RPIJM bidang Cipta Karya Kota Makassar membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan dan sosial untuk meminimalisir pengaruh negatif pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya Kota Makassar terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian aspek lingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan perundang-undangan, kondisi eksisting lingkungan dan sosial.
4.1 ASPEK SOSIAL
Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya Kota Makassar kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarusutamaan gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya.
Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya
memperhatikan aspek sosial adalah sebagai berikut :
1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga
dilakukan dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok
RENCANA PROGRAM INVESTASI JANGKA MENENGAH (RPIJM) BIDANG CIPTA KARYA KOTA MAKASSAR TAHUN 2018-2022
masyarakat yang kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal diwilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana.
Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan
anak ditingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.
2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan
Lahan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum
Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan
menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak.
3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2010-2014:
Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah
program pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja, termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan pembangunan infrastruktur dasar.
Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses
dan partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.
4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan
Kemiskinan
Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang
dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.
5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender
Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing.
4.1.1 Aspek Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
1. Kemiskinan
Mayoritas penduduk di Kota Makassar tinggal di perkotaan dan daerah pinggiran kota Mereka Butuh perbaikan jalan, pengadaan sumber energi, dan fasilitas umum lain (seperti sekolah, puskesmas, dan lain-lain).Jika tak ada sentuhan pembangunan, maka masyarakat pinggiran di Kota Makassar akan terus terbelenggu ancaman kemiskinan. Mereka akan sulit melakukan perbaikan hidup. Padahal, Menurut data dari BPS (Badan Pusat Statistik) Kota Makassar, Jumlah penduduk Prasejahtera di Kota Makassar saat ini mencapai 3,78 % atau 51.718 jiwa (dari total penduduk).
2. Pengarusutamaan Gender
Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya Kota Makassar terhadap gender. Saat ini telah kegiatan responsif gender bidang Cipta Karya meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan, Pengembangan Infrasruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasia Masyarakat (PAMSIMAS), Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat bidang Cipta Karya. Menindaklanjuti hal tersebut maka diperlukan suatu pemetaan awal untuk mengetahui bentuk responsif gender dari masing-masing kegiatan, manfaat, hingga permasalahan yang timbul sebegai pembelajaran di masa datang di daerah.
4.1.2 Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya Kota Makassar secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman kembali.
4.1.3 Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya Kota Makassar seharusnya memberi manfaat bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.
4.2 ASPEK EKONOMI
Untuk mendukung pengembangan kegiatan ekonomi utama, telah diindikasikan nilai investasi yang akan dilakukan dengan pertumbuhan tersebut sebesar sekitar Rp 58,54 Triliun. Dari jumlah tersebut, pendapatan perkapita 42,65 juta dengan inflasi sebesar 2,70%.
Tabel 4.1
Perkembangan Ekonomi Makro Kota Makassar Tahun 2012-2016
TAHUN PERTUMBUHAN EKONOMI P D R B
(Trilyun) PENDAPATAN PERKAPITA (Juta Rupiah) I N F L A S I (%) 2012 9,20 31,38 24,05 3,24% 2013 9,83 37,00 27,43 6,82% 2014 9,65 42,89 29,35 2,68% 2015 9,88 50,70 37,25 4,57% 2016 9,03 58,54 42,65 2,70%
Tabel 4.2.
Realisasi penerimaan daerah menurut jenisnya di Kota Makassar Tahun 2016
Uraian Realisasi (ribuan rupiah)
Bagian Sisa Perhitungan Anggaran Tahun yang lalu 239.997.526.648
Bagian Pendapatan Asli Daerah 621.247.679.844
Pajak Daerah 518.703.083.895
Retribusi Daerah 79.650.936.626
Bagian Laba Badan Usaha Milik Daerah 361.442.208
Penerimaan Dari Dinas-Dinas -
Penerimaan Lain-Lain 22.532.217.115
Dana Perimbangan 1.161.279.547.759
Lain-Lain Pendapatan yang Sah 578.831.343.309
Penerimaan dan Pembiayaan -
Jumlah 2.601.356.102.560
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Makassar
Tabel 4.3
PDRB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha Tahun 2012-2016
SEKTOR/LAPANGAN USAHA 2012 2013 2014 2015 2016
1. Pertanian 256 599 272 975 288 085 300 812 321 392
2. Pertambangan & Penggalian 2 945 2 430 1 971 1 573 1 423
3. Industri Pengolahan 6 484 958 7 287 914 8 206 704 9 042 273 10 063 173
4. Listrik, Gas & Air Bersih 560 887 670 435 762 502 865 954 975 149
5. Bangunan 2 483 832 2 898 340 3 356 010 3 848 112 4 621 583
6. Perdagangan, Hotel & Restoran 8 974 100 10 763 583 12 781 102 14 888 102 17 273 904
7. Pengangkutan & Komunikasi 4 356 485 5 302 664 6 236 356 7 729 553 8 984 441
8. Keuangan, Persewaan, & Jasa
Perusahaan 3 179 778 3 793 000 4 710 227 5 724 216 7 099 179
9. Jasa-Jasa 4 964 062 6 016 109 6 432 878 8 301 801 9 462 304
JUMLAH 31 263 651 37 007 452 43 428 149 50 702 400 58 802 552
Tabel 4.4.
PDRB atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha Tahun 2012-2016
SEKTOR/LAPANGAN USAHA 2012 2013 2014 2015 2016
1. Pertanian 100 328 102 326 103 144 104 093 105 134
2. Pertambangan & Penggalian 1 448 1 134 874 639 537
3. Industri Pengolahan 3 134 152 3 289 568 3 485 020 3 703 126 3 927 943
4. Listrik, Gas & Air Bersih 294 421 324 183 347 049 384 518 406 710
5. Bangunan 1 272 509 1 384 443 1 504 473 1 626 027 1 799 090
6. Perdagangan, Hotel & Restoran 4 374 786 4 869 153 5 361 695 5 847 222 6 366 686
7. Pengangkutan & Komunikasi 2 393 205 2 780 432 3 139 282 3 653 009 4 032 649
8. Keuangan, Persewaan, & Jasa
Perusahaan 1 597 185 1 788 806 2 090 233 2 424 670 2 776 899
9. Jasa-Jasa 1 630 149 1 712 404 1 471 569 1 494 800 1 911 576
JUMLAH 14 798 187 16 252 451 17 820 697 19 582 060 21 327 227
Sumber : Kota Makassar Dalam Angka 2017
Tabel 4.5.
Investasi Penanaman Modal Dalam Negeri / asing di Kota Makassar Tahun 2012-2016
TAHUN
INVESTASI KOTA MAKASSAR
P M D N
P M A
2012
Rp. 195,45 Milyar
$ US.13,87 Juta
2013
Rp. 1,26 Trilyun
$ US.1,02 Juta
2014
Rp. 888,28 Milyar
$ US.19,93 Juta
2015
Rp. 2,61 Trilyun
$ US.29,66 Juta
2016
Rp. 2,15 Trilyun
$ US.407,64 Juta
Sumber Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal Kota Makassar
4.3 ASPEK LINGKUNGAN
Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPIJM bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut :
1. UU No. 32/2009 tentang Perlindun gan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
“Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS),
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”
2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
“Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang”
3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2010-2014:
“Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim”
4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan
Hidup Strategis:
Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan.
5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan.
Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL.
4.3.1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis ( KLHS )
KLHS adalah sebuah bentuk tindakan strategik dalam menuntun, mengarahkan, dan menjamin tidak terjadinya efek negatif terhadap lingkungan
dan keberlanjutan dipertimbangkan secara inheren dalam kebijakan, rencana dan program [KRP]. Posisinya berada pada relung pengambilan keputusan. Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
KLHS perlu diterapkan di dalam RPIJM antara lain karena:
a. RPIJM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan
pembangunan infrastruktur.
b. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPIJM adalah
karena RPIJM bidang Cipta Karya berada pada tataran
Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini, KLHS menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup
Tahapan Pelaksanaan KLHS
Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan
rencana/program dalam RPIJM per sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti :
i. perubahan iklim,
ii. kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati,
iii. peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor,
kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan,
iv. penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam,
v. peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan,
vi. peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan
vii. peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu-isu tersebut menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan resiko atau dampak terhadap isu-isu tersebut.
Tahap ke-2 setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika melalui proses penapisan di atas tidak teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM tidak berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka berdasarkan Permen Lingkungan Hidup No. 9/2011 tentang Pedoman Umum KLHS, Tim Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dapat menyertakan Surat Pernyataan bahwa KLHS tidak perlu dilaksanakan, dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas RPIJM dengan persetujuan BPLHD, dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPIJM
Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka Satgas RPIJM didukung dinas lingkungan hidup (BPLHD) dapat menyusun KLHS dengan tahapan sebagai berikut:
1. Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah
Perencanaan, dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:
a) Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya Tujuan
identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan adalah:
i. Menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam
pelaksanaan KLHS
ii. Menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan UU No. 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
iii. Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan, rencana
dan/atau program memperoleh legitimasi atau penerimaan oleh publik;
iv. Agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan akses untuk
menyampaikan informasi, saran, pendapat, dan pertimbangan tentang pembangunan berkelanjutan melalui proses penyelenggaraan KLHS.
b) Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan
i. penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga aspek tersebut;
ii. pembahasan fokus terhadap isu signifikan; dan
iii. membantu penentuan capaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
c) Identifikasi Kebijakan/Rencana/Program (KRP)
d) Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah
2. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
Tujuan perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program untuk mengembangkan berbagai alternatif perbaikan muatan KRP dan menjamin pembangunan berkelanjutan. Setelah dilakukan kajian, dan disepakati bahwa kebijakan, rencana dan/atau program yang dikaji potensial memberikan dampak negatif pada pembangunan berkelanjutan, maka dikembangkan beberapa alternatif untuk menyempurnakan rancangan atau merubah kebijakan, rencana dan/atau program yang ada. Beberapa alternatif untuk menyempurnakan dan atau mengubah rancangan KRP mempertimbangkan antara lain:
a. Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan kebijakan,
rencana, dan/atau program yang diperkirakan akan menimbulkan dampak lingkungan atau bertentangan dengan kaidah pembangunan berkelanjutan.
b. Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana, dan/atau
program.
c. Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan
kebijakan, rencana, dan/atau program.
d. Mengubah kebijakan, rencana, dan/atau program.
3. Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS
KLHS merupakan instrumen lingkungan yang diterapkan pada tataran rencana-program. Sedangkan pada tataran kegiatan atau keproyekan, instrumen yang lebih tepat diterapkan adalah Amdal, UKL-UPL. Dan SPPLH
Tabel 4.6 Daftar Penjaringan Isu Lingkungan Terkait RPIJM Kota Makassar.
Kode Isu
Lingkungan
B Kerusakan, Kemerosotan, dan/atau Kepunahan Keanekaragaman
Hayati
B2 Berkurangnya luasan vegetasi mangrove akibat konversi permukiman dan pemanfaatan untuk kegiatan komersil
C Peningkatan Intensitas dan Cakupan Wilayah Bencana Banjir,
Longsor, Kekeringan, dan/atau Lahan C1 Peningkatan intensitas wilayah banjir
D Penurunan Mutu dan Kelimpahan Sumber Daya Alam
D3 Penurunan potensi air tanah
D6 Penurunan ketersediaan air
E Peningkatan Alih Fungsi Lahan
E3 Penurunan kualitas lingkungan akibat pengelolaan lahan tidak berkelanjutan
F Peningkatan Jumlah Penduduk Miskin atau Terancamnya
Keberlanjutan
Penghidupan Sekelompok Masyarakat F1 Terjadi konflik sosial
G Peningkatan Resiko Terhadap Kesehatan dan Keselamatan Manusia
G5 Penurunan kondisi kesehatan lingkungan
G10 Pencemaran udara akibat Sampah
G11 Pencemaran air akibat sampah
Sumber : KLHS RTRW Kota Makassar Tahun 2014
Indikator penilaian KLHS RPIJM Kota Makassar mengacu Kepada KLHS RTRW Kota Makassar yang telah dibuat dan disusun.
4.3.2 Amdal, UKL-UPL, dan SPPLH
Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008 Tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu :
1. Proyek wajib AMDAL
2. Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL
3. Proyek tidak wajib UKL-UPL tapi SPPLH
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya Kota Makassar dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen AMDAL adalah sebagai berikut :
Tabel 4.7. Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL
No Jenis Kegiatan Skala/Besaran
A Persampahan :
a. Pembangunan TPA Sampah Domestik dengan sistem Control landfill/sanitary landfill :
- luas kawasan TPA, atau - Kapasitas Total
> 10 ha > 100.000 ton b. Pembangunan Instalasi Pengolahan
Sampah terpadu:
- Kapasitas > 500 ton/hari
B Pembangunan Perumahan/Permukiman:
a. Kota sedang dan kecil, luas > 100 ha b. keperluan settlement transmigrasi > 2.000 ha C Air Limbah Domestik :
a. Pembangunan IPLT, termasuk fasilitas penunjang:
- Luas, atau - Kapasitasnya
> 2 ha
> 11 m3/hari b. Pembangunan IPAL limbah domestik,
termasuk fasilitas penunjangnya: - Luas, atau
- Kapasitasnya
> 3 ha
> 2,4 ton/hari c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah:
- Luas layanan, atau - Debit air limbah
> 500 ha
> 16.000 m3/hari D Pembangunan Saluran Drainase (Primer
dan/atau sekunder) di permukiman
- Kota sedang, panjang: > 10 km
E Jaringan Air Bersih Di Kota Besar/Metropolitan a. Pembangunan jaringan distribusi
- Luas layanan > 500 ha
b. Pembangunan jaringan transmisi
- panjang > 10 km
Sumber : Permen LH No. 5 / 2012
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya Kab Kota Makassar yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib dilengkapi dokumen AMDAL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen AMDAL tetapi wajib dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL.
Jenis kegiatan bidang Cipta karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tercermin dalam tabel 8.2.
Tabel 4.8. Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapi Wajib UKL-UPL
Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
1. Persampahan
a. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan
sistem controlled landfill atau sanitary landfill termasuk instansi penunjang :
• Luas kawasan, atau < 10 Ha
• Kapasitas total < 10.000 ton b. TPA daerah pasang surut
• Luas landfill, atau < 5 Ha
• Kapasitas total < 5.000 ton
• Pembangunan Transfer Station
• Kapasitas < 1.000 ton/hari
• Pembangunan Instalasi/Pengolahan Sampah
• Terpadu
• Kapasitas < 500 ton
• Pembangunan Incenerator
• Kapasitas < 500 ton/hari
• Pembangunan Instansi Pembuatan Kompos
• Kapasitas > 50 s.d. < 100 ton/ha
2. Air Limbah Domestik Permukiman
a. Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) termasuk fasilitas penunjang
• Luas < 2 ha
• Atau kapasitas < 11 m3/hari
b. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
• Luas < 3 ha
• Atau bahan organik < 2,4 ton/hari
c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah (sewerage/offsite sanitation system) diperkotaan/permukiman
• Luas < 500 ha
• Atau debit air limbah < 16.000 m3/hari
4. Drainase Permukaan Perkotaan
5. Air Minum
a. Pembangunan saluran primer dan sekunder
• Panjang < 5 km
b. Pembangunan kolam retensi/polder di area/kawasan pemukiman
• Luas kolam retensi/polder (1 – 5) ha
b . Pembangunan jaringan distribusi:
• luas layanan : 100 ha s.d. < 500 ha b. Pembangunan jaringan pipa
transmisi
• Metropolitan/besar, Panjang: 5 s.d <10 km
• Sedang/kecil, Panjang: 8 s.d. M 10 km
• Pedesaan, Panjang :
c. Pengambilan air baku dari sungai, danau
sumber air permukaan lainnya (debit)
• Sungai danau : 50 lps s.d. < 250 lps
• Mata air : 2,5 lps s.d. < 250 lps
d. Pembangunan Instalasi Pengolahan air lengkap
• Debit : > 50 lps s.d. < 100 lps
•Pelayanan masyarakat oleh penyelenggara SPAM : 2,5 lps - < 50 lps
• Kegiatan lain dengan tujuan komersil: 1,0 lps -< 50 lps
5. Pembangunan Gedung
a. Pembangunan bangunan gedung di atas/bawah tanah:
• Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran,
perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2
• Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk
mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
• Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan
pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
• Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan
dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteriSemua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL
b. Pembangunan bangunan gedung di bawah tanah yang melintasi prasarana dan atau sarana umum:
• Fungsi usaha meliputi gedung perkantoran, perdagangan,
perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d.10.000 m2
• Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola,
bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
• Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan
pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
• Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi
pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL c. Pembangunan bangunan gedung di bawah atau di atas air:
• Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran,
perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2
• Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk
mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
• Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan
pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
• Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan
dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL
6.Pengembangan kawasan permukiman baru
• Kawasan Permukiman Sederhana untuk masyarakat
berpenghasilan rendah (MBR), misalnya PNS, TNI/POLRI, buruh/pekerja;
• Jumlah hunian: < 500 unit rumah;
• Luas kawasan: < 10 ha
7. Peningkatan Kualitas Permukiman
• Penanganan kawasan kumuh di perkotaan
• dengan pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar (basic need)
pelayanan infrastruktur, tanpa pemindahan penduduk;
• Luas kawasan: < 10 ha
• Pembangunan kawasan tertinggal, terpencil, kawasan
perbatasan, dan pulau-pulau kecil;
• Luas kawasan: < 10 ha
• Pengembangan kawasan perdesaan untuk meningkatkan
ekonomi lokal (penanganan kawasan agropolitan, kawasan terpilih pusat pertumbuhan desa KTP2D, desa pusat pertumbuhan DPP) Luas kawasan: < 10 ha
8. Penanganan
Kawasan Kumuh Perkotaan
• Penanganan menyeluruh terhadap kawasan
• kumuh berat di perkotaan metropolitan yang dilakukan
dengan pendekatan peremajaan kota (urban renewal), disertai dengan pemindahan penduduk, dan dapat dikombinasikan dengan
• penyediaan bangunan rumah susun Luas kawasan: < 5 ha
Sumber : Permen PUNo. 8 / 2010
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen UKLUPL tetapi wajib dilengkapi dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH).
Tabel .4.9 Checklist Kebutuhan Analisis Perlindungan Lingkungan pada program Cipta Karya Kota Makassar