• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengendalian Penyakit Layu Fusarium Tomat: Aplikasi Abu Bahan Organik Dan Jamur Antagonis Control of Tomato Fusarial Wilt: Application of Organic Ash and Antagonistic Fungi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengendalian Penyakit Layu Fusarium Tomat: Aplikasi Abu Bahan Organik Dan Jamur Antagonis Control of Tomato Fusarial Wilt: Application of Organic Ash and Antagonistic Fungi"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

CONTROL OF TOMATO FUSARIAL WILT: APPLICATION OF ORGANIC ASH AND ANTAGONISTIC FUNGI

Oleh:

Ruth Feti Rahayuniati dan Endang Mugiastuti

Jurusan Hama dan Penyakit Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman (Diterima: 26 Nopember 2008; Disetujui: 25 Pebruari 2009)

ABSTRACT

The aims of this research were to determine the effect of organic ash and antagonistic fungi on controlling tomato Fusarium wilt. Factorial Completely Randomized Design has been used in this research. There were paddy husk and legume ash as organic ash factor, and T. harzianum and G.

virens as antagonistic fungi factor. The result showed that combination of antagonistic fungi (T.

harzianum and G. virens) and organic ash (paddy husk and legume ash) could suppress the disease

growth, incubation period, disease severity, and disease rate. The effectiveness of the combination were about 36.79-43.30%.

Key words: Antagonistic fungi, Organic ash, Tomato fusarium wilt.

PENDAHULUAN disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum

Tanaman tomat merupakan salah satu f.sp. lycopersici (Sacc.). Jamur ini merupakan komoditas hortikultura yang sangat berpotensi patogen tular-tanah yang mampu bertahan dik emb ang kan , ka ren a me mpu nya i ni lai dalam jangka waktu lama dalam bentuk ekonomi cukup tinggi dan potensi ekspor yang klamidospora meskipun tidak tersedia tanaman besar. Peningkatan kebutuhan tomat sering inang (Semangun, 2001). Oleh karena itu, tidak diimbangi dengan peningkatan produksi- penyakit layu Fusarium ini r elatif sukar nya. Produksi tomat di Indonesia setiap tahun dikendalikan. Pengendalian secara hayati dan mengalami fluktuasi. Produksi tomat pada pengelolaan kesuburan merupakan pilihan yang tahun 2002 adalah 573.517 ton, meningkat efeisien untuk mengendalikan penyakit ini. menjadi 657.459 ton pada tahun 2003. Pada Medium tanam yang diformula dengan kompos tahun 2004 mengalami penurunan menjadi mampu menekan penyakit layu fusarium pada 626.872 ton dan meningkat kembali pada tahun tomat (Borrero et al., 2004).

2005 menjadi 647.020 ton (Badan Pusat Pemanfaatan jamur antagonis merupa-Statistik, 2005). kan salah satu pilihan untuk mengendalikan

Salah satu kendala yang menjadi faktor pe ny ak it la yu Fu sa ri um pa da to ma t. pembatas dalam meningkatkan produksi Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. meru-tanaman tomat adalah penyakit layu Fusarium pakan jamur antagonis yang banyak terdapat di (Rosmahani et al., 2002). Layu Fusarium dalam tanah dan banyak digunakan untuk merupakan penyakit yang sangat penting dan menge ndali kan jamur patog en tular -tana h secara ekonomi merugikan karena sampai saat (Wahyono dan Hartini, 1991) dan juga dapat ini belum ada pengendalian kimiawi yang memacu pertumbuhan tanaman (Prabowo et efektif (Borrero et al., 2004). Penyakit al., 2006). Gliocladium sp. juga telah

(2)

diketahui mampu menekan penyakit tular-tanah fusarium tomat. (Warsito dan Marwoto, 2003). Menurut Djaya

et al. (2003), jamur T. harzianum mampu METODE PENELITIAN

menekan jamur patogen F. oxysporum in vitro Bahan

pada medium PDA, dengan presentase Benih to mat Perm ata, iso lat T. penghambatan pada 3 hari setelah inokulasi harzianum (Prabowo et al., 2006), G. virens 56,07%, G. fimbriatum 55,69%, T. koningii (asal Lab. BPTPH Temanggung), F. 47,80%, dan T. viride 41,98%. Nuryani et al. oxysporum f.sp. lycopersici (hasil isolasi tanah (20 03) mel apo rka n bah wa per tum buh an terinfeksi), medium PDA, abu sekam padi dan

Gliocladium sp. in vitromampu memperlambat abu leguminose asal Desa Sumbang,

pertumbuhan F. oxysporum f.sp. dianthi pada Purwokerto, tanah ultisol steril.

tanaman anyelir. Rancangan Percobaan

Pertumb uhan ta naman t omat da pat Penelitian ini menggunakan rancangan ditingkatkan dengan memperbaiki teknik ac ak ke lo mp ok le ng ka p (C o m p l e t e l y budidaya tanaman, salah satunya adalah Randomized Block Design). Faktor yang dengan penambah an pupuk organik yang diteliti adalah macam abu bahan organik dan mengandung unsur kalium, seperti abu sekam jamur antagonis, dengan kombinasi perlakuan padi, abu leguminose, dan kompos kotoran seperti tercantum dalam Tabel 1.

ayam. Unsur kalium diserap tanaman dalam Cara Penelitian

+ +

Jamur antagonis diperbanyak pada bentuk ion K . Di dalam tanah, K terdapat

medium jagung steril, dengan cara jagung dalam bentuk persenyawaan kompleks dan

pecah giling dicuci, kemudian ditambah air diikat oleh mineral atau larutan garam (Jumin,

(perbandingan 1:2), dan direbus sampai airnya 2002). Kandungan unsur kalium yang cukup

habis. Selanjutnya dimasukkan ke dalam untuk kebutuhan tanaman mengakibatkan

plastik tahan panas dengan volume lebih dinding sel menjadi lebih tebal, kadar senyawa

kurang 100 g per kantong. Medium dipadat-fenol tinggi, dan cairan selnya mengandung

kan, kemudian sisa plastik dilipat dan digulung asam amino dan gula dengan berat molekul

serta direkatkan agar tidak lepas. Medium yang tinggi, sehingga tidak disukai patogen.

disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121°C Tanaman yang mendapat kalium cukup dapat

tekanan 15 psi selama 20 menit. Medium mempercepat penyembuhan luka, sehingga

diangkat, didinginkan, dan diinokulasi dengan dapat mengurangi infeksi jamur penyakit

bibit jamur antagonis, kemudian ditutup rapat, (Dhalimi, 2003).

dan dibiarkan selama tujuh hari sampai jamur Penelitian ini bertujuan untuk

menentu-antagonis tersebut tumbuh. Selanjutnya, jamur kan pengaruh aplikasi abu bahan organik dan

antagonis ditambahkan pada medium tanam jamur antagonis dalam mengendalikan layu

Tabel 1. Perlakuan dan Kombinasi Perlakuan

P2 (abu legume) A0P2 A1P2 A2P2 P1 (abu sekam) A0P1 A1P1 A2P1 P0 (tanpa abu) A0P0 A1P0 A2P0 A0 (tanpa antagonis) A1 (T. harzianum) A2 (G. virens)

(3)

7

berupa tanah steril sebanyak 50 g/polibag, adalah 4,48x10 konidium/ml dengan 8

pada kepadatan konidium 10 konidium/g, dan menyiramkan suspensi tersebut sebanyak 50 ml dilakukan satu minggu sebelum aplikasi jamur per polibag pada masing-masing perlakuan.. patogen. Aplikasi dilaksanakan pada sore hari, Inokulasi dengan patogen ini dilaksanakan dan selanjutnya ditempatkan di rumah kasa. pada sore hari, dengan kelembapan udara pada

Abu bahan organik dibuat dengan cara saat inokulasi adalah 87% dan suhu 25°C. membakar sekam dan legume yang telah Variabel Pengamatan

kering sehingga menjadi abu, untuk selanjut- Masa Inkubasi

nya dilakukan analisis kandungan K. Analisis Pengamatan dilakukan setiap hari mulai K di Lab orator ium Ilm u Tanah , UGM. saat inokulasi sampai gejala awal muncul, Aplikasi abu bahan organik disesuaikan dengan kemudian diamati perkembangan gejalanya. kebutuhan K tanaman. Hasil analisis K Intensitas Penyakit

disajikan dalam Tabel 2. Menurut Natawigena (1993), intensitas Berdasarkan analisis tanah dan abu penyakit dihitung sejak gejala awal muncul, bahan organik tersebut, maka abu bahan pengamatan dilakukan setiap hari sampai organik yang harus ditambahkan sebesar 57,2 tanaman kontrol mati (± 3 minggu). Nilai g untuk abu sekam dan 35,1 g untuk abu intensitas penyakit dihitung dengan mengguna-legume. Aplikasi dilakukan bersamaan dengan kan rumus sebagai berikut.

pemberian jamur antagonis.

Pemberian F. oxysporum f.sp.

lycopersici dilakukan pada saat tanaman

berumur tiga MST. Tanaman tomat varietas Keterangan: I= Intensitas penyakit (%), ni= Permata dilukai dengan cara memotong akar Jumlah daun bergejala dalam setiap kategori, sekunder secara acak. Pemotongan dilakukan vi= Nilai kategori serangan, Z= Nilai den gan car a mem asu kka n gun tin g pad a kategori serangan tertinggi, dan N= Jumlah medium tanam, dan akar dipotong secara acak daun yang diamati.

pada jari-jari lebih kurang tujuh cm atau Dengan nilai kategori serangan yang sepanjang tajuk terpanjang, dan dilakukan pada digunakan adalah: 0= Tidak ada gejala, 1= sekeliling tanaman. Selanjutnya suspensi Gejala daun menguning £ 25%, 2= Gejala patogen disiramkan secara merata pada bagian daun menguning > 25% - £ 50%, 3= Gejala akar yang telah terpotong. Kepadatan populasi daun menguning > 50% - £ 75%, dan 4=

F. oxysporum f.sp. lycopersici yang digunakan Gejala daun menguning > 75% - £ 100%.

N Total (%) Tersedia (ppm) Total (%) P K Tersedia (ppm) Total (%) 0,73 0,68 0,57 1,14 1,73 1,25 4,37 7,12 0,45 0,33 4,14 11,55 0,53 0,51 28,82 2,91 53,49 32,82 158,28 171,19 Tanah Non steril

Tanah Steril Abu Sekam Padi Abu Legum

Tabel 2. Hasil Analisis Tanah dan Abu Bahan Organik

I = x 100%S (ni x vi) (Z x N)

(4)

Laju Infeksi harzianum yang dipadukan dengan abu legum Laju infeksi dihitung dengan rumus ma mp u me ng ha mb at mu nc ul ny a ge ja la epidemiologi van der Plank (1963): penyakit, dengan masa inkubasi 16,25 hsi.

rt

Tanaman yang ditanam pada medium tanpa Xt = Xo.e

penambahan jamur antagonis dan abu bahan dengan Xt : proporsi penyakit pada waktu t,

organik (A0P0) lebih cepat sakit, yang Xo : proporsi penyakit pada waktu awal, e :

ditunjukkan dengan masa inkubasi yang lebih konstanta logaritma besarnya = 2,718, r : laju

cepat, yaitu 7,25 hsi. Menurut Prabowo et al. infeksi, dan t : selang waktu pengamatan.

(2006), penundaan masa inkubasi terjadi Keefektifan Antagonis

karena persaingan antara patogen dengan Menurut Djaya et al. (2003),

keefektif-antagonis, sehingga menyebab-kan patogen an antagonis dapat dihitung dengan:

membutuhkan waktu lebih lama untuk menginfeksi tanaman. Pertumbuhan T.

harzianum yang sangat cepat menyebabkan

Keterangan: Ea= Keefektifan antagonis, IPk=

terjadi kompetisi dalam hal makanan dan ruang Intensitas penyakit pada kontrol/ tanpa

dengan patogen sebelum menyebarkan perlakuan, dan IPp= Intensitas penyakit

mikotoksinnya (Barbosa et al., 2001). Patogen dengan perlakuan.

menjadi sukar melakukan penetrasi ke tanaman Analisis Data

apabila sistem perakaran terkuasai antagonis. Data dianalisis dengan uji F, dan

Penambahan abu sekam maupun abu apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan uji

legum secara tunggal dan dikombinasi dengan BNJ taraf kesalahan 5%.

jamur antagonis ke dalam medium tanam juga mampu memperlambat munculnya gejala. Hal HASIL DAN PEMBAHASAN

tersebut dapat terjadi karena adanya peningkat-Masa Inkubasi

an pH tanah akibat penambahan abu, sehingga Hasil pengamatan terhadap masa

perkembangan patogen terhambat dan tidak inkubasi disajikan dalam Gambar 1.

mampu menginfeksi tanaman secara cepat. Berdasarkan Gambar 1 diketahui

Penambahan abu sekam maupun abu legum bahwa perlakuan dengan menggunakan T.

Ea = x 100%(IPk - IPp) IPk

Gambar 1. Masa inkubasi penyakit layu Fusarium tomat setelah perlakuan. Perlakuan M as a Inkuba si (M si )

(5)

secara tunggal ke dalam medium tanam tanam an, se hingg a dind ing se l tana man mampu menghambat perkembangan patogen di menjadi tebal, kadar fenol relatif tinggi, serta dalam tanaman. Menurut Supriati et al. cairan sel mengandung asam amino dan gula (199 4), pena mbah an abu seka m mamp u dengan berat molekul tinggi. Keadaan tersebut meningkatkan pH tanah menjadi lebih dari kurang disukai oleh jamur (Zaubin, 1996). li ma . p H t an ah di at as li ma ma mp u Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat menghambat perkembangan penyakit busuk korelasi negatif antara serapan K dengan masa pangkal batang. inkubasi. Kandungan kalium yang meningkat

Lambatnya gejala muncul dapat pula di dalam tanaman akan menambah daya tahan terjadi karena adanya pengerasan jaringan tanaman terhadap penyakit karena dinding sel tanaman, sehingga perkemban gan patogen tanaman menjadi semakin tebal dan liat.

terhambat. Hal ini sesuai dengan Huang Intensitas Penyakit

(2001), yang menyatakan bahwa abu sekam Hasil pengamatan terhadap Intensitas mengandung silikat yang tinggi dan dapat penyakit disajikan dalam Gambar 2.

memacu ketahanan tanaman terhadap hama dan Perkembangan gejala penyakit berpe-penyakit melalui pengerasan jaringan. Silika ngaruh pada intensitas penyakitnya. Intensitas yang diaplikasikan satu sampai tiga hari penyakit pada tanaman yang tidak diperlakukan sebelum inokulasi patogen dapat secara efektif dengan antagonis maupun abu bahan organik menghambat perkembangan patogen di dalam mencapai 30%, yang berarti bahwa 30% tembak au dan mentim un. Sement ara itu, tanaman uji bergejala layu. Intensitas penyakit menurut Yukamgo dan Yuwono (2007). terendah, 17%, dijumpai pada tanaman yang pasokan Si yang cukup pada serealia dapat diperlakukan dengan jamur T. harzianum dan meningkatkan kekuatan dan ketahanan sel. dipadu abu sekam. Menurut Yusuf et al. Pasokan Si membantu daun untuk lebih tegak (2003), T. harzianum juga mampu melilit hifa dalam pengaruh kondisi pemupukan nitrogen patogen jamur tular-tanah, sehingga meng-ti ng gi , se hi ng ga da pa t me ni ng ka tk an alami lisis akibat dinding sel patogen meng-fotosintesis. alami kerusakan. Yurnalisa (2003) menyatakan

Penambahan abu sekam dan abu legum bahwa T. harzianum menghasilkan enzim lisis, juga akan meningkat kan serapan K oleh seperti kitinase dan ß-(1-3) glukanase yang

Gambar 2. Intensitas Penyakit layu Fusarium tomat. Perlakuan Int ens it as P enya ki t (% )

(6)

mengakibatkan hifa patogen hancur. Djaya et yang mendapat kalium cukup dapat memper-al. (2003) menyatakan bahwa jamur antagonis cepat penyembuhan luka, sehingga

menyebab-T. harzianum menghasilkan antibiotika, yaitu kan i nfek si pa toge n men jadi berk uran g.

viridin dan gliotoksin yang dapat menghambat Ke ad aa n te rs eb ut me nu nj uk ka n ba hw a

inan gnya . Pen amba han a bu se kam p ada perlakuan penggunaan antagonis, abu sekam medium diduga mampu meningkatkan aktivitas dan abu legum, baik secara tunggal maupun enzim T. harzianum, yaitu enzim kitinase dan gabungan dapat menekan perkembangan ß-(1-3) glukanase. Hal ini sesuai dengan pen yak it l ayu fus ari um t oma t. H al i tu pendapat Huang (2001), yang menyatakan ditunjukkan dengan intensitas penyakit yang bahwa bahan tersebut tidak mengurangi per- kurang dari 50% pada semua perlakuan.

kembangan penyakit secara langsung dengan Laju Infeksi

menghambat pertumbuhan patogen, namun Pen gam ata n te rha dap laj u in fek si menyebabkan peningkatan aktivitas kitinase, ß- disajikan dalam Tabel 3.

1,3-glukanase, peroksidase, polifenol oksidase, Hasil analisis statistika secara umum dan fenilalanin ammonia liase di dalam menunjukkan bahwa perlakuan pemberian jaringan daun tembakau dan mentimun. jamur antagonis tidak memengaruhi laju

Rendahnya intensitas penyakit juga infeksi penyakit layu fusarium. Namun dapat dapat terjadi karena kandungan K tersedia dan dikatakan bahwa perlakuan jamur antagonis Si pa da ab u s ek am , s eh in gg a m am pu yang dipadukan dengan penggunaan abu sekam meningkatkan ketahanan struktur tanaman, dan abu legum mampu menekan laju infeksi, yaitu melalui pengerasan jaringan sehingga sehingga laju infeksi menjadi 0,00800 unit per tidak mudah ditembus oleh F. lycopersici hari pada perlakuan kombinasi T. harzianum Demikan juga perlakuan dengan penambahan dan abu sekam, sedangkan bila T. harzianum

G. virens yang dipadukan dengan abu sekam dipadukan dengan abu leguminosae mampu

padi, menunjukkan intensitas penyakit relatif menghambat laju infeksi sehingga menjadi rendah. Menurut Dhalimi (2003), tanaman 0,0078 unit per hari.

Perlakuan A0P0 A0P1 A0P2 A1P0 A1P1 A1P2 A2P0 A2P1 A2P2 Laju Infeksi 0,01710 a 0,01410 a 0,00865 a 0,01065 a 0,00800 a 0,00678 a 0,01663 a 0,01278 a 0,01045 a

Keterangan: A0 = Tanpa jamur antagonis, A1 = Jamur antagonis T. harzianum 50 g/polibag, A2 =

Jamur antagonis Gliocladium sp. 50 g/polibag, P0 = Tanpa bahan organik, P1 = Aplikasi abu sekam padi, P2 = Aplikasi abu leguminose. Angka yang diikuti huruf

yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNJ taraf 5 %. Tabel 3. Laju Infeksi F. oxysporum f.sp. lycopersici

(7)

Rendahnya laju infeksi pada perlakuan Trichoderma dan Gliocladium juga

T. harzianum terjadi karena adanya mekanisme mampu menguraikan bahan organik di dalam

antagonis. Wibowo dan Suryanti (2003 ) medium, sehingga menjadi struktur yang lebih menyatakan bahwa mekanisme penghambatan sederhana, mudah larut, dan dapat

diman-T. harzianum adalah hiperparasit. Laju infeksi faatkan tanaman sebagai sumber nutrisi.

tertinggi memiliki nilai intensitas penyakit ter- Tercukupinya kebutuhan nutrisi tersebut juga tinggi pula. Hal tersebut menunjukkan bahwa mampu meningkatkan ketahanan tanaman, laju infeksi dipengaruhi jumlah inokulum te ru ta ma da la m p em be nt uk an st ru kt ur patogen dalam tanah dan sejalan dengan ketahanan biokimianya, sehingga laju infeksi besarnya intensitas penyakit. Rendahnya laju dapat tertahan. Penggunaan pupuk organik infeksi pada perlakuan antagonis dapat pula yang berupa abu bahan organik (abu legum terjadi karena jamur antagonis yang digunakan maupun abu sekam) ke dalam medium tanam, memiliki kemampuan saprofit dan mampu m e m u d a h k a n j a m u r a n t a g o n i s u n t u k me ng ha si lk an an ti bi ot ik a b ai k b er up a mempercepat dekomposisi, sehingga unsur gliotoksin, viridin, maupun antibiotika lain hara yang diperlukan tanaman lebih cepat dan yang tak menguap (Soesanto, 2008). banyak tersedia. Hal ini sesuai dengan

Abu bahan organik yang diaplikasikan pendapat Dhalimi (2003), yang menyatakan ke dalam tanah memberikan pengaruh terhadap bahwa pengaruh abu sekam lebih cepat terlihat laju infeksi. Pada Tabel 3 tampak bahwa daripada sekam terhadap pertumbuhan bibit perlakuan abu organik meskipun tidak panili sebagai akibat lebih cepatnya menunjukkan perbedaan nyata terhadap laju dekomposisi dan pemineralan abu sekam.

infeksi, namun mampu memperlambat laju Kon dis i lin gku nga n sep ert i suh u, infeksi. Abu organik yang diaplikasikan sesuai kelembapan, dan pH tanah pada saat percobaan deng an ke butu han k aliu m tom at ma mpu memengaruhi perkembangan penyakit. Kondisi berperan meningkatkan kesuburan tanah dan lingkungan saat penelitian memengaruhi pertumbuhan tanaman tomat, sehingga menjadi keaktifan patogen, kerentanan inang, dan lebih tahan terhadap penyakit. Hal ini sesuai antagonis dalam tanah. Suhu tanah saat dan gan pen dap at S upa rdi (19 83) , ya ng penelitian, yaitu 24-31°C. Sastrahidayat (1988) menyatakan bahwa pemberian abu sekam menyatakan bahwa spora F. oxysporum pada mampu memperbaiki keadaan fisik dan kimia suhu 25-30°C akan berkecambah, sedangkan tanah, sehingga tanah menjadi lebih gembur pada suhu yang lebih rendah perkecambahan dan kandungan Kalium dan Silikat meningkat, akan terhambat. Di sisi lain, suhu tersebut juga menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi sesuai untuk perkembangan jamur antagonis. lebih baik. Menurut Mapegau (2001), kalium Keefektifan Perlakuan

juga berperan dalam mengatur potensi air Keefektifan antagonis dihitung dengan dalam tanaman, sehingga meningkatkan mem ban din gka n an tar a ta nam an y ang kemampuan tanaman untuk menyerap unsur diperlakukan dengan antagonis baik tunggal hara. Hal inilah yang mungkin menyebabkan maupun gabungan dengan tanaman yang tidak keadaan fisik tanaman menjadi lebih baik, diperlakukan. Hasil pengujian disajikan dalam sehingga tanaman menjadi tahan terhadap Gambar 3.

(8)

Berdasarkan analisis terhadap peng- penyakit dengan masa inkubasi 16,25 hsi. ujian keefektifan, diketahui bahwa perlakuan Penambahan T. harzianum yang dipadu abu

T. harzianum yang dipadu abu sekam memiliki sekam mampu menurunkan intensitas penyakit

nilai keefektifan antagonis sebesar 43,30%; menjadi 17%. Pemberian jamur antagonis sedangkan bila abu sekam dipadu G. virens tidak memengaruhi laju infeksi penyakit layu keefektifannya 36,79%. Keefektifan tersebut fusar ium. T. harzianum yang dipadukan didukung oleh keadaan pH (5,5) dan kadar dengan abu sekam memiliki nilai keefektifan lengas tanah (7984%) yang sesuai untuk antagonis sebesar 43,30%. Abu sekam yang pertumbuhan antagonis dan pertumbuhan d i p a d u G . v i r e n s e f e k t i f m e n e k a n tanaman. Keadaan tersebut juga didukung oleh perkembangan F.oxysporum f.sp. lycopersici pertumbuhan antagonis yang lebih cepat sebesar 36,79%. T. harzianum dipadu abu dibandingkan pertumbuhan patogen, sehingga legume efektif mengendalikan F.oxysporum antagonis mampu lebih dahulu mengoloni akar f.sp. lycopersici dengan keefektifan antagonis ta na ma n da n me ng ha mb at pe rt um bu ha n 38,63%. Demikian pula perlakukan tunggal patogen. Oleh karenanya, dapat dinyatakan abu sekam ternyata lebih efektif menekan bahwa pada penelitian ini penambahan abu perkembangan patogen dengan keefektifan sekam pada perlakuan penggunaan T. 38,96%.

harzianum efektif menekan perkembangan

F.oxysporum fsp. lycopersici. Apabila T. DAFTAR PUSTAKA

harzianum dipadu abu legume efektif Badan Pusat Statistik. 2005. Production of

mengendalikan F.oxysporum fsp. lycopersici Vegetables in Indonesia. Statistics

I n d o n e s i a . ( O n - l i n e ) .

dengan keefektifan antagonis 38,63%.

http://www.bps.go.id/sector/agri/horti/ta Demikian pula perlakukan tunggal abu sekam

ble7.shtml diaksestanggal 5 Mei 2007. ternyata lebih efektif menekan perkembangan

Barbosa, M.A.G., K.G. Rehn, M. Menezes, patogen dengan keefektifan 38,96%.

R. de Lima, and R. Mariano. 2001. Antagonism of Trichoderma species on

KESIMPULAN Cladosporium herbarum and Their

Enzimatic Characterization. Brazilian

T. harzianum yang dipadu abu legum

Journal of Microbiology 32:98-104.

mampu menghambat munculnya gejala

Gambar 3. Keefektifan perlakuan terhadap penekanan penyakit layu Fusarium. Perlakuan K ee fe kt ifa n P er la kua n (% )

(9)

Borrero, C., M.I. Trillas, J. Ordovás, J.C. zingiberi trujillo pada kencur. Jurnal Tello, and M. Avilés. 2004. Predictive Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 8(2):76-Factors for the Suppression of Fusarium 84.

Wilt of Tomato in Plant Growth Medium.

Rosmahani, L., E. Korlina, M. Soleh, and D.

Phytopathology 94(10):1094-1101.

Setyorini. 2002. Pengkajian pemanfaatan Dhalimi A. 2003. Pengaruh Sekam dan Abu biopestisida dan pupuk hayati mendukung Sekam terhad ap Pertumbuh an dan pengelolaan tanaman terpadu pada Kematian Tanaman Panili (Vanilla tanaman tomat. Prosiding Seminar dan

planifolia Andrews) di Pembibitan. Ekspose Teknologi Hasil Pengkajian

Buletin TRO 14(2):46-57. BPTP Jawa Timur, Malang 9-10 Juli

2002. Hal. 327-335. Djaya A.A., R.B. Mulya, Giyanto, dan

Ma rs ia h. 20 03 . U ji ke ef ek ti fa n Sastrahidayat, I.R. 1988. Ilmu Penyakit mikroorganisme antagonis dan bahan Tumbuhan. Usaha Nasional, Surabaya. organik terhadap penyakit layu fusarium

Semangun, H. 2001. Pengantar Ilmu Penyakit

(Fusarium oxysporum) pada tanaman

Tumbuhan. Gadjah Mada University

tomat. Prosiding Konggres Nasional XVII

Press, Yogyakarta.

dan Seminar Ilmiah. Perhimpunan

Fitopatologi Indonesia, Bandung 6-8 Soesanto, L. 2008. Pengantar Pengendalian Agustus 2003. Hal. 61-70. Hayati Penyakit Tanaman. PT Raja

Grafindo Persada, Jakarta. Domsch, K.H., W. Goms dan T.H. Anderson.

1993. Compedium of Soil Fungi. IHW. Supardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah.

Verlag, Eching. Departemen Ilmu-ilmu Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. Huang, J.S. 2001. Plant Pathogenesis and

Resistance. Kluwer Academic Publisher, Supriati, Y., I. Nasution, and T. Igarashi.

Dordcrecht. 1994. Effect of various form and rate of rice husk on growth and yield of soybean. Jumin, H.B. 2002. Agronomi. PT Raja

Report on CRIFC-JICA Research Grafindo Persada, Jakarta. 216 hal.

Cooperation Program 1991-1994, Japan.

Mapegau. 2001. Pengaruh Kalium dan Kadar 237 pp. Air Tanah Tersedia Terhadap Serapan

van der Plank, J.E. 1963. Plant Disease Hara Pada Tanaman Jagung Kultivar

Epidemics and Control. Academic Press,

Arjuna. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian

New York. 3(2):107-110.

Wahyono D.J. and D. Hartini. 1991. N a t a w i g e n a , H . 1 9 9 3 . D a s a r - d a s a r

Efektifitas beberapa jenis pupuk kandang

Perlindungan Tanaman. Trigenda Raya,

dalam memacu pertumbuhan Trichoderma Bandung.

sp. dan interaksimya terhadap Fusarium Nuryani, W., Hanudin, I. Djanika, E. Silvia, batatatis. Prosiding Seminar Sehari

dan Muhidin. 2003. Pengendalian hayati Tingkat Nasional Fakultas Pertanian layu Fusarium pada anyelir dengan U n i v e r s i t a s J e n d e r a l S o e d i r m a n, formulasi Pseudomonas flourescens, Purwokerto 24 Oktober 1991. Hal.

143-Gliocladium sp., dan Trichoderma 148.

harzianum. Jurnal Fitopatologi Indonesia

Warsito, A. dan B. Marwoto. 2003. Pengujian 7(2):71-75.

k e e f e k t i f a n g l i o k o m p o s t e r h a d a p Prabowo, A.K.E., N. Prihatiningsih, dan L. pertumbuhan dan perkembangan tanaman

Soesanto. 2006. Potensi Trichoderma krisan. Jurnal Hortikultura

13(4):229-harzianum dalam mengendalikan sembilan 235.

(10)

Wibowo, A. dan Suryanti. 2003. Isolasi dan Yusuf, E.S., W. Nurani, I. Djanika, dan N. id en ti fi ka si j am ur -j am ur a nt ag on is Rossiana. 2003. Pengaruh kerapatan terhadap patogen penyebab busuk akar konidia Gliocladium sp. dan Trichoderma dan pangkal batang pepaya. Jurnal sp. terhadap intensitas serangan

Fitopatologi Indonesia 7(2):34-44. Rhizoctonia solani pada tanaman cabai

merah di pesemaian. Prosiding Konggres Yukamgo, E. dan N.W. Yuwono. 2007. Peran

Nasional XVII dan Seminar Ilmiah.

Silikon Sebagai Unsur Bermanfaat Pada

Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Tanaman Tebu. Jurnal Ilmu Tanah dan

Bandung 6-8 Agustus 2003. Hal. 91-95.

Lingkungan 7(2):103-116.

Zaubin, R. 1996. Beberapa aspek pemupukan Yurnalisa. 2003. Senyawa Khitin dan Kajian

yang berpengaruh terhadap produktivitas A k t i v i t a s E n z i m M i k r o b i a l

dan kesehatan tanaman lada. Makalah Pendagradasinya. Fakultas Matematika

Seminar Balai Penelitian Tanaman dan Ilmu Pengetahuan Alam, Program

Rempah dan Obat. Bogor. 11 hal.

Studi Biologi, Universitas Sumatra Utara. (On Line). http//www.library.usu.ac.id/ download/fmipa/Biologi-Yurnaliza2.pdf diakses tanggal 19 April 2008.

Gambar

Tabel 1. Perlakuan dan Kombinasi Perlakuan
Tabel 2. Hasil Analisis Tanah dan Abu Bahan Organik
Gambar 1. Masa inkubasi penyakit layu Fusarium tomat setelah perlakuan.
Gambar 2. Intensitas Penyakit layu Fusarium tomat.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil perhitungan analitis terhadap komponen rangka batang sepanjang 100 cm dengan sambungan yang dirancang dapat menerima beban tekan 922 kg dan tarik 3.925 kg untuk

%umber daya alam seperti matahari " angin " air " perbedaan suhu udara yang merupakan sumber energi adalah kondisi faktor yang dapat di modifikasi melalui

Alkhamdulillahirobil’alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayahNya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini

Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ervina (2017) yang menyatakan bahwa LKS berbasis discovery learning efektif untuk

Besarnya pendapatan tergantung pada banyaknya produk yang dihasilkan serta harga jual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan agroindustri tempe dalam satu

Pada siklus I dengan skor rata-rata sebesar 3.5 kategori “cukup” karena penyampaian materi pembelajaran dan penggunaan tipe Think Pair Share tidak sistematis,

Hasil penelitian berupa crossplot dan struktur geologi lapangan Penobscot dengan analisis atribut seismik dan metode SCI untuk memberikan pola sebaran AI yang

Puji Syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang ber-judul ”Pengaruh