna untuk menjaga kelembaban luka, sehingga dapat membantu proses autolytic
debridement. Gel juga dapat membantu granulasi dan epitelisasi serta menurunkan
temperatur luka sekitar 5o C (Soods et al., 2014)
Pemberian gel sarang burung walet secara topikal pada luka penderita diabetes diharapkan mampu meningkatkan penyembuhan dan regenerasi jaringan luka sehingga dapat menurunkan angka morbiditas akibat komplikasi yang
ditimbulkan. Hal ini sebagai salah satu tindakan anti-aging yang dapat meningkatkan
8
1.2. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang tersebut di atas maka dapat dibuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Apakah pemberian gel ekstrak sarang burung walet 40% secara topikal pada
jaringan luka tikus diabetes melitus dapat meningkatkan neovaskularisasi?
2. Apakah pemberian gel ekstrak sarang burung walet 40% secara topikal pada
jaringan luka tikus diabetes mellitus dapat meningkatkan jumlah sel fibroblas?
3. Apakah pemberian gel ekstrak sarang burung walet 40% secara topikal pada
jaringan luka tikus diabetes melitus meningkatkan epitelisasi?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui efektivitas pemberian gel ekstrak sarang burung walet pada proses penyembuhan luka diabetes.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Membuktikan pemberian gel ekstrak sarang burung walet 40% secara topikal
pada jaringan luka tikus diabetes melitus dapat meningkatkan neovaskularisasi.
2. Membuktikan pemberian gel ekstrak sarang burung walet 40% secara topikal
pada jaringan luka tikus diabetes melitus dapat meningkatkan jumlah sel fibroblas.
9
3. Membuktikan pemberian gel ekstrak sarang burung walet 40% secara topikal
pada jaringan luka tikus diabetes melitus dapat meningkatkan epitelisasi.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Ilmiah
a. Hasil penelitian dapat membuktikan bahwa pemberian gel ekstrak sarang
burung walet secara topikal dapat memperbaiki kualitas proses penyembuhan luka pada tikus dengan diabetes mellitus.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi mengenai gel ekstrak
sarang burung walet topikal yang diduga dapat meningkatkan
neovaskularisasi, jumlah fibroblas dan epitelisasi yang lebih baik pada luka tikus dengan diabetes melitus.
c. Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar penelitian lebih lanjut.
1.4.2 Manfaat Praktis
Dapat digunakan sebagai pengobatan untuk memperbaiki proses penyembuhan luka pada diabetes melitus setelah terbukti melalui uji klinis.