• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembahasan Teori Hasil Penelitian yang Relevan 2.1.1. Teori Agensi (Agency Theory)

Jensen dan Meckling (1976) dalam penelitian yang berjudul Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs, and Ownership Structure merupakan landasan yang mendasari terbentuknya teori keagenan yang sering digunakan dalam penelitian-penelitian beraliran positivistik. Menurut Jensen dan Meckling (1976) teori keagenan menghubungkan aspek perilaku manusia dalam teori ini dimana teori keagenan mengasumsikan bahwa baik pemilik modal (prinsipal) maupun pengelola (agen) adalah pihak yang rasional serta memiliki kepentingan masing-masing. Karena itu masing-masing pihak akan memaksimalkan kepentingan diri sendiri dan akan menjadi pemaksimal utilitas, ada alasan kuat untuk percaya bahwa agen tidak akan selalu bertindak demi kepentingan terbaik dari prinsipal.

Jensen dan Meckling (1976) mendifinisikan hubungan agensi sebagai kontrak dimana satu atau lebih orang (principal) melibatkan orang lain (agent) untuk melakukan beberapa layanan atas nama mereka yang melibatkan pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada agen tersebut. Akibat dari hubungan tersebut yang memunculkan agency problem dimana pihak agen berupaya untuk memaksimalkan kepentingan dirinya sendiri dan mengabaikan kepentingan principal untuk memaksimalkan kesejahteraan pemilik modal.

Karena hubungan antara pemegang saham dan manajer perusahaan sesuai dengan definisi hubungan agensi murni, maka tidak mengherankan jika mengetahui akan timbul masalah yang terkait dengan pemisahan kepemilikan dan pengendalian yang sangat erat kaitannya dengan masalah umum agensi (Jensen dan Meckling, 1976).

Eisendhardt (1989) mengemukakan bahwa unit analisis dari teori agensi ialah mengatur hubungan antara prinsipal dan agen, sehingga fokus dari teori ini terdapat pada penentuan kontrak yang paling efisien yang mengatur hubungan prinsipal dan agen yang dilandasi oleh 3 (tiga) asumsi antara lain:

(2)

1. Asumsi tentang sifat manusia

Asumsi tentang sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki kecenderungan sifat untuk mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality) dan menghindari risiko (risk aversion).

2. Asumsi tentang keorganisasian

Asumsi keorganisasian mengemukakan adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria produktivitas dan adanya asimetri informasi antara prinsipal dan agen.

3. Asumsi tentang informasi

Asumsi tentang informasi mengemukakan bahwa informasi dipandang sebagai barang komoditi yang bisa diperjualbelikan.

Hubungan antara prinsipal dan agen tersebut menyebabkan prinsipal harus mengeluarkan biaya yang disebut dengan agency cost. Agency cost akan muncul sebagai akibat perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen. Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan agency cost sebagai jumlah dari:

a. The monitoring expenditures by the principal

Biaya pengawasan yang harus dikeluarkan oleh prinsipal untuk mengawasi perilaku dan tindakan agen.

b. The bonding expenditures by the agent

Biaya yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk menjamin bahwa agen tidak akan melakukan tindakan yang merugikan prinsipal.

c. The residual loss

Biaya penurunan kemakmuran setara nilai mata uang yang dialami oleh prinsipal akibat perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen.

Eisenhardt (1989) menyatakan bahwa terdapat dua aspek masalah yang terdapat dalam agency problem, yaitu:

a. Adverse selection, kondisi dimana prinsipal tidak dapat memastikan kemampuan agen apakah telah sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

(3)

b. Moral Hazard, mengacu pada tindakan agen yang tidak sesuai dengan apa yang disepakati bersama dengan prinsipal. Hal ini dapat terjadi karena adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian yang melingkupi sebagian besar organisasi bisnis.

Fama dan Jensen (1983) “Pemisahan Kepemilikan dan Pengendalian” berpendapat bahwa masalah agensi dikendalikan oleh sistem keputusan yang memisahkan managemen dan pengendali pada semua tingkat organisasi yang mana lebih lanjut dijelaskan bahwa perangkat untuk memisahkan manajemen keputusan dan pengendalian mencakup atas:

1. Hierarki keputusan dimana inisiatif keputusan dari agen tingkat rendah diteruskan ke agen tingkat yang lebih tinggi, pertama untuk ratifikasi dan kemudian untuk pemantauan.

2. Dewan direksi yang meratifikasi dan memantau keputusan organisasi yang paling penting dan mempekerjakan, memecat dan mengkompensasi manajer keputusan tingkat atas, dan

3. Struktur insentif yang mendorong pemantauan bersama diantara agen keputusan. Biaya mekanisme semacam itu untuk memisahkan manajemen keputusan dari kontrol keputusan adalah bagian dari harga yang harus dibayar untuk keuntungan klaim sisa saham biasa yang tidak terbatas.

Menurut Messier et al. (2017) hubungan antara pemilik dan manajer umumnya menciptakan asimetri informasi antara kedua belah pihak. Asimetri informasi tersebut yaitu berupa kesenjangan informasi yang dimiliki oleh agen yang lebih mengetahui mengenai entitas daripada pemilik atau prinsipalnya. Messier et al. (2014) menjelaskan karena terdapat tujuan yang berbeda tersebut terdapat konflik kepentingan (conflict of interest) yang alami muncul antara manajer dan pemilik dimana manajer tidak selalu bertindak demi kepentingan pemilik. Menurut Jensen dan Meckling (1976) berpendapat bahwa prinsipal dapat mengendalikan perilaku agen dengan menetapkan insentif yang sesuai untuk agen dan

(4)

mengeluarkan biaya pemantauan (monitoring cost) yang dirancang untuk membatasi aktivitas agen yang menyimpang.

Terdapat beberapa alternatif untuk mengurangi agency cost:

1. Dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajer sehingga manajer merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan bila ada kerugian yang timbul sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Kepemilikan ini akan mensejajarkan kepentingan manajer dengan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976).

2. Meningkatkan dividend payout ratio, sehingga tidak tersedia cukup banyak

free cash flow dan manajer terpaksa mencari pendanaan dari luar untuk membiayai investasinya (Crutchley et al., 1989).

3. Meningkatkan pendaan dari hutang. Meningkatkan hutang dari akan menurunkan besarnya konflik antara pemegang saham dengan manajer. Selain itu, hutang juga akan menurunkan excess cash flow yang ada dalam perusahaan sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan dilakukan oleh manajer (Jensen & Meckling, 1986).

4. Kepemilikan institusional (institutional ownership) sebagai monitoring manajer. Moh’d et al. (1998) dalam Susilawati (2007) menyatakan bahwa distribusi saham ke pemegang saham dari luar yaitu institutional ownershop

dan publik dapat mengurangi agency cost. Karena kepemilikan mewakili suatu sumber kekuasaan (source of power) yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajer. Keberadaan institusi tersebut mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajer.

Donaldson dan Davis (1991) memberikan kritik atas teori agensi dengan mengeluarkan teori stewardship sebagai teori penanding. Teori ini menggambarkan situasi dimana para manajer tidak termotivasi dengan kepetingan pribadi tetapi lebih tertuju pada tujuan-tujuan organisasi demi kepentingan organisasi.

Teori stewardship didefinisikan sebagai situasi dimana manajer tidak mempunyai kepentingan pribadi tapi lebih mementingkan keinginan prinsipal.

(5)

Teori tersebut mengasumsikan bahwa adanya hubungan yang kuat antara kesuksesan organisasi dan kepuasan prinsipal (Donaldson dan Davis, 1991)

Donaldson dan Davis (1991) berpendapat manajer eksekutif, dalam teori ini yang jauh dari ketidakpedulian oportunis, pada intinya ingin melakukan pekerjaan dengan baik, menjadi pelayan aset perusahaan yang baik. Dengan demikian, teori

stewardship berpendapat bahwa tidak ada masalah umum dari motivasi eksekutif. Donaldson dan Davis (1991) menjelaskan teori stewardship mengasumsikan hubungan yang kuat antara kesuksesan organisasi dengan kepuasan pemilik.

Steward akan melindungi dan memaksimalkan kekayaan organisasi dengan kinerja perusahaan, sehingga dengan demikian fungsi utilitas akan maksimal. Manajer meluruskan tujuan sesuai dengan tujuan pemilik, namun tidak berarti bahwa manajer tidak mempunyai kebutuhan pribadi.

Podrug (2010) menjelaskan bahwa teori Stewardship menolak asumsi teori agensi dan mengandaikan konteks dimana para manajer menganggap bahwa menyenangkan pemegang saham juga untuk kepentingan pribadi mereka. Menurut Donaldson & Davis (1989) mengungkapkan bahwa teori Stewardship mempunyai akar psikologi dan sosiologi yang didesain untuk menjelaskan situasi dimana manajer sebagai steward dan bertindak sesuai kepentingan pemilik. Ketika kepentingan steward dan pemilik tidak sama, maka steward akan berusaha bekerja sama daripada menentangnya, karena merasa kepentingan bersama dan berperilaku sesuai dengan perilaku pemilik merupakan pertimbangan yang rasional (Donaldson dan Davis, 1997).

Menurut Donaldson dan Davis (1997) perbedaan mendasar antara teori agensi dan stewardship adalah dalam model perilaku manusia, model sosio-psikologis perilaku manusia untuk teori stewardship dan model eknomi perilaku manusia untuk teori agensi. Pada teori agensi memandang manajer sebagai individualistik, oportunistik dan melayani diri sendiri. Sedangkan teori stewardship

memandang manajer sebagai kolektivis, pro-organisasi serta dapat dipercaya (Donaldson dan Davis, 1997).

(6)

2.1.2. Transfer Pricing

Transfer pricing adalah suatu kebijakan perusahaan dalam menentukan harga transfer suatu transaksi baik itu barang, jasa harta tak berwujud atau pun transaksi finansial yang dilakukan oleh perusahaan Setiawan (2014) terdapat dua kelompok transaksi dalam transfer pricing yaitu intra-company dan inter-company transfer pricing. Intra-company transfer pricing merupakan transfer pricing antar divisi dalam suatu perusahaan. Sedangkan inter-company transfer pricing

merupakan transfer pricing antara dua perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa. Transaksinya pun dapat dilakukan dalam satu negara (domestic transfer pricing) maupun dengan negara yang berbeda (international transfer pricing).

Sumber: Setiawan, 2014

Gambar 2.1

Pengelompokkan Transfer Pricing

Darussalam dan Danny (2008) mengistilahkan transfer pricing manipulation dengan suatu kegiatan untuk memperbesar biaya atau merendahkan tagihan yang bertujuan untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang. Manipulasi harga yang dapat dilakukan dengan transfer pricing antara lain manipulasi pada:

a. Harga penjualan; b. Harga pembelian;

c. Alokasi biaya administrasi dan umum atau pun pada biaya overhead;

d. Pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang saham (shareholder loan); Transfer Pricing Intra-Company Transfer Pricing Inter-Company Transfer Pricing International Transfer Pricing Domestic Transfer Pricing

(7)

e. Pembayaran komisi, lisensi, franchise, sewa, royalti, imbalan atas jasa manajemen, imbalan atas jasa teknik, dan imbalan atas jasa lainnya;

f. Pembelian harta perusahaan oleh pemegang saham (pemilik) atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa yang lebih rendah dari harga pasar; g. Penjualan kepada pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang kurang/tidak

mempunyai substansi usaha (seperti: dummy company, letter box company

atau reinvoicing center).

Penentuan Kembali Besaran Penghasilan, Pengurang, dan Utang – Pasal 18(3) UU PPh menyatakan: Direktorat Jenderal Pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Pengusaha Kena Pajak (PKP) bagi Wajib Pajak (WP) dengan hubungan istimewa sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa dengan menggunakan:

 Metode Perbandingan Harga Antara Pihak yang Independen (Comparable Uncontrolled Price Method ‐ CUPM)

 Metode Harga Penjualan Kembali (Resale Price Method – RPM)  Metode Biaya Plus (Cost Plus Method – CPM)

 Metode Lainnya

 Metode Pembagian Laba (Profit Split Method‐PSM)

 Metode Laba Bersih Transaksional (Transactional Net Margin Method

TNMM) Pelaksanaan: PER‐43/PJ/2010 stdt PER‐32/PJ/2011 dan Pemeriksaannya: PER‐22/PJ/2013.

2.1.3. Pajak

Menurut Undang-Undang Perpajakan (Undang-Undang No. 36 Tahun 2008), pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

(8)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 mengenai pajak penghasilan, yang menjadi objek pajak antara lain:

a. 1. Orang Pribadi

2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak

b. Badan

c. Bentuk Usaha Tetap

Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan. Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia yang dapat berupa:

a. Tempat kedudukan manajemen; b. Cabang perusahaan; c. Kantor perwakilan; d. Gedung kantor; e. Pabrik; f. Bengkel; g. Gudang;

h. Ruang untuk promosi dan penjualan;

i. Pertambangan dan penggalian sumber alam;

j. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;

k. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan; l. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;

m. Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan;

(9)

n. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;

o. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan

p. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

2.1.4. Kepemilikan Asing

Multinational Enteurprises (MNEs) adalah sebuah grup perusahaan dan mengoperasikan perusahaannya secara global diseluruh dunia melalui perusahaan cabang lokal atau didirikan secara permanen, mereka mungkin juga menggunakan struktur kerja sama dalam bentuk lain seperti joint ventures dan partnership. Pada level operasional, operasi bisnis suatu perusahaan multinasional dapat diorganisasikan dalam beberapa cara yang berbeda seperti struktur fungsional, suau struktur divisional atau suatu struktur matriks (Nations, 2017)

Dalam Pasal 1 ayat 8 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 disebutkan bahwa Modal Asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, dan Badan Hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing. Mengacu pada pasal diatas maka dapat disimpulkan bahwa kepemilikan saham asing merupakan proporsi saham biasa perusahaan yang dimiliki oleh perorangan, badan hukum, pemerintah serta bagian-bagiannya yang berstatus luar negeri.

Pemegang saham pengendali menurut PSAK No. 15 adalah entitas yang memiliki saham sebesar 20% atau lebih baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga entitas dianggap memiliki pengaruh signifikan dalam mengendalikan perusahaan. Dalam penelitian ini lebih ditekankan pada keberadaan kepemilikan asing sebagai pemegang saham pengendali di perusahan sebab transfer pricing merupakan transaksi yang dilakukan dengan pihak asing.

(10)

2.1.5. Debt Covenant

Debt covenant adalah kontrak yang ditujukan pada peminjam oleh kreditor untuk membatasi aktivitas yang mungkin merusak nilai pinjaman dan recovery

pinjaman (Cochran, 2001). Untuk mengidentifikasi debt covenant dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan proksi dari tingkat leverage. Menurut Fahmi (2014) rasio leverage adalah rasio yang mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai oleh hutang. Rasio leverage yang digunakan dalam penelitian ini untuk menunjukkan debt covenant perusahaan adalah DER (debt to equity ratio).

Watts dan Zimmermen (1990) mengemukakan tiga hipotesis dari teori akuntansi positif antara lain:

1. Hipotesis Rencana Bonus (The Bonus Plan Hypothesis).

Hipotesis ini mengemukakan bahwa manajer akan memilih prosedur akuntansi yang akan menggeser pendapatan di masa mendatang ke periode sekarang dengan tujuan untuk mendapatkan bonus.

2. Hipotesis Perjanjian Hutang (The Debt Covenant Hypothesis).

Hipotesis ini mengemukakan bahwa bagi perusahaan yang akan melanggar perjanjian hutang, maka manajer akan memiliki kemungkinan akan memilih prosedur akuntansi yang menggeser pendapatan periode mendatang ke periode sekarang sehingga meningkatkan laba bersih dan akhirnya menghindari kesalahan teknis.

3. Hipotesis Biaya Politik (The Political Cost Hypothesis)

Hipotesis ini mengemukakan bahwa perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi akan cenderung menggeser pendapatannya dari periode ini ke periode mendatang untuk menghindari adanya biaya politis. Ketiga hipotesis ini membentuk komponen yang penting dari Positive Accounting Theory dan akan mengarah pada prediksi yang dapat diuji secara empiris.

Menurut Harahap (2007) debt to equity ratio adalah rasio yang menggunakan hutang dan modal untuk mengukur besarnya rasio. Sedangkan menurut Andarini (2007) debt to equity ratio adalah rasio yang dipergunakan untuk mengukur tingkat penggunaan utang terhadap total shareholder’s equity

(11)

yang dimiliki perusahaan. Menurut Riyanto (2001), “rasio utang dimaksudkan sebagai kemampuan suatu perusahaan untuk membayar semua utang-utangnya (baik hutang jangka pendek maupun utang jangka panjang)”.

Mogdiliani and Miller (1963) menyatakan nilai perusahaan ditentukan oleh struktur modal dan salah satu struktur modal perusahaan adalah diperoleh melalui hutang. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa debt to equity ratio digunakan oleh suatu perusahaan bukan hanya untuk membiayai aktiva, modal serta menanggung beban tetap melainkan juga untuk memperbesar penghasilan.

Harahap (2007) rasio utang terbagi menjadi tiga, dimana salah satunya yaitu Rasio Utang Terhadap Modal/Debt to Equity Ratio (DER). Rasio ini menggunakan utang dan modal untuk mengukur besarnya rasio utang yang dimaksudkan. Rasio ini dihitung dengan rumus:

DER = Total Utang x 100% Total Modal

(12)

2.1.6. Penelitian Terdahulu

No Nama

Peneliti/Judul Variabel Indikator Hasil Penelitian Perbedaan

1 Pengaruh Pajak, Kepemilikan Asing, Bonus Plan dan

Debt Covenant terhadap keputusan perusahaan untuk melakukan transfer pricing. (Studi empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2012-2015). (Anita Wahyu I., 2016, Universitas Budi Luhur) X:  Pajak  Kepemilikan Asing  Bonus Plan  Debt covenant  Y: Keputusan Melakukan Transfer Pricing Variabel X:

 Pajak: Effective tax rate

(perbandingan tax expense dan laba kena pajak)

 Kepemilikan asing: Prosentase kepemilikan saham diatas 20% sebagai pemegang saham pengendali.

 Bonus Plan: Indeks trend laba bersih (persentase pencapaian laba tahun n dibandingkan pencapaian laba tahun n-1)

Debt covenant: Debt to Equity Ratio (DER) yaitu perbandingan antara total hutang dengan total ekuitas

Variabel Y

 Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa pajak dan kepemilikan asing mempunyai pengaruh terhadap keputusan perusahaan melakukan

transfer pricing.

 Sedangkan bonus plan dan debt covenant tidak berpengaruh terhadap keputusan perusahaan melakukan tindakan

transfer pricing.

- Sektor perusahaan yang diambil berbeda yaitu pertambangan, gas & minyak.

- Penelitian saya tidak membahas mengenai variabel bonus plan.

(13)

No Nama

Peneliti/Judul Variabel Indikator Hasil Penelitian Perbedaan

Transfer pricing: variabel dummy, transaksi penjualan kepada perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa 2 Pengaruh Pajak, Exchange Rate, Profitabilitas, Dan Leverage Pada Keputusan Melakukan Transfer Pricing pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI tahun 2014-2016. (Anisa Sheirina Cahyadi & Naniek Noviari, Universitas Udayana Bali, 2018) X: - Pajak - Exchange Rate - Profitabilitas - Leverage Y: Transfer Pricing Variabel X:  Pajak: Menggunakan proyeksi pajak Current ETR (perbandingan antara beban pajak dengan laba sebelum pajak)

Exchange rate: Rasio laba atau rugi selisih kurs dibagi dengan laba atau rugi sebelum pajak.  Profitabilitas:

Menggunakan rasio ROA (Return on Assets).  Leverage: Menggunakan

rasio Debt to Equity Ratio

Variabel Y:

Transfer pricing diukur dengan pendekatan dikotomi

Hasil penelitian menunjukkan:

 Pajak, Profitabilitas dan leverage berpengaruh positif terhadap keputusan perusahaan melakukan tindakan

transfer pricing.

 Exchange rate tidak berpengaruh terhadap keputusan perusahaan melakukan tindakan transfer pricing.

 Sektor perusahaan yang diteliti berbeda yaitu perusahaan sektor tambang, gas & minyak.

 Penelitian saya tidak meneliti variabel exchange rate dan profitabilitas.

(14)

No Nama

Peneliti/Judul Variabel Indikator Hasil Penelitian Perbedaan

dengan melihat penjualan kepada perusahan yang mempunyai hubungan istimewa. 3 Pengaruh Pajak, Mekanisme Bonus, dan Tunneling Incentive pada Indikasi Melakukan Transfer Pricing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI Tahun 2012-2015 (Gusti Ayu Rai Surya Saraswati1 & I Ketut Sujana, Universitas Udayana Bali, 2017) X: Pajak Mekanisme bonus Tunneling incentive Y: Transfer pricing Variabel X:

 Pajak: ETR (Effective Tax Rate)

 Mekanisme bonus: ITRENDLB (persentase laba bersih tahun t dibandingkan dengan persentase laba bersih tahun t-1)

Tunneling incentive: Kepemilikan saham asing 20% lebih.

Variabel Y:

Transfer pricing diukur dengan pendekatan dikotomi dengan melihat penjualan kepada perusahan yang mempunyai hubungan istimewa.

Hasil menunjukkan:

 Pajak dan tunneling incentive berpengaruh terhadap keputusan melakukan tindakan

transfer pricing.

 Mekanisme bonus tidak berpengaruh terhadap keputusan perusahaan melakukan tindakan

transfer pricing.

 Sektor perusahaan yang diambil berbeda yaitu pertambangan, gas & minyak.

 - Tidak meneliti mengenai mekanisme bonus dan tunneling incentive

4 Pengaruh Pajak dan Tunneling Incentive

X:  Pajak,

Variabel X: Hasil menunjukkan bahwa:  Sektor perusahaan yang diambil berbeda yaitu

(15)

No Nama

Peneliti/Judul Variabel Indikator Hasil Penelitian Perbedaan

Terhadap Tindakan Transfer Pricing pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2013-2015. (Muhammad Sani Kurniawan, Bayu Prabowo Sutjiatmo & Rinandita Wikansari, Politeknik APP Jakarta, 2018)  Tunneling incentive, Y: Transfer pricing

 Pajak: ETR (Effective Tax Rate)

Tunneling incentive: Kepemilikan saham asing 20% lebih.

Variabel Y:

Transfer pricing diukur dengan pendekatan dikotomi dengan melihat penjualan kepada perusahan yang mempunyai hubungan istimewa.

Pajak dan tunneling incentive berpengaruh terhadap keputusan perusahaan melakukan tindakan transfer pricing.

pertambangan, gas & minyak.

 Penelitian saya

menggunakan variabel debt

covenant dan kepemilikan asing.

5. Pengaruh Beban Pajak, Kepemilikan Asing, Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Transfer Pricing Pada Perusahaan Maufaktur Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2013 – 2016. X:  Beban pajak  Kepemilikan asing  Ukuran perusahaan Y: Transfer pricing

- Hasil menunjukkan bahwa:

 Beban pajak & ukuran perusahaan berpengaruh terhadap keputusan perusahaan melakukan tindakan transfer pricing.  Kepemilikan asing tidak berpengaruh terhadap keputusan perusahaan dalam

 Sektor perusahaan yang diambil berbeda yaitu pertambangan, gas & minyak.

 Variabel tambahan yang saya teliti yaitu debt covenant, dan tidak meneliti ukuran perusahaan.

(16)

No Nama

Peneliti/Judul Variabel Indikator Hasil Penelitian Perbedaan

(Dicky Suprianto & Raisa Pratiwi, STIE

Multi Data

Palembang, 2017)

melakukan tindakan

transfer pricing.

6 Pengaruh Pajak dan Kepemilikan Asing Terhadap Penerapan Transfer Pricing pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2013-2015. (Evan Maxentia Tiwa, David P.E. Saerang, Victorina Z. Tirayoh, Universitas Sam Ratulangi Manado, 2017) X:  Pajak  Kepemilikan asing Y: Transfer pricing Variabel X:

Pajak: Proksi tarif pajak efektif

Kepemilikan asing : kepemilikan saham asing

oleh perusahaan

multinasional Variabel Y:

Transfer pricing diukur dengan proksi presentasi transaksi piutang usaha kepada pihak yang memiliki hubungan istimewa tercantum pada laporan keuangan perusahaan.

Hasil menunjukkan bahwa pajak berpengaruh terhadap keputusan perusahaan untuk melakukan tindakan transfer pricing. Sedangkan kepemilikan asing tidak berpengaruh terhadap keputusan perusahaan melakukan tindakan transfer pricing.

Sektor perusahaan yang diambil berbeda yaitu pertambangan, gas & minyak. Variabel tambahan yang saya

teliti yaitu debt covenant.

7 Faktor Determinan Keputusan

Perusahaan

Melakukan Transfer Pricing. Studi pada perusahaan Variabel X:  Pajak  Mekanisme bonus  Kepemilikan asing  Ukuran perusahaan Variabel X:

 Pajak: Effective Tax Rate

(perbandingan tax expense dikurangi differed tax expense dibagi laba kena pajak).

Hasil menunjukkan bahwa pajak, mekanisme bonus, kepemilikan asing dan ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap keputusan

Sektor perusahaan yang diambil berbeda yaitu pertambangan, gas & minyak. Variabel mekanisme bonus dan ukuran perusahaan tidak

(17)

No Nama

Peneliti/Judul Variabel Indikator Hasil Penelitian Perbedaan

manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2012-2014 (Ika Nurjanah, Hj. Isnawati, Antonius G. Sondakh, Universitas Lambung Mangkurat, 2015) Variabel Y: Transfer pricing  Mekanisme bonus: Perhitungan indeks tren laba bersih.

 Kepemilikan asing:

pemegang saham

perusahaan pengendali asing sebesar 20% atau lebih.

 Ukuran perusahaan: Logaritma natural (Ln) dari suatu aset.

Variabel Y

Transfer pricing diukur dengan pendekatan dikotomi yaitu dengan melihat keberadaaan penjualan kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa.

perusahaan melakukan tindakan transfer pricing.

diteliti, namun meneliti variabel debt covenant.

8 Transfer prices – a debate amongst multinational

companies and tax authorities.

Membahas

mengenai kepatuhan wajib pajak dan usaha petugas pajak dalam menegakkan

Berdasarkan pada

pembahasan transfer pricing

menurut OECD

(Organization for Economic Cooperation and Development).

Transfer pricing

merupakan masalah perpajakan yang kompleks baik bagi wajib pajak maupun bagi pemerintah. Untuk mengendalikan

(18)

No Nama

Peneliti/Judul Variabel Indikator Hasil Penelitian Perbedaan

(Gheorge Matei, Andreea – Lavinia Cazacu (Neamtu), University of Craiova, 2017)

transfer pricing yang benar.

transfer pricing diperlukan tingkat kepatuhan wajib pajak dalam mengikuti setiap aturan pemerintah dan tetap mememperoleh keuntungan pajak.

9 Transfer pricing – a present – day issue.

(Elena Chitimus, Alexandru loan cuza university lasi, 2013) Membahas mengenai status perusahaan terafiliasi di Romania, peraturan yang mengatur mengenai transfer pricing, perkiraan market place.

Pendekatan teoritis dan studi lapangan tanpa membahas varibel namun lebih melihat pada kondisi aktual di lapangan dan teori.

- 10 Aspek perpajakan dalam praktek transfer pricing. (Yenni Mangoting, Universitas Kristen Petra, 2000) Membahas

mengenai dua tujuan utama perusahaan multinasional melakukan transfer pricing yaitu performance evaluation dan optimal determination of taxes Pembahasan mendalam mengenai toeri teori terkait dengan transfer pricing, metode transfer pricing, tujuan serta peraturan-peraturan yang mengatur mengenai transfer pricingnya itu sendiri.

Praktek transfer pricing

digunakan oleh banyak perusahaan sebagai alat untuk meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar. Kekurangwajaran praktek transfer pricing

didasarkan pada beberapa jenis transaksi yang tidak wajar.

Mendukung penelitian saya sebagai landasan teori mengenai transfer pricing dan peraturannya.

(19)

No Nama

Peneliti/Judul Variabel Indikator Hasil Penelitian Perbedaan

11 Advance pricing agreement dan problematika

transfer pricing dari perspektif

perpajakan Indonesia.

(Iman Santoso, Senior tax manager & tax attorney, staff pengajar fakultas ilmu administrasi Universitas Indonesia, 2004) Membahas mengenai globalisasi dan perusahaan multinasional, transfer pricing pada perusahaan

multinasional, konsep transfer pricing dari sudut pandang ekonomi dan manajemen, peraturan dan issue transfer pricing, prisip arm’s length

Terdapat beberapa

hambatan dalam

penerapan APA di Indonesia dan harus mempelajari implikasi dari penerapan APA di beberapa negara yang telah terlebih dahulu menerapkan APA.

12 Determinan

keputusan transfer pricing (Studi pada perusahaan

manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2011 s.d 2014)

(Ja’far Shodiq, Kesi Widjajanti, Endang Rusdianti, Variabel X: - Pajak - Leverage - Struktur kepemilikan Variabel Y: Transfer pricing Variabel X:

- Pajak: Effective tax ratio (ETR)

- Leverage: DER, Longterm debt to debt & equity ratio, shortterm debt to debt & equity ratio, dan DAR. - Kepemilikan Asing: Terbagi 3 kepemilikan Berdasarkan hasil pengujian: - Pengaruh negatif antara pajak dan leverage.

- Pengaruh positif antara pajak dan transfer pricing

- Pengaruh negatif antara struktur

Sektor perusahaan yang diteliti berbeda

(20)

No Nama

Peneliti/Judul Variabel Indikator Hasil Penelitian Perbedaan

Universitas Semarang, 2015)

asing, institusional dan manajerial.

Variabel Y:

Transaksi antara pihak yang berhubungan khusus kepemilikan dan leverage - Pengaruh positif antara struktur kepemilikan dan transfer pricing - Pengaruh tidak signifikan antara leverage dan transfer pricing.

(21)

2.2. Kerangka Berpikir Hipotesis Penelitian

2.2.1. Pengaruh Beban Pajak Terhadap Tindakan Transfer Pricing Perusahaan Tindakan transfer pricing dilakukan oleh perusahaan disebabkan oleh salah satu faktor yaitu beban pajak yang harus dibayarkan perusahaan tersebut. Pada umumnya perusahaan menginginkan memperoleh laba sebesar-besarnya sehigga melakukan berbagai tindakan untuk merendahkan beban pajak dan menghindari membayar pajak salah satu praktik yang dilakukan yaitu dengan melakukan transfer pricing kepada perusahaan afiliasi yang berada di negara lain dengan tarif pajak rendah.

Claessens et al., (1993) menemukan bahwa terjadi pergeseran pendapatan oleh perusahaan multinasional sebagai respon terhadap tingkat perubahan pajak di Kanada, Eropa, dan Amerika Serikat. Perusahaan multinasional menggeser pendapatan dari Kanada ke AS, sedangkan penurunan tarif pajak di Eropa menggeser pendapatan dari AS ke Eropa. Transfer antar perusahaan besar dapat mengakibatkan pembayaran pajak lebih rendah secara global pada umumnya. Penelitian tersebut menemukan bahwa perusahaan multinasional memperoleh keuntungan karena pergeseran pendapatan dari negara-negara dengan pajak tinggi ke negara dengan pajak rendah. Namun, mitigasi pajak juga ada peluang untuk penjualan domestik antara perusahaan terkait karena perbedaan tingkat pajak. Swenson (2001) menemukan bahwa tarif dan pajak berpengaruh pada insentif untuk melakukan transaksi transfer pricing. Bernard et al., (2006) menemukan bahwa harga transaksi pihak terkait dan arm’s-length berhubungan dengan tingkat pajak dan tarif impor negara tujuan.

Hal tersebut didukung dengan penelitian Cahyadi & Noviari (2018) menyatakan bahwa pajak berpengaruh positif terhadap keputusan manajemen untuk melakukan transfer pricing. Penelitian lain yang dilakukan oleh Muhamad Sani Kurniawan, et. al. (2018) menyatakan hal yang sama yaitu bahwa pajak berpengaruh langsung terhadap keputusan manajemen perusahaan melakukan

transfer pricing.

Untuk melihat pengaruh antara beban pajak terhadap tindakan transfer pricing pada perusahaan tambang tersebut maka penelitian ini menggunakan salah

(22)

satu cara untuk mengukur tingkat efektifitas pengelolaan pajak dengan melihat tarif pajak efektifnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Cahyadi dan Noviari (2018) menunjukkan ETR dianggap dapat mengukur agresivitas pajak, karena pengaruh perusahaan-perusahaan yang menghindari pajak perusahan dengan mengurangi penghasilan kena pajak mereka dengan tetap menjaga laba akuntansi keuangan memiliki nilai ETR yang lebih rendah. Salah satu caranya yaitu melalui transfer pricing. Tarif pajak efektif atau Effective Tax Rate (ETR) merupakan persentase besaran tarif pajak yang ditanggung oleh perusahaan dengan rumus sebagai berikut:

ETR = Beban Pajak x 100% Laba Sebelum Pajak

Beban pajak pada perhitungan ini adalah beban pajak komersil yang terdapat pada laporan keuangan perusahaan yang kemudian dibandingkan dengan laba sebelum pajak penghasilan.

2.2.2. Pengaruh Kepemilikan Asing terhadap Tindakan Transfer Pricing

Perusahaan

Tunneling merupakan istilah awal yang digunakan untuk menggambarkan kondisi pengambilan aset suatu pemegang saham non pengendali di Republik Ceko melali pengalihan aset dan keuntungan demi kepentingan pemegang saham pengendali. Struktur kepemilikan perusahaan timbul akibat adanya perbandingan jumlah pemilik saham dan dalam perusahaan. Sebuah perusahaan dapat dimiliki oleh seseorang secara individu, masyarakat luas, pemerintah, pihak asing, maupun orang dalam perusahaan tersebut (Tamba, 2011).

Struktur kepemilikan dapat dikelompokan menjadi kepemilikan terkonsentrasi dan kepemilikan menyebar. Kepemilikan terkonsentrasi merupakan kepemilikan yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh sebagian kecil individu atau kelompok sehingga pemegang saham tersebut menjadi pemegang saham dominan dibandingkan dengan yang lainnya. Sedangkan kepemilikan menyebar adalah kepemilikan saham yang tersebar merata ke publik dan tidak ada yang memiliki saham dengan jumlah yang sangat besar (Alfrilia, 2010). Pemegang

(23)

saham pengendali dalam perusahaan yang struktur kepemilikannya terkonsentrasi akan lebih mementingkan kesejahteraannya dengan membuat keputusan-keputusan yang dapat mendukung kepentingan para pemegang saham pengendali (Jatiningrum dan Rofiqoh, 2004).

Penggunaan hak kendali untuk memaksimalkan kesejahteraan pribadi dengan memanfaatkan kendali yang dimiliki biasa disebut sebagai ekpropriasi (Claessens, 2000). Dalam struktur kepemilikan terdapat beberapa bentuk kepemilikan, salah satunya kepemilikan asing. Kepemilikan asing muncul karena adanya penanaman modal asing yang menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 pasal 1 ayat (6) tentang Penanaman Modal diartikan sebagai kegiatan penanaman modal untuk melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan pihak penanam modal dalam negeri. Karena transfer pricing merupakan transaksi yang dilakukan oleh perusahaan dengan pihak asing maka pemegang saham asing yang memiliki kendali dalam perusahaan memiliki pengaruh pada keputusan perusahaan dalam melakukan

transfer pricing (Jatiningrum dan Rofiqoh, 2004).

Kepemilikan asing dapat diukur sesuai dengan proposi saham biasa yang dimiliki oleh asing yang dirumuskan sebagai berikut:

Kepemilikan saham asing = Jumlah kepemilikan pihak asing x 100% Total saham yang beredar

Jumlah kepemilikan pihak asing adalah jumlah saham yang dimiliki oleh pihak asing baik individual maupun entitas perusahaan. Sedangkan total saham yang beredar yaitu adalah seluruh saham yang diterbitkan oleh perusahaan tersebut.

2.2.3. Pengaruh Debt Covenant terhadap Tindakan Transfer Pricing Perusahaan Semakin tinggi rasio hutang atau ekuitas perusahaan semakin besar pula kemungkinan bagi manajer untuk memilih metode akuntansi yang dapat menaikkan laba. Salah satu cara yang digunakan perusahaan untuk dapat menaikkan laba dan menghindari peraturan kredit adalah dengan transfer pricing. Dalam debt covenant hypothesis makin dekat suatu perusahaan terhadap pelanggaran pada akuntansi

(24)

yang didasarkan pada kesepakatan utang, maka kecenderungannya adalah semakin besar kemungkinan manajer perusahaan memilih prosedur akuntansi dengan perubahan laba yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode masa kini.

Makin tinggi rasio hutang atau ekuitas makin dekat perusahaan dengan batas perjanjian atau peraturan kredit. Makin tinggi batasan kredit makin besar kemungkinan penyimpangan perjanjian kredit dan pengeluaran biaya. Manajer akan memiliki metode akuntansi yang dapat menaikkan laba sehingga dapat mengendurkan batasan kredit dan mengurangi biaya kesalahan teknis . Salah satu cara untuk melakukan ini adalah dengan memilih kebijakan akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan pada periode tersebut yaitu dengan cara

transfer pricing (Kalay, 1982). Berikut ini adalah kerangka pemikiran teoritis dari penelitian ini:

Gambar 2.2

Paradigma Konseptual Penelitian

2.2.4. Hipotesis Penelitian

Menurut Sekaran (2016) hipotesis dapat didefinisikan sebagai suatu pernyataan atau jawaban sementara dan belum teruji yang mana dapat memprediksi hal yang diharapkan untuk ditemukan pada data empiris. Peneliti akan melakukan pengujian hipotesis yang berkaitan dengan signifikansi atau tidaknya pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen. Menurut Sekaran (2016) Hipotesis Nol (H0) adalah suatu hipotesis yang disusun untuk ditolak dengan tujuan

VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN Beban Pajak (X1) Kepemilikan Asing (X2) Debt Covenant (X3)

Tindakan Transfer Pricing

(25)

untuk mendukung suatu hipotesis alternatif yang disimbolkan dengan Ha. Ketika digunakan hipotesis nol diasumsuikan benar sampai dengan bukti statistik, dalam bentuk pengujian hipotesis menyatakan hal yang berbeda. Hipotesis Alternatif (Ha) yang merupakan kebalikan dari hipotesis nol, adalah suatu pernyataan yang menunjukkan suatu hubungan antara dua variabel atau mengindikasikan perbedaan antara grup.

Pengujian hipotesis pada penelitian ini dilakukan pada 4 variabel yaitu 3 variabel independen antara lain beban pajak, kepemilikan asing dan debt covenant, sedangkan variabel dependen yang diuji dalam penelitian ini yaitu mengenai tindakan transfer pricing perusahaan.

Berdasarkan pernyataan tersebut, maka Hipotesis Nol (H0) dan Hipotesis Alternatif (Ha) dapat dinyatakan sebagai berikut:

H0 : Beban pajak tidak berpengaruh terhadap tindakan transfer pricing. H1 : Beban pajak berpengaruh terhadap tindakan transfer pricing.

H0 : Kepemilikan asing tidak berpengaruh terhadap tindakan transfer pricing.

H2 : Kepemilikan asing berpengaruh terhadap tindakan transfer pricing. H0 : Debt covenant tidak berpengaruh terhadap tindakan transfer pricing. H3 : Debt covenant berpengaruh terhadap tindakan transfer pricing.

Referensi

Dokumen terkait

Pilihan indikator ekonomi pada inflasi adalah dengan asumsi variabel ini paling berpengaruh terhadap fluktasi harga material dan berdampak pada biaya hidup tenaga

Instagram dikatakan media baru karena banyak destinasi pariwisata yang mengembangakan kawasan wisata mereka dengan membangung lingkungan atau tempat yang memiliki

Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility terhadap Kinerja Keuangan dan Nilai Perusahaan (Studi Kompratif pada Perusahaan Multinasional yang Terdaftar

Media yang digunakan juga harus lebih banyak agar dapat menjangkau seluruh masyarakat yang ada di Kota Pekanbaru seperti penggunaaan surat kabar, majalah,

Dari analisa perbandingan antara suh}t dengan korupsi pada tabel di atas dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur suh}t memiliki kesamaan dengan tiga unsur korupsi,

Kontrol diri yang dilakukan subjek “AR” dalam mengatasi situasi dan kondisi yang kurang menyenangkan tersebut dengan cara membatasi diri dalam bergaul, bicara

Seperti halnya kewenangan DPR yang selalu lemah dalam menjalankan kewenangan pembuatan undang-undang, bahkan terdapat kecenderungan tidak mencerminkan bahwa

Sistem pendukung keputusan sistem yang menentukan sebuah keputusan untuk memanajemen dan menganalisa pekerjaan secara jelas.Ada beberapa hal yang melemahkan daya