• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Tahunan 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Tahunan 2016"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 1

Laporan Tahunan 2016

DIREKTORAT P2 MASALAH KESEHATAN JIWA DAN NAPZA

DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN ENYAKIT KEMENTERIAN KESEHATAN

(2)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 2 KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat ALLAH SWT, karena atas izin nya laporan tahunan Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza, Ditjen P2P Kementerian Kesehatan Tahun 2016 telah dapat diselesaikan.

Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai pencapaian target indikator kinerja, pelaksanaan program dan kegiatan, alokasi dan realisasi anggaran, sarana dan prasarana seperti sumber daya manusia, aset BMN yang terdapat pada Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza serta sebagai bentuk pertanggungjawaban Direktur Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza kepada pihak-pihak terkait.

Laporan laporan tahunan 2016 ini semoga dapat menjadi bahan evaluasi dan tolak ukur dalam pelaksanaan program, kegiatan dan anggaran Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza dan menjadi bahan perbaikan untuk masa yang akan datang.

Jakarta, 30 Desember 2016

Direktur Pencegahan dan Pengendalian

Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza

Dr.dr. Fidiansjah,SpKJ,MPH NIP 196306271988121002

(3)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 3 TIM PENYUSUN

1. Direktur P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza

2. Kasubdit dan Kasie P2 Masalaha Kesehatan jiwa pada Anak dan Remaja 3. Kasubdit dan Kasie P2 Masalah Kesehatan Jiwa dewasa dan Usia lanjut 4. Kasubdit dan Kasie P2 Napza

5. Kasubbag Tata usaha 6. Staf Perencanaa 7. Staf Keuangan

8. Staf Sak dan Siman BMN 9. Staf Kepegawaian

(4)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 4 KATA PENGANTAR TIM PENYUSUN DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK

BAB I. ANALISA SITUASI AWAL TAHUN A. Hambatan Tahun Lalu

B. Kelembagaan C. Sumber Daya

1. Sumber Daya Manusia

2. Sarana dan Prasarana

3. Alokasi Belanja

BAB II. TUJUAN DAN SASARAN KERJA A. Dasar Hukum

B. Tujuan, Sasaran dan Indikator

1. Tujuan

2. Sasaran

3. Indikator

BAB III. STRATEGI PELAKSANAAN

A. Strategi Pencapaian Tujuan dan Sasaran B. Hambatan Dalam Pelaksanaan Strategi C. Terobosan Yang Dilakukan

BAB IV. HASIL KERJA

A. Pencapaian, Tujuan Dan Sasaran Program P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza B. Pencapaian Kinerja

C. Realisasi Anggaran BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran BAB VI. LAMPIRAN

(5)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 5 BAB I

ANALISA SITUASI AWAL TAHUN

A. Hambatan Tahun Lalu

1. Kegiatan P2 Masalah Kesehatan Jiwa pada Anak dan Remaja

a. Mekanisme sistim pelaporan belum dilaksanakan secara berkesinambungan b. Kurangnya advokasi dan sosialisasi tentang penyelenggaraan layanan keswa di

RSU

c. Rencana penyelenggaraan layanan keswa membutuhkan waktu

d. Prioritas anggaran APBN yang diberikan pertahun belum untuk penyediaan layanan keswa

e. Sumber daya tidak memadai (ruang poli, rawat inap, dan tenaga berprofesi keswa) 2. Kegiatan P2 Masalah Kesehatan Jiwa pada Dewasa dan Usia Lanjut

a. Perubahan definisi operasional indikator renstra di tengah tahun berjalan (meningkatnya target jumlah puskesmas menjadi 20% di tiap kab/kota) mengharuskan program dan daerah untuk segera menyesuaikan diri, dan beberapa kabupaten/kota yang meskipun sudah memiliki puskesmas dengan layanan jiwa, karena masih jauh dari jumlah minimal 20% tersebut maka belum dimasukkan dalam capaian indikator

b. Kemampuan kabupaten/kota yang masih kurang dalam melaksanakan pelatihan keswa bagi nakes puskesmas

c. Perubahan struktur organisasi juga terjadi di daerah sehingga terjadi pergantian penanggung jawab program keswa

3. Kegiatan P2 Masalah Napza

a. Belum optimalnya sosialisasi Program Keswa dan napza di Unit UPT Ditjen P2P terutama KKP dan BTKL

b. Perubahan struktur organisasi yang semula Ditkeswa di bawah Ditjen BUK menjadi DitP2MKJN di bawah Ditjen P2P sehingga tupoksi lebih Fokus Ke Promotif dan Preventif sedangkan Keswa dan Napza juga melaksanakan upaya Kuratif dan Rehabilitatif

c. Indikator Keswa dan napza belum di dukung KKP dan BTKL terutama dalam upaya Promotif dan Preventif

d. Klaim rehabilitasi Medis bagi penyalahguna Napza belum ditanggung di JKN sehingga masih menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan

e. Pembinaan fasyankes (Rumah Sakit, Puskesmas dan Klinik) yang melaksanakan program Keswa dan Napza belum didukung oleh Ditjen Yankes sebagai pembina Fasyankes

B. Kelembagaan

Berdasarkan Permenkes Nomor 64 Tahun 2015, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi, dan pelaporan dibidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(6)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 6 Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza menyelenggarakan fungsi :

1. Penyiapan perumusan kebijakan dibidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja , Dewasa dan Usia Lanjut dan Napza

2. Penyiapan pelaksanaan kebijakan dibidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja , Dewasa dan Usia Lanjut dan Napza

3. Penyiapan penyusunan norma,standar, prosedur dan kriteria dibidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja , Dewasa dan Usia Lanjut dan Napza

4. Penyiapan pemberian bimbingan teknis dan supervisi dibidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja , Dewasa dan Usia Lanjut dan Napza

5. Pemantauan,evaluasi, dan pelaporan dibidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja , Dewasa dan Usia Lanjut dan Napza

6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.

Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza terdiri atas : 1. Subdirektorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja

melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,standar,prosedur dan kriteria,dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi,serta pemantauan,evaluasi dan pelaporan bidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja .

Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak menyelenggarakan fungsi :

a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan dibidang Subdirektorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak;

b. Penyiapan bahan pelaksanaan kebijakan dibidang Subdirektorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak ;

c. Penyiapan bahan penyusunan norma,standar,prosedur dan kriteria dibidang Subdirektorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak ;

d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan supervisi dibidang Subdirektorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak ;

e. Pemantauan evaluasi, dan pelaporan dibidang Subdirektorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak ;

Subdit Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja terdiri atas 2(dua) seksi :

a.

Seksi Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,standar,prosedur dan kriteria,dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi,serta pemantauan,evaluasi dan pelaporan di bidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak .

b.

Seksi Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Remaja yang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,standar,prosedur dan kriteria,dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi,serta pemantauan,evaluasi dan pelaporan dibidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Remaja

2. Subdirektorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,standar,prosedur dan kriteria,dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi,serta pemantauan,evaluasi dan pelaporan di bidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut .

(7)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 7 Dalam melaksanakan tugas, Subdit Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut menyelenggarakan fungsi :

a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan dibidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut ;

b. Penyiapan bahan pelaksanaan kebijakan dibidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut ;

c. Penyiapan bahan penyusunan norma,standar,prosedur dan kriteria dibidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut ; d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan supervisi dibidang Pencegahan dan

Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut ;

e. Pemantauan evaluasi, dan pelaporan dibidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut ;

Subdit Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut terdiri atas 2(dua) seksi :

c.

Seksi Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa yang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,standar,prosedur dan kriteria,dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi,serta pemantauan,evaluasi dan pelaporan di bidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa .

d.

Seksi Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Usia Lanjut yang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,standar,prosedur dan kriteria,dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi,serta pemantauan,evaluasi dan pelaporan di bidang Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Usia Lanjut

3. Subdirektorat Masalah Penyalahgunaan Napza mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,standar,prosedur dan kriteria,dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi,serta pemantauan,evaluasi dan pelaporan di bidang Masalah Penyalahgunaan Napza .

Dalam melaksanakan tugas, Subdit Masalah Penyalahgunaan Napza menyelenggarakan fungsi :

a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan dibidang Masalah Penyalahgunaan Napza di masyarakat dan di institusi.

b. Penyiapan bahan pelaksanaan kebijakan dibidang Masalah Penyalahgunaan Napza di masyarakat dan di institusi.

c. Penyiapan bahan penyusunan norma,standar,prosedur dan kriteria dibidang Masalah Penyalahgunaan Napza di masyarakat dan di institusi.

d. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan supervisi dibidang Masalah Penyalahgunaan Napza di masyarakat dan di institusi.

e. Pemantauan evaluasi, dan pelaporan dibidang Masalah Penyalahgunaan Napza di masyarakat dan di institusi.

Subdit Pencegahan Penyalahgunaan Napza terdiri atas 2(dua) seksi :

a.

Seksi Masalah Penyalahgunaan Napza di Institusi yang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,standar,prosedur dan kriteria,dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi,serta pemantauan,evaluasi dan pelaporan di bidang Masalah Penyalahgunaan Napza di Institusi.

b.

Seksi Masalah Penyalahgunaan Napza di Masyarakat yang mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,standar,prosedur dan kriteria,dan pemberian bimbingan teknis dan supervisi,serta pemantauan,evaluasi dan pelaporan di bidang Masalah Penyalahgunaan Napza di Masyarakat

(8)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 8 4. Sub Bag tata usaha mempunyai tugas melakukan koordinasi penyusunan rencana program

dan anggaran, pengelolaan keuangan dan barang milik negara, evaluasi dan pelaporan, urusan kepegawaian, tata laksana kearsipan, dan tata persuratan, serta kerumah tanggaarn direktorat.

DIREKTORAT

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN MASALAH KESEHATAN JIWA DAN

NAPZA

SUBBAGIAN TATA USAHA

SUBDIREKTORAT MASALAH KESEHATAN JIWA ANAK DAN REMAJA

SUBDIREKTORAT MASALAH KESEHATAN JIWA DEWASA DAN LANJUT USIA

SUBDIREKTORAT MASALAH PENYALAH-GUNAAN NAPZA SEKSI KESEHATAN JIWA ANAK SEKSI KESEHATAN JIWA REMAJA SEKSI KESEHATAN JIWA DEWASA SEKSI MASALAH PENYALAH-GUNAAN NAPZA DI MASYARAKAT SEKSI KESEHATAN JIWA LANJUT USIA

SEKSI MASALAH PENYALAH-GUNAAN NAPZA DI INSTITUSI C. Sumber Daya 1. SDM Manusia

Jumlah SDM Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza sebagai berikut:

Jumlah PNS Per Januari 2016 : 45 Orang

Jumlah PNS Pensiun : 1 Orang

Jumlah PNS Per Desember 2016 : 44 Orang

Honorer Pramubakti : 4 Orang

Honorer Pengemudi : 1 Orang

SDM BERDASARKAN GOLONGAN

No Golongan Jumlah Presentase

1. Pengatur Tk. I - II/d 1 2%

2. Penata Muda - III/a 5 11%

3. Penata Muda Tk. I - III/b 11 25%

4. Penata - III/c 9 20%

5. Penata Tk. I - III/d 11 25%

6. Pembina - IV/a 4 9%

7. Pembina Tk. I - IV/b 2 5%

8. Pembina Utama Madya - IV/d 1 2%

(9)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 9 SDM BERDASARKAN JENIS KELAMIN

No Jenis Kelamin Jumlah Presentase

1. Laki-Laki 10 23%

2. Perempuan 34 77%

TOTAL 44 100%

SDM BERDASARKAN UMUR

2. Sarana dan Prasarana

Berdasarkan Laporan posisi BMN per 31 Desember 2016 pada Direktorat pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza sebesar Rp. 2.436.041.368 dengan rincian sebagai berikut :

No UMUR Jumlah Presentase

1. 50 – 60 18 41% 2. 40 – 50 10 23% 3. 30 – 40 15 34% 4. 20 – 30 1 2% TOTAL 44 100% SDM BERDASARKAN PENDDIDIKAN

No Pendidikan Jumlah Presentase

1. Sekolah Lanjutan Tingkat Atas 8 18%

2. Akademi 1 2% 3. Diploma III 3 7% 4. Diploma IV 1 2% 5. Sarjana (S.1) 10 23% 6. Pasca Sarjana (S.2) 16 36% 7. Doktor (S.3) 1 2% 8. Spesialis/Akta-V 4 9% TOTAL 44 100%

(10)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 10 Laporan posisi BMN per 31 Desember 2016

Neraca tingkat satuan kerja per 31 Desember 2016 dan 2015

Nama Perkiraan Jumlah Kenaikan (penurunan)

2016 2015 Jumlah %

Aset Aset lancar

Persediaan 95.498.479 0 95.498.479 0

Jumlah aset lancar 95.498.479 0 95.498.478 0

Aset tetap

Peralatan dan Mesin 3.289.036.233 0 3.289.036.233 0

Akumulasi Penyusutan (3.118.681.544) 0 (3.118.681.544) 0

Jumlah aset tetap 170.354.689 0 170.354.689 0

Aset lainnya

Aset tak berwujud 1.922.788.200 0 1.922.788.200 0

Aset lain-lain 391.369.000 0 391.369.000 0

NO Uraian Nilai BMN AKM

Penyusutan

Nilai Netto

1 Barang Komsumsi 62.765.600,- 0 62.765.600

2 Barang persedian lainnya untuk dijual/diserahkan ke

masyarakat

32.732.897,- 0 32.732.879

3 Peralatan dan Mesin 3.289.036.233,- 2.871.281.544,- 417.754.689 4 Aset Tak Berwujud lainnya 1.922.788.200,- 0 1.922.788.200 5 Aset tetap yang tidak

digunakan dalam operasi pemerintahan

391.369.000,- 391.369.000 0

(11)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 11 Akumulasi penyusutan /amortisasi aset

lainnya

(143.969.000) 0 (143.969.000) 0

Jumlah aset lainnya 2.170.188.200 0 2.170.188.200 0

Jumlah aset 2.436.041.368 0 2.436.041.368 0

Kewajiban

Kewajban jangka pendek

Hibah yang belum disahkan 100.000.000 0 100.000.000 0

Jumlah kewajiban jangka pendek 100.000.000 0 100.000.000 0

Jumlah kewajiban 100.000.000 0 100.000.000 0

Ekuitas Ekuitas

Ekuitas 2.336.041.368 0 2.336.041.368 0

Jumlah ekuitas 2.336.041.368 0 2.336.041.368 0

Jumlah kewajiban dan ekuitas 2.436.041.368 0 2.336.041.368 0 Jumlah kewajiban dan ekuitas 2.436.041.368 0 2.436.041.368 0

3. Alokasi Belanja

Alokasi Anggaran belanja yang tercantun pada DIPA Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza tahun 2016 sebesar Rp. 33.551.000.000,- dengan Blokir Anggaran sebesar Rp. 11.737.077.000,- sehingga total anggaran yang dapat di gunakan sebesar Rp. 21.813.923.000,- atau sebesar 65,01% dari anggaran yang tercantum pada DIPA

(12)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 12 BAB II

TUJUAN DAN SASARAN KERJA

A. Dasar Hukum

Dalam menetapkan tujuan, sasaran dan indikator pelaksanaan kegiatan Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza memiliki acuan dasar hukum sebagai berikut :

1. Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak . 2. Undang – undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

3. Undang- Undang RI Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional 4. Undang – undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika

5. Undang – undang Nomor 36 tahun 2010 tentang Kesehatan 6. Undang – Undang No 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa 7. Undang-Undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah 8. Undang – Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak

9. PP No. 25 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib lapor Bagi Pecandu Narkotika

Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor nagi Pecandu Narkotika

10. Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan

11. Peraturan Presiden No.18 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial;

12. Instruksi Presiden Nomor 12 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Nasional pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran gelap narkotika 13. Instruksi Presiden No.5 tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual

Terhadap Anak;

14. Permenkes RI Nomor 1226/MENKES/SK/XII/2009 tentang Pedoman Penatalaksanaan Pelayanan Terpadu Korban KtP/A di Rumah Sakit;

15. Permenkes Nomor 2415 tahun 2011 tentang Rehabilitasi Medis bagi pecandu, Penyalahguna dan Korban penyalahgunaan Narkotika

16. Permenkes Nomor 57 tahun 2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program terapi Rumatan Metadona (PTRM)

17. Permenkes Nomor 68 tahun 2013 tentang Kewajiban Pemberi Layanan Kesehatan untuk Memberikan Informasi atas Adanya Dugaan Kekerasan;

18. Permenkes No 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat

19. Permenkes Nomor 50 tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Wajib Lapor dan rehabilitasi Medis bagi Pecandu, Penyalahguna dan Korban Penyalahgunaan Narkotika 20. Permenkes No 64 tahun 2015 tentang SOTK Kementerian Kesehatan

21. Permenkes Nomor 46 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Terapi Buprenorfin 22. KepMenkes Nomor 501 tahun 2015 tentang Penetapan Institusi Penerima Wajib Lapor B. Tujuan

Tujuan Umum

Terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil-guna dan berdaya-guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dan meningkatnya kesehatan jiwa dan meningkatnya upaya pencegahan penyalahgunaan napza

(13)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 13 Tujuan Khusus

 Meningkatnya Kesehatan Jiwa anak dan remaja

 Meningkatnya Kesehatan jiwa Dewasa dan Usia Lanjut

 Meningkatnya upaya pencegahan penyalahgunaan napza C. Sasaran

1. Tercapainya target 280 kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa dan atau / napza ;

2. Tercapainya target 50 % fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) institusi penerima wajib lapor (IPWL) Pecandu Narkotika yang aktif

3. Tercapainya target 60% RS Umum rujukan regional yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan jiwa/psikiatri

D. Indikator

Indikator Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza berdasarkan Rencana Trategis (RENSTRA) Kementerian Kesehatan terdiri dari 3 (tiga) indikator kinerja, yaitu:

Target dan Capain Indikator Tahun 2016

No. Indikator Kinerja Target

1. Persentase fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) institusi penerima wajib lapor (IPWL) Pecandu Narkotika yang aktif

30%

2. Jumlah kab/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan upaya kesehatan jiwa

130

3.

Persentase RS Umum rujukan regional yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan jiwa/psikiatri

(14)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 14 BAB III

STRATEGI PELAKSANAAN

A. Kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja Strategi Pelaksanaan dalam pencapaian target indikator adalah:

1. Penyediaan NSPK bidang P2 Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja ;

2. Melaksanakan advokasi kepada pengambil kebijakan (kepala daerah) untuk membangun komitmen serta sosialisasi kepada masyarakat luas terutama kepada tokoh agama/tokoh masyarakat untuk mendukung program P2 Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja ;

3. Melaksanakan intensifikasi, akselerasi, dan inovasi program;

4. Meningkatkan sumber daya manusia sebagai bagian dalam meningkatkan kualitas dan mutu pelayanan standar;

5. Memperkuat jejaring kerja dan keterpaduan lintas program/lintas sektor terkait 6. Melaksanakan supervisi, bimbingan teknis monitoring dan evaluasi;

Hambatan Dalam Pencapaian target indikator

1. Berubahnya SOTK Kementerian Kesehatan yang tadinya Direktorat Bina Keswa berada dibawah Direkt Jenderal BUK mutasi dibawah Direkt. Jenderal P2P dengan menitikberatkan kepada pencegahan dan pengendalian masalah keswa dan Napza dengan nama Direktorat P2MKJN

2. Mekanisme sistim pelaporan belum dilaksanakan secara berkesinambungan

3. Kurangnya advokasi dan sosialisasi tentang penyelenggaraan layanan keswa di RSU

4. Rencana penyelenggaraan layanan keswa membutuhkan waktu

5. Prioritas anggaran APBN yang diberikan pertahun belum untuk penyediaan layanan keswa

6. Sumber daya tidak memadai (ruang poli, rawat inap, dan tenaga berprofesi keswa Terobosan Dilakukan

1. Program dan kegiatan yang dijalankan tidak berhubungan secara langsung dengan fasyankes

2. Indikator RSU rujukan regional hanya sampai akhir tahun 2016 dan selanjutnya berganti menjadi indikator sekolah

3. Menyepakati mekanisme alur sistim pelaporan dengan Dinas Kesehatan setempat

4. Mensosialisasikan kembali pentingnya penyelenggaraan keswa dan napza yang tercantum dalam UU Keswa, untuk menurunkan kesenjangan pengobatan dan menurunkan stigma

5. Dinas Kesehatan mendukung RSU rujukan regional agar menyelenggarakan keswa dan napza

6. Sesuai persyaratan RSU rujukan regional, UU Keswa, maka sudah selayaknya Pemda memprioritaskan penyediakan ruang poli jiwa, rawat inap jiwa dan tenaga kesehatan keswa dari daerahnya masing-masing

7. Melaksanakan pelatihan keswa bagi tenaga kesehatan di wilayah masing-masing

(15)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 15 Kegiatan yang dilakukan dalam upaya mencapai target indikator adalah :

1. Penyusunan modul pola asuh yang mendukung tumbuh kembang anak

2. Penyusunan modul dampak psikologis kekerasan pada anak bagi tenaga kesehatan Penyusunan juklak juknis pembiayaan penanganan dampak psikologis pada anak dan perempuan korban , saksi dan pelaku kekerasan

3. Penyusunan pedoman penanganan dampak disabilitas pada anak berkebutuhan khusus bagi tenaga kesehatan

4. Penyusunan roadmap keswa anak dan remaja

5. Penyusunan materi media KIE keswa anak dan remaja

6. Advokasi dan sosialisasi pedoman dan program pencegahan bunuh diri pada remaja 7. Advokasi dan sosialisasi Pedoman penanganan dampak psikologis pada anak korban

kekerasan

8. Advokasi peningkatan remaja melalui keterampilan sosial pada pemangku kebijakan 9. Koordinasi LP/LS Penanganan dampak psikologis pada anak korban kekerasan 10. Pelayanan keswa pencegahan dan penanggulangan pada kelompok berisiko (MMHS) 11. Layanan keswa bergerak (MMHS) pada hari-hari besar kesehatan

B. Kegiatan Pencegahan dan Pengebdalian Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut

Strategi Pelaksanaan dalam pencapaian target indikator adalah:

1. Penyediaan NSPK bidang P2 Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut

2. Melaksanakan advokasi kepada pengambil kebijakan (kepala daerah) untuk membangun komitmen serta sosialisasi kepada masyarakat luas terutama kepada tokoh agama/tokoh masyarakat untuk mendukung program P2 Masalah Kesehatan Jiwa Dewasa dan Usia Lanjut

3. Melaksanakan intensifikasi, akselerasi, dan inovasi program

4. Meningkatkan sumber daya manusia sebagai bagian dalam meningkatkan kualitas dan mutu pelayanan standar

5. Memperkuat jejaring kerja dan keterpaduan lintas program/lintas sektor terkait 6. Melaksanakan supervisi, bimbingan teknis monitoring dan evaluasi

Hambatan Dalam Pencapaian target Indikator

1. Perubahan struktur yang terjadi di tingkat Pusat hingga Daerah, termasuk bergantinya penanggung jawab program kesehatan jiwa.

2. Sejak tahun 2011-2016, sekitar 1300 dokter dan perawat pkm dari berbagai provinsi telah dilatih namun banyak terjadi mutasi/rotasi, dan perpindahan karena sekolah dll, juga karena kurangnya supervisi/monev sehingga layanan keswa kurang berjalan dengan baik

3. Kurangnya anggaran daerah dalam program keswa karena masih belum menjadi program prioritas daerah/program wajib puskesmas

Terobosan Dilakukan

1. Meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan motivasi Dinas Kesehatan Provinsi untuk pencapaian target Indikator Kab/Kota yang memiliki pelayanan Keswa 20 % dari seluruh jumlah total Puskesmas di wilayahnya

2. Melakukan evaluasi berkala setiap triwulan kepada Dinas kesehatan Provinsi baik melalui surat, E-Mail juga pertemuan langsung.

3. Memberikan dana dekonsentrasi bagi provinsi agar dapat melakukan pelatihan nakes PKM di wilayahnya

4. Kesehatan jiwa masuk dalam SPM dan Keluarga Sehat, serta dalam proses revisi Permenkes 75/2014 bahwa keswa akan menjadi program wajib puskesmas

(16)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 16 Strategi Pelaksanaan dalam pencapaian target indikator adalah:

1. Penyediaan NSPK bidang P2 Napza

2. Melaksanakan advokasi kepada pengambil kebijakan (kepala daerah) untuk membangun

3. komitmen serta sosialisasi kepada masyarakat luas terutama kepada tokoh agama/tokoh

4. masyarakat untuk mendukung program P2 Napza

5. Melaksanakan intensifikasi, akselerasi, dan inovasi program

6. Meningkatkan sumber daya manusia sebagai bagian dalam meningkatkan kualitas dan

7. mutu pelayanan standar

8. Memperkuat jejaring kerja dan keterpaduan lintas program/lintas sektor terkait 9. Melaksanakan supervisi, bimbingan teknis monitoring dan evaluasi

Hambatan Dalam Pencapaian Target Indikator

1. Belum optimalnya komitmen Pemerintah daerah dalam menjalankan upaya pencegahan dan pengendalian masalah Napza termasuk upaya rehabilitatifnya 2. Tingkat mutasi dan rotasi petugas yang cukup tinggi sehingga menyebabkan

kekosongan petugas terlatih di IPWL yang sudah ditetapkan

3. Pemanfaatan Sistem pelaporan dan pencatatan (selaras) yang belum berjalan. 4. Cakupan layanan pencegahan dan rehabilitasi penyalahgunan Napza yang masih

terbatas

Terobosan Dilakukan

1. Melakukan advokasi dengan pengambil kebijakan di tingkat daerah melalui pertemuan koordinasi lintas sector dan lintas program

2. Secara berkala melakukan pelatihan asesmen bagi petugas di IPWL melalui dana APBN dan APBD

3. Membangun sistem informasi wajib lapor dan rehabilitasi medis Napza untuk memudahkan proses verifikasi klaim dan informasi data pasien yang telah melakukan rehabilitasi

4. Rencana mengembangkan skrining dengan menggunakan instrumen Alcohol, Smoking, and Substances Involvement Scrrening Test (ASSIST) dalam rangka pencegahan penyalahgunaan Napza di tempat yang bukan IPWL dengan menggunakan sistem referal ke IPWL dengan tujuan untuk meningkatkan cakupan layanan bagi pasien penyalahguna napza dan kelompok risikonya

(17)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 17 BAB IV.

HASIL KERJA

A. Kegiatan P2 Masalah Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja

Pada Renstra 2015-2019 terdapat indikator Persentase RS Umum rujukan regional yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan jiwa/psikiatri dengan target 30 % dari 110 RSU rujukan regional. Dalam mencapai target indikator tersebut maka di lakukan kegiatan kegiatan yang mendukung antara lain :

a. Penyusunan modul pola asuh yang mendukung tumbuh kembang anak

Pola Asuh anak sesuai asas-asas kesehatan jiwa merupakan upaya pencegahan gangguan mental emosional pada anak yang memungkinkan dapat tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang sehat secara fisik, mental, emosional dan sosial. Kemampuan mengenali adanya gangguan mental emosional pada anak usia dini yaitu dibawah 6 tahun akan sangat membantu dalam mencegah macam-macam gangguan mental emosional pada anak, kemampuan mendeteksi ada atau tidaknya gangguan, pemahaman sistem pelayanan kesehatan jiwa perlu dimiliki oleh tenaga kesehatan di lini terdepan yaitu puskesmas. Kemampuan ini sangat membantu masyarakat dalam menangani kasus-kasus gangguan mental emosional pada anak sejak dini.

Apabila kita memahami proses perkembangan anak, maka kita akan melihat setiap fase perkembangan mempunyai problema yang karakteristik. Dengan demikian pada setiap fase perkembangan terdapat gangguan mental emosional tertentu. Kondisi perkembangan usia diagnosis dapat dini balita merupakan dasar bagi perkembangan anak selanjutnya sehingga merupakan hal penting untuk di kenali dan diperhatikan. Berbagai gangguan mental emosional dibawah usia 6 tahun kebawah dan faktor yang mempengaruhinya perlu diketahui karena akan meningkatkan kesadaran tetang pentingnya pencegahan dan penatalaksanaan dini. Pemeriksaan tepat waktu dan penegakan diagnosis dapat memberikan dasar untuk intervensi yang efektif sebelum penyimpangan awal berkembang menjadi satu pola maladaptif yang menetap

Modul ini di gunakan untuk Pelatihan bagi keluarga, kader dan masyarakat yang terakreditasi dengan 40 JPL yang berisikan kompetensi antara lain :

1. Mengenal kesehatan jiwa anak dan remaja

2. Memahami gambaran pola pengasuhan anak dan remaja di masyarakat 3. Memahami pengasuhan anak :

a. Sejak Dalam Kandungan b. Usia 0 – 1,5 Tahun c. Usia 1.5 – 3 Tahun d. Usia 3 – 6 Tahun e. Usia 6 – 12 Tahun f. Usia 12 – 18 Tahun

4. Memahami prinsip dasar pengasuhan anak dan remaja

5. Melakukan deteksi dini perkembangan emosi dan perilaku pada anak dan tindak lanjut

(18)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 18 6. Melakukan deteksi dini perkembangan emosi dan perilaku pada remaja dan tindak

lanjut

7. Melakukan Pencatatan dan Pelaporan

Kegiatan Penyusunan modul pola asuh yang mendukung tum,buh kembang anak

Anggaran Rp. 217.620.000

Input Kurangnya pemahaman orangtua dalam pendekatan pola asuh anak untuk mencapai keberhasilan dalam tumbuh kembang anak

Output Tersedianya modul pola asuh yang mendukung tumbuh kembang anak

Keluaran (Outcame)

Meningkatnya pengetahuan dan pemahaman tenaga kesehatan dan keluarga dalam memberikan pola asuh anak sesuai dengan tumbuh kembang anak

Benefit  Orangtua memahami pola asuh yang mendukung tumbuh kembang anak dan

 Orangtua dapat mendeteksi dini kondisi anak yang tidak sesuai dengan tumbuh kembang anak sesuai dengan usianya

Dampak (Impact)

 Menurunnya masalah tumbuh kembang anak dan menjadikan indonesia sehat

 Berkualitasnya pola asuh orangtua bagi anak yang sedang tumbuh kembang

Foto Penyusunan modul pola asuh yang mendukung tumbuh kembang anak

b. Penyusunan modul dampak psikologis kekerasan pada anak bagi tenaga Kesehatan

Seorang anak yang mengalami kekerasan baik fisik maupun seksual, tidak hanya akan berdampak pada masalah kesehatan di kemudian hari, tapi juga bisa mengalami trauma berkepanjangan, bahkan hingga beranjak dewasa, trauma akibat kekerasan pada anak akan sulit dihilangkan kalau tidak segera ditangani oleh ahlinya.

Dampak psikologis untuk anak yang mengalami kekerasan terutama kekerasan seksual, terbagi menjadi jangka pendek dan jangka panjang, dampak jangka pendek akan mengalami mengalami mimpi-mimpi buruk, ketakutan yang berlebihan pada orang lain,

(19)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 19 dan konsentrasi menurun yang akhirnya akan berdampak pada kesehatan. Untuk jangka panjangnya, ketika dewasa nanti anak akan mengalami fobia pada hubungan seks. Bahkan bisa terjadi dampak yang lebih parah, anak akan terbiasa dengan kekerasan sebelum melakukan hubungan seksual. Bisa juga setelah menjadi dewasa, anak akan mengikuti apa yang dilakukan kepadanya semasa kecilnya.

Data yang dikumpulkan dan dianalisis Pusat Data dan Informasi (PUSDATIN) Komnas Anak, terdapat 21.689.797 kasus pelanggaran Hak Anak. Sebanyak 42-58% dari pelanggaran hak anak tersebut merupakan kejahatan seksual, selebihnya adalah kasus kekerasan fisik, penelantaran dan perebutan anak, eksploitasi ekonomi, perdagangan anak

(child trafficking) untuk tujuan eksploitasi seksual komersial. Data ini bersumber dari laporan masyarakat melalui pelayanan pengaduan langsung (hotline service), pemberitaan media massa serta pengelolaan data dan informasi yang dikumpulkan oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA) di 34 provinsi dan 179 Kabupaten Kota. Sedangkan di tahun 2014 saja, pelayanan pengaduan Komnas Anak sudah menerima laporan 679 kasus, dengan jumlah korban 896 orang anak. Sebanyak 52% adalah kejahatan seksual.

Untuk itu tenaga kesehatan perlu dibekali oleh keterampilan keterampilan dalam penanganan kekerasan dan kekerasan seksual, maka perlu di buat modul tentang bagaimana memastikan bahwa program-program perlindungan dan penanganan masalah-masalah kemanusiaan adalah aman dan tidak – langsung maupun tidak langsung – memperbesar risiko terjadinya kekerasan seksual atas wanita dan anak-anak perempuan.

Modul ini di gunakan untuk Pelatihan bagi tenaga kesehatan yang terakreditasi dengan 72 JPL yang berisikan kompetensi antara lain :

1. Memahami kekerasan pada Anak dan dampak psikologis

2. Melakukan penatalaksanaan dampak psikologis kekerasan pada anak 3 Melakukan sistem rujukan dan jejaring kerja layanan

4. Melakukan pencatatan dan pelaporan

Kegiatan Penyusunan modul dampak psikologis kekerasan pada anak bagi tenaga kesehatan

Anggaran Rp, 207.675.000

Input Meningkatnya masalah kekerasan terutama kekerasan seksual pada anak yang menimbulkan masalah dan gangguan kesehatan jiwa

Output Tersedianya modul dampak psikologis kekerasan pada anak Keluaran

(Outcame)

Terlatihnya tenaga kesehatan yang mampu dan terampil memberikan penanganan dampak psikologis bagi korban kekerasan

Benefit  Tenaga kesehatan (dokter dan perawat) yang dilatih terampil dalam memberikan pelayanan kesehatan jiwa di fasilitas pelayanan kesehatan

 Meningkatnya akses layanan jiwa di fasilitas pelayanan kesehatan

(20)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 20 Dampak (Impact) Meningkatnya jumlah nakes terlatih keswa

Meningkatnya pengetahuan nakes dalam memberikan penanganan dampak psikologis bagi korban kekerasan pada anak dan remaja

Foto Penyusunan modul dampak psikologis kekerasan pada anak bagi tenaga kesehatan

c. Penyusunan juklak juknis pembiayaan penanganan dampak psikologis pada anak dan perempuan korban , saksi dan pelaku kekerasan.

Sesuai intruksi Presiden RI No.5 tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual Terhadap Anak bahwa Kementerian Kesehatan RI diamanatkan untuk melakukan tugas salah satunya memberikan penanganan yang cepat kepada korban kejahatan seksual terhadap anak, termasuk pengobatan secara fisik, mental dan sosial serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya serta melakukan pengobatan mental/kejiwaan terhadap tahanan/warga binaan pelaku kejahatan seksual anak di rutan/lapas bekerjasama dengan Menteri Hukum dan Hak Azazi Manusia dan Menteri Sosial.

Korban berhak mendapatkan penatalaksanaan kesehatan dan rehabilitasi dari pemerintah baik secara fisik maupun secara mental, spiritual dan sosial, selain itu privasinya wajib untuk dilindungi, nama baiknya dijaga dan dipelihara keselamatannya. Saksi korban menjadi tanggung jawab pemerintah, dan anak yang jadi korban tersebut berhak untuk senantiasa mengetahui perkembangan perkara yang dihadapinya. Hal yang sama juga diatur dalam pasal 65 UU RI No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyebutkan bahwa: Rehabilitasi seharusnya diberikan kepada semua korban tindak pidana yang memerlukan pemulihan baik secara fisik maupun mental.

Rehabilitasi psikologis bagi korban dan pelaku kejahatan seksual adalah merupakan suatu pendekatan holistik, kesemuanya bertujuan untuk membentuk individu yang utuh dalam aspek fisik, mental, emosional dan sosial agar ia dapat berguna bagi lingkungannya sekaligus mengembalikan korban kepada keadaan semula dari keadaan yang terpuruk

(21)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 21 menjadi keadaan yang berfungsi sesuai kondisinya. Maka perlu adanya dukungan pembiayaan agar rehabilitasi yang dilakukan dapat sesuai agar pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan dampak psikologis tidak terjadi pada anak dan remaja yang menjadi korban ataupun sebagai pelaku.

Tujuan umum panduan juklak juknis ini adalah :

a. Menyediakan rehabilitasi psikologis dalam rangka pemulihan terhadap korban kekerasan dan pelaku kejahatan seksual yang terintegrasi pada fasilitas pelayanan kesehatan yang telah ditetapkan.

b. Menyediakan petunjuk teknis pembiayaan program penanganan dampak psikologis pada anak dan perempuan korban dan pelaku kekerasan.

Tujuan khusus panduan juklak juknis ini adalah :

a. Memfasilitasi pembiayaan penanganan kekerasan pada korban yang mengalami dampak psikologis.

b. Memfasilitasi pembiayaan rehabilitasi psikologis bagi pelaku kejahatan seksual di Lapas

c. Pembiayaan difasilitasi dana program Direktorat Pencegahan dan Pegendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza (APBN)

d. Klaim rehabilitasi psikologis bagi korban dan pelaku difasilitasi diluar tanggungan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Kegiatan Penyusunan jujlak juknis pembiayaan penanganan dampak psikologis pada anak dan perempuan korban , saksi dan pelaku kekerasan

Anggaran Rp. 124.500.000

Input Belum ada pembiayaan khusus dalam mekanisme JKN untuk penanganan rehabilitasi psikologis bagi korban dan saksi kekerasan

Output Tersedianya Juklak-juknis pembiayaan rehabilitasi psikologis penanganan dampak psikologis bagi korban kekerasan di fasilitas pelayanan kesehatan

Keluaran (Outcame)

Terstandarnya mekanisme pembiayaan rehabilitasi psikologis penanganan dampak psikologis bagi korban kekerasan di fasilitas pelayanan kesehatan

Benefit  Anak dan perempuan korban kekerasan yang mengalami dampak psikologis mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa di fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia dengan biaya yang ditanggung Kemenkes

 JKN – BPJS dapat merencanakan biaya tsb

Dampak (Impact)

Meningkatnya penanganan dampak psikologis sesuai juknis bagi korban kekerasan pada anak dan remaja sehingga tidak mengalami penderitaan, hendaya dan disabilitas berkepanjangan

(22)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 22 Foto Penyusunan juklak juknis pembiayaan penanganan dampak psikologis

pada anak dan perempuan korban , saksi dan pelaku kekerasan.

d. Penyusunan pedoman penanganan dampak disabilitas pada anak berkebutuhan khusus bagi tenaga kesehatan

Berdasarkan Laporan Bank Dunia dan WHO (2011)The World Disability Report, diperkirakan 15% dari populasi global berusia 15 tahun ke atas mengalami kondisi disabilitas. Perhitungan ini didasarkan atas definisi disabilitas dari model Bio-psiko-sosial yang diadopsi oleh Konvensi Hak-hak Penyandang disabilitas PBB (UNCRPD). Definsi ini kemudian diterjemahkan menjadi indikator ICF (International Classification Of Functioning Disability, and Healthy) oleh WHO dan tim khusus Bank Dunia (The Washington Group) dan digunakan untuk melakukan survei global. ICF mulai digunakan di Indonesia untuk Sensus Penduduk 2010 dan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 – 2013. Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa tidak kurang dari 11% penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas mengalami disabilitas.

Masalah disabilitas dalam kaitannya dengan berbagai penyakit kronis maupun penyebab lainnya merupakan beban emosional dan ekonomi sekaligus yang berdampak serius pada kualitas hidup individu, keluarga bahkan masyarakat. Oleh karena itu diperlukan intervensi untuk mencegah, mengurangi dan mengatasi dampaknya.

Kewajiban menyediakan layanan yang aksesibel dan holistik dalam mendukung derajat kesehatan yang optimal dan kemandirian anak dan remaja dengan disabilitas tidak hanya dibebankan pada pemerintah tetapi juga partisipasi masyarakat seluas-luasnya. Segala aspek yang terkait dengan permasalahan disabilitas digunakan sebagai prioritas intervensi untuk mencegah, mengurangi, mengatasi dan mengendalikan dampak disabilitas. Jika tidak diatasi akan mempengaruhi kualitas hidup anak dan remaja dengan disabilitas di Indonesia. Maka dibutuhkan suatu panduan bagi tenaga kesehatan dalam peningkatan kesehatan jiwa bagi anak dan remaja dengan disabilitas.

Tujuan umum panduan pedoman ini adalah :

Meningkatkan pemahaman dan kemampuan tenaga kesehatan dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan jiwa anak dan remaja dengan disabilitas

(23)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 23 Tujuan khusus pedoman ini adalah :

a. Meningkatnya kemampuan anak dan remaja dengan disabilitas dalam mengatasi masalah kesehatan jiwa yang menyertai kondisinya

b. tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan jiwa anak dan remaja dengan disabilitas.

c. Meningkatkan kesadaran dan kapasitas orangtua dalam pemenuhan hak-hak, kebutuhan dasar, kebutuhan khusus bagi anak dan remaja dan remaja dengan disabilitas.

d. Meningkatkan koordinasi lintas program, lintas sektor, lintas profesi dan multidisiplin lainnya.

e. Meningkatkan pemahaman dan kepedulian masyarakat dan dunia usaha dalam pemenuhan dan perlindungan hak-hak anak dan remaja dan remaja dengan disabilitas.

Kegiatan Penyusunan pedoman penanganan dampak disabilitas pada anak berkebutuhan khusus bagi tenaga kesehatan

Anggaran Rp. 176.820.000

Input Belum adanya pedoman penanganan dampak disabilitas pada anak berkebutuhan khusus bagi tenaga kesehatan

Output Tersedianya Pedoman penanganan dampak disabilitas pada anak berkebutuhan khusus bagi tenaga kesehatan

Keluaran (Outcame)

Adanya acuan dalam penanganan anak berkebutuhan khusus bagi tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia

Benefit Tenaga kesehatan memiliki acuan/ panduan dalam penanganan anak berkebutuhan khusus

Dampak (Impact)

 Tertanganinya dampak disabilitas pada anak berkebutuhan khusus di fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan pedoman

 Menurunnya stigma, diskriminasi dan kesenjangan dalam pengobatan

Foto Penyusunan pedoman penanganan dampak disabilitas pada anak berkebutuhan khusus bagi tenaga kesehatan

(24)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 24 e. Penyusunan roadmap keswa anak dan remaja

Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk anak dan remaja adalah sebanyak 89.483.997 dari total jumlah penduduk 237.641.326 jiwa. Kelompok ini merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat tumbuh dan berkembang pertahanan mentalnya dengan baik dan sehat jiwa sesuai dengan usianya dalam menghadapi tantangan kehidupan dimasa yang akan datang. Sehat jiwa berarti seseorang mampu mengendalikan semua stresor yang datang dari internal maupun eksternal. Remaja dan dewasa muda awal adalah individu yang cukup rentan untuk terkena gangguan kesehatan mental. Hal ini dikarenakan pada usia ini merupakan saatnya individu anak untuk menunjukkan mulai dari otonomi diri sampai kepada mencari jati diri. Dalam menghadapi tantangan ini, dapat menimbulkan stresor atau tekanan sebagai pengalaman dalam hidupnya.

Masalah kesehatan jiwa pada anak dan remaja perlu menjadi fokus utama tiap upaya peningkatan sumber daya manusia, mengingat usia anak dan remaja merupakan usia generasi yang perlu disiapkan sebagai kekuatan bangsa Indonesia. jika ditinjau dari proporsi, 40% dari total populasi penduduk Indonesia yang terdiri dari anak dan remaja berusia 0-16 tahun , ternyata 7-14% dari jumlah tersebut mengalami gangguan kesehatan jiwa , termasuk antara lain anak dengan tuna grahita, gangguan perilaku, kesulitan belajar, dan hiperaktif.

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes tahun 2013, prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun keatas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk. Penyebab gangguan kesehatan jiwa ada banyak hal, mulai dari kekerasan terhadap anak dan perempuan terutama kekerasan seksual, pornografi, penyalahgunaan Napza, kecanduan media elektronik dan jejaring sosial, gangguan kejiwaan, bencana, tekanan psikologis, kepikunan dan sebagainya yang kurang mendapat perhatian atau terabaikan karena ketidakpahaman, kelelahan menghadapi, kurang peduli, ketersediaan dan akses pelayanan kesehatan jiwa yang sulit dijangkau.

Peta strategis (roadmap) anak dan remaja merupakan rencana rinci tahapan program pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, sosial dan spiritual anak dan remaja dalam sebuah keluarga secara sistimatis dalam kurun waktu tertentu (2017-2020). Tujuan roadmap ini agar diperoleh kebijakan dan pemikiran bersama dalam menyusun, memetakan perkembangan anak, permasalahan anak, sasaran, target untuk mencapai indikator yang diharapkan sebagai output dan outcome pencegahan dan pengendalian masalah anak dan remaja.

Tujuan umum penyusunan roadmap ini adalah :

Tersusunnya kerangka Roadmap penanggulangan masalah kesehatan jiwa anak dan remaja yang disusun dan disepakati bersama lintas program dan lintas sektor.

Tujuan khusus penyusunan roadmap ini adalah :

a. Adanya sinergi program dalam penanggulangan kesehatan jiwa anak dan remaja. b. Mengelompokkan masalah berdasarkan usia pertumbuhan dalam siklus perkembagan

(25)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 25 c. Merencanakan program pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa anak

dan remaja di institusi kesehatan dan non kesehatan dan lembaga yang berkaitan dengan anak dan remaja.

Kegiatan Penyusunan roadmap keswa anak dan remaja Anggaran Rp. 71.250.000

Input Belum adanya pemetaan masalah, program dan kegiatan keswa anak remaja sesuai dengan struktur dan tupoksi Dit.P2MKJN yang baru

Output Tersedianya Roadmap pencegahan dan pengendalian kesehatan jiwa anak dan remaja sesuai dengan struktur dan tupoksi Dit P2MKJN yang baru

Keluaran (Outcame)

Terpetanya masalah, program dan kegiatan pencegahan dan pengendalian kesehatan jiwa anak dan remaja sesuai dengan struktur dan tupoksi Dit P2MKJN yang baru

Benefit Terarahnya program, kegiatan pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa anak dan remaja

Dampak (Impact)

 Terlaksananya perencanaan program dan kegiatan keswa sesuai roadmap

 Menurunnya masalah kesehatan jiwa anak dan remaja

f. Penyusunan materi media KIE keswa anak dan remaja

Media KIE merupakan penyebarluasan informasi bagi masyarakat dan pemahaman yang positif dalam bentuk komunikasi, informasi dan edukasi.

Tujuan dari penyusunan media KIE adalah : a. Mempermudah penyampaian informasi. b. Menghindari kesalahan persepsi. c. Dapat memperjelas informasi d. Mempermudah pengertian.

e. Mengurangi komunikasi yang verbalistik

f. Dapat menampilkan obyek yang tidak bisa ditangkap dengan mata. g. Memperlancar komunikasi.

Materi Media KIE yang disusun antara lain :

1. Media Cartoon Video (MCV) tentang Aku dan Keluargaku 2. Media Cartoon Video (MCV) tentang Aku dan Teman-Temanku

3. Media edukasi dalam bentuk Papan bermain tentang pengenalan macam macam emosi yang postif dan negatif bagi anak dan remaja “Bintang Indonesia’.

Kegiatan Penyusunan materi media KIE keswa anak dan remaja Anggaran Rp. 197.100.000

Input Kurangnya media KIE terkait dengan kesehatan jiwa bagi anak dan remaja

Output Tersedianya media KIE bagi anak dan remaja Keluaran

(Outcame)

Meningkatnya pemahaman masyarakat dalam mengenali dan mencegah masalah dan gangguan kesehatan jiwa anak dan remaja

(26)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 26 Benefit Masyarakat awam mendapatkan informasi dan akses media

KIE terkait kesehatan jiwa anak dan remaja

Dampak (Impact)

 Meningkatnya pemahaman dan pencegahan masalah kesehatan jiwa anak dan remaja di keluarga dan masyarakat

 Menurunnya masalah kesehatan jiwa anak dan remaja di keluarga dan masyarakat

 Menurunnya stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan masalah dan gangguan kesehatan jiwa

Gambar.

Penyusunan materi media KIE keswa anak dan remaja

AKU DAN KELUARGAKU

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

Story board by Philip Triatna & Julie Tane

Hai teman-teman, salam kenal ... Namaku Budi, umurku 8 tahun dan ini adikku Tini, usianya 4 tahun. Kami saaliiing menyayangi... , walaupun terkadang kami bertengkar karena masalah kecil.

Tapi tak lama setelah itu, kami berbaikan dan bermain kembali.

Hallooo!

Sini dik, aku bantu!

Oh iya teman – teman, ini kedua orang tua kami. Ayah kami bernama Hadi, ketika di rumah, ayah rajin membantu ibu.

Ibu yang mengasuh kami bernama Ina. Setiap hari, ayah dan ibu pergi bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

g. Advokasi dan sosialisasi pedoman dan program pencegahan bunuh diri pada remaja Bunuh diri merupakan tindakan secara sengaja melukai/merusak diri sendiri dengan menggunakan zat kimia, alat maupun cara lainnya yang bertujuan untuk mengakhiri hidup. Merupakan sebuah proses dan sebagai penyebab utama kematian secara global nomor 5 di antara mereka berusia 30-49 tahun dan menjadi penyebab kematian nomor dua paling tinggi untuk pemuda dengan rentang umum 15-29 tahun di seluruh dunia (WHO) Angka percobaan bunuh diri menyumbang 1,4% dari semua kematian di seluruh dunia.

(27)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 27 Akhir-akhir ini bunuh diri pada anak dan remaja semakin meningkat. Pencetus utama adalah kegagalan di sekolah, tekanan dari orangtua, tuntutan prestasi sekolah terlalu tinggi, putus cinta dan konflik terhadap diri dan lingkungannya akibat stres dan depresi berkepanjangan.

Tidak kalah pentingnya perilaku merusak pada remaja seperti merokok, minum alkohol dan kegiatan seks bebas juga semakin meningkat. Lingkungan sekolah dan perguruan tinggi yang berfungsi sebagai saranapendidikan untuk membangun kehidupan individu memainkan peranan penting dalam mencegah perilaku merusak diri tersebut. Membangun sistem tata nilai,komunikasi yang efektif, menerima aspirasi dan menanamkan mekanisme tujuan yang sesuai, serta keluarga yang harmonis merupakan hal yang penting dalam mencegah tindakan bunuh diri pada kelompok rentang usia ini.

Upaya pencegahan perilaku bunuh diri dapat diupayakan melalui deteksi dini perilaku bunuh diri dan mengenali tanda-tanda perilaku merusak diri tersebut.

Oleh karena itu melalui kegiatan advokasi dan sosialisasi ini, diharapkan dapat mengajak seluruh elemen masyarakat untuk lebih peka dan mampu memahami faktor risiko dan pencetus terjadinya tindakan bunuh diri pada remaja, sebagai upaya pencegahan secara menyeluruh.Selain itu, kegiatan ini juga diharapkan menjadi pendorong tersedianya sarana informasi dan edukasi kepada masyarakat, serta terbentuknya mekanisme dan program yang tepat dalam reaksi cepat dalam penanggulangan kasus bunuh diri pada remaja.

Tujuan dari pertemuan ini adalah :

1. Meningkatkan pemahaman lintas kementerian, lintas program dan sektor dalam menyusun dan menentukan program yang tepat dalam upaya pencegahan bunuh diri pada remaja.

2. Meningkatnya pemahaman lintas sektor terhadap faktor risiko dan pencetus terjadinya tindakan bunuh diri pada remaja.

3. Mengkolaborasikan pencatatan dan pendataan kasus kematian akibat bunuh diri dan percobaan bunuh diri di Indonesia.

Kegiatan Advokasi dan sosialisasi pedoman dan program pencegahan bunuh diri pada remaja

Anggaran Rp. 354.900.000

Input Meningkatnya angka kejadian bunuh diri melalui berbagai berita dan media di Indonesia

Output Tersosialisasinya program dan kegiatan pencegahan bunuh diri pada remaja di Indonesia

Keluaran (Outcame)

Meningkatnya pemahaman LP/LS terkait upaya pencegahan bunuh diri pada remaja di Indonesia sesuai acuan pencegahan bunuh diri di Indonesia

Benefit Terjalinnya kerjasama berbagai pihak terkait dalam upaya pencegahan bunuh diri di Indonesia sesuai dengan peran dan tupoksi masing-masing

Dampak (Impact)

Adanya mekanisme dan program yang tepat dalam reaksi cepat tanggap pencegahan dan penanggulangan kasus bunuh diri pada remaja.

(28)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 28 h. Advokasi dan sosialisasi Pedoman penanganan dampak psikologis pada anak korban

kekerasan.

Seorang anak yang mengalami kekerasan seksual, tidak hanya akan berdampak pada masalah kesehatan di kemudian hari, tapi juga bisa mengalami trauma berkepanjangan, bahkan hingga beranjak dewasa, trauma akibat kekerasan seksual pada anak akan sulit dihilangkan kalau tidak segera ditangani oleh ahlinya.

Dampak Psikologis untuk anak yang mengalami kekerasan seksual, terbagi menjadi jangka pendek dan jangka panjang, dampak jangka pendek akan mengalami mengalami mimpi-mimpi buruk, ketakutan yang berlebihan pada orang lain, dan konsentrasi menurun yang akhirnya akan berdampak pada kesehatan. Untuk jangka panjangnya, ketika dewasa nanti anak akan mengalami fobia pada hubungan seks. Bahkan bisa terjadi dampak yang lebih parah, anak akan terbiasa dengan kekerasan sebelum melakukan hubungan seksual. Bisa juga setelah menjadi dewasa, anak akan mengikuti apa yang dilakukan kepadanya semasa kecilnya.

Maka, sebagai langkah keluar yang terbaik, korban kekerasan seksual tak hanya mendapat penanganan medis saja, tapi juga harus mendapatkan bantuan konsultasi psikologis secara berkala atau intensif. Untuk itu Direktorat Bina Kesehatan Jiwa telah menyusun pedoman penanganan rehabilitasi psikologis bagi korban dan pelaku sebagai acuan petugas kesehatan dalam penanganan, untuk itu perlu di sosialisasikan kepada lintas sector, lintas program serta pemangku kebijakan agar memahami program yang tepat untuk penanganan korban dan pelaku tindak kejahatan seksual

Tujuan dari pertemuan ini adalah :

Meningkatkan pemahaman lintas sektor dan program dalam program dan penatalaksanaan penanganan dampak psikologis pada anak korban kekerasan serta upaya penanganan yang terintegrasi di semua multidisplin.

Kegiatan Advokasi dan sosialisasi program penanganan dampak psikologis pada anak korban kekerasan

Anggaran Rp. 364.100.000

Input Tingginya angka korban kekerasan pada anak dan remaja di Indonesia

Output Tersosialisasinya program penanganan dampak psikologis bagi anak dan remaja korban kekerasan

Keluaran (Outcame)

Meningkatnya pemahaman program dan kegiatan yang tepat dalam upaya penanganan kekerasan bagi anak dan remaja Benefit Terjalinnya kerjasama berbagai pihak dalam upaya penanganan

dampak psikologis pada anak dan remaja korban kekerasan di Indonesia

Dampak (Impact)

Adanya mekanisme dan program serta kegiatan yang tepat dalam penanganan rehabilitasi dampak psikologis bagi anak dan remaja korban kekerasan di Indonesia

(29)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 29 i. Advokasi peningkatan remaja melalui keterampilan sosial pada pemangku kebijakan

Masa remaja adalah masa peralihan antara masa kanak dan dewasa. Pada masa tersebut remaja mengalami banyak perubahan baik fisik, psikologis dan sosial. Mereka seringkali merasa tidak nyaman dan bereaksi secara emosional, misalnya mudah tersinggung, mudah marah, suka membantah. Mereka tidak mau lagi dianggap sebagai anak, namun belum juga dapat diberi tanggung jawab penuh sebagai orang dewasa. Sebagai dampak dari perkembangan remaja itu sendiri serta pengaruh lingkungan yang kurang mendukung, maka anak remaja kita rawan terkena perilaku yang negatif, yang seringkali menyebabkan kegagalan mereka dalam mencapai keberhasilan di bidang pendidikan ataupun dalam kehidupannya kelak. Keberhasilan dalam kehidupan, tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan saja, tapi mereka juga harus mampu dan terampil dalam menghadap berbagai masalah kehidupan.

Pendidikan yang diberikan di sekolah seyogyanya bukan semata-mata pemberian ilmu pengetahuan, tetapi secara luas juga dimaksudkan untuk pembentukan kepribadian, watak dan moral. Sikap dan perilaku guru amat besar pengaruhnya terhadap suasana pendidikan, sehingga dapat mendukung perkembangan perilaku dan jiwa emosional anak, agar mereka mampu menghadapi tantangan dalam kehidupan dan berkembang menjadi sumber daya yang berkualitas. Oleh karena itu penting bagi remaja untuk mengembangkan keterampilan sosial sedini mungkin untuk memudahkan dalam memenuhi tugas-tugas perkembangan berikutnya sehingga ia dapat berkembang secara normal dan sehat saat ia remaja atau dewasa.

Keterampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri menjadi semakin penting dan krusial manakala anak sudah menginjak masa remaja. Hal ini disebabkan karena pada masa remaja individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial akan sangat menentukan. Kegagalan remaja dalam menguasai keterampilan-keterampilan sosial akan menyebabkan dia sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya sehingga dapat menyebabkan rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku yang kurang normatif (misalnya asosial ataupun anti sosial), dan bahkan dalam perkembangan yang lebih ekstrim bisa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal, tindakan kekerasan, dan sejenisnya.

Tujuan dari pertemuan ini adalah :

1. Membangun komitmen bersama dalam peningkatan kesehatan jiwa remaja melalui keterampilan sosial, agar mereka mampu menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan.

2. Mengintegrasikan program program kesehatan jiwa dalam upaya peningkatan kesehatan di sekolah

(30)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 30 Kegiatan Advokasi penngktan remaja melalui keterampilan sosial pada

pemangku kebijkan Anggaran Rp. 96.800.000

Input Meningkatnya masalah kesehatan jiwa anak dan remaja usia sekolah

Output Tersosialisasinya program keterampilan sosial bagi guru sekolah

Keluaran (Outcame)

Meningkatnya pemahaman guru dan sektor terkait dalam menentukan program yang tepat sebagai upaya penanganan kesehatan jiwa di sekolah

Benefit Terjalinnya kerjasama berbagai pihak dalam upaya peningkatan kesehatan jiwa melalui keterampilan sosial di sekolah

Dampak (Impact) Terprogramnya upaya peningkatan kesehatan jiwa anak dan remaja melalui keterampilan sosial di sekolah

j. Koordinasi LP/LS Penanganan dampak psikologis pada anak korban kekerasan

Saat ini Pemerintah memberikan perhatian khusus pada upaya pencegahan dan penanganan kekerasan yang dialami oleh anak. Antara lain dengan diterbitkannya

Instruksi Presiden Republik Indonesia No 5 tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual Terhadap Anak. Inpres tersebut mengamanatkan kepada Menteri Kesehatan untuk :

1. Melakukan Komunikasi, Informasi dan Edukasi kepada anak dan masyarakat pemangku kepentingan tentang kesehatan reproduksi, dampak kejahatan seksual terhadap tumbuh kembang anak, pemberdayaan anak dan upaya pencegahan lainnya. 2. Melakukan sosialisasi kepada tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan tentang

kewajiban untuk memberikan informasi kepada kepolisian dan atau pemangku kepentingan terkait atas adanya dugaan kejahatan seksual terhadap anak - sesuai Permenkes RI No. 68 tahun 2013.

3. Memberikan penanganan yang cepat kepada korban kejahatan seksual terhadap anak, termasuk pengobatan secara fisik, mental dan sosial serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya.

4. Melakukan pengobatan mental/kejiwaan terhadap tahanan/warga binaan bagi pelaku kejahatan seksual di rutan/lapas.

Untuk melaksanakan Inpres tersebut - utamanya untuk penanganan psikologis pada anak korban kekerasan dan pelaku kekerasan pada anak - maka Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit melaksanakan program pembiayaan rehabilitasi psikologis yang saat ini belum dapat diakses dalam skema JKN atau BPJS Kesehatan. Sementara itu , rehabilitasi psikologis ini dapat di lakukan di fasilitas fasilitas pelayanan kesehatan.

Tujuan dari pertemuan ini adalah :

Membangun komitmen bersama Lintas Sektor dan Lintas Program dalam pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak. Selain itu, pertemuan ini diharapkan dapat menemukan akar permasalahan dan pemecahan masalah dalam pelayanan kesehatan

(31)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 31 terkait masalah pembiayaan penanganan kekerasan pada anak. Sekaligus memberikan perlindungan kepada anak sesuai dengan hak dasarnya yang diamanatkan Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Kegiatan Koordinasi LP/LS Penaganan dampak psikologis pada anak korban kekerasan

Anggaran Rp. 55.140.000

Input Tingginya angka korban kekerasan pada anak dan remaja di Indonesia

Output Terkoordinasinya LP/LS terkait program dan kegiatan penanganan dampak psikologis bagi anak dan remaja korban kekerasan

Keluaran (Outcame)

Meningkatnya pemahaman LP/LS dalam mengkoordinasikan program yang tepat dalam upaya penanganan kekerasan bagi anak dan remaja

Benefit Terjalinnya kerjasama berbagai LP/LS terkait dalam upaya penanganan dampak psikologis pada anak dan remaja korban kekerasan di Indonesia

Dampak (Impact)

Adanya mekanisme dan program serta kegiatan yang tepat dalam penanganan rehabilitasi dampak psikologis bagi korban kekerasan

k. Pelayanan keswa pencegahan dan penanggulangan pada kelompok berisiko (MMHS). Direktorat pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa dan Napza yang dulunya bernama Direktorat Bina Kesehatan Jiwa, pada puncak hari kesehatan jiwa tahun 2012 telah meluncurkan pelayanan kesehatan jiwa bergerak atau mobile mental health services (MMHS) yang menyelenggarakan (1) penyuluhan, (2) deteksi dini (skrining) masalah kesehatan jiwa dan napza dengan instrumen dan pemeriksaan urin serta (3) konseling masalah kesehatan jiwa dan bila perlu (4) merujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan.

Salah satu kegiatan MMHS adalah melaksanakan upaya promotif dan preventif masalah kesehatan jiwa dan Napza kepada siswa/i sekolah setingkat SMA di 5 (lima) wilayah Provinsi DKI Jakarta dengan lebih kurang 1000 peserta anak didik. Selain itu MMHS juga melakukan upaya promotif dan preventif bagi masyarakat yang kegiatannya dikaitkan pada peringatan hari-hari besar kesehatan di Indonesia.

Tujuan dari pertemuan ini adalah :

Meningkatkan pengetahuan, pemahaman serta deteksi dini masalah kesehatan jiwa dan Napza di rentang siklus kehidupan (anak, remaja, lansia dan dewasa)

(32)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 32 Hasil deteksi dini siswa/i sekolah setingkat SMA

(33)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 33 Kegiatan Pelayanann keswa pencegahan dan penanggulangan pada

kelompok berisiko dan hari kesehatan (MMHS) Anggaran Rp. 138.000.000

Input  Sulitnya akses pelayanan kesehatan jiwa pada masyarakat

 Tinginya stigma dan diskriminasi

Output Tersedianya pelayanan kesehatan jiwa bergerak (MMHS) yang memberikan penyuluhan, deteksi dini melalui skrining keswa, napza serta konseling masalah keswa

Keluaran (Outcame)

Meningkatnya pemahaman dan akses masyarakat dalam pencegahan dan deteksi dini masalah kesehatan jiwa di keluarga dan masyarakat

Benefit Masyarakat awam langsung mendapatkan akses layanan terkait kesehatan jiwa

Dampak (Impact) Terdeteksinya secara dini masalah kesehatan jiwa anak dan remaja

L. Layanan keswa bergerak (MMHS) pada hari-hari besar kesehatan

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (2005–2024)menetapkan bahwa pembangunan kesehatan menuju kearah pengembangan upaya kesehatan, dari upaya kesehatan yang bersifat Kuratif bergerak ke arah upaya kesehatan Preventif dan Promotif, sesuai kebutuhan dan tantangan kesehatan. Tantangan kesehatan saat ini, bahwa Indonesia menghadapi masalah kesehatan triple burden, yaitu masih tingginya penyakit infeksi, meningkatnya penyakit tidak menular dan muncul kembali penyakit-penyakit yang seharusnya sudah teratasi.

(34)

Laptah 2016_P2MKJN Hal 34 Tentunya, hal ini menjadi ancaman bagi produktifitas bangsa kita. Usia produktif yang besar dan seharusnya memberikan kontribusi pada pembangunan akan terancam apabila derajat kesehatannya terganggu oleh penyakit tidak menular dan perilaku hidup yang tidak sehat.

Dalam mengatasi hal ini, diperlukan upaya promotif dan preventif merupakan salah satu cara efektif untuk menurunkan angka kematian dan masalah kesehatan akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) dan Penyakit Menular (PM), dan Kesehatan Jiwa. Upaya tersebut bergantung pada perilaku individu yang turut didukung oleh kualitas lingkungan, ketersediaan sarana dan prasarana serta dukungan program dan regulasi untuk hidup sehat yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat.

Banyak Hari Besar Kesehatan di Indonesia yang ditetapkan sebagai bagian dari upaya informasi yang setiap tahun diperingati, hari hari kesehatan ini menjadi momentum untuk melakukan pendidikan kesehatan sebagai salah satu upaya promosi kesehatan di segala program kesehatan termasuk integrasi program kesehatan jiwa di beberapa program yang ada di Kemeterian Kesehatan.

Salah satu upaya kegiatan Direktorat Pencegahan dan Pengendalioan Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza yang dapat diintegrasikan pada hari hari kesehatan yang ada di Kementerian Kesehatan adalah salah satunya MMHS dengan pendekatan upaya promotif dan preventif kepada berbagai sasaran baik siswa/i sekolah, kader, dan khususnya masyarakat dengan tujuan agar dapat meningkatkan akses layanan, pengetahuan, pemahaman serta deteksi dini masalah kesehatan jiwa.

Tujuan dari pertemuan ini adalah :

1. Meningkatkan upaya promotif dan preventif program kesehatan jiwa dan Napza 2. Meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia terhadap pentingnya menjaga

kesehatan.

Kegiatan Layanan keswa bergerak (MMHS) pada hari-hari besar kesehatan

Anggaran Rp. 200.800.000

Input Mensosialisasikan layanan kesehatan jiwa bergerak (MMHS) ke masyarakat melalui hari-hari besar kesehatan di lingkungan dejabotabek

Output Tersedianya pelayanan kesehatan jiwa bergerak di masyarakat pada hari-hari besar kesehatan

Keluaran (Outcame)

Meningkatnya pemahaman dan akses masyarakat dalam pelayanan kesehatan jiwa di masyarakat pada hari-hari besar kesehatan

Benefit Terjangkaunya pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan di masyarakat pada hari-hari besar kesehatan

Dampak (Impact)

 Terdeteksinya secara dini masalah kesehatan jiwa anak dan remaja di institusi sekolah dan masyarakat.

 Meningkatnya kerjasama institusi layanan kesehatan jiwa secara berkesinambungan dalam bentuk MoU

Referensi

Dokumen terkait

Kejaksaan Negeri Wonosari bekerjasama dengan Forum Penanganan Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (FORUM PK2PA) Provinsi DIY, untuk memberikan perlindungan terhadap

Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap sebagai unit pelaksana teknis Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan berkewajiban untuk

pelaku usaha di bidang peternakan. Untuk dapat memberikan informasi kepada public terhadap produk atau hasil peternakan , sehingga masyarakat dapat mengetahui

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan intervensi psikologis kepada anak korban kekerasan seksual serta mengetahui efektifikas terapi bermain dalam meningkatkan

Kegiatan dilakukan dalam bentuk workshop yang dilakukan secara daring, bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;

terhadap penanganan kasus tindak pidana kekerasan seksual pada anak yaitu melakukan advokasi hukum terhadap anak sebagai korban kekerasan seksual untuk memenuhi hak-haknya, selain itu

Berikut penjelasan tentang peran P2TP2A dalam penanganan kasus kekerasan bagi anak korban, pelaku dan saksi yang di ambil dari 3 sampel kasus sebagai berikut: a Peran P2TP2A Dalam

Prosedur standar operasional penanganan pengaduan perempuan dan anak korban kekerasan tahun