• Tidak ada hasil yang ditemukan

TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN DALAM MEWUJUDKAN UNIVERSAL HEALTH COVERAGE. Mainita 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN DALAM MEWUJUDKAN UNIVERSAL HEALTH COVERAGE. Mainita 1"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1 Mainita TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PELAKSANAAN JAMINAN

KESEHATAN DALAM MEWUJUDKAN UNIVERSAL HEALTH COVERAGE

Mainita1 1

Lecturer at Faculty of Law, University of Muhammadiyah Aceh

Corresponding author: mainita@yahoo.co.id

Abstract

Health is a human right that must be protected and considered by the government, because health is also an indicator of community welfare in addition to economic and social. One of the government's efforts to improve public health is to establish hospitals in each region. Health is a human right that must be protected and considered by the government because health is also an indicator of community welfare in addition to economic and social. One of the government's efforts to improve public health is to establish hospitals in each region.

Key words: Government reponsibility, Health coverage.

I. PENDAHULUAN

Pelayanan kesehatan secara umum tercantum dalam amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945 Pasal 28 H Ayat (1) berbunyi: “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir bathin, bertempat tinggal, dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Pasal 34 ayat (3) berbunyi: “negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang baik”. 1

Di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pelayanan kesehatan tercantum dalam pasal 52 ayat (1) : “pelayanan kesehatan terdiri atas: a. pelayanan kesehatan perseorangan, b. pelayanan kesehatan masyarakat” dan pada ayat (2) : “pelayanan kesehatan sebagaimana yang dimaksud

1 Sulastomo, Substansi dan Filosofi UU Nomor 40 Tahun 2004 Tentang SJSN, Rakernas SJSN

(2)

2 Mainita pada ayat (1) meliputi kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.”. Pasal 53 ayat (1) : “pelayanan kesehatan perseorangan ditujukan untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan dan keluarga”, dan pada ayat (2): “pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit suatu kelompok dan masyarakat”.

Undang-Undang Nomor No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional ( UU SJSN) telah menjawab prinsip dasar Universal Haelth Coverage (UHC) dengan mewajibkan setiap penduduk memiliki akses pelayanan kesehatan komprehensif yang dibutuhkan melalui sistem pra-upaya. Dalam Pasal 19 ayat (1) UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, disebutkan “jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan ekuitas”.2

. Melalui asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib kepesertaannya, dapat menghimpun sumber dana dari masyarakat sebagai modal pembiayaan kesehatan, mengurangi sistem pembayaran langsung (out of pocket) dan dapat meningkatkan sistem pra upaya (pre paid system) sehingga cakupan jaminan kesehatan semesta (universal coverage) dapat diwujudkan.

2 Penjelasan : Pasal 19 UU SJSN menyatakan bahwa yang dimaksud Prinsip asuransi sosial

adalah: (1) kegotong-royongan antara yang kaya dan miskin, yang sehat dan sakit, yang tua dan muda, dan yang beresiko tinggi dan rendah; (2) kepesertaan yang bersifat wajib dan tidak selektif; (3) iuran berdasarkan presentase upah/penghasilan; dan (4) bersifat nirlaba. Sedangkan yang dimaksud dengan prinsip ekuitas adalah kesamaan dalam memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis yang tidak terikat dengan besaran iuran yang telah dibayarkan. Kesamaan memperoleh pelayanan adalah kesamaan jangkauan finansial ke pelayanan kesehatan.

(3)

3 Mainita Indonesia sebagai negara berkembang masih dihadapkan pada masalah rendahnya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan tidak mampu menjawab kompleksitas penyelenggaraan dan pembiayaan pelayanan kesehatan yang semakin tergantung pada teknologi kesehatan yang semakin mahal dan rumit.3

Dari segi manajemen pengelolaan, di akhir tahun 2011 telah disahkan Undang- undang No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) untuk menjalankan amanah konstitusi UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Penyelenggaraan jaminan kesehatan secara nasional dilaksanakan oleh BPJS seperti telah diamanatkan oleh pasal 1 ayat (1) UU BPJS yang menyatakan bahwa BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial.Menurut Pasal 2 UU BPJS, BPJS bertugas menyelenggarakan Sistem Jaminan Sosial Nasional berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat, dan keadilan sosial bagi semua rakyat Indonesia.dalam hal ini jelas bahwa semua bentuk penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan secara nasional oleh BPJS, termasuk jaminan kesehatan didalamnya.hal ini diperkuat oleh Pasal 6 UU BPJS yang menyatakan bahwa BPJS kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan.

Masalah kesehatan tidak dapat diselesaikan dengan baik tanpa dukungan pembiayaan yang memadai pembiayaan kesehatan merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas suatu negara secara bermakna.Indonesia dikategorikan sebagai negara dengan pembiayaan kesehatan yang rendah dengan ratarata sekitar

3Sulastomo, Substansi dan Filosofi UU Nomor 40 Tahun 2004 Tentang SJSN, Rakernas SJSN

(4)

4 Mainita 2,2% dari gross domestic product GDP) dan 87$ per kapita, suatu nilai yang berada jauh dari anjuran WHO, minimal 5% dari GDP per tahun.4 Pembiayaan kesehatan dirumuskan dalam urusan kesehatan yang terdapat dalam anggaran pendapatan dan belanja negara/daerah (APBN atau APBD). Pembiayaan kesehatan diperuntukkan bagi dinas kesehatan dan alokasi dana subsidi masing-masing rumah sakit pemerintah. pembiayaan rumah sakit terdiri atas pendapatan dan belanja.

Evaluasi kebijakan seharusnya dilakukan lebih terfokus kepada tujuan kebijakan tersebut yaitu melayani rakyat dan masyarakat.Survei terhadap pelayanan dan pembiayaan rumah sakit milik pemerintah juga perlu dilakukan baik oleh rumah sakit sebagai penyedia pelayanan maupun pihak pembuatan kebijakan lainnya seperti dinas kesehatan.Dengan begitu, permasalahan dapat dijadikan agenda bagi penentuan kebijakan selanjutnya untuk tujuan utama peningkatan pelayanan kesehatan kepada rakyat.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka menarik untuk diteliti lebih jauh tentang tanggung jawab Negara dalam pembiayaan kesehatan. Adapun permasalahan yang ingin diteliti adalah tanggung jawab Negara terhadap pelaksanaan jaminan kesehatan menuju universal health coverage, dan integrasi jaminan kesehatan daerah ke jaminan kesehatan nasional menuju

universal health coverage.

4 WHO, 2005, Achieving universal health coverage : Developing the health financing system.

Technical brief for polisy-makers. Number 1, 2005. World Health Organization, Departement of health System Financing, Health Financinf Policy.

(5)

5 Mainita II. METODE PENELITIAN

1. Definisi Operasional Variabel

a. Perlindungan Istilah Tanggung Jawab Negara dalam literature Hukum International merupakan suatu asas yang lahir sebagai suatu prinsip hukum umum (the general principle of law), yang menunjukkan adanya praktek pelaksanaan dari kedaulatan negara, sekaligus merupakan prinsip yang sangat

fundamental dalam hukum internasional. Dalam kesempatan ini tanggung

jawab negara disini adalah tanggung jawab negara dalam terhadap pembiayaan kesehatan dalam menjamin universal health coverage.

b. Indonesia adalah Republik Indonesia, sebuah negara yang terletak di Asia Tenggara yang dilalui oleh garis Khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan benua Australia serta samudera Hindia dan Pasifik. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 buah, atau istilah yang sering disebut dengan nama Nusantara

c. Biaya kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan/atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat.

d. Universal Coverage adalah Sistem kesehatan yang memastikan setiap warga

dalam populasi memiliki akses yang adil terhadap pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative bermutu dengan biaya terjangkau. e. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan

(6)

6 Mainita prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.5

f. Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiriUrusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakatsetempat dalam sistem Negara Kesatuan RepublikIndonesia.6

g. Desentralisasi adalah penyerahan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkanAsas Otonomi.

2. Ruang Lingkup Penelitian

Sesuai dengan judul yang dipilih “Tanggung Jawab Negara terhadap pelaksanaan Jaminan Kesehatan dalam mewujudkan Universal Health

Coverage” maka penelitian ini termasuk dalam bidang hukum perdata.

3. Lokasi dan Populasi Penelitian a. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Wilayah Hukum Kota Banda Aceh. b. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini terdiri dari pihak rumah Sakit Zainal Abidin Bnada Aceh, kantor BPJS, Dinas Kesehatan Propinsi Aceh. 4. Cara Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel ditentukan berdasarkan secara

Purposive Sampling yaitu berdasarkan kriteria yang dimiliki oleh sampel

yang telah peneliti tetapkan dalam penelitian ini yang dianggap dapat mewakili keseluruhan populasi yang ada.

5 Pasal 1 butir 2 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah 6 Pasal 1 butir 6 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah

(7)

7 Mainita 5. Cara Pengumpulan Data

A. Bahan hukum primer merupakan bahan pustaka yang bersifat mengikat seperti Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, Undang- Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, Undang – Undang No 24 Tahun 2011 tentang BPJS, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri No 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dan berbagai peraturan perundangan lainnya.

B. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library Research). Data primer diperoleh melalui penelitian lapangan (field research) dilakukan untuk mendapatkan data primer dengan cara wawancara

(interview) dengan jumlah sampel yang telah ditetapkan.

6. Cara Menganalisis Data

Dari keseluruhan data yang diperoleh baik dari penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif yaitu dengan menganalisa yang menghasilkan data deskriptif dan analisa dari apa yang ditanyakan kepada responden dan informan secara

(8)

8 Mainita tertulis dan lisan dipelajari dan diteliti sebagai sesuatu yang utuh sehingga menghasilkan sebuah karya tulis.7

III. PEMBAHASAN DAN ANALISIS

A. Analisis Pola Manajemen Pengeloalaan, Paket Manfaat, dan Sasaran Penerima Iuran Jaminan Kesehatan Daerah.

Evaluasi kebijakan seharusnya dilakukan lebih terfokus kepada tujuan kebijakan tersebut yaitu melayani rakyat dan masyarakat.survei terhadap pelayanan dan pembiayaan rumah sakit milik pemerintah juga perlu dilakukan baik oleh rumah sakit sebagai penyedia pelayanan maupun pihak pembuatan kebijakan lainnya seperti dinas kesehatan. Dengan begitu, permasalahan dapat dijadikan agenda bagi penentuan kebijakan selanjutnya untuk tujuan utama peningkatan pelayanan kesehatan kepada rakyat.

Hasil penelitian terhadap 6 provinsi,yaitu Aceh, Sumatera Barat, Gorontalo, DKI Jakarta, Nusa Tenggara Timur dan Kepulauan Riau memperlihatkan model pembiayaan dengan efektifitas serta keberhasilan yang berbeda-beda.8 Implementasi sistem pelayanan kesehatan universal bervariasi di berbagai negara, tergantung sejauh mana keterlibatan pemerintah dalam menyediakan pelayanan kesehatan dan asuransi kesehatan. Hal ini sesuai dengan kenyataan yang terjadi di Indonesia, yaitu pengaruh desentralisasi

7

Bambang Sunggono, 2006, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hal.12

8

Gani, A. Dkk, Laporan kajian Sistem pembiayaan Kesehatan di Beberapa kabupaten dan Kota, Pusat kajian Ekonomi Kesehatan dan Analisis kebijakan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok, 2008.

(9)

9 Mainita sangat tampak dalam pembiayaan kesehatan, terbukti dari beragamnya model pengelolaan Jamkesda yang ada di Indonesia. 9

B. Kebijakan pola manajemen pembiayaan kesehatan.

Melihat pola manajemen pembiayaan yang diterapkan di enam provinsi, yang menggunakan pola pembiayaan cost-sharing yang telah ditentukan antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota yaitu Provinsi Sumatera Barat dan Kepulauan Riau. Hal ini tampak dengan adanya peraturan daerah/peraturan gubernur yang secara langsung mengatur pelaksanaan di kabupaten/kota di wilayahnya (top-down approach) dengan target sasaran rakyat yang tidak memiliki jaminan kesehatan dan rakyat miskin. Selain melihat pola manajemen yang terjadi di daerah maka perlu pula ditinjau pola manajemen yang dilakukan Amerika Serikat melalui Obama Care

(the Affordable Act).

Dalam konteks pola pengelolaan manajemen organisasi pembiayaan Obama Care, terdapat dua hal yang harus dicatat yaitu: 1) Pemindahan kewenangan pengelolaan pembiayaan ke pusat berdasarkan keinginan daerah, hal ini serupa dengan upaya integrasi Jamkesda kedalam JKN di Indonesia, dan 2) pengelolaan mengacu pada sistem bursa asuransi, bukan dikelola langsung oleh pusat, hal ini berbeda dengan Indonesia yang mengelola secara langsung melalui BPJS.

Hal ini menunjukkan substansi kebijakan Obama Care merupakan sentralisasi pembiayaan, namun tidak menghilangkan pemerataan kesempatan

9 Murti, Bisma, Strategi untuk Mencapai Cakupan Universal Pelayanan Kesehatan di

(10)

10 Mainita bahkan membuka preferensi baru bagi masyarakat. Prinsip tersebut seharusnya dapat menjadi salah satu acuan bagi Indonesia, karena proses integrasi Jamkesda harus tetap berjalan dan terpusat.Hal ini menunjukkan substansi kebijakan Obama Care merupakan sentralisasi pembiayaan, namun tidak menghilangkan pemerataan kesempatan bahkan membuka preferensi baru bagi masyarakat. Prinsip tersebut seharusnya dapat menjadi salah satu acuan bagi Indonesia, karena proses integrasi Jamkesda harus tetap berjalan dan terpusat.Namun pemerintahharus mampu membuka opsi preferensi bagi daerah untuk menyesuaikan kondisi daerahnya dengan kondisi standar yang diharapkan oleh pemerintah pusat.

C. Pola Paket Manfaat

Jaminan kesehatan daerah (Jamkesda) merupakan jaminan kesehatan yang bersifat komplementer terutama terhadap jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas).artinya,jamkesda hanya merupakan pelengkap dari jamkesmas.

Jamkesda umumnya memiliki kesamaan dengan paket manfaat yang ditawarkan oleh jamkesmas, dengan adanya penyesuaian dengan daerah masing-masing. Paket manfaat yang ditawarkan oleh Jamkesmas dijadikan sebagai acuan bagi paket manfaat yang ditawarkan oleh Jamkesda, sehingga seringkali Jamkesda tidak berkembang menjadi sebuah jaminan kesehatan yang komprehensif dan lengkap untuk daerah, kemudian pola paket manfaat yang ditawarkan oleh Jamkesda seringkali mengacu dan bahkan mengimplementasikan secara langsung pola paket manfaat yang ditawarkan oleh Jamkesmas. Hal ini kemudian menjadi sebuah ketimpangan karena paket manfaat yang ditawarkan antara Jamkesmas dan Jamkesda tidak memiliki

(11)

11 Mainita perbedaan. Perbedaan jaminan kesehatan tersebut akhirnya hanya berbeda dari segi pembiayaan serta iuran yang dikeluarkan.

Perbedaan lainnya yang terjadi antar daerah dalam pemberian paket manfaat adalah keberadaan pelayanan promotif dan preventif dalam paket manfaat Jamkesda. Di sebagian daerah pelayanan promotif dan preventif kurang mendapat perhatian. Penekanan layanan promotif preventif melalui upaya kesehatan masyarakat ini yang justru diperlukan dalam paket manfaat untuk menjamin kesehatan masyarakat sehingga tindakan kuratif dapat dikurangi dan berdampak pada pembiayaan kesehatan yang lebih efisien. Hal ini sejalan dengan uraian Gani, (2010), bahwa analisis biaya kesehatan (district health account) yang telah dilakukan di banyak kabupaten/kota menunjukkan bahwa pembiayaan untuk program kesehatan masyarakat sangat tidak mencukupi.

D. Perbandingan Sistem Jaminan Kesehatan Beberapa Negara

Universal Health Coverage di Indonesia sebenarnya dilakukan jauh

lebih dulu dari Amerika Serikat yakni melalui UU SJSN. Namun, kesiapan Amerika Serikat dalam mengimplementasikan Universal Health Coverage dalam sistem kesehatannya pada dasarnya lebih siap dan lebih komprehensif. Kesiapan bukan hanya dari sisi sistem fasyankes maupun sistem pembiayaannya tetapi juga kesiapan mereka dalam menyediakan sistem promotif preventif yang melibatkan peran serta masyarakat secara utuh. Demikian pula pelibatan penyedia kerja kedalam sistem pembiayaan. Begitu pula untuk kesiapan anggaran,

(12)

12 Mainita Sistem Obama Care meskipun melibatkan pembiayaan negara yang sangat besar, namun ke efektifan penggunaannya pun sangat di pertimbangkan, terutama dalam hal keakurasian pembiayaan dan penyiapan industri asuransi yang kompetitif, sehingga pada akhirnya benefit yang diperoleh masyarakat akan semakin besar. Hal ini memberikan gambaran bahwa penjaminan kesehatan secara universal (universal health coverage) dapat terwujud jika disisi lain pola good governance diterapkan secara menyeluruh.

Dengan menerapkan prinsip good governance dalam pengelolaan layanan kesehatan,beban anggaran negara yang besar akan memperoleh kompensasi benefit yang tinggi berupa terciptanya masyarakat yang benar-benar sehat dan berproduktivitas tinggi, sehingga berdampak positif terhadap pembangunan suatu negara. Selain tata kelola yang baik, Obama Care sangat memperhatikan persoalan desentralisasi kesehatan, dalam hal ini Indonesia juga menghadapi hal serupa dalam konteks Jamkesda yang saat ini sudah berjalan di berbagai daerah dengan sistem masing-masing. Dalam hal ini pertimbangan desentralisasi termasuk dalam hal penentuan pola organisasi, paket manfaat maupun cakupan peserta patut diterapkan di dalam penerapan

universal health coverage di Indonesia kedepan sehingga manfaat yang

diperoleh masyarakat akan maksimal dan berkelanjutan.

Dalam konteks pola pengelolaan manajemen organisasi, terdapat 2 hal yang harus dicatat: 1) Amerika Serikat memindahkan kewenangan pengelolaan pembiayaan ke pusat berdasarkan keinginan daerah, hal ini serupa dengan upaya integrasi Jamkesda kedalam JKN di Indonesia 2)

(13)

13 Mainita pengelolaan mengacu pada sistem bursa asuransi, bukan dikelola langsung oleh pusat, hal ini berbeda karena Indonesia mengelola secara langsung melalui lembaga BPJS. Dalam konteks paket manfaat,pemerintah federal Amerika Serikat memberikan fleksibilitas bagi setiap negara bagian ataupun asuransi penyedia jaminan kesehatan dalam menentukan paket manfaat namun paket manfaat tersebut harus mencakup 10 essential benefits yang harus ada dalam semua skema pembiayaan tanpa batasan waktu dan jumlah. Dalam konteks pola penerima bantuan iuran, penentuan penerima bantuan iuran dalam Obama Care selain didasarkan pada patokan mendekati garis kemiskinan federal, namun tetap memperhitungkan karakteristik daerah sehingga jumlahnya dapat melebihi standar nasional tergantung pada kondisi dan kebutuhan masing-masing. Karakteristik daerah inilah yang perlu diperhatikan dalam integrasi Jamkesda dalam JKN.

Perbandingan sistem jaminan kesehatan Filipina dengan Indonesia Formulasi Universal Health Coverage ( UHC ) di Filipina dimulai sejak tahun 1994, kurang lebih sepuluh tahun lebih cepat dibandingkan dengan di Indonesia, dengan melakukan reformasi awal di tahun 2005-2006 untuk mempersiapkan reformasi pada tahun 2014.Implementasi yang lebih cepat mendorong sistem kesehatan. Filipina yang dirasakan lebih maju bila dibandingkan 9 miliar peso atau setara dengan 2, 4 trilyun rupiah untuk dengan Indonesia.Dari segi keuangan, Filipina menganggarkan anggaran asuransi ini.Adanya desentralisasi sistem kesehatan di Filipina cukup memiliki kemiripan dengan sistem Jamkesda di Indonesia, meskipun pada dasarnya lebih terintegrasi dan terformulasikan.

(14)

14 Mainita IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Terdapat tiga pola sasaran dalam implementasi Jamkesda Indonesia, yakni penggunaan surat keterangan tidak mampu (SKTM) sebagai cara untuk mengakses layanan Jamkesda; sasaran masyarakat miskin dan berketerbatasan yang tidak dijamin oleh Jamkesmas; dan penargetan menyeluruh (broad

tragetting) atau universal health coverage dengan penargetan dilakukan

terhadap semua masyarakat di suatu daerah tanpa melihat latar belakang ekonomi dan sosial. Hasil analisis menekankan beberapa hal. Pertama, bahwa kemiskinan bukanlah merupakan hal yang statis dan tidak rentan perubahan. Akurasi, validitas, dan pembaharuan data kemudian menjadi hal sangat krusial. Kedua, adalah faktor portabilitas yang seringkali menjadi hambatan di dalam Jamkesda. Hal ini berpotensi menimbulkan tumpang tindih data jika Pemerintah tidak mampu mengintegrasikan data antar wilayah secara baik. 10

Peran pemerintah pusat untuk dapat menghimpun data dalam satu payung kelembagaan, sehingga prinsip portabilitas dalam JKN dapat berjalan secara optimal. Ketiga, berkaitan dengan iuran yang ditetapkan untuk beberapa daerah, ternyata bila dikaji lebih jauh memiliki keterikatan antara iuran dengan alokasi APBD untuk Jamkesda. Terjadi peningkatan alokasi dana Jamkesda di APBD dari tahun ke tahun pada daerah-daerah yang sepenuhnya menjamin layanan jaminan sosial dengan paket manfaat melalui APBD. penggunaan dana talangan (floatingfund) tanpa kontrol yang ketat terhadap klaim seperti

10

Ali Ghufron Mukti, 2007, Reformasi Sistem Pembiayaan Kesehatan di Indonesia dan Prospek ke Depan, PT. Karya Husada Mukti: Yogyakarta.

(15)

15 Mainita yang terjadi di NTT, mengakibatkan terjadinya kebocoran pengklaiman dana talangan jamkesda yang pada akhirnya menyebabkan timbulnya hutang yang harus ditanggung sehingga mengganggu APBD dan bahkan pembangunan di sektor lainnya.

Dalam konteks pola pengelolaan manajemen organisasi terdapat 2 hal yang harus dicatat: 1) Amerika Serikat memindahkan kewenangan pengelolaan pembiayaan ke pusat berdasarkan keinginan daerah, hal ini serupa dengan upaya integrasi Jamkesda kedalam JKN di Indonesia 2) pengelolaan mengacu pada sistem bursa asuransi, bukan dikelola langsung oleh pusat, hal ini berbeda karena Indonesia mengelola secara langsung melalui lembaga BPJS Penerima bantuan iuran secara nasional belum tentu sesuai dengan kebutuhan di tingkat daerah.Hal ini terjadi dalam Obama Care, yaitu pada kenyataannya pada banyak negara bagian, warga negara yang memerlukan bantuan ternyata melebihi kriteria yang ditetapkan, ini terjadi khususnya akibat munculnya kriteria non finansial.11 Persoalan ini kemudian diatasi Pemerintah AS dengan memberikan jalan keluar berupa keleluasaan bagi negara bagian untuk mengajukan perluasan cakupan secara resmi melebihi standar federal dengan mekanisme yang telah ditentukan secara ketat. Filipina yang dirasakan lebih maju bila dibandingkan 9 miliar peso atau setara dengan 2, 4 trilyun rupiah untuk dengan Indonesia. Dari segi keuangan, Filipina menganggarkan anggaran asuransi ini. Adanya desentralisasi sistem kesehatan di Filipina cukup memiliki kemiripan dengan

11

(16)

16 Mainita sistem Jamkesda di Indonesia, meskipun pada dasarnya lebih terintegrasi dan terformulasikan.

Implementasi kebijakan dilakukan dengan pendekatan top-down yaitu perumusan kebijakan dilakukan pada tingkat pemerintah pusat, sementara daerah berkewajiban untuk melaksanakannya. Kebijakan umumnya ditetapkan pada skala makro yang mengakibatkan perubahan sosial ekonomi. Evaluasi kebijakan para pembuat kebijakan menyampaikan bahwa evaluasi telah dilakukan dengan baik secara berkala. Meskipun demikian, hasil evaluasi pelayanan oleh pasien memperlihatkan masih banyaknya kekurangan yang harus diperbaiki seperti dokter kurang memberikan penjelasan, waktu pemberian obat yang ditunda, kebersihan, dan persepsi pasien terhadap perbedaan komunikasi dokter berdasarkan kelas rawat inap.

Pada umumnya Jaminan Kesehatan Daerah (64,6%)

atau Pihak ke 3, dan 1,7% gabungan antara pemerintah daerah dan PT Askes. Dengan berubahnya PT Askes menjadi BPJS pada 1 Januri 2014, maka semua daerah yang selama ini sudah bekerja sama dengan PT Askes, akan lebih mudah ( bila kemampuan fiskal daerahnya memungkinkan ) bila langsung berintegrasi ke JKN, karena bila tidak langsung integrasi ke JKN, maka daerah tersebut harus segera membuat badan/unit pengelola Jamkesda baru.

Untuk mewujudkan integrasi Jamkesda ke Jaminan Kesehatan Nasional secara komprehensif yang tersentalisasi tetapi tetap memberikan ruang bagi daerah, maka dari hasil penelitian ini dirumuskan suatu formulasi kebijakan integrasi berupa Formulasi Kebijakan Sentralisasi Dinamis yaitu diselenggarakan oleh pemerintah daerah , 33,8% dikelola oleh PT. Askes

(17)

17 Mainita suatu formulasi kebijakan dalam Sistem Jaminan Kesehatan Nasional yang tersentralisasi tetapi secara dinamis masih memberikan peluang dalam kerangka desentralisasi kepada pemerintah daerah.

B. Saran

Pemerintah Pusat harus mampu menjembatani perbedaan pemahaman para pengambil kebijakan di daerah,khususnya kepala daerah dalam upaya integrasi Jamkesda ke JKN.hal ini berarti pemerintah juga harus mampu meredam peluang terjadinya dinamika politik di daerah yang muncul akibat perbedaan kepentingan dan komitmen politis. Untuk merumuskan kebijakan manajemen pengelolaan yang tepat, dapat diatasi melalui penetapan pola pengelolaan pembiayaan yang berbasis pada hasil atau result based financing.pola ini membantu menjembatani perbedaan sistem yang ada dan sekaligus meningkatkan kinerja sisi penawaran dan permintaan dari sistem jaminan kesehatan.

Pelaku kebijakan di tingkat pusat harus mampu menyamakan persepsi dan pemahaman pelaku kebijakan di bawahnya dalam memahami langkah kebijakan yang akan diambil. Dalam mengintegrasikan kebijakan daerah ke dalam kebijakan pusat, konsep formulasi kebijakan integrasi harus memberikan ruang fleksibilitas yang lebih besar bagi daerah dalam sentralisasi kebijakan integrasi jamkesda. Hal ini merupakan bentuk upaya untuk memenuhi kriteria kepentingan daerah sehingga formulasi kebijakan akan lebih dinamis dan partisipatif.

(18)

18 Mainita DAFTAR PUSTAKA

Buku

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006

Mukti, Ali Gufron, Reformasi Sistem Pembiayaan Kesehatan di Indonesia dan Prospek ke Depan, PT. Karya Husada Mukti: Yogyakarta, 2007

Murti, Bisma, Strategi untuk Mencapai Cakupan Universal Pelayanan Kesehatan di Indonesia, disampaikan pada Temu Ilmiah Reuni Akbar FKUNS, di Surakarta, 2010.

.

WHO. 2005. Achieving universal health coverage : Developing the health

financing system. Technical brief for polisy-makers. Number 1, 2005. World

Health Organization, Departement of health System Financing, Health Financinf Policy.

Website

Act The Affordable Care, diunduh dari www.healthcare.gov/law/full/

Peraturan Perundangan

Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN Lain-lain

Gani, A. Dkk, laporan kajian Sistem pembiayaan Kesehatan di Beberapa kabupaten dan Kota, Pusat kajian Ekonomi Kesehatan dan Analisis kebijakan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok, 2008.

Sulastomo, Substansi dan Filosofi UU Nomor 40 Tahun 2004 Tentang SJSN. Rakernas SJSN dan Jaminan Sosial Kesehatan, Menkokesra, 15-16 Maret, 2006

Referensi

Dokumen terkait

Model pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan pada lahan gambut di Provinsi Riau membutuhkan data-data tentang lahan dan sosial-ekonomi yang terpadu. Penelitian

 induk bunting aman dlm proses kelahiran  induk menyusui tenang bg merawat anak  menghindari perkawinan sebelum waktunya  rusa br disapih memplh kesempatn makan  rusa

Cara menemukan atau menyusun pengetahuan memerlukan kajian atau pemahaman tentang metode-metode.Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman untuk membedakan

Az európai házi méh „M” melyben megjelenik az Apis mellifera iberica és Apis meilifera mellifera, az afrikai „A” és az észak mediterrán „C” melybe

Dalam rangka menyeragamkan teknik pengujian kualitas air dan air limbah sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas

Hal ini dimaksudkan untuk menampung dinamika pemanfaatan ruang mikro dan sebagai dasar antara lain transfer of development rights (TDR) dan air rights yang

Perbedaan yang paling penting antara garis sejajar dan tidak seimbang, adalah bahwa semua lembaran pola harus diletakkan pada arah yang sama untuk meyakinkan garis yang tidak

Sebagai salah satu upaya perlindungan hukum terhadap penyalahgunaan narkotika sebagai pelaku yang menjadi korban, penerapan sanksi pidana dapat diabaikan dengan adanya