• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fault Mapping in Weh Island based on Fault Fracture Density Method (FFD)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Fault Mapping in Weh Island based on Fault Fracture Density Method (FFD)"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Delineasi sebaran Sesar di Pulau Weh Berdasarkan Metode Fault

Fracture Density (FFD)

Fault Mapping in Weh Island based on Fault Fracture Density

Method (FFD)

Muhammad Yanis1*, Nazli Ismail1,2, Laura Vadzla Hermansyah2 Muhammad Nanda3, Faisal Abdullah1,2

1Teknik Geofisika, Teknik, Universitas Syiah Kuala

2 Jurusan Fisika Fakultas MIPA, Universitas Syiah Kuala

3Program Studi Doktor Matematika dan Aplikasi Sains Universitas Syiah Kuala

Received January, 2019, Accepted January, 2019

Pulau Weh merupakan pulau vulkanik yang dilalui jalur sesar aktif the Great Sumatran Fault. Keberadaan

jalur sesar aktif pada suatu kawasan berimplikasi pada ancaman bahaya gempa bumi. Kami telah

menggunakan data Digital Elevation Model (DEM) dari Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) untuk

pemetaan jalur-jalur sesar di Pulau Weh. Data DEM yang diproduksi oleh SRTM diekstrak menjadi hillshade

dengan memberikan variasi sudut penyinaran matahari dan altitude 45o. Analisis topografi permukaan bumi

memberikan penampakan gerusan-gerusan sesar dan rekahan. Selanjutnya kelurusan-kelurusan ditarik secara

manual berdasarkan analisis sesar dan rekahan untuk tiap perbedaan sudut elevasi matahari pada hillshade.

Kelurusan-kelurusan yang diperoleh dari tiap hillshade kemudian di-overlay. Berdasarkan jenisnya, kelurusan

yang dianggap sebagai sesar dan rekahan diinterpretasi dengan memberikan grid 500 x 500 m. Dengan menggunakan metode FFD, didapatkan kelurusan-kelurusan yang berasosiasi dengan struktur atau merupakan refleksi gambaran topografi berupa kelurusan sungai, kelurusan lembah, struktur sesar maupun rekahan, kontak batuan dan kemunculan manifestasi panas bumi. Terdapat empat lokasi yang memiliki nilai anomali densitas kelurusan tinggi. Dominasi kelurusan yang terdapat di Pulau Weh yaitu Barat Laut-Tenggara. Arah dominan ini bersesuaian dengan arah Sesar Sumatera.

Weh Island is a volcanic island crossed by the Great Sumatran Fault. Presence of such active fault may trigger seismic hazard on the island. We have applied Digital Elevation Model (DEM) from Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) data to delineate fault distribution in Weh Island. The DEM data produced by SRTM were extracted as hillshade using variation of sun irradiation angels and altitude 45 o. Surface topographic analysis provided fractures and faults signatures on the study area. The faults and fractures lineament were drawn manually for each angle on the hillshades. The lineaments for each hillshade were overlaid. Using Fault Fracture Density (FFD) method we found lineaments associated as geological structures reflected from rivers, valleys, faults, fractures, rock contacts, and geothermal manifestations. There are four locations with high density lineaments on the island. The lineaments mostly directed in Northwest-Southeast which is same direction as the Great Sumatran Fault.

Keywords: DEM, SRTM, geomorphology, the Great Sumatran Fault.

Pendahuluan

Pulau Weh merupakan sebuah pulau vulkanik yang terbentuk di dalam suatu segmen depresi dari jalur sesar Sumatera di ujung barat laut Sumatera, salah satu hasil dari zona depresinya yaitu berupa kawasan panas bumi yang terdapat di Jaboi, Kota Sabang. Kawasan tersebut terletak diantara dua kerucut gunung api termuda di Pulau Weh yakni Gunung Leumo Matee dan Semeureugoh (Suhanto,

et al., 2005). Sistem panas bumi dan manisfestasinya

dikontrol oleh aktivitas sesar yang cukup rumit. Keberadaan batuan ubahan hidrotermal yang berintensitas tinggi–sedang pada tubuh gunung Leumo Matee, menunjukkan bahwa aktivitas struktur sesar menyebabkan terjadi rekahan batuan sehingga

membentuk suatu sistem panas bumi (Widodo, et al.,

2005). Penerapan teknik penginderaan jauh untuk mengetahui informasi kondisi geomorfologi dapat menggunakan data Digital Elevation Model (DEM)

(2)

7 yang merupakan data digital yang menggambarkan

geometri dari bentuk permukaan bumi atau bagiannya. Menurut Franto (2015) DEM khususnya digunakan untuk menggambarkan relief rupa bumi yang menyerupai keadaan sebenarnya di dunia nyata, divisualisasikan dengan bantuan teknologi komputer grafis. Aplikasi data DEM telah digunakan dalam

interpretasi struktur geologi, sebaran suhu,

pemodelan longsor, potensi panas bumi, dan lain-lain. Shuttle Radar Tophography Mission (SRTM) banyak digunakan dibandingkan data DEM dari produk lainnya. Hal ini dikarenakan beberapa keunggulan yang dimiliki oleh DEM-SRTM, antara lain mudah didapat karena tersedia unduhan gratis untuk seluruh Indonesia dan beresolusi spasial 90 dan 30 m yang dapat diakses publik. Penelitian ini menggunakan resolusi spasial 30 m. Data DEM SRTM selanjutnya akan dilakukan manipulasi atau memodelkan data-data permukaan dengan metode

fault fracture density (FFD).

Metode FFD merupakan pengembangan dari analisa geospasial yang digunakan untuk mengetahui kondisi struktur makro. Metode ini didasarkan pada perhitungan pola kerapatan garis lineasi pada citra satelit, sehingga dapat diketahui zona-zona lemah (Thannoun; 2003). Selain itu data SRTM juga akan

dilakukan shaded relief image untuk dapat

menginterpretasikan sesar dan rekahan dengan

memberikan lineament (kelurusan) yang

dikorelasikan dengan manifestasi panas bumi sebagai proses hidrologi sistem panas bumi (Yamaguchi, et al., 1992). Aplikasi metode yang serupa di wilayah panas bumi Aceh juga telah berhasil dilakukan oleh Hakim, et al., (2017). Dalam penelitian ini kami

menyajikan hasil penelitian di Pulau Weh

menggunakan teknik penginderaan jauh dengan memanfaatkan data DEM-SRTM.

Metodologi

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan DEM dari SRTM. Data tersebut diunduh

secara gratis pada laman web

https://earthexplorer.usgs.gov/ milik USGS. Kode wilayah yang mencakup seluruh Pulau Weh adalah path 131 dan row 56. DEM-SRTM yang digunakan merupakan hasil perekaman pada tanggal 11-22 Februari 2000. Resolusi spasial data DEM SRTM adalah 30 m. Pada penelitian ini, DEM SRTM digunakan untuk mengetahui pola arah kelurusan melalui peta FFD. Data DEM yang diproduksi oleh

SRTM diekstrak menjadi hillshade dengan

memberikan sudut penyinaran matahari 0, 45o, 90o, 135o, 180o, 225o, 270o, dan 315o dan altitude 45o. Variasi sudut penyinaran berfungsi agar semua lereng dapat terlihat dengan sudut-sudut yang berbeda.

Altitude dipilih dengan sudut 45o bertujuan untuk mendapatkan besar bayangan yang sama dengan objek yang terkena sinar. Analisis topografi permukaan bumi memberikan penampakan gerusan-gerusan sesar dan rekahan. Selanjutnya kelurusan-kelurusan ditarik secara manual berdasarkan analisis sesar dan rekahan untuk tiap perbedaan sudut elevasi matahari pada hillshade. Penarikan manual (visual) dilakukan dengan mendigitasi setiap kekar dan

patahan menggunakan polyline shape pada perangkat

lunak ArcGIS. Kelurusan-kelurusan yang diperoleh dari tiap hillshade kemudian di-overlay. Kelurusan yang diperkirakan merupakan kelurusan dengan posisi sama dilakukan digitasi ulang. Berdasarkan jenisnya, kelurusan yang dianggap sebagai sesar dan

rekahan diinterpretasi dengan memberikan grid 500 x

500 m.

Gambar 1 Diagram alir tahapan pengolahan data DEM SRTM.

Diagram alir pengolahan data DEM-SRTM secara grafis disajikan pada Gambar 1. Setiap kelurusan yang terdapat dalam tiap grid dihitung panjangnya yang selanjutnya nilai panjang tersebut

akan diinterpolasikan dengan grid lainnya

menggunakan Pers.(1) (Hung, et al., 2005).

DEM SRTM

Hillshade

Ekstraksi kelurusan secara visual

Perhitungan densitas kelurusan

Peta anomali densitas kelurusan (Fault Fracture Density Map)

Diagram Rosnet

(3)

𝐿 = ∑Ni=1xi/𝑘𝑚2 (1)

di mana L adalah densitas kelurusan, dan N adalah kelurusan, Xi adalah panjang kelurusan ke-i, dalam satuan luas (km2). Persamaan (1) berfungsi untuk mendefinisikan bahwa nilai densitas kelurusan diperoleh dari total jumlah kelurusan yang berada dalam satu kesatuan luas.

Hasil Dan Pembahasan

Pulau Weh merupakan salah sebuah pulau vulkanik yang terbentuk di dalam suatu segmen depresi dari jalur Sesar Semangko di ujung barat laut Sumatera, sehingga terbentuk zona depresi di pulau tersebut seperti Graben Teluk Sabang-Balohan dan Graben Lhok Pria Laot dengan arah struktur dominan barat laut-tenggara. Aktivitas panas bumi yang terjadi di pulau tersebut berkaitan erat dengan aktivitas tektonik-vulkanik tersebut (Suhanto, et al., 2005). Dalam kajian geologi, Dirasutisna, et al. (2005) telah memaparkan studi geologi di Pulau Weh yakni berdasarkan stratigrafi, struktur sesar dan manifestasi panas bumi Pulau Weh. Secara umum batuan penyusun Pulau Weh merupakan satuan lava vulkanik dan aliran piroklastik. Terdapat beberapa kelas batuan vulkanik yang terbagi atas tempat asal batuan tersebut. Selain itu, Pulau Weh telah mengalami sembilan kali periode tektonik yang menghasilkan struktur sesar yang terdapat sekarang. Data DEM yang diproduksi oleh SRTM diekstrak

menjadi hillshade dengan memberikan sudut

penyinaran matahari 0, 45o, 90o, 135o, 180o, 225o, 270o, dan 315o dan altitude 45odengan grid 500 x 500

m (Gambar 2). Setiap kelurusan yang terdapat dalam

tiap grid dihitung panjangnya yang selanjutnya nilai

panjang tersebut akan diinterpolasikan dengan grid

lainnya. Sehingga didapat suatu peta densitas kelurusan untuk menerjemahkan arah dan pola dari kelurusan di lokasi penelitian (Gambar 3).

Dengan menggunakan metode FFD, didapatkan kelurusan-kelurusan yang berasosiasi dengan struktur yang ada di lokasi penelitian atau merupakan refleksi gambaran topografi berupa kelurusan sungai, kelurusan lembah, struktur sesar maupun rekahan, kontak batuan dan kemunculan manifestasi panas bumi. FFD atau densitas kelurusan memberikan informasi mengenai anomali kerapatan sesar dan patahan yang digunakan untuk memprediksi daerah

recharge area dan discharge area hidrologi. Terdapat empat lokasi yang memiliki nilai anomali densitas kelurusan tinggi. Anomali tersebut di tunjukan oleh warna kuning dan jingga (Gambar 3), sedangkan warna hijau merupakan daerah yang

bukan anomali densitas kelurusan. Densitas

kelurusan tertinggi yakni 4 km/km2 yang berada di sekitar kawasan panas bumi Jaboi, sekitar Danau Aneuk Laot, Lho’ Pria Laot, dan Iboih. Kawasan manifestasi panas bumi ditandai oleh tanda bintang berwarna hitam. Kawasan tersebut berada di Jaboi, Lho’ Pria Laot dan Iboih.

Gambar 2. Pemberian grid 500 x 500 m di lokasi penelitian. Kelurusan hasil gabungan dari hillshade dengan sudut elevasi matahari yang berbeda diberi garis berwarna merah

(4)

9

Gambar 3. Peta sebaran anomali densitas kelurusan di Pulau Weh, Kota Sabang. Struktur patahan ditunjukkan oleh nilai densitas yang tinggi mulai dari 3-4 km/satuan luas yang berkorelasi dengan data geologi

Gambar 4. Diagram Rosnet yang menunjukan dominasi kelurusan di Pulau Weh.

Puncak Gunung Leumo Matee ditunjukan oleh bentuk segitiga warna merah. Kawasan panas bumi

Jaboi berada di area densitas kelurusan tinggi yang berada di daerah Gunung Leumo Matee, dan Keuneukai. Lokasi manifestasi selanjutnya berada di Lho’ Pria Laot yang diperkirakan berada di bawah permukaan laut. Berdasarkan Peta FFD, diperkirakan struktur pengontolnya berada di daerah Pria Laot, Alue Primping dan Gunung Sarong Kris yang berasosiasi dengan manifestasi panas bumi yang berada di Gunung Cot Kulam. Selanjutnya kawasan dugaan panas bumi Iboih diperkirakan berada di bawah permukaan laut. Peta FFD menunjukkan densitas kelurusan yang tinggi berada di Gunung Iboih. Diperkirakan Gunung Iboih merupakan pengontrol manifestasi yang terdapat di Iboih. Lokasi lain yang memiliki densitas kelurusan yang tinggi yaitu berada di sekitar Danau Aneuk Laot. Pada lokasi anomali ini tidak ditemukan manifestasi panas bumi, namun diperkirakan sesar dan rekahan di kawasan ini merupakan jalur hidrologi dari

groundwater. Frekuensi arah tiap kelurusan diberikan dalam bentuk Diagram Rosnet (Gambar 4) yang diolah secara otomatis menggunakan perangkat lunak

RockWorks. Pada prinsipnya, perangkat ini

(5)

azimuth dan koordinat awal-akhir dari setiap kelurusan. Anomali sebaran densitas kelurusan yang bernilai tinggi bersesuaian dengan lokasi sesar-sesar yang diinterpretasikan oleh Dirasutisna dan Hasan (2005). Diperkirakan kelurusan-kelurusan tersebut terbentuk akibat kegiatan sesar utama yaitu Sesar Sabang, Sesar Leumo Matee, Sesar, Sesar Ceunohot, Sesar Labu Ba’u, Sesar Pria Laot, Sesar Cot Kulam, dan Sesar Seuke. Namun peta FFD tidak menunjukkan adanya kelurusan yang disebabkan oleh Sesar Lhok Jeumpa. Frekuensi kelurusan yang terdapat di Pulau Weh digambarkan dalam Diagram Rosnet. Kelurusan diiterpretasikan dalam sudut 0 – 360o dengan interval sudut yaitu 15o. Berdasarkan Gambar 4, frekuensi populasi maksimum yaitu 7.76% dari total populasi 161 kelurusan. Sementara dominan arah kelurusan yaitu Utara – Selatan. Arah dominan ini bersesuaian dengan arah Sesar Sumatera yang berada di Pulau Weh. Blanco, et al. (2016) membuktikan bahwa sesar-sesar lokal yang terdapat di Pulau Weh terbentuk akibat perpanjangan Sesar Sumatera yang berada di ujung utara Pulau Sumatera. Selain arah dominan, terdapat kelurusan berarah barat laut – tenggara dan timur laut – barat daya dengan frekuensi kelurusan yang rendah. Diperkirakan kelurusan tersebut berasal dari gerusan-gerusan gunung yang terdapat di Pulau Weh.

Kesimpulan

Data DEM dari SRTM dapat digunakan untuk

pemetaan jalur-jalur sesar di Pulau Weh. Pemodelan ini menampilkan geomorfologi daerah studi dalam

bentuk shaded relief image yang dapat

menginterpretasikan keberadaan sesar dan rekahan

dengan memberikan lineament (kelurusan) berupa

peta densitas kelurusan (FFD) yang dapat

mengindikasikan arah dan pola dari kelurusan di lokasi penelitian. Dengan menggunakan metode

FFD, didapatkan kelurusan-kelurusan yang

berasosiasi dengan struktur atau merupakan refleksi gambaran topografi berupa kelurusan sungai, kelurusan lembah, struktur sesar maupun rekahan, kontak batuan dan kemunculan manifestasi panas bumi. Terdapat empat lokasi yang memiliki nilai anomali densitas kelurusan tinggi. Dominasi kelurusan yang terdapat di Pulau Weh yaitu Barat Laut - Tenggara. Arah dominan ini bersesuaian dengan arah Sesar Sumatera. Sesar-sesar lokal yang terdapat di Pulau Weh terbentuk akibat perpanjangan Sesar Sumatera yang berada di ujung utara.

Daftar Pustaka

Blanco, D. F., Philippon, M., and Hagke, C. V.

(2016). Structure and Kinematics of the

Sumatran Fault System in North Sumatra (Indonesia). Tectonophysics, 0(0), 1 – 16. Dirasutisna, S., dan Hasan, A. R. (2005) Geologi

Panas Bumi Jaboi, Sabang, Provinsi Aceh. Pemaparan Hasil Kegiatan Survei Panas

Bumi., Direktorat Inventaris Sumber Daya

Mineral.

Franto (2015). Interpretasi Struktur Geologi

Regional Pulau Bangka Berdasarkan Citra Shuttle Radar Topography Mission (SRTM).

Jurnal Promine, 3 (1), 10 – 20.

Hakim, L., Ismail, N., dan Faisal (2017). Kajian Awal

Penentuan Daerah Prospek Panas Bumi di Gunung Bur Ni Telong Berdasarkan Analisis Data DEM SRTM dan Citra Landsat 8. Jurnal Rekayasa Elektrika, 13(3), 125-132.

Hung, L. Q., Batelaan, O., and De Smedt, F. (2005).

Lineament extraction and analysis, comparison of LANDSAT ETM and ASTER imagery. Case study: Suoimuoi tropical karst catchment, Vietnam. Proceeding of

SPIE. Volume 5983 59830 T-1.

Suhanto, E., Sriwidodo., Munanda, A., Kusnadi, D.,

dan Kusuma, D. S. (2005). Penylidikan

Terpadu Geologi, Geokimia dan Geofisika Daerah Panas Bumi Jaboi, Kota Sabang – Nanggroe Aceh Darussalam. Pemaparan Hasil Kegiatan Survei Panas Bumi. Direktorat Inventaris Sumber Daya Mineral. Thannoun, R.G. 2013.Automatic Extraction and Geospatial Analysis of Lineaments and their Tectonic Significance in someareas of Northern Iraq using Remote Sensing Techniques and GIS. Mosul University. Iraq.

Widodo, S., dan Suhanto, E. (2005). Penyelidikan

Geolistrik Schlumberger di Daerah Panas Bumi Jaboi Kota Sabang, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pemaparan Hasil Kegiatan Lapangan Subdit Panas

Bumi. Direktorat Inventarisasi Sumber Daya

Mineral.

Yamaguchi, Y., Hase, H., and Ogawa K. (1992).

Remote Sensing for Geothermal Applications. Journal of International Geoscience, 5(1). Episodes.

Gambar

Gambar 1 Diagram alir tahapan pengolahan data DEM SRTM.
Gambar 2. Pemberian grid 500 x 500 m di lokasi penelitian. Kelurusan hasil gabungan dari hillshade dengan sudut elevasi matahari  yang berbeda diberi garis berwarna merah
Gambar  4.  Diagram  Rosnet  yang  menunjukan  dominasi  kelurusan di Pulau Weh.

Referensi

Dokumen terkait

Pegadaian Syariah Cabang Banda Aceh harus teliti dalam mencari informasi/data khususnya nasabah Pembiayaan Produk Amanah,jika suatu risiko pembiayaan itu timbul maka

Dalam kajian ini, yang menjadi praksis sosialnya adalah tradisi bubur pedas masyarakat Melayu Tanjungpura pada bulan puasa, dan bahasa yang dilihat adalah bahasa yang

Dapat diketahui bahwa hibah merupakan pemberian barang dengan tidak ada tukarannya dan tidak ada sebabnya (Sulaiman Rasjid, 1954). Sehingga hibah ini merupakan akad

Dalam penelitian ini konsep sumber daya manusia yang diteliti adalah. sumber daya manusia yang profesional dan paling dibutuhkan oleh

Peningkatan suhu pada saat ekstraksi dan konsentrasi yang kurang tinggi dan bervariasi dan lapisan biofilm Candida albicans yang tidak dapat ditembus oleh

Hasil penelitian ditemukan bahwa faktor penyebab remaja melakukan pernikahan usia dini di Desa Suhada sebagian besar adalah dari rendahnya ekonomi keluarga, serta rendahnya

ANALISIS METODE BANDONGAN TERHADAP KETERAMPILAN MEMBACA KITAB PADA SANTRI TINGKAT MU’ALLIMIN DI PESANTREN PERSATUAN ISLAM NO 1 BANDUNG.. Universitas Pendidikan Indonesia

Apabila sinyal pada sensor B terputus MC akan memanggil alamat pada ic isd sehingga pada speaker akan mengeluarkan suara “Tong sampah penuh” dan seven segmen