• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Penerapan Tindakan Aseptis Pada Proses Rekonstitusi Dan Penyimpanan Antibiotik Di Ruang NICU Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Evaluasi Penerapan Tindakan Aseptis Pada Proses Rekonstitusi Dan Penyimpanan Antibiotik Di Ruang NICU Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PENERAPAN TINDAKAN ASEPTIS PADA

PROSES REKONSTITUSI DAN PENYIMPANAN

ANTIBIOTIK DI RUANG NICU PROF.

DR. W.Z. JOHANNES KUPANG

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

Irawaty Thresia Laning

PO.530333215694

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program pendidikan Ahli Madya Farmasi

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG

PROGRAM STUDI FARMASI

KUPANG

(2)

ii

LEMBAR PERSETUJUAN

KARYA TULIS ILMIAH

EVALUASI PENERAPAN TINDAKAN ASEPTIS PADA

PROSES REKONSTITUSI DAN PENYIMPANAN

ANTIBIOTIK DI RUANG NICU PROF.

DR. W.Z. JOHANNES KUPANG

Oleh :

Irawaty Thresia Laning

PO.530333215694

Telah disetujui untuk mengikuti ujian

Kupang,...Juli 2018 Pembimbing

Priska E. Tenda, SF., Apt., M.Sc NIP 197701182005012002

(3)

iii

LEMBAR PENGESAHAN

KARYA TULIS ILMIAH

EVALUASI PENERAPAN TINDAKAN ASEPTIS PADA

PROSES REKONSTITUSI DAN PENYIMPANAN

ANTIBIOTIK DI RUANG NICU PROF.

DR. W.Z. JOHANNES KUPANG

Oleh :

Irawaty Thresia Laning

PO.530333215694

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Pada tanggal...Juli 2018

Susunan Tim Penguji

1. Yulius B. Korassa, S.Farm, Apt., M.Si ... 2. Priska E. Tenda, SF., Apt., M.Sc ...

Karya Tulis Ilmiah ini telah di terima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Ahli Madya Farmasi

Kupang,...Agustus 2018 Ketua Prodi Farmasi

Maria Hilaria, S.Si, S.Farm, M.Si, Apt NIP 197506201994022001

(4)

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Kupang,...Juli 2018

(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan sykur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas AnugerahNya, sehingga penulis dapat menyelanggarakan karya tulis ilmiah yang berjudul “Evaluasi Penerapan Tindakan Aseptis Proses Rekonstitusi dan Penyimpanan Antibiotik di Ruang NICU RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang” dan dapat menyelesaikannya dengan baik.

Karya Tulis Ilmiah ini disusun untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam menyelesaikan pendidikan jenjang program Diploma III pada Program Studi Farmasi Kupang.

Dalam Menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah penelitian ini, banyak pihak yang telah membantu dan memberi dukungan, untuk itu penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Ragu Harming Kristina, SKM., M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Kupang.

2. Bapak Drs. Jefrin Sambara, Apt selaku demisioner Direktur Poltekkes Kemenkes Kupang.

3. Ibu Maria Hilaria, S.Si, S.Farm, M.Si, Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Poltekkes Kemenkes Kupang.

4. Ibu Priska E. Tenda SF., Apt., M.Sc selaku penguji II dan sekaligus pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah.

5. Ibu Lely A.V. Kapitan, S.Pd., S.Farm, Apt., M.Kes selaku pembimbing akademik dan Bapak/Ibu dosen serta staf di Jurusan Farmasi Kupang yang telah membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan di Jurusan Farmasi Kupang.

6. Bapak Yulius B. Korassa, S.Farm, Apt., M.Si selaku penguji I yang membimbing serta memberi masukan kepada penulis dalam menyelesaikan KTI.

7. Ibu Marlina Pattipelohy, S.Kep, Ns selaku pembimbing selama melaksanakan penelitian di ruang NICU RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes

(6)

vi

Kupang serta ibu-ibu perawat yang telah membantu dan menjadi informan bagi penulis selama penelitian.

8. Kedua orangtua tercinta Bapak Soleman Laning dan Ibu Heliana Wahyu Mulyati atas pengorbanannya yang telah berusaha sekuat tenaga untuk membiayai pendidikan penulis, juga saudara-saudara serta keluarga yang merupakan motivator terbesar yang selalu memberikan semangat serta dukungan kepada penulis.

9. Triardi Samuel Zacharias selaku partner yang selalu membimbing, menolong dan memberikan semangat serta mendoakan penulis dalam menyelesaikan penelitiaanya.

10. Teman-teman seangkatan regular A, B, dan C terima kasih atas persahabatan yang terjalin selama menuntut ilmu di kampus farmasi serta EDELWEIS (Ririn, Heldy, dan Fitry) atas dukungan dan kebersamaannya selama ini.

11. BP PMK Farmalis, KTB Be The Light (Kak Une, Purani, Indah, Erni, dan Sri), KTB GOG (Putri, Meti, Vita, Chepi, Anggy), serta kakak-kakak pengajar sekolah minggu GMIT Tamariska Maulafa yang selalu memberikan semangat dan serta doa.

12. Sahabat tercinta Noviana Putri, Lidya A. Mansula, Joshua Nenotek dan Sary G. Afuaikani yang selalu memberikan semangat serta doa.

Penulis menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih perlu perbaikan, untuk itu kritik dan saran yang membangun penulis harapkan demi perbaikan karya Tulis Ilmiah. Selamat membaca, semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi anda semua.

Kupang,...Juli 2018

(7)

vii

INTISARI

Teknik aseptis adalah sebuah prosedur untuk meminimalisir sediaan farmasi dari pirogen dan kontaminasi. Teknis aseptis erat kaitannya dengan ketersediaan sumber daya manusia, tenaga kesehatan yang berkompoten, alat pelindung diri, ruangan, dan peralatan. Proses rekonstitusi merupakan salah satu yang harus diperhatikan baik dari segi prosedur aseptis yaitu teknik pencampuran, pelarutan, dan penyimpanannya. Tujuan penelitian adalah untuk menilai penerapan tindakan aseptis proses rekonstitusi dan penyimpanan antibiotik meliputi alat pelindung diri (APD), ruangan, peralatan, proses pencampuran, dan penyimpanan antibiotik di Ruang NICU RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes. Jenis penelitian yang dilakukan adalah observasi prospektif kemudian data dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan skala Guttman, sesuai apabila persentase >50% dan tidak sesuai apabila <50%. Besar sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 23 perawat. Hasil penelitian menunjukkan APD yang sering digunakan adalah masker dan sarung tangan dengan persentase 52%, ruang NICU tanpa LAF-BSC persentase 90%, peralatan di ruang NICU persentase 67% dan penyimpanan di ruang NICU persentase

71%. Kesimpulan penelitian adalah penerapan teknik aseptis dalam pencampuran sediaan steril dengan memperhatikan kondisi ruangan, peralatan, dan penyimpanan di NICU RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang sudah sesuai.

Kata kunci: Evaluasi, Teknik Aseptis, Rekonstitusi, Ruang NICU, APD, Antibiotik.

(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL...…... i

LEMBAR PERSETUJUAN... ii

LEMBAR PENGESAHAN... iii

LEMBAR PERNYATAAN... iv

KATA PENGANTAR... v

INTISARI... vii

DAFTAR ISI...…... viii

DAFTAR TABEL... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I PENDAHULUAN...…... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 3 C. Tujuan Penelitian... 3 1. Tujuan Umum... 3 2. Tujuan Khusus... 3 D. Manfaat Penelitian... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 5

A. Rumah Sakit... 5

B. Antibiotik... 6

C. Pencampuran sediaan steril steril... 9

D. Sarana dan prasarana pencampuran sediaan steril injeksi.. 11

E. Penyimpanan... 14

BAB III METODE PENELITIAN... 15

A. Jenis Penelitian... 15

B. Tempat dan Waktu Penelitian…... 15

C. Populasi dan Sampel... 15

(9)

ix

E. Defenisi Operasional... 16

F. Instrumen Penelitian... 17

G. Prosedur Penelitian... 17

H. Analisis Data... 17

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 19

BAB V SIMPULAN DAN SARAN... 30

DAFTAR PUSTAKA... 31 LAMPIRAN

(10)

x

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Beyond use date sediaan injeksi... 14

(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Persentase Penggunaan Alat Pelindung Diri Dalam

Pencampuran Sediaan Steril... 33

Lampiran 2. Kesesuaian Prosedur Pencampuran Secara Aseptis (Borang Ruangan Khusus Tidak Terdapat LAF-BSC... 34

Lampiran 3. Kesesuaian Prosedur Aseptis Peralatan Penunjang Pencampuran Sediaan Steril... 35

Lampiran 4. Kesesuaian Prosedur Penyimpanan Sediaan Injeksi Antibiotik... 36

Lampiran 5. Wawancara Proses Rekonstitusi... 37

Lampiran 6. Evaluasi Sistem Pencampuran Sediaan Intravena meliputi APD, Ruang dan peralatan, dan penyimpanan... 38

Lampiran 7. Persentase Tenaga Perawat Dalam Mengikuti Pelatihan Pencampuran Sediaan Intravena... 40

Lampiran 8. Surat Izin Penelitian... 41

Surat Izin Penelitian... 42

Lampiran 9. Surat Pengantar Penelitian... 43

Lampiran 10. Surat Keterangan Selesai Penelitian... 44

Lampiran 11. Lembar Permintaan Menjadi Responden... 45

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Antibiotik sebagai obat untuk menanggulangi penyakit infeksi, penggunaannya harus tepat dan aman. Penggunaan antibiotik yang rasional akan meminimalkan dampak negatif, seperti terjadi kekebalan kuman terhadap beberapa antibiotika, meningkatnyan efek samping obat, dan bahkan kematian. Penggunaan antibiotik dikatakan tepat bila efek terapi mencapai maksimal, sementara efek toksis yang berhubungan dengan obat menjadi minimum, serta perkembangan resisten antibiotika seminimal mungkin (Refdanita, 2010).

Intensitas penggunaan antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan berbagai permasalahan dan merupakan ancaman global bagi kesehatan terutama resistensi bakteri terhadap antibiotik. Dalam penelitian tim AMRIN study juga didapatkan peresepan antibiotik terjadi pada anak dengan prevalensi tinggi yaitu 76%. Untuk itu penggunaan antibiotik pada anak memerlukan perhatian khusus juga oleh karena absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat termasuk antibiotik pada anak berbeda dengan dewasa, serta tingkat maturasi organ yang berbeda sehingga dapat terjadi perbedaan respons terapetik atau efek sampingnya (Febiana, 2012).

Berdasarkan hasil identifikasi bakteri Gram negatif ESBL (Extended

Spectrum Beta Lactamase) pada ruang NICU RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes

Kupang tahun 2015, ditemukan satu bakteri gram negatif yakni Klebsiella sp., yang diisolasi dari swab pada inkubator, infanwarmer, timbangan, C.PAP, mikroburet, bengkok, box bayi, tabung O2, suction, washtaffel, pintu, kursi dan

(13)

2

meja dari ruangan NICU RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang dan bakteri ini memproduksi Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL). ESBL merupakan enzim yang mempunyai kemampuan untuk menghidrolisis antibiotika golongan penicillin, cephalosporin generasi satu, dua, dan tiga, serta golongan aztreonam (namun bukan cephamycin dan carbapenem). ESBL paling banyak dihasilkan oleh Enterobacteriaceae (terutama Escherichiacoli) dan Klebsiella pneumonia (Norma, 2015).

ESBL disebabkan oleh keadaan seperti keparahan penyakit, lama rawat inap di rumah sakit, peralatan medis yang invasif (kateter urine, endotracheal tubes, central venous lines), antibiotik. Proses rekonstitusi antibiotik merupakan salah satu yang harus diperhatikan dari segi teknik prosedur aseptis, bagaimana penerapan teknik pencampuran, pelarutan, dan penyimpanannya karena dapat menyebabkan adanya kontaminasi bakteri gram negatif galur ESBL sehingga terjadinya kegagalan pengobatan dan dapat meningkatkan biaya pengobatan yang disebabkan karena penggunaan prosedur yang tidak tepat (Norma, 2015).

Penyimpanan juga sangat perlu diperhatikan untuk menjaga stabilitas zat aktif pada masa penyimpanan. Perubahan stabilitas zat aktif dengan adanya penurunan kadar dapat memproyeksikan kepada resistensi antibiotik. Temperatur dalam penyimpanan sangat mempengaruhi degradasi kimiawi, fisik, dan mikrobiologi. Degradasi kimia, seperti oksidasi atau hidrolisis dapat terjadi dengan meningkatnya temperatur. Keterangan bahwa sediaan disimpan

(14)

3

dalam lemari es atau suhu kamar pada etiket menunjukkan bahwa temperatur penyimpanan sediaan juga mempengaruhi stabilitas zat aktif (Talogo, 2014).

Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini sangat penting dilakukan untuk mengetahui proses rekonstitusi dan penyimpanan antibiotik pada pasien anak yang dilaksanakan di Ruang Neonatal Intensive Care Unit ( NICU) RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang sehingga meminimalkan serta mencegah terjadinya penyebaran bakteri ESBL dan terjadinya kegagalan pengobatan.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana proses rekonstitusi dan penyimpanan antibiotik pada pasien anak Ruang NICU RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.

C. Tujuan Masalah 1. Tujuan Umum

Mengetahui proses rekonstitusi dan penyimpanan antibiotik pada pasien anak pada Ruang NICU RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes.

2. Tujuan Khusus

Menilai penerapan tindakan aseptis proses rekonstitusi dan penyimpanan antibiotik meliputi alat pelindung diri (APD), ruangan dan peralatan, proses pencampuran, dan penyimpanan antibiotik di Ruang NICU RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.

(15)

4

D. Manfaat Penelitian 1. Rumah Sakit

Untuk mengevaluasi proses rekonstitusi dan penyimpanan antibiotik di rumah sakit dan sebagai dasar dalam menetapkan surveilans penggunaan antibiotik di rumah sakit secar sistematik dan terstandar.

2. Tenaga Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif bagi tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan antibiotik sesuai prosedur teknik aseptis bagi pasien baik dalam rekonstitusi dan penyimpanan antibiotik yang tepat di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang khususnya Ruang NICU.

3. Peneliti

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan referensi dalam penelitian proses rekonstitusi dan penyimpanan antibiotik selanjutnya atau penelitian yang sejenis.

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Rumah Sakit

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dinyatakan bahwa Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan. Persyaratan kefarmasian harus menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu, bermanfaat, aman, dan terjangkau (Permenkes, 2016).

Rumah Sakit harus menyusun kebijakan terkait manajemen pengunaan obat yang efektif. Kebijakan tersebut harus ditinjau ulang sekurang-kurangnya sekali setahun. Peninjauan ulang sangat membantu Rumah Sakit memahami kebutuhan dan prioritas dari perbaikan sistem mutu dan keselamatan penggunaan obat yang berkelanjutan (Permenkes, 2016).

Instalasi Farmasi harus memiliki Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian yang sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran dan tujuan Instalasi Farmasi. Ketersediaan jumlah tenaga Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian di Rumah Sakit dipenuhi sesuai dengan ketentuan klasifikasi dan perizinan Rumah Sakit yang ditetapkan oleh Menteri. Penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan

(17)

6

beban kerja pada Pelayanan Kefarmasian di rawat inap yang meliputi pelayanan farmasi manajerial dan pelayanan farmasi klinik. Salah satu ruangan yang membutuhkan tenaga apoteker adalah Neonatus Intensive Care Unit (NICU) dengan 1 (satu) orang Apoteker untuk kegiatan Pelayanan Kefarmasian (Permenkes, 2016).

Ruangan Neonatal Intensive Care Unit (NICU) dan Pediatric Intensive Care Unit (PICU) adalah ruang perawatan intensif untuk bayi (sampai usia 28 hari) dan anak-anak yang memerlukan pengobatan dan perawatan khusus, untuk mencegah dan mengobati terjadinya kegagalan organ-organ vital. Mengingat kekhususan Pelayanan Kefarmasian pada unit rawat intensif dan unit gawat darurat, maka diperlukan pedoman teknis mengenai Pelayanan Kefarmasian pada unit rawat intensif dan unit rawat darurat yang akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal (Permenkes, 2016).

B. Antibiotik

Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Terapi infeksi dengan antibiotika adalah suatu pengobatan yang unik. Berbeda dengan terapi lainnya, penggunaan antibiotika mensyaratkan kewaspadaan pada tiga aspek, yakni penderita, obat, dan kuman penyebab penyakit. Identifikasi kuman perlu dilakukan untuk mencari antibiotika yang efektif. Selanjutnya

(18)

7

dinilai apakah antibiotika tersebut tepat untuk si penderita (Kastango, 2004).

Berdasarkan spektrum atau kisaran terjadinya, antibiotik dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu (Permenkes, 2011):

1. Antibiotik berspektrum sempit (narrowspektrum), yaitu antibiotik yang hanya mampu menghambat segolongan jenis bakteri saja, contohnya hanya mampu menghambat atau membunuh bakteri gram negatif saja. Yang termasuk dalam golongan ini adalah penisilin, streptomisin, neomisin, basitrasin.

2. Antibiotik berspektrum luas (broadspektrum), yaitu antibiotik yang dapat menghambat atau membunuh bakteri dari golongan gram positif maupun negatif. Yang termasuk golongan ini yaitu tetrasiklin dan derivatnya, kloramfenikol, ampisilin, sefalosporin, carbapenem dan lain-lain.

Antibiotik bisa diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu (Permenkes, 2011):

1. Menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri, seperti beta-laktam (Penisilin, Sefalosporin, Monobaktam, Karbapenem, Inhibitor Beta-Laktamase), Basitrasin, dan Vankomisin.

2. Memodifikasi atau menghambat sintesis protein, misalnya Aminoglikosida, Kloramfenikol, Tetrasiklin, Makrolida (Eritromisin, Azitromisin, Klaritromisin), Klindamisin, Mupirosin, dan Spektinomisin.

(19)

8

3. Menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolism folat, misalnya Trimetoprim dan Sulfonamid.

4. Mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat, misalnya Kuinolon, Nitrofurantoin.

Berdasarkan struktur kimianya antibiotika dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu (Permenkes, 2011):

1. Antibiotika β-laktam dan penghambat sintesis dinding sel lainnya contohnya adalah Penicillin, Cephalosporin, obat-obat β-laktam (Monobaktam, Inhibitor beta-laktamase dan Karbapenem) dan penghambat sintesis dinding sel yang lain (Vancomycin, Teicoplanin, Fosfomycin, Bacitracin, dan Cycloserine).

2. Chloramphenicol, Tetracycline, Macrolides, Clindamycin dan

Streptogramin. Golongan antibiotik ini bekerja sebagai penghambat sintesis protein pada tingkat ribosom. Chloramphenicol, macrolides, clindamycin dan streptogramin mengikat diri pada situs-situs terdekat pada sub-unit 50S dari ribosom RNA 70S.

3. Aminoglycoside dan Spectinomycin. Aminoglycoside adalah golongan antbiotik bakteriosida yang memiliki sifat-sifat kimiawi, antimikroba, farmakologis dan toksik yang karakteristik. Golongan ini meliputi

Streptomycin, Neomycin, Kanamycin, Amikacin, Gentamicin, Tobramycin, Sisomicin, Netilmicin dan sebagainnya.

4. Sulfonamide,Trimethoprim, dan Quinolone.

(20)

9

menghambat dihydroperoatesynthase secara kompetitif, dengan cara menyekat sintesis asam folat secara reversibel. Contohnya Sulfasitin, Sulfamethoksazole, Sulfisoksazole, Sulfadizine, Sulfapiridin, Sulfadoxine dan golongan Pirimidin.

C. Pencampuran sediaan steril Injeksi

Pencampuran intravena (intravenous admixtures) merupakan suatu proses pencampuran obat steril dengan larutan intravena steril untuk menghasilkan suatu sediaan steril yang bertujuan untuk penggunaan intravena. Ruang lingkup dari intravenous admixtures adalah pelarutan atau rekonstitusi serbuk steril, penyiapan suntikan intravena sederhana, dan penyiapan suntikan intravena kompleks. Melakukan pencampuran Obat steril sesuai kebutuhan pasien yang litas obat maupun wadah sesuai dengan dosis yang ditetapkan dilakukan oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan pengendalian pada keamanan terhadap lingkungan secara operasional dalam mempersiapkan dan melakukan harus sesuai prosedur yang ditetapkan (Lucida, 2014).

Salah satu metode yang digunakan dalam proses rekonstitusi adalah aseptik. Kondisi aseptik adalah suatu keadaan yang dirancang untuk menghindari adanya kontaminasi oleh mikroorganisme, pirogen maupun partikel baik pada alat, kemasan, maupun bentuk sediaan selama proses pencampuran. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan suatu kondisi aseptik (Inneke, 2016):

(21)

10 1. Area yang digunakan

Pencampuran produk sediaan farmasi steril dilakukan di ruangan type Class 100. Di rumah sakit, untuk mendapatkan type class 100 biasanya digunakan alat Laminar Air Flow.

2. Personal, yang meliputi pakaian dan perilaku petugas Untuk meminimalkan kontaminasi, petugas yang akan bekerja pada area tersebut harus mengenakan baju steril khusus yang bebas dan partikel dan bebas serat. Baju petugas dilengkapi dengan penutup rambut, masker, sepatu dan sarung tangan steril dengan tujuan menurunkan kontaminasi partikel dan bakteri selama bekerja di ruang aseptik.

Adapun proses pencampuran obat suntik mengikuti langkah- langkah sebagai berikut:

a. Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD).

b. Melakukan dekontaminasi dan desinfeksi sesuai prosedur tetap. c. Menghidupkan Laminar Air Flow (LAF) sesuai prosedur tetap. d. Menyiapkan meja kerja LAF dengan memberi alas penyerap cairan

dalam LAF.

e. Menyiapkan kantong buangan sampah dalam LAF untuk bekas obat. f. Melakukan desinfeksi sarung tangan dengan alkohol 70 %.

g. Mengambil alat kesehatan dan obat-obatan dari passbox. h. Melakukan pencampuran secara aseptis.

i. Memberi label yang sesuai untuk setiap spuit dan infus yang sudah berisi obat hasil pencampuran.

(22)

11

j. Membungkus dengan kantong hitam atau alumunium foil untuk obat-obat yang harus terlindung dari cahaya.

k. Memasukkan spuit atau infus ke dalam wadah untuk pengiriman. l. Mengeluarkan wadah yang telah berisi spuit atau infus melalui

passbox.

m.Membuang semua bekas pencampuran obat ke dalam wadah pembuangan khusus ( Departemen Kesehatan RI, 2009).

D. Sarana dan prasarana pencampuran sediaan steril Injeksi

1. Sumber Daya Manusia

Pencampuran sediaan steril memerlukan SDM yang terlatih, fasilitas dan peralatan serta prosedur penanganan secara khusus. Berikut sumber daya manusia dalam pencampuran sediaan steril:

a. Apoteker .

Setiap apoteker yang melakukan persiapan atau peracikan sediaan steril harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:

1. Memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang penyiapan dan pengelolaan komponen sediaan steril termasuk prinsip teknik aseptis.

2. Memiliki kemampuan membuat prosedur tetap setiap tahapan pencampuran sediaan steril.

b. Tenaga Kefarmasian (Asisten Apoteker, D3 Farmasi)

Tenaga Kefarmasian membantu Apoteker dalam melakukan pencampuran sediaan steril.

(23)

12 2. Ruangan Khusus

Selain peralatan yang harus dimilki untuk melakukan pencampuran sediaan steril, hal yang harus diperhatikan yaitu ruangan khusus dan terkontrol. Ruangan khusus terdiri dari :

a. Ruang persiapan

Ruangan yang digunakan untuk administrasi dan penyiapan alat kesehatan dan bahan obat (etiket, pelabelan, penghitungan dosis dan volume cairan).

b. Ruang cuci tangan dan ruang ganti pakaian

Sebelum masuk ke ruang antara, petugas harus mencuci tangan, ganti pakaian kerja dan memakai alat pelindung diri (APD).

c. Ruang antara (Anteroom)

Petugas yang akan masuk ke ruang steril melalui suatu ruang antara. d. Ruang steril (Cleanroom).

Ruangan steril harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Jumlah partikel berukuran 0,5 mikron tidak lebih dari 350.000 partikel

2. Jumlah jasad renik tidak lebih dari 100 per meter kubik udara. 3. Suhu 18 – 22°C

4. Kelembaban 35 – 50%

5. Di lengkapi High Efficiency Particulate Air (HEPA) Filter

6. Tekanan udara di dalam ruang lebih positif dari pada tekanan udara di luarruangan.

(24)

13

7. Passbox adalah tempat masuk dan keluarnya alat kesehatan dan bahan obat sebelum dan sesudah dilakukan pencampuran.

Passbox ini terletak di antara ruang persiapan dan ruang steril. 3. Peralatan

Peralatan yang harus dimiliki untuk melakukan pencampuran sediaan steril meliputi:

a. Baju Pelindung

Baju Pelindung ini sebaiknya terbuat dari bahan yang impermeable

(tidak tembus cairan), tidak melepaskan serat kain, dengan lengan panjang, bermanset dan tertutup di bagian depan.

b. Sarung tangan

Sarung tangan yang dipilih harus memiliki permeabilitas yang minimal sehingga dapat memaksimalkan perlindungan bagi petugas dan cukup panjang untuk menutup pergelangan tangan. Sarung tangan terbuat dari latex dan tidak berbedak (powderfree). Khusus untuk penanganan sediaan sitostatika harus menggunakan dua lapis. c. Kacamata pelindung

Hanya digunakan pada saat penanganan sediaan sitostatika. d. LaminarAirFlow

Laminar Air flow (LAF) mempunyai sistem penyaringan ganda yang memiliki efisiensi tingkat tinggi, sehingga dapat berfungsi sebagai:

(25)

14

a. Penyaring bakteri dan bahan-bahaneksogen di udara. b. Menjaga aliran udara yang konstan diluar lingkungan. c. Mencegah masuknya kontaminan ke dalam LAF.

E. Penyimpanan

Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan Sediaan Farmasi sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembapan, ventilasi, dan penggolongan jenis Sediaan Farmasi. Pada saat produk steril dibuka terjadi paparan dengan lingkungan di sekitarnya. Udara, uap air, dan mikroorganisme dapat masuk dan menyebabkan perubahan fisika dan kimia, serta kontaminasi mikroorganisme. Perubahan fisika dan kimia dipercepat oleh meningkatnya suhu, sedangkan kontaminasi mikroorganisme dapat menyebabkan penularan penyakit infeksi. Produk steril biasanya tidak mengandung pengawet, oleh karena itu dapat terkontaminasi oleh bakteri dan menjadi sumber penularan penyakit infeksi (Herawati, 2012).

Tabel 1. Beyond use date sediaan injeksi menurut kategori risiko kontaminasi

Suhu Penyimpanan

Beyond use date

Risiko kontaminasi rendah Risiko kontaminasi sedang Risiko kontaminasi tinggi Suhu Kamar <25°C

48 Jam 30 Jam 24 Jam Kulkas 2-8°C 14 Hari 9 Hari 3 Hari Suhu Beku ≤

10°C

45 Hari (Herawati,2012)

(26)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah observasi prospektif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan melakukan observasi dan wawancara langsung kepada tenaga kesehatan yang melakukan rekonstitusi dan penyimpanan antibiotik.

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Ruang NICU RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.

2. Waktu Penelitian

Periode bulan Februari sampai Juli 2018.

C. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah proses rekonstitusi meliputi alat pelindung diri, ruangan dan peralatan, proses pencampuran dan penyimpanan antibiotik di ruang NICU RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi dalam penelitian ini adalah: tenaga kesehatan yang melakukan rekonstitusi dan penyimpanan antibiotik sebanyak 45 perawat dan besar sampel yang digunakan sebanyak 23 perawat.

2. Teknik sampling yang digunakan peneliti adalah purposive sampling.

Puposive sampling adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan kepentingan peneliti yang mana di dalamnya sudah terdapat unsur-unsur

(27)

16

yang dikehendaki telah ada dalam anggota sampel. Sampel dihubungkan berdasarkan kriteria-kriteria yang ditetapkan peneliti.

E. Definisi Operasional

1. Evaluasi proses rekonstitusi adalah menilai penerapan tindakan teknik aseptis proses pencampuran obat antibiotik meliputi alat pelindung diri, ruangan dan peralatan, proses pencampuran, dan penyimpanan di ruang NICU RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.

2. Alat pelindung diri adalah perlengkapan yang digunakan oleh perawat pada saat melakukan proses rekonstitusi untuk meminimalkan terjadinya kontaminasi mikroorganisme selama bekerja diruang NICU RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang sesuai dengan prosedur teknik aseptis.

3. Proses pencampuran adalah penyiapan obat antibiotik sediaan steril sesuai prosedur yang ditetapkan di ruang NICU RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang yang dilakukan oleh perawat.

4. Ruangan dan peralatan adalah tempat dan alat-alat yang digunakan untuk melakukan rekonstitusi antibiotik di ruang NICU RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.

5. Penyimpanan obat adalah kegiatan mengatur obat antibiotik di ruang NICU RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang yang diterima dariinstalasi farmasi agar tetap aman dan terhindar dari kerusakan fisik serta mutunya tetap terjadi sesuai persyaratan yang ditetapkan.

(28)

17

F. Alat & Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar checklist

sesuai Pedoman Dasar Dispensing Sediaan Steril tahun 2008. Kegiatan wawancara digunakan alat perekam, buku, dan alat tulis.

G. Prosedur Penelitian

1. Melakukan observasi ke RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang

2. Mengajukan surat izin penelitian ke RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang

3. Dilakukan penelusuran di Ruang NICU RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang.

4. Setelah dilakukan penelusuran dilakukan penelusuran dilakukan pengamatan langsung proses rekonstitusi dan penyimpanan antibiotik di Ruang NICU RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang. Hasil pengamatan disesuaikan dengan daftar checklist.

5. Kemudian dilakukan wawancara bersama tenaga kesehatan yang melakukan proses rekonstitusi dan penyimpanan antibiotik.

6. Hasil pengamatan dan wawancara dianalisi kemudian dibuat kesimpulan.

H. Cara Pengolahan Data dan Analisis Data

Pengambilan data dilakukan secara prospektif. Hasil penelitian yang diperoleh tersebut dicatat, dikelompokkan kemudian dianalisis menggunakan metode deskriptif.

(29)

18

1. Melakukan pengamatan dengan menggunakan daftar checklist yang dibuat berdasarkan Pedoman Dasar Dispensing Sediaan Steril. Kemudian data dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan skala Guttman, sesuai apabila persentase ≥50% dan tidak sesuai apabila <50%.

% = 𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 % 𝑌𝑎

𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 % 𝑌𝑎 + 𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 % 𝑇𝑑𝑎𝑘𝑥100%

Hasil ukur: baik sekali (80%-100%), baik (66%79%), cukup (56%-65%), kurang (40%-55%), dan gagal (<40%) dengan persentase maksimal 100% (Arikunto, 2006).

2. Hasil wawancara dijabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, dan membuat kesimpulan (Sugiyono, 2011).

(30)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Ruang NICU

RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes memiliki salah satu ruang NICU (Neonatal Intensive Care Unit) yang merupakan ruangan intensif bagi bayi yang berusia 0-28 hari dengan berat badan di bawah normal. Ruang NICU menangani pasien dengan jumlah 60-70 bayi setiap bulannya dengan jumlah perawat sebanyak 45 orang namun tidak mempunyai tenaga farmasi. Ruangan tersebut memiliki 20 buah tempat tidur dengan 3 inkubator pada masing-masing ruangan. Inkubator bayi adalah alat biomedis yang memberikan kehangatan, kelembapan dan oksigen dimana seluruh lingkungannya terkontrol dan diperlukan oleh bayi yang baru lahir. Salah satu fasilitas ruang NICU ini turut menunjang penanganan intensif pada pasien (bayi). Penanganan intensif ditujukan untuk kondisi bayi yang mengalami kegagalan organ-organ vital pada saat kelahiran dengan memberikan pengobatan yang integral seperti pemberian terapi intravena (Kemenkes, 2008).

Pemberian terapi intravena atau pemberian cairan obat ke dalam pembuluh vena dilakukan dengan cara memasukkan cairan steril melalui jarum ke vena pasien (bayi). Cairan steril merupakan cairan yang bebas dari kontaminasi mikroba, partikel-partikel, dan tidak mengalami perubahan warna. Cairan yang tidak steril pada sediaan antibiotik dapat mengakibatkan terjadinya resistensi sehingga efek terapi mengalami degradasi dan penanggulangannya akan memakan biaya dalam jumlah yang cukup besar. Untuk menjaga agar cairan obat tetap steril, maka proses pembuatan cairan obat harus memperhatikan prosedur teknik aseptis

(31)

20

dari beberapa aspek antara lain: alat pelindung diri, ruangan dan peralatan, proses pencampuran serta penyimpanan antibiotik.

B. Hasil Pengamatan Alat Pelindung Diri (APD)

Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang-orang di sekelilingnya. Bahaya-bahaya lingkungan kerja baik fisik, biologis maupun kimiawi perlu dikendalikan sedemikian rupa sehingga tercipta suatu lingkungan kerja yang sehat, aman, dan nyaman. Salah satu upaya dalam rangka pemberian perlindungan tenaga kerja terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di rumah sakit adalah dengan cara memberikan alat pelindung diri. Dalam pencampuran sediaan steril, alat pelindung diri yang digunakan meliputi:

1. Baju Pelindung

Baju pelindung yang digunakan terbuat dari bahan yang impermeable (tidak tembus cairan), tidak melepaskan serat kain, dengan lengan panjang, bermanset dan tertutup di bagian depan .

2. Sarung tangan

Sarung tangan yang dipilih harus memiliki permeabilitas yang minimal sehingga dapat memaksimalkan perlindungan bagi petugas dan cukup panjang untuk menutup pergelangan tangan. Sarung tangan terbuat dari

latex dan tidak berbedak (powderfree). Khusus untuk penanganan sediaan sitostatika harus menggunakan dua lapis.

(32)

21 3. Masker

Tujuannya supaya mereka tidak menularkan bakteri dan virus melalui udara kepada pasien saat dilakukan pencampuran sediaan steril.

4. Penutup Kepala

Penggunaan tutup kepala bertujuan untuk menghindari jatuhnya mikroorganisme yang ada dirambut dan kulit kepala petugas pada alat-alat atau daerah steril serta demikian sebaliknya membuat perlindungan kepala atau rambut petugas dari percikkan bahan-bahan dari pasien.

Tabel 1. Persentase Penggunaan APD Dalam Pencampuran Sediaan Steril No Nama Alat Pelindung Diri Jumlah Persentase

(%)

1 Maker 1 4

2 Sarung tangan 2 9

3 Masker dan sarung tangan 12 52 4 Masker, sarung tangan, dan penutup kepala 1 4

5 Tanpa APD 7 30

( Departemen Kesehatan RI, 2009)

Berdasarkan tabel 1, di ruang NICU Prof. Dr. W. Z Johannes Kupang, alat pelindung diri yang sering digunakan adalah masker dan sarung tangan dengan persentase 52%. Persentase tanpa alat pelindung diri 30%. Faktor yang memicu ketidakpatuhan menggunakan APD salah satunya karena ketidakcukupan sarana yang tersedia di ruang NICU.

C. Ruangan dan Peralatan

Selain alat pelindung yang harus dimiliki untuk melakukan pencampuran sediaansteril, hal yang harus diperhatikan dalam pencampuran sediaan steril, yaitu ruangan dan peralatan yang terkontrol.

(33)

22

1. Ruangan

Kondisi ruangan NICU di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes yang tidak memiliki LAF-BSC, dalam melaksanakan pencampuran yang aseptis sesuai prosedur, pencampuran sediaan injeksi menggunakan borang khusus sesuai standar Depkes RI tentang hal-hal yang harus diperhatikan dalam ruangan NICU. Berdasarkan tabel 2, penerapan teknik aseptis pada ruangan yang tidak memiliki LAF-BSC pada poin ruangan yang terpisah, terhindar dari arus lalu lintas petugas dan perlengkapan serta mempunyai lantai dan dinding yang mudah dibersihkan sebesar 100%. Ruang NICU hanya boleh dimasuki oleh petugas kesehatan dan orang tua. Luas ruangan pun terbilang cukup memadai dengan jumlah masing-masing petugas di setiap ruangan disesuaikan dengan kapasitas jumlah perawat di ruang NICU.

Ruangan NICU tidak dievaluasi secara berkala terhadap kontaminasi mikroba seperti melakukan identifikasi bakteri sehingga persentase yang didapat sebesar 65%. Namun, ruangan tersebut memiliki High Efficiency Particulate Air (Hepa) Filters yang merupakan suatu tekonologi untuk menyaring partikel-partikel di udara untuk menghindari kontaminasi mikroba serta melindungi pasien baik secara individu maupun kolektif. HEPA filter pada umunya tidak dapat di tembus oleh partikel-partikel kecil, namun faktanya alat tersebut hanya dapat menyaring setidaknya 99,97% partikel di udara dengan ukuran 0,2 µm.

(34)

23

Tabel 2. Kesesuaian Prosedur Pencampuran Secara Aseptis (Borang Ruangan Khusus Tidak Terdapat LAF-BSC)

No Kriteria Ruangan Tidak Terdapat LAF-BSC

Jumlah Persentase (%) 1 Ruangan yang terpisah, terhindar dari arus

lalu lintas petugas dan perlengkapan

23 100

2 Memiliki luas yang memadai sesuai dengan volume kerja dan jumlah petugas yang melayani

21 91

3 Mempunyai lantai dan dinding yang mudah dibersihkan

23 100

4 Ruangan tertutup dan memiliki pencahayaan yang cukup

22 96

5 Ruangan tersebut dievaluasi secara berkala terhadap kontaminasi mikroba

15 65

6 Semua pintu dan jendela selalu tertutup 21 91

7 Tidak ada bak cuci 19 83

8 Lantai didesinfeksi setiap hari menggunakan desinfektan

22 96

9 Tidak ada rak dan papan tulis permanen 20 87 10 Meja kerja jauh dari pintu 18 78

(Departemen Kesehatan RI, 2008)

Ruang NICU selalu tertutup dan memiliki pencahayaan yang cukup baik secara alami dari sinar matahari atau cahaya lampu. Lantai setiap hari didesinfeksi menggunakan cairan wipol yang mengandung kresol sebagai desinfektan. Prosedur teknik aseptis mengenai kondisi ruangan yang harus diperhatikan di ruang NICU tanpa LAF-BSC sudah sesuai dengan persentase 90% seperti pada lampiran 2.

2. Peralatan

Selain ruangan dan perawatan secara intensif, dukungan peralatan juga sangat membantu kesembuhan pasien. Fasilitas bantuan di ruang NICU berfungsi untuk meminimalisir kontaminasi mikroba pada ruangan. Fasilitas-fasilitas sederhana itu berupa fasilitas pencuci tangan yang dilengkapi dengan sabun antiseptik, mempunyai meja dan peralatan

(35)

24

pemeriksaan yang cukup, tersedia pustaka yang cukup dan mutakhir, tersedia tempat sampah yang cukup, serta tersedianya Laminar Air Flow. Laminar Air Flow adalah meja kerja steril yang digunakan sebagai media pengerjaan secara aseptis. Prinsip penaseptisan suatu ruangan ditentukan berdasarkan aliran udara keluar dengan kontaminasi udara yang dapat diminimalkan. Laminar Air Flow mempunyai sistem penyaringan ganda yang memiliki efisiensi tingkat tinggi (Departemen Kesehatan RI, 2008).

Berdasarkan tabel 3, ruang NICU RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes menunjukkan bahwa tempat sampah yang tersedia pada masing-masing ruangan memiliki persentase sebesar 100%, yang terdiri dari tempat sampah biasa, tempat sampah non-infeksius, dan tempat sampah infeksius serta tempat sampah pakaian kotor NHCU yang berada di luar ruangan. Ruangan tersebut juga tersedia fasilitas pencuci tangan yang dilengkapi dengan sabun antiseptik.

Tabel 3. Kesesuaian Prosedur Aseptis Peralatan Penunjang Pencampuran Sediaan Steril

No Kriteria Peralatan Jumlah Persentase (%) 1 Tersedia fasilitas pencuci tangan yang

dilengkapi dengan sabun antiseptik

18 78

2 Mempunyai meja dan peralatan pemeriksaan yang cukup

16 70

3 Tersedia dan terpeliharanya pustaka yang cukup dan mutakhir tentang larutan pembawa, jenis pelarut, dan zat aktif berkaitan dengan stabilitas, ketidaktercampuran, interaksi, dan waktu kadaluwarsa

5 23

4 Tersedia tempat sampah yang cukup 23 100

(36)

25

Pustaka tentang larutan pembawa, jenis pelarut, dan zat aktif berkaitan dengan stabilitas, ketidaktercampuran, interaksi, dan waktu kedaluwarsa persentase 23%, hal ini dikarenakan label obat sudah disediakan dari apotek yang kemudian diterima oleh perawat sehingga pencampuran dilihat dari label yang sudah tersedia sesuai instruksi dokter. Perlatan di ruang NICU sudah sesuai dengan persentase 67% seperti pada lampiran 3.

D. Penyimpanan antibiotik

Penyimpanan adalah suatu kegiatan pengamanan obat-obatan yang diterima agar aman, terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia. Penyimpanan berfungsi untuk menjaga stabilitas obat serta mutunya tetap terjamin. Stabilitas dan mutu obat terjamin bila memperhatikan kondisi tempat penyimpanan obat tersebut yang meliputi kelembapan, sinar matahari, temperatur atau panas (Karlida, 2017).

Berdasarkan tabel 4, ruang NICU RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes tidak tersedia tempat penyimpanan khusus antibiotik namun tersedia kulkas di ruang TPN untuk menyimpan obat-obat injeksi lain. Sediaan injeksi yang akan diberikan dibuat sesuai kebutuhan pasien, sehingga obat habis terpakai dan tidak ada sisa obat yang harus disimpan. Suhu penyimpanan sudah sesuai dengan syarat sediaan di ruang NICU yaitu 2-8°C dengan persentase 100%. Sediaan disimpan terlindung dari cahaya langsung namun sediaan tersebut tidak menggunakan kertas karbon/kantong plastik warna hitam atau aluminium foil karena penggunaan aluminium foil untuk sediaan lipid.

(37)

26

Tabel 4. Kesesuaian Prosedur Penyimpanan Sediaan Injeksi Antibiotik No Prosedur Penyimpanan Sediaan Injeksi

Antibiotik

Jumlah Persentase (%) 1 Memeriksa temperatur secara harian dan

mencatat temperatur pada waktu yang berbeda

14 61

2 Mengkalibrasi termometer yang digunakan untuk mengukur temperature secara periodik

15 65

3 Memelihara pendingin udara secara periodik

18 78

4 Terlindung dari cahaya langsung, dengan menggunakan kertas karbon/kantong plastik warna hitam atau aluminium foil

14 57

5 Suhu penyimpanan 2 – 8°C disimpan di dalam lemari pendingin (bukan freezer)

23 100

(Departemen Kesehatan RI, 2008)

Pemeriksaan temperatur dan mencatat temperatur dilakukan oleh perawat yang bertugas, namun pemeriksaan tersebut belum dilakukan secara efektif dengan persentase 61% karena kulkas yang tersedia di ruang TPN belum difungsikan dengan baik. Obat-obat yang akan digunakan disimpan dibagian instalasi farmasi dan disiapkan sesuai kebutuhan.

Termometer yang terdapat di ruang NICU tidak berfungsi sehingga tidak dapat dikalibrasi dan mengukur secara periodik. Salah satu penyebab

medication error adalah kesalahan dalam penyimpanan yang dapat diakibatkan oleh ketidaktahuan prosedur penyimpanan yang benar. Penyimpanan sediaan injeksi pada ruang NICU sudah sesuai dengan persentase 71% seperti pada lampiran 6.

(38)

27

E. Proses Rekonstitusi Sediaan Intravena

Dari hasil wawancara terhadap 23 perawat tentang penyiapan dan proses rekonstitusi yang dilakukan di ruang NICU RSUD Prof. W. Z Johannes Kupang, diperoleh informasi sebagai berikut:

1. Penyiapan

Dari hasil wawancara, proses yang dilakukan sebelum melakukan rekonstitusi adalah dengan memperhatikan 7B, yakni Benar pasien, Benar obat, Benar dosis, Benar waktu, Benar rute pemberian, Benar informasi dan Benar dokumentasi. Sediaan obat yang ada kemudian dicek terlebih dahulu labelnya, dilihat ketepatan nama obat, jenis pelarut, expired date dan dosis obat. Label pada obat berfungsi untuk menghindari adanya obat yang rusak atau expired date. Di ruang NICU, ditemukan kasus dimana ketika diperiksa, label pada obat menunjukan ternyata obat tersebut sudah expired date dan mengalami perubahan warna. Penanganannya, yaitu dengan mengembalikan langsung ke apotek, dibuang ketempat sampah infeksius, atau ke tempat sampah biasa. Demi menjaga keamanan, alangkah baiknya dinformasikan dan dikembalikan ke apotek jika terdapat sediaan obat yang rusak atau kedaluwarsa, jangan membuang obat-obat kedaluwarsa bersama-sama dengan sampah lain ke sembarang tempat, apalagi di lingkungan sekitar rumah sakit,karena tanpa disadari sebenarnya hal ini dapat mempermudah pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mengambil dan menyalahgunakan obat-obatan tersebut.

(39)

28

Setelah dicek label obatnya, kemudian dilihat dosis obat dan jenis pelarut serta volume yang akan dicampurkan. Pemberian obat dan kesesuaian dosis dilihat dari instruksi dokter dan label sediaan obat yang kemudian diberikan kepada petugas kesehatan untuk dicampurkan dan diberikan kepada pasien. Untuk menentukan dosis obat yang lebih tepat maka dilakukan perhitungan kembali oleh perawat. Misalnya, tersedia ampicilin injeksi 500 mg yang akan diberikan kepada bayi dengan dosis 150 mg yang diuplos aquades 10 cc, maka dosis obat yang diberikan kepada bayi tersebut adalah 3 cc. Antibiotik yang paling sering digunakan adalah ampicilin, sefotaksim, dan meropenem. Sediaan disiapkan 15 menit sebelum pemberian, setelah sediaan direkonstitusi langsung diberikan kepada pasien, dan waktu pemberiannya setiap satu kali sehari dan dua kali sehari.

Semuanya didasarkan atas instruksi dokter dan dilihat kembali pada label. Pemberian injeksi antibiotika hasil rekonstitusi sudah tepat pasien karena pada saat penyiapan semua sediaan telah diberi label terlebih dahulu dengan menuliskan nama pasien, nama obat, dan nomor MR pasien.

2. Pencampuran

Proses rekonstitusi sediaan injeksi harus dilakukan secara aseptis untuk mencegah adanya kontaminasi mikroba. Berdasarkan Pedoman Pencampuran Obat Suntik dan Penanganan Sediaan Sitostatika untuk mencegah kontaminasi mikroba selama proses pencampuran berlangsung, proses pencampuran obat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

(40)

29 a. Menggunakan Alat Pelindung Diri

b. Melakukan dekontaminasi dan desinfeksi sesuai prosedur tetap

c. Menghidupkan Laminar Air Flow (LAF) dan Menyiapkan meja kerja LAF

d. Melakukan desinfeksi sarung tangan dengan alkohol 70% e. Melakukan pencampuran secara aseptis

Ruangan TPN (Total Parenteral Nutrition) yang terdapat di ruang NICU belum difungsikan dengan baik karena belum tersedianya peralatan yang memadai seperti Laminar Air Flow. Ruangan TPN yang belum difungsikan ini dikarenakan kurangnya jumlah tenaga farmasi dan belum dilaksanakannya bimbingan serta pelatihan mengenai pencampuran khusus di ruang NICU. Oleh karena itu, pencampuran sediaan injeksi kadang dilakukan diatas troli pada ruang perawatan dan itu merupakan pilihan yang tidak tepat, karena diruangan tersebut lalu lintas manusia tidak terkontrol. Kurangnya tenaga farmasi, juga menyebabkan proses pencampuran juga diambil alih oleh tenaga perawat yangbelum pernah mengikuti pelatihan pencampuran sediaan steril seperti pada lampiran 7.

(41)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan

Penerapan teknik aseptis dalam pencampuran sediaan steril dengan memperhatikan kondisi ruangan, peralatan,dan penyimpanan di NICU RSUD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes sudah sesuai dengan persentase ruang NICU tanpa LAF-BSC 90%, peralatan di ruang NICU 67% dan penyimpanan di ruang NICU 71%. Alat Pelindung Diri yang sering digunakan adalah masker dan sarung tangan dengan persentase 52%.

B. Saran

1. Saran untuk pihak rumah sakit Prof.Dr.W.Z.Johannes :

Menyediakan Laminar Air Flow di ruang TPN agar proses pencampuran lebih steril dan terjamin, melaksanakan pelatian khusus pencampuran khusus untuk NICU, serta pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) yang lebih memadai di ruang NICU.

2. Saran untuk petugas kesehatan di ruang NICU:

Lebih memperhatikan pedoman teknik aseptis yang ada dalam melakukan pengawasan terhadap proses penyimpanan, pencampuran, serta pengenceran sediaan obat.

(42)

31

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. (2006). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Bumi Aksara.

Departemen Kesehatan RI. (2008). Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) 24 di Rumah Sakit.

Departemen Kesehatan RI. (2009). Pedoman Pencampuran Obat Suntik dan Penanganan Sediaan Obat Sitostatika.

Departemen Kesehatan RI. (2009). Pedoman Dasar Dispensing Sediaan Steril.

Febiana, T. H. (2012). Kajian Rasionalitas Penggunaan Antibiotik di Bangsal Anak RSUP Dr. Kariadi Semarang Periode Agustus-Desember 2011. Hal, 20.

Herawati, F. (2012). Beyound Use Date Obat Steril.Vol.3.

Inneke. (2016). Profil Pencampuran Sediaan Intravena Fakultas Farmasi UMP. Hal, 9. Karlida, I. M. (2017). Review: Suhu Penyimpanan Bahan Baku dan Produk Farmasi di

Gudang Industri Farmasi. Vol. 15. Hal, 58.

Katzung. (20014). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 13.

Kemenkes RI. (2011). Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Terapi Antibiotik. Kemenkes RI. (2008). Pedoman Pelayanan Maternal Perinatal Pada Rumah Sakit

Umum Kelas B, Kelas C, dan Kelas B. Hal, 16.

Lucida, H. A. (2014). Kajian Kompatibilitas Sediaan Rekonstitusi Parenteral Dan Pencampuran Sediaan Intravena Pada Tiga Rumah Sakit Pemerintah Di Sumatera Barat. Hal, 173.

Mashuda, A. (2011). Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik.

Norma, D. F. (2015). Identifikasi Bakteri Gram Negatif Galur Extended Spectrum Beta Lactamase Pada Ruang NICU RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang. Hal, 309.

Permenkes 72. (2016). Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.

Permenkes. (2011). Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Hal, 31.

Refdanita, M. N. (2010). Several Factors Influencing Irrational Antibiotics Treatments in Intensive Care Unit at Fatmawati Hospital Jakarta 2001–2002. Hal, 21.

(43)

32

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Talogo, A. (2014). Pengaruh Waktu dan Temperatur Penyimpanan Terhadap Tingkat Degradasi Kadar Amoksisilin Dalam Sediaan Suspensi Amoksisilin-Asam Klavunamat. Hal, 2.

Zubaidah T., A. Y. (2015). Pemakaian Alat Pelindung Diri Pada Tenaga Perawat Dan Bidan Di Rumah Sakit Pelita Insani.

(44)

33

Lampiran 1. Persentase Penggunaan Alat Pelindung Diri Dalam Pencampuran Sediaan Steril

No Nama APD Jumlah Persentase (%)

1 Maker 1 4

2 Sarung tangan 2 9

3 Masker dan sarung tangan 12 52 4 Masker, sarung tangan, dan penutup kepala 1 4

5 Tanpa APD 7 30

(45)

34

Lampiran 2. Kesesuaian Prosedur Pencampuran Secara Aseptis (Borang Ruangan Khusus Tidak Terdapat LAF-BSC)

No Kriteria Ruangan Tidak Terdapat LAF-BSC Jawaban Persentase (%) Ya Tidak Ya Tidak 1 Ruangan yang terpisah, terhindar dari arus lalu

lintas petugas dan perlengkapan

23 - 100 -

2 Memiliki luas yang memadai sesuai dengan volume kerja dan jumlah petugas yang melayani

21 2 91 9

3 Mempunyai lantai dan dinding yang mudah dibersihkan

23 - 100 -

4 Ruangan tertutup dan memiliki pencahayaan yang cukup

22 - 96 -

5 Ruangan tersebut dievaluasi secara berkala terhadap kontaminasi mikroba

15 8 65 35

6 Semua pintu dan jendela selalu tertutup 21 1 91 4

7 Tidak ada bak cuci 19 4 83 17

8 Lantai didesinfeksi setiap hari menggunakan desinfektan

22 - 96 -

9 Tidak ada rak dan papan tulis permanen 20 3 87 13 10 Meja kerja jauh dari pintu 18 5 78 22

Total 887 100

Rata-rata 89 10

(Departemen Kesehatan RI, 2008) Hasil:

% = 89%

(46)

35

Lampiran 3. Kesesuaian Prosedur Aseptis Peralatan Penunjang Pencampuran Sediaan Steril

No Kriteria Peralatan Jawaban Persentase (%) Ya Tidak Ya Tidak 1 Tersedia fasilitas pencuci tangan yang

dilengkapi dengan sabun antiseptik

18 5 78 22

2 Mempunyai meja dan peralatan pemeriksaan yang cukup

16 7 70 30

3 Tersedia dan terpeliharanya pustaka yang cukup dan mutakhir tentang larutan pembawa, jenis pelarut, dan zat aktif berkaitan dengan stabilitas, ketidaktercampuran, interaksi, dan waktu kadaluwarsa

5 12 22 78

4 Tersedia tempat sampah yang cukup 23 - 100 - Total Rata-rata 267 67 130 33

(Departemen Kesehatan RI, 2008) Hasil:

% = 67%

(47)

36

Lampiran 4. Kesesuaian Prosedur Penyimpanan Sediaan Injeksi No Prosedur Penyimpanan Sediaan Injeksi

(Antibiotik)

Jawaban Persentase (%) Ya Tidak Ya Tidak 1 Memeriksa temperatur secara harian dan

mencatat temperatur pada waktu yang berbeda

14 9 1 52

2 Mengkalibrasi termometer yang digunakan untuk mengukur temperature secara periodik

15 8 65 35

3 Memelihara pendingin udara secara periodik 18 4 78 17 4 Terlindung dari cahaya langsung, dengan

menggunakan kertas karbon/kantong plastik warna hitam atau aluminium foil

14 10 57 43

5 Suhu penyimpanan 2 – 8°C disimpan di dalam lemari pendingin (bukan freezer)

23 - 100 - Total Rata-rata 361 72 148 30

(Departemen Kesehatan RI, 2008) Hasil:

% = 72%

(48)

37

Lampiran 5. Wawancara Proses Rekonstitusi

No Pertanyaan Ringkasan Jawaban

1 Bagaimanakah proses yang dilakukan dan hal-hal apa saja yg perlu diperhatikansebelum melakukan pencampuran?

2 Apakah sebelum dilakukan proses pencampuran sering dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu? Dicek labelnya (dosis).

Hal-hal apa saja yang diperiksa dari kelengkapan labelnya? (misalnya ED)

Bagaimana penanganan terhadap obat yang telah expired date atau adanya perubahan warna?

3 Apakah sering dilakukan perhitungan dosis sesuai dengan umur dan BB pasien sebelum dilakukan pencampuran?

4 Apakah sediaan yang telah direkonstitusi diberi label?

5 Apakah ada alergi yang dialami pasien?

Apakah dilakukan tes alergi antibiotiksebelum diberikan kepada pasien?

6 Apakah antibiotik yang paling sering digunakan? 7 Bagaimana dengan penyimpanan obat vial yang tidak

digunakan. Disimpan dimana? Dan dalam jangka waktu berapa lama?

8 Apakah tersedia buku referensi obat untuk mengetahui apakah obat yang dicampur kompatibel (tidak terjadi pengendapan)? Bagian-bagian penting apa saja yang harus dilihat?

9 Apakah proses rekonstitusi dilakukan bersama atau diawasi oleh tenaga farmasi?

10 Apakah dilakukan evaluasi produk akhir?

a. Ketepatan volume dan konsentrasi larutan akhir

b. Adanya partikel melayang, kekentalan, atau perubahan warna

c. Keutuhan kemasan (kehancuran atau keretakan)

d. Kelengkapan label sediaan

(49)

38

Lampiran 6. Evaluasi Sistem Pencampuran Sediaan Intravena meliputi APD, Ruang dan peralatan, dan penyimpanan.

No Kriteria Pencampuran Sediaan Intravena

Jawaban Ya Tidak A Alat Pelindung Diri (APD)

1. Masker 2. Sarung tangan 3. Penutup kepala 4. Baju pelindung

5. Tidak menggunakan APD B Ruangan

1. Ruangan yang terpisah, terhindar dari arus lalu lintas petugas dan perlengkapan

2. Memiliki luas yang memadai sesuai dengan volume kerja dan jumlah petugas yang melayani

3. Mempunyai lantai dan dinding yang mudah dibersihkan

4. Ruangan tertutup dan memiliki pencahayaan yang cukup

5. Ruangan tersebut dievaluasi secara berkala terhadap kontaminasi mikroba

6. Semua pintu dan jendela selalu tertutup 7. Tidak ada bak cuci

8. Lantai didesinfeksi setiap hari menggunakan desinfektan

9. Tidak ada rak dan papan tulis permanen 10. Meja kerja jauh dari pintu

C Peralatan

1. Tersedia fasilitas pencuci tangan yang dilengkapi dengan sabun antiaseptik

2. Mempunyai meja dan peralatan pemeriksaan yang cukup

3. Tersedia dan terpeliharanya pustaka yang cukup dan mutakhir tentang larutan pembawa, jenis pelarut, dan zat aktif berkaitan dengan stabilitas, ketidaktercampuran, interaksi, dan waktu kadaluwarsa 4. Tersedia tempat sampah yang cukup

C Penyimpanan

1. Memeriksa temperatur secara harian dan mencatat temperatur pada waktu yang berbeda

2. Mengkalibrasi termometer yang digunakan untuk mengukur temperature secara periodik

3. Memelihara pendingin udara secara periodik

4. Terlindung dari cahaya langsung, dengan menggunakan kertas karbon/kantong plastik warna hitam atau aluminium foil

(50)

39

5. Suhu penyimpanan 2 – 8°C disimpan di dalam lemari pendingin (bukan freezer)

(51)

40

Lampiran 7. Persentase Tenaga Perawat Dalam Mengikuti Pelatihan Pencampuran Sediaan Intravena

0%

74% 22%

(52)

41

(53)
(54)

43

(55)

44

(56)

45

Lampiran 11. Lembar Permintaan Menjadi Responden

LEMBAR PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN

Kepada

Yth. Calon Responden

Di Tempat Dengan Hormat

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Irawaty Thresia Laning Nim : PO.530333215694

Adalah mahasiswi Politeknik Kesehatan Kemenkes Kupang Program Studi Farmasi yang akan melakukan penelitian dengan judul “Evaluasi Penerapan Tindakan Aseptis Proses Rekonstitusi dan Penyimpanan Antibiotik di Ruang NICU RSUD. Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang”. Penelitian ini tidak menimbulkan kerugian bagi responden dan segala informasi yang di berikan akan di jamin kerahasiaannya serta hanya di gunakan untuk penelitian, pada surat ini calon responden boleh menolak berpartisipasi dalam penelitian ini.

Atas bantuan dan kerja sama yang baik, saya ucapkan terima kasih. Kupang,…..Juli 2018

Peneliti

Irawaty Thresia Laning Nim : PO.530333215694

(57)

46

Lampiran 12. Kondisi Ruang NICU dan Ruang TPN

A. Foto ruang NICU B. Foto fasilitas ruang NICU

C. Foto Inkubator D. Foto atap ruang NICU

E. Foto lantai ruang NICU F. Foto ruang NICU tanpa ventilasi

G. Foto fasilitas cuci tangan dan H. Peralatan di ruang NICU tempat sampah di ruang NICU

(58)

47

I. Foto peralatan di atas meja troli J. Ruang NICU dengan ventilasi

K. Foto ruang TPN L. Foto ruang TPN

M. Foto kulkas tempat menyimpan N. Bagian dalam kulkas obat

Gambar

Tabel  1.  Beyond  use  date  sediaan  injeksi  menurut  kategori  risiko  kontaminasi
Tabel 1. Persentase Penggunaan APD Dalam Pencampuran Sediaan Steril  No  Nama Alat Pelindung Diri  Jumlah  Persentase
Tabel 2. Kesesuaian Prosedur Pencampuran Secara Aseptis (Borang  Ruangan Khusus Tidak Terdapat LAF-BSC)
Tabel 3. Kesesuaian Prosedur Aseptis Peralatan Penunjang Pencampuran  Sediaan Steril
+2

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Baik tentang produk, profil, harga dan juga berbelanja di toko online tersebut dan dapat melakukan transaksi dengan sistem informasi yang berbasis web sebagai media

Hal ini disebabkan oleh pemberian probiotik dalam pakan berpengaruh terhadap kecepatan fermentasi pakan dalam saluran pencernaan, yang dapat membantu proses penyerapan

Penelitian ini dilakukan untuk mengambil pus ulkus pada 215 penderita DM sesuai dengan rumus sampel yang diperoleh, akan tetapi dalam pelaksanaannya hanya diperoleh 57

Dari hasil penelitian antara Gasoline dan Gas dengan menggunakan tipe kendaraan bermotor (mobil) diketahui energi bahan bakar yaitu daya indikator pada mesin berbahan bakar gas

Berdasarkan fenomena tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat kontribusi event marketing yang dilakukan pemerintah daerah terhadap pengambilan keputusan

Objective function dari economic load dispatch dengan penambahan pembangkit tenaga angin adalah untuk mencari biaya paling optimal dan minimal dari suatu sistem tenaga

Peraturan menteri ini mencabut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak,

Berdasarkan teori dan data yang ada di atas, penulis tertarik untuk meneliti sejauh mana Pengaruh Penerapan Logoterapi Terhadap Kebermaknaan Hidup Pada Lansia di