STUDI POLIMERISASI ESTER DARI ASAM LEMAK SAWIT DISTILAT (ALSD) MENGGUNAKAN INISIATOR BENZOIL PEROKSIDA 0,4%
Fitra Annisa*, Zuchra Helwani, Bahruddin
Laboratorium Teknologi Bahan Alam dan Mineral Fakultas Teknik, Universitas Riau
Kampus Binawidya Jl. HR. Soebrantas Km 12,5 Pekanbaru 28293 *fitraannisa.fa@gmail.com / 085278671971
ABSTRACT
Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) is a byproduct from palm oil processing industry that used as raw material for synthesis polyester based vegetable oil. The purpose of the research is to study polymerization reaction of ester from PFAD using inisiator benzoyl peroxide 0,4%. There are three step reaction in this research that was esterification, polymerization,
and polyesterification. The esterification stage was done at temperature 70oC, reaction time 2
hours, reactant ratio 1:8 (ALSD : metanol), and concentration catalyst H2SO4 1% (w/w)
ALSD. Polymerization stage was done at variation of temperature 120, 130, and 140oC and
variation reaction time 3, 4, and 5 hours using initiator benzoyl peroxide 0,4% (w/w) methyl
ester. Polyesterification stage was done at temperature 175-200oC, reaction time 4 hours,
and ratio reactant 1:1 (polymerized methyl ester : ethylene glikol). Product was analyzed by using FT-IR, GC-MS, and viscosity. The result of FT-IR showed that vinyl group was presence who indicated double bonding was presence and polymerization was not occur. The result of GC-MS showed there had no change of molecular weight. And product with
temperature 130oC and reaction time 5 hours has higher viscosity value.
Keyword : benzoyl peroxide, esterification, PFAD, polymerization
I. PENDAHULUAN
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas ekonomi paling penting di Indonesia, khususnya di Provinsi Riau. Indonesia merupakan salah satu penghasil crude palm oil (CPO) terbesar di dunia. Perkebunan kelapa sawit, yang cara pengelolaannya terdiri atas perkebunan rakyat, perkebunan negara atau Badan Umum Milik Negara (BUMN), dan perkebunan swasta pada tahun 2012 mempunyai luas 9,07 juta hektar. Total produksinya mencapai 23,52 juta ton CPO atau produksi rata-rata dari setiap hektar perkebunan sawit adalah 2,59 ton. Luas lahan kelapa sawit diasumsikan terus bertambah 6,7% per tahun hingga mencapai 29,26 juta hektar di tahun 2030 dengan produksi rata-rata 3,5 ton CPO per hektar
[BPPT, 2013]. Seiring dengan peningkatan produksi sawit maka produksi CPO juga akan meningkat. Konsumsi minyak sawit di dalam negeri hanya digunakan sebagai bahan baku industri minyak goreng, margarin, sabun, serta industri oleokimia yang memproduksi asam lemak sawit, metil ester, dan fatty alkohol
Pengolahan pada industri minyak goreng terdapat proses refining yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas minyak goreng yang dihasilkan. Pada tahap ini, selain dihasilkan produk utama berupa minyak goreng, juga dihasilkan produk samping. Produk samping dari industri ini yaitu Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD)
atau Palm Fatty Acid Ditillate (PFAD)
sebesar ±5% dari pengolahan CPO, atau setara dengan 850.000 ton ALSD/tahun ketika produksi CPO Indonesia mencapai
±17 juta ton/tahun pada tahun 2013 [Badan Pusat Statistik, 2013]. Meskipun ALSD merupakan hasil samping, namun masih berpotensi untuk dimanfaatkan tanpa harus mengganggu ketersediaan pangan, sehingga pemanfaatan hasil samping proses minyak sawit semakin luas. Salah satunya yaitu ALSD dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku proses polimerisasi pembuatan
poliester dari monomer ester. Polimerisasi merupakan reaksi penggabungan monomer-monomer menjadi suatu molekul polimer.
Reaksi polimerisasi dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu
polimerisasi adisi dan kondensasi. Dalam penelitian ini reaksi polimerisasi yang terjadi adalah polimerisasi adisi. Reaksi adisi membutuhkan inisiator yang akan membentuk pusat aktif tumbuhnya polimer, dan pada penelitian ini digunakan inisiator
benzoil peroksida. Polimerisasi adisi
menggunakan radikal bebas dari inisiator benzoil peroksida untuk memicu terjadinya reaksi polimerisasi. Polimerisasi dengan
menggunakan radikal bebas, sangat
dipengaruhi oleh suhu, nilai pH,
konsentrasi monomer dan media
polimerisasi [Handayani, 2010].
Poliester adalah suatu kategori
polimer yang mengandung gugus
fungsional ester dalam rantai utamanya. Poliester merupakan resin yang paling banyak digunakan sebagai matriks pada fiber glass untuk badan kapal, mobil, tendon air dan sebagainya [Sukatik, 2012]. Poliester digunakan pula secara luas sebagai penghalus (finish) pada produk kayu berkualitas tinggi seperti gitar, piano, dan bagian dalam kendaraan/perahu pesiar. Kegunaan lain dari poliester adalah untuk membuat botol, film, tarpaulin, kano, tampilan kristal cair, hologram, penyaring, serat dan sebagainya [Tanjung dkk, 2013].
Poliester saat ini umumnya disintesis dari senyawa hidrokarbon yang tidak dapat diperbaharui. Saat ini, minyak nabati diharapkan dapat diterapkan sebagai bahan baku alternatif polimer berbasis minyak. Polimer-polimer ini mempunyai banyak
kelebihan dibandingkan dengan polimer yang dibuat berbasis monomer minyak
bumi yaitu sifatnya yang biodegradable
[Tanjung dkk, 2013]. Penelitian ini
bertujuan untuk mempelajari proses
polimerisasi ester dari ALSD menggunakan inisiator benzoil peroksida 0,4%.
II. METODE PENELITIAN 2.1 Bahan
Bahan yang digunakan pada
penelitian ini adalah Asam Lemak Sawit
Distilat (ALSD) dari PT. Wilmar
Bioenergi, metanol sebagai reaktan, asam
sulfat MERCK 1% (b/b) ALSD sebagai
katalis reaksi esterifikasi, benzoil peroksida
MERCK 0,4% (b/b) metil ester sebagai
inisiator reaksi polimerisasi, etilen glikol MERCK sebagai reaktan poliesterifikasi.
2.2 Prosedur Penelitian
Reaksi Esterifikasi
Pada tahap awal percobaan dilakukan proses esterefikasi dengan mereaksikan ALSD dengan metanol dalam reaktor selama 2 jam dengan rasio 1:8 pada suhu
70oC menggunakan katalis asam sulfat
sebanyak 1% (w/w) ALSD dengan
kecepatan pengadukan 150 rpm. Produk yang diharapkan dari reaksi esterefikasi ini yaitu metil ester.
Reaksi Polimerisasi
Selanjutnya dilakukan reaksi
polimerisasi metil ester dengan
menggunakan inisiator benzoil peroksida dengan konsentrasi 0,4% (w/w) metil ester
dengan variasi suhu 120oC, 130oC, dan
140oC dan variasi waktu 3 jam, 4 jam, dan
5 jam dengan kecepatan pengadukan 150 rpm
Reaksi Poliesterifikasi
Tahap terakhir yaitu reaksi
poliesterifikasi dengan penambahan etilen glikol dengan perbandingan 1:1 ke dalam
reaktor pada temperatur 175-200o C dan
Gambar 1 Rangkaian Alat Untuk mengetahui sudah terjadinya
reaksi polimerisasi di analisa dengan menggunakan FT-IR (Fourier Transform Infra Red) untuk mengetahui karakteristik molekular struktur gugus fungsinya, GC-MS (Gas Cromatography and Mass
Spectrometry) untuk mengetahui
komposisinya, dan uji viskositas.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Analisa Reaksi Esterifikasi
Esterifikasi merupakan tahap awal proses antara Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD) dan metanol dengan rasio mol 1 :
8. Esterifikasi dilangsungkan dengan
menggunakan katalis asam sulfat (H2SO4)
1% berat ALSD pada suhu 70oC selama 2
jam. Pada tahap esterifikasi akan dihasilkan produk yaitu metil ester yang selanjutnya akan direaksikan pada tahap polimerisasi
dengan penambahan inisiator benzoil
peroksida dan dengan variasi suhu dan waktu polimerisasi. Metil ester yang diperoleh dari reaksi esterifikasi berwarna kuning, transparan, dan encer Metil ester di analisa dengan menggunakan FT-IR untuk mengetahui struktur gugus fungsinya dan untuk mengetahui sudah terbentuknya ester
Hasil uji FT-IR metil ester dapat dilihat pada Gambar 2.
Penerapan spektroskopi infra merah dalam penelitian ini menekankan aspek kualitatif, karena berupa penentuan struktur
dengan cara mengamati dan
membandingkan frekuensi-frekuensi yang khas dari gugus fungsi spektra FT-IR yang didapat. Hasil spektra FT-IR senyawa yang dihasilkan bersifat khas, artinya senyawa yang berbeda memiliki spektrum yang berbeda pula.
Gugus fungsi yang akan dianalisa pada FT-IR adalah gugus fungsi ester. Suatu senyawa ester dicirikan dengan adanya serapan ulur C=O, C-O dan OH yang khas.
Terbentuknya ester ditandai dengan
terbentuknya puncak vibrasi pada panjang
gelombang antara 1750-1730 cm-1 dengan
intensitas kuat[Pavia, 2009]. Pada Gambar
2, puncak vibrasi ester terbentuk pada
panjang gelombang 1742, 76 cm-1 dengan
intensitas kuat. Terbentuknya ester juga dapat dilihat dari adanya gugus C-O pada
panjang gelombang sekitar 1300-1000 cm-1
[Pavia, 2009]. Pada produk, gugus C-O terlihat pada panjang gelombang 1197,85
Gambar 2 Spektrum FTIR Metil Ester Bukti lain telah terbentuknya ester
adalah melemahnya spektra karakteristik dari gugus OH ikatan hidrogen yang membentuk pita yang melebar pada
bilangan gelombang sekitar 3400-3200 cm-1
[Pavia, 2009]. Pada Gambar 2 terlihat bahwa melemahnya karakteristik dari gugus OH membentuk pita yang melebar pada
panjang gelombang 3336,03 cm-1, 3325,42
cm-1, dan 3308,06 cm-1. Berdasarkan
Dwifirman [2014], kemurnian metil ester yang didapat yaitu sebesar 88,42%.
3.2 Analisa Reaksi Polimerisasi
Pada tahap polimerisasi, metil ester yang terbentuk selanjutnya direaksikan dengan benzoil peroksida 0,4% berat metil ester. Titik leleh benzoil peroksida yaitu
103-106oC dan benzoil peroksida tidak
stabil secara termal sehingga akan
mengalami dekomposisi pada suhu tertentu.
Reaksi polimerisasi ester dengan
melibatkan benzoil peroksida merupakan reaksi polimerisasi adisi dimana benzoil peroksida berfungsi sebagai inisiator untuk menginisiasi molekul monomer yaitu ester menjadi polimer. Polimerisasi adisi ini
terjadi dalam tiga tahap, yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi.
Produk dari reaksi polimerisasi yaitu metil ester terpolimerisasi selanjutnya direaksikan dengan etilen glikol dengan rasio 1:1 pada tahap poliesterifikasi pada
suhu 175-200oC selama 4 jam. Penambahan
etilen glikol pada reaksi polimerisasi adalah salah satu usaha meminimalisir kadar air yang terbentuk [Manurung dkk, 2013]. Selain itu, penambahan etilen glikol juga berfungsi sebagai pemanjangan rantai
polimer [Budi dkk, 2009]. Dengan
bertambah panjangnya rantai polimer maka berat molekul juga semakin bertambah besar sehingga produk akhir polimer dapat terbentuk.
Produk hasil polimerisasi yang
dihasilkan selanjutnya diidentifikasi dengan menggunakan uji FT-IR untuk melihat gugus fungsi dan untuk mengetahui sudah terjadinya reaksi polimerisasi dan uji GC-MS untuk mengetahui berat molekul produk dan komposisi metil ester yang tersisa. Hasil uji FT-IR produk dapat dilihat pada Gambar 3, 4, dan 5.
500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 1/cm -20 0 20 40 60 80 100 120 %T 3 3 3 6 ,0 3 3 3 2 5 ,4 2 3 3 0 8 ,0 6 2 9 2 4 ,2 1 2 8 5 3 ,8 1 283 3 ,5 5 1 7 4 2 ,7 6 1 7 1 7 ,6 8 1 4 6 4 ,0 3 1 4 5 6 ,3 2 1 4 4 7 ,6 4 1 4 3 6 ,0 7 1 4 1 8 ,7 1 1 3 6 2 ,7 7 1 3 1 8 ,4 0 1 2 4 4 ,1 4 1 1 9 7 ,8 5 1 1 7 1 ,8 1 1 1 1 6 ,8 3 1 0 2 5 ,2 1 7 1 9 ,4 8 6 7 1 ,2 6 6 4 6 ,1 8 6 4 2 ,3 2 6 3 6 ,5 4 6 2 1 ,1 1 6 0 7 ,6 0 6 0 2 ,7 8 metil ester O-H C=O C-O
Gambar 3 Spektra FT-IR Produk pada Suhu 120 oC dan Waktu a) 3 jam b) 4 jam c) 5 jam Terbentuknya ester ditandai dengan
terbentuknya puncak vibrasi dengan
intensitas kuat pada panjang gelombang
1750-1730 cm-1 yang menunjukkan adanya
gugus ester (C=O) [Pavia, 2009]. Pada Gambar 3 dapat dilihat produk pada suhu
120oC dan waktu 3 dan 4 jam terbentuk
puncak vibrasi pada panjang gelombang
1738,90 cm-1 dengan intensitas kuat.
Sedangkan pada suhu 120oC dan waktu 5
jam puncak vibrasi terbentuk pada panjang
gelombang 1739,87 cm-1. Pada Gambar 4
-0 15 30 45 60 75 90 105 %T 33 61 ,1 1 30 05 ,2 2 29 22 ,2 8 28 53 ,8 1 17 38 ,9 01733 ,1 2 17 17 ,6 8 14 64 ,0 3 14 56 ,3 2 14 36 ,0 7 14 18 ,7 1 13 78 ,2 0 13 52 ,1 6 13 16 ,4 7 12 46 ,0 7 11 72 ,7 71122 ,6 2 10 82 ,1 1 10 43 ,5 3 92 3, 94 88 4, 40 86 3, 18 81 2, 07 72 1, 41 68 8, 62 65 1, 97 62 7, 86 60 3, 75 59 6, 99 56 9, 99 55 8, 42 54 1, 06 53 1, 41 -0 15 30 45 60 75 90 105 120 %T 33 36 ,0 3 33 26 ,3 9 33 08 ,0 6 30 04 ,2 6 29 23 ,2 5 28 53 ,8 1 17 38 ,9 017 34 ,0 8 17 17 ,6 8 14 64 ,0 3 14 56 ,3 2 14 36 ,0 7 14 18 ,7 1 13 78 ,2 0 13 54 ,0 91339 ,6 2 13 18 ,4 0 12 46 ,0 7 11 93 ,9 9 11 72 ,7 7 11 25 ,5 1 10 83 ,0 8 10 39 ,6 8 92 2, 98 88 3, 44 86 2, 22 81 1, 10 72 1, 41 69 6, 33 68 5, 72 67 6, 08 64 8, 11 63 5, 57 62 7, 86 61 8, 21 58 6, 39 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 -20 0 20 40 60 80 100 120 %T 33 25 ,4 2 33 08 ,0 6 32 91 ,6 7 32 76 ,2 3 29 24 ,2 1 28 73 ,0 9 28 54 ,7 7 27 32 ,2 9 24 77 ,6 7 17 39 ,8 7 14 56 ,3 2 14 36 ,0 7 14 29 ,3 1 14 18 ,7 1 14 04 ,2 4 13 94 ,5 9 13 73 ,3 8 13 67 ,5 9 13 62 ,7 7 13 54 ,0 9 13 27 ,0 8 12 49 ,9 3 12 02 ,6 7 11 27 ,4 4 10 83 ,0 8 10 33 ,8 988 1, 51 86 1, 25646, 18 63 2, 68 61 4, 35 60 4, 71 59 6, 99 59 1, 2158 6, 39 56 7, 10 55 8, 42 54 8, 77 (b) (c) (a) O-H C=O -CH=CH2
-dapat dilihat puncak vibrasi produk pada
suhu 130oC dan waktu 3, 4, dan 5 jam
terbentuk pada panjang gelombang 1738,
90 cm-1 dengan intensitas yang kuat. Pada
Gambar 5 juga dapat terlihat puncak vibrasi
produk pada suhu 140oC dan waktu 3, 4,
dan 5 jam terbentuk pada panjang
gelombang yang sama yaitu 1738,90 cm-1
dengan intensitas yang kuat
Gambar 4 Spektra FT-IR Produk pada Suhu 130 oC dan Waktu a) 3 jam b) 4 jam c) 5 jam Bukti lain telah terbentuk ester adalah
melemahnya spektra karakteristik dari
gugus OH ikatan hidrogen yang
membentuk pita yang melebar pada
bilangan gelombang sekitar 3400 cm-1 -
3200 cm-1 karena reaksi poliesterifikasi
[Tanjung dkk, 2013]. Pada Gambar 3 dapat
dilihat bahwa melemahnya spektra
-0 15 30 45 60 75 90 105 120 %T 33 36 ,0 3 33 25 ,4 2 33 08 ,0 6 30 04 ,2 6 29 23 ,2 5 28 53 ,8 1 17 38 ,9 01733 ,1 2 17 17 ,6 8 14 64 ,0 3 14 56 ,3 2 14 47 ,6 4 14 36 ,0 7 14 18 ,7 1 13 78 ,2 01352 ,1 6 13 39 ,6 2 13 18 ,4 0 12 44 ,1 4 11 74 ,7 011 21 ,6 5 10 84 ,0 4 10 38 ,7 1 94 6, 12 92 2, 98 88 3, 4486 1, 25 72 0, 4469 6, 33 67 3, 19 63 6, 54 62 6, 89 60 8, 57 60 1, 82 58 5, 42 57 4, 81 54 6, 84 -0 20 40 60 80 100 120 %T 33 55 ,3 2 33 36 ,9 9 29 23 ,2 5 28 53 ,8 1 17 38 ,9 01733 ,1 2 17 17 ,6 8 14 64 ,0 3 14 56 ,3 2 14 36 ,0 71378 ,2 01352 ,1 6 12 44 ,1 4 11 72 ,7 7 11 20 ,6 9 10 84 ,0 4 10 41 ,6 1 88 4, 40 86 4, 15 72 1, 41 67 8, 01 54 8, 77 44 7, 50 37 5, 17 35 9, 74 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 -0 15 30 45 60 75 90 105 120 %T 34 19 ,9 4 33 84 ,2 5 29 22 ,2 8 2853 ,8 1 17 38 ,9 0 17 33 ,1 2 17 17 ,6 8 14 64 ,0 3 14 56 ,3 2 14 36 ,0 71418 ,7 1 13 78 ,2 0 13 51 ,1 9 12 46 ,0 7 11 74 ,7 0 11 24 ,5 5 10 62 ,8 2 96 4, 45 92 3, 94 88 6, 33 82 6, 53 72 1, 41 65 9, 68 62 7, 86 60 0, 85 57 1, 92 50 1, 51 34 3, 34 (a) (b) (c) O-H C=O -CH=CH2
-karakterisitik OH membentuk pita yang
melebar dari produk pada suhu 120oC dan
waktu 3, 4, dan 5 jam yaitu pada panjang
gelombang 3361,11-3276,23 cm-1. Pada
Gambar 4, produk pada suhu 130oC dan
waktu 3, 4, dan 5 jam terbentuk pita yang
melebar pada panjang gelombang
3384,25-3308,06 cm-1 dan pada Gambar 5 poduk
pada suhu 140oC dan waktu 3, 4, dan 5 jam
pita yang melebar terbentuk pada panjang
gelombang 3391,97-3356,93 cm-1.
Gambar 5 Spektra FT-IR Produk pada Suhu 140 oC dan Waktu a) 3 jamb) 4 jam c) 5 jam -20 0 20 40 60 80 100 120 %T 34 19 ,9 4 33 85 ,2 2 33 56 ,2 8 29 22 ,2 8 2853 ,8 1 17 38 ,9 01733 ,1 2 17 17 ,6 8 14 64 ,0 3 14 56 ,3 214 36 ,0 7 14 18 ,7 1 13 78 ,2 01354 ,0 9 12 44 ,1 4 11 71 ,8 1 11 37 ,0 9 11 19 ,7 3 10 84 ,0 4 10 41 ,6 1 94 9, 02 92 5, 87 88 4, 40 86 5, 11 72 1, 41 56 7, 10 55 8, 42 55 3, 59 54 3, 95 -20 0 20 40 60 80 100 120 %T 34 19 ,9 4 33 65 ,9 3 29 22 ,2 8 2853 ,8 1 17 38 ,9 01734 ,0 8 17 17 ,6 8 14 64 ,0 3 14 56 ,3 214 36 ,0 7 14 18 ,7 1 13 78 ,2 01354 ,0 91339 ,6 2 12 44 ,1 4 11 93 ,9 9 11 71 ,8 1 11 36 ,1 2 11 19 ,7 3 10 84 ,0 4 10 41 ,6 1 94 9, 02 92 5, 87 88 3, 44 86 4, 15 72 1, 41 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 -0 20 40 60 80 100 120 140 %T 33 91 ,9 7 33 83 ,2 9 33 69 ,7 9 29 23 ,2 5 28 53 ,8 1 17 38 ,9 0 17 33 ,1 2 17 16 ,7 2 14 56 ,3 2 14 36 ,0 7 14 17 ,7 4 13 78 ,2 0 13 51 ,1 9 12 45 ,1 0 11 75 ,6 6 11 26 ,4 8 10 62 ,8 2 96 5, 41 92 3, 94 88 5, 36 82 5, 57 81 4, 00 72 1, 41 69 7, 30 67 2, 22 64 7, 15 63 0, 75 51 8, 87 (c) (b) (a) -CH=CH2 -C=O O-H
Terjadinya reaksi polimerisasi ditandai dengan tidak adanya pita serapan
vinil (-CH=CH2-) pada pada bilangan
gelombang 1040 cm-1 - 910 cm-1. Hal ini
menandakan bahwa pada reaksi
polimerisasi terjadi pemutusan ikatan rangkap [Tanjung dkk, 2013]. Sedangkan pada hasil uji produk masih terdapat pita serapan vinil pada panjang gelombang
922,98-1039,68 cm-1 kecuali produk pada
suhu 130oC dan waktu 4 jam sudah tidak
terdapat pita serapan vinil lagi.
Produk hasil polimerisasi yang
terbentuk memiliki sifat fisik berwarna hitam dan kental. Produk juga diidentifikasi menggunakan GC-MS. Uji GC-MS terbatas hanya pada satu sampel saja yang memiliki viskositas terbesar yaitu sampel pada suhu
130oC dan waktu 5 jam. Hasil uji GC-MS
poliester dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Kromatogram GC-MS Produk pada T = 130 oC dan t = 5 jam Dari kromatogram pada Gambar 6
dapat dilihat bahwa produk mengandung tiga belas komponen senyawa. Komponen-komponen tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa
komponen terbesar adalah triethylene
glycol sebesar 53,62% dan metil ester yang tersisa sebanyak 2,95%. Dan juga sebelum reaksi polimerisasi dan setelah reaksi polimerisasi berat molekul produk tetap, yaitu sebesar 270 yang dapat dilihat pada Gambar 7.
Dengan tidak terjadinya perubahan berat molekul maka produk yang berupa
poliester masih belum terbentuk. Hal ini diduga disebabkan karena kandungan ALSD yang didominasi oleh asam lemak jenuh yang berikatan tunggal yaitu asam palmitat. Asam lemak jenuh bersifat lebih stabil (tidak mudah bereaksi) daripada asam
lemak jenuh (ikatan rangkap) yang
menyebabkan reaksi tidak berjalan dengan sempurna sehingga ikatan rangkap belum terputus dan reaksi polimerisasi belum terjadi dilihat dari tidak adanya perubahan berat molekul.
Tabel 2 Hasil Uji GC-MS Produk
Komposisi Jenis Asam Lemak %
Area
1,2-Ethanediol (CAS) Ethylene glycol - 3,38
Diethylene glycol - 20,75
Triethylene glycol - 53,62
5-Hydroxy-2-Decenoic acid lactone Asam lemak tak jenuh 0,84
Dodecanoic acid, methyl ester Asam laurat (jenuh) 0,42
Methyl tetradecanoate - 0,16
Hexadecanoic acid, methyl ester Asam palmitat (jenuh) 1,69
11-Octadecanoic acid, methyl ester Asam oleat (tak jenuh) 1,26
Hexadecanoic acid, 2-hydroxyethyl ester Asam palmitat (jenuh) 1,39
9-Octadecanoic acid (Z)-, 2-hydroxyethyl ester Asam oleat (tak jenuh) 4,55
Octadecanoic acid, 2-hydroxyethyl ester Asam stearat (jenuh) 0,73
Hexadecanoic acid, 1,2-ethanedyl ester Asam palmitat (jenuh) 6,20
9-Octadecanoic acid (Z)-, 2-hydroxyethyl ester Asam oleat (tak jenuh) 5,00
Komponen produk hasil polimerisasi ini dapat diketahui dengan membandingkan spektrum MS sampel dengan spektrum MS standar dengan pola fragmentasi yang paling mirip. Pola fragmentasi yang paling
mendekati yaitu spektrum MS produk
dengan komponen terbesar yaitu
hexadecanoic acid, methyl ester yang dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Spektrum MS Standar Hexadecanoic Acid, Methyl Ester Poliester dengan berat molekul tinggi
yaitu antara 10.000-30.000 g/mol dan poliester dengan berat molekul rendah yaitu
antara 500-7000 g/mol [Tanjung dkk, 2013].
3.3 Pengaruh Suhu dan Waktu pada Proses Polimerisasi
Parameter reaksi seperti suhu dan waktu reaksi sangat berpengaruh terhadap pembentukan produk. Semakin lama waktu
reaksi maka kontak antar zat semakin besar sehingga akan menghasilkan konversi dan berat molekul yang tinggi [Tanjung dkk, 2013]. Namun jika kesetimbangan reaksi sudah tercapai maka dengan bertambahnya
waktu reaksi tidak akan menguntungkan karena tidak akan memperbesar hasil. Begitu juga dengan suhu reaksi, semakin tinggi suhu maka reaksi terjadi semakin cepat sehingga meningkatkan viskositas dan berat molekul. Viskositas produk diukur
dengan menggunakan viskometer Ostwald.
Alat ini bekerja berdasarakan friction yang
ditimbulkan polimer terhadap luas area pipa tabung yang digunakan. Pengaruh suhu dan waktu polimerisasi terhadap viskositas produk dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Pengaruh Suhu Reaksi Terhadap Viskositas Produk pada Variasi Waktu Reaksi Pada Gambar 8 diatas, dapat dilihat
viskositas meningkat dengan meningkatnya suhu reaksi dan mengalami penurunan setelah mencapai suhu optimum. Viskositas
pada suhu 120oC dan waktu 3, 4, dan 5 jam
berturut-turut yaitu 16,082, 12,774, dan
9,953 cp. Pada suhu 130oC viskositas pada
waktu 3, 4, dan 5 jam yaitu 20,057, 14,438,
dan 40,049 cp. Dan pada suhu 140oC
viskositas pada waktu 3, 4, dan 5 jam yaitu 10,944, 10,61, dan 32,254 cp. Peningkatan nilai viskositas menunjukkan bahwa telah terjadi penggabungan rantai baik melalui reaksi kondensasi maupun reaksi adisi yaitu ALSD akan bergabung dengan metanol menjadi ester dan masing-masing ester saling bergabung karena penambahan inisiator dan mengakibatkan meningkatnya harga viskositas.
Viskositas produk mengalami
penurunan pada suhu 140oC, hal ini
kemungkinan disebabkan karena pada suhu
140oC telah terjadi reaksi perengkahan
yang mengakibatkan rantai karbon menjadi
lebih pendek sehingga menyebabkan
rendahnya harga viskositas [Handayani dkk, 2010]. Viskositas tertinggi terdapat
pada suhu 130oC dengan waktu reaksi 5
jam yaitu sebesar 40,049 cp. Sedangkan viskositas terendah terdapat pada suhu 120 dengan waktu 5 jam yaitu sebesar 9,953 cp.
IV. KESIMPULAN
Hasil polimerisasi diperoleh produk berwarna gelap dan kental yang memiliki viskositas antara 9,953-449 cp. Hasil uji FT-IR semua produk memperlihatkan
masih terdapat pita serapan vinil
(CH2=CH2), kecuali produk pada suhu
reaksi 130oC dan waktu 4 jam. Hasil uji
GC-MS memperlihatkan tidak terjadi perubahan berat molekul antara reaksi
sebelum polimerisasi dan sesudah
0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0.035 0.04 0.045 115 120 125 130 135 140 145 Vi sko si tas (k g /m .s ) Suhu (°C) Waktu 3 Jam Waktu 4 Jam Waktu 5 Jam
polimerisasi. Selain ester, senyawa-senyawa lain yang terdapat pada hasil uji
GC-MS yaitu ethylene glycol, methyl
tetradecanoate, dan decenoic acid.
IV. UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman sekelompok dalam penelitian ini, Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) Departemen Pendidikan Nasional yang telah membiayai kegiatan penelitian dalam program PKM-P tahun 2013-2014, dan Laboratorium TBAM (Teknologi Bahan Alam dan Mineral) Universitas Riau.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi. 2013. Outlook Energy
,QGRQHVLD ³3HQJHPEDQJDQ
Energi dalam Mendukung Sistem Transportasi dan Industri Pengolahan
MinerDO´ -DNDUWD
Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi Perkebunan Besar menurut Jenis Tanaman, Indonesia, 1995 - 2012.
Http://www. bps.go.id /tab_sub
/view.php?kat=3&tabel=1&
daftar=1&id_subyek=54& notab=2, diakses pada 9 November 2014, Pkl 14.30.
Budi, F. S., Anggoro, D. D., Suprihanto, A. .2009. Optimasi Proses Polimerisasi
Diphenyl Methane Diisocynate
dengan Polyalkohol Minyak Goreng
Bekas menjadi Busa Polyurethane.
FT UNDIP
Dwifirman, W. 2014. Studi Polimerisasi Ester dari Asam Lemak Sawit
Distilat (ALSD) Menggunakan
Inisiator Benzoil Peroksida 0,1%.
Skripsi Teknik Kimia Universitas Riau.
Dwisatria, Y. 2012. Sintesis Polimer
Core-Shell Stirena-Butil Akrilat :
Pengaruh Jenis Inisiator dan
Pengikat Silang Glisidil Metakrilat terhadap Ukuran dan Distribusi Ukuran Partikel. Skripsi Universitas Indonesia.
Handayani, A.S., Sidik M., M. Nasikin, M.
Sudibandriyo. 2006. Reaksi
Esterifikasi Asam Oleat dan
Gliserol Menggunakan Katalis
Asam. Jurnal Sains Materi
Indonesia : Hal. 102-105.
Manurung, R., Ahmad R.T, Ida A. 2013. Effect of Concentration of Catalyst (BF3-Diethyl Etherate) on Synthesis of Polyester from Palm Fatty Acid
Distillate (PFAD). International
Journal of Science and Engineering (IJSE). Department of Chemical
Engineering, University of
Sumatera Utara, Indonesia.
Pavia, D.L., Gary M.L., George S.K., James R.V. 2009. Introduction To
Spectroscopy 4th Ed. USA. PrePress
PMG
Sukatik. 2012. Laleks Polystyrena Graft
Maleat Anhidrida dan Lateks
Polyester Tak Jenuh Yukalac 157 BQTN-EX dengan Lateks Pekat
Karet Alam sebagai Perekat
Material Jalan (Soil Stabilizer).
Disertasi Universitas Sumatera
Utara.Tanjung, A.R., Renita M., Ida
A. 2013. Pengaruh Waktu
Polimerisasi Pada Proses
Pembuatan Poliester Dari Asam Lemak Sawit Distilat (ALSD). Medan: Universitas Sumatera Utara.