• Tidak ada hasil yang ditemukan

RELOKASI HIPOSENTER GEMPA AMBON 26 SEPTEMBER 2019 MENGGUNAKAN METODE DOUBLE-DIFFERENCE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RELOKASI HIPOSENTER GEMPA AMBON 26 SEPTEMBER 2019 MENGGUNAKAN METODE DOUBLE-DIFFERENCE"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

RELOKASI HIPOSENTER GEMPA AMBON 26

SEPTEMBER 2019 MENGGUNAKAN METODE

DOUBLE-DIFFERENCE

LAPORAN TUGAS AKHIR

Oleh:

Fransisco Surya Pratama Sipayung

101116028

FAKULTAS TEKNOLOGI EKSPLORASI DAN PRODUKSI

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA

UNIVERSITAS PERTAMINA

SEPTEMBER 2020

(2)

RELOKASI HIPOSENTER GEMPA AMBON 26

SEPTEMBER 2019 MENGGUNAKAN METODE

DOUBLE-DIFFERENCE

LAPORAN TUGAS AKHIR

Oleh:

Fransisco Surya Pratama Sipayung

101116028

FAKULTAS TEKNOLOGI EKSPLORASI DAN PRODUKSI

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA

UNIVERSITAS PERTAMINA

SEPTEMBER 2020

(3)
(4)

Universitas Pertamina - i

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tugas Akhir

: Relokasi Hiposenter Gempa Ambon 26 September

2019 Menggunakan Metode

Double-Difference

Nama Mahasiswa

: Fransisco Surya Pratama Sipayung

Nomor Induk Mahasiswa

: 101116028

Program Studi

: Teknik Geofisika

Fakultas

: Teknologi Eksplorasi dan Produksi

Tanggal

Lulus Sidang Akhir

: 9 September, 2020

Jakarta, 15 September 2020

MENGESAHKAN

Pembimbing I

Pembimbing II

Iktri Madrinovella, M.Si.

NIP: 116031

Yusuf Haidar Ali, M.Si.

NIP: 199408312013121001

MENGETAHUI,

Ketua Program Studi

Muhammad Husni M. Lubis, M.S.

NIP. 116028

(5)

Universitas Pertamina - ii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir berjudul Relokasi Hiposenter

Gempa Ambon 26 September 2019 Menggunakan Metode

Double-Difference

ini

adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan tidak mengandung

materi yang ditulis oleh orang lain kecuali telah dikutip sebagai referensi yang

sumbernya telah dituliskan secara jelas sesuai dengan kaidah penulisan karya

ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam karya ini, saya

bersedia menerima sanksi dari Universitas Pertamina sesuai dengan peraturan yang

berlaku.

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui untuk memberikan

kepada Universitas Pertamina hak bebas royalti noneksklusif (

non-exclusive

royalty-free right

) atas Tugas Akhir ini beserta perangkat yang ada. Dengan hak

bebas royalti noneksklusif ini Universitas Pertamina berhak menyimpan, mengalih

media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkatan data (

database

), merawat,

dan mempublikasikan Tugas Akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya

sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya

Jakarta, 15 September 2020

Yang membuat pernyataan,

(6)

Universitas Pertamina - iii

ABSTRAK

Fransisco Surya Pratama Sipayung. 101116028.

Relokasi Hiposenter Gempa

Ambon 26 September 2019 Menggunakan Metode

Double-Difference

.

Penelitian ini tentang relokasi hiposenter gempa Ambon 26 September

2019, dengan tujuan untuk mendapatkan letak hiposenter gempa yang lebih akurat.

Metode yang dipergunakan adalah

double-difference

. Prinsip dari

double-difference

adalah jika jarak antara dua gempa relatif lebih kecil dibandingkan jarak

ke stasiun pengamat, maka

ray path

dan

waveform

dianggap sama, sehingga

kesalahan akibat model kecepatan bisa diminimalkan. Data gempa yang digunakan

dibatasi dengan

azimuthal gap

lebih kecil dari 180°. Nilai

azimuthal gap

lebih kecil

dari 180° memiliki ketidakpastian yang kecil terhadap koordinat dan kedalaman

hiposenter gempa. Model kecepatan yang digunakan adalah model kecepatan

PREM, model kecepatan AK135, dan model kecepatan lokal Kepulauan Maluku.

Model kecepatan PREM memberikan hasil yang paling baik di antara model

kecepatan lainnya. Hal ini ditunjukkan dari histogram residual setelah relokasi yang

lebih kecil dan mendekati angka nol dibandingkan residual sebelum relokasi dan

residual model kecepatan lainnya. Hal ini menandakan bahwa relokasi

menggunakan metode

double-difference

memiliki keakuratan hasil yang cukup

baik, dan

software

hypoDD yang memudahkan perhitungan

double-difference

.

Nilai residual yang diperoleh juga dipengaruhi dari analisis damping yang

dilakukan, dimana damping yang digunakan adalah damping 30. Persebaran setelah

relokasi menunjukkan

trend

gempa yang cenderung berarah Utara – Selatan dengan

dominasi kedalaman 5 – 20 km. Berdasarkan persebaran kedalamannya,

disimpulkan bahwa mekanisme terjadinya gempa adalah sesar geser menganan.

Kata kunci

:

double-difference

,

relokasi hiposenter

, hypoDD,

residual

,

damping,

(7)

Universitas Pertamina - iv

ABSTRACT

Fransisco Surya Pratama Sipayung. 101116028.

Earthquake Hypocenter

Relocation of Ambon 26 September 2019 Using the Double-Difference Method.

This research is about the hypocenter relocation of the Ambon 26 September

2019 earthquake, intending to get a more accurate earthquake hypocenter location.

The method used is the double-difference. The principle of double-difference is that

if the distance between two earthquakes is relatively smaller than the distance to the

observing station, then the ray path and the waveform are considered the same so

that errors due to velocity models can be minimized. The earthquake data used is

limited by an azimuthal gap smaller than 180°. Azimuthal gap values smaller than

180° have little uncertainty about the coordinates and depth of the earthquake

hypocenter. The velocity models used are the velocity model of PREM, velocity

model of AK135, and local velocity model of Maluku Island. The PREM velocity

model gives the best results among other velocity models. This is shown from the

residual histogram after relocation that is smaller and closer to zero than the

residuals before relocation and other residual velocity models. This indicates that

the relocation using the double-difference method has a fairly good accuracy of the

results, and the hypoDD software makes it easy to calculate double-differences. The

residual value obtained is also influenced by the damping analysis carried out,

where the damping used is damping 30. The distribution after relocation shows that

the earthquake trend tends to be North-South trending with a dominance of 5 - 20

km depth. Based on the distribution of its depth, it is concluded that the mechanism

of the earthquake is a dextral strike-slip fault.

Keywords:

double-difference, hypocenter relocation, hypoDD, residual, damping,

Ambon earthquake 26 September 2019

(8)

Universitas Pertamina - v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan

rahmat-Nya sehingga penulis dapat meneyelesaikan laporan Tugas Akhir dengan

judul “Relokasi Hiposenter Gempa Ambon 29 September 2019 Menggunakan

Metode

Double-Difference

” ini dengan baik. Hasil penulisan ini diharapkan dapat

memberikan kontribusi dalam studi ilmu kegempaan, khususnya mengenai studi

relokasi gempa.

Pelaksanaan dan penyusunan laporan tugas akhir ini tidak terlepas dari

bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis

ingin mengucapkan rasa syukur dan terima kasih kepada:

1.

Orang tua dan saudara dari penulis, beserta seluruh keluarga yang memberikan

motivasi dan dorongan untuk menyelesaikan pengerjaan Tugas Akhir ini.

2.

Ibu Iktri Madrinovella, sebagai dosen pembimbing yang selalu sabar dalam

mengajar dan membimbing penulis.

3.

Seluruh dosen Program Studi Teknik Geofisika yang telah berdedikasi dalam

memberikan ilmu.

4.

Badan Meteorologi dan Klimatologi Geofisika, Jakarta, yang telah memberikan

izin untuk memeroleh data sebagai bahan penelitian bagi penulis.

5.

Bapak Yusuf Haidar Ali, sebagai pembimbing dari instansi dari Badan

Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta, yang telah meluangkan

waktunya untuk mengajar dan membimbing penulis.

6.

Rafael Reynara, Puguh Ari Subakti, Afviya Nabila, Jeremy Adi Padma Nagara,

Gamaliel Rhema Ginting, dan Sari Atikah Anugrah, sebagai teman-teman

seperjuangan bimbingan Ibu Iktri Madrinovella.

7.

Iqbal Sulaiman dan Puguh Ari Subakti sebagai teman untuk berdiskusi dengan

penulis.

8.

Seluruh teman- teman Teknik Geofisika angkatan 2016.

9.

Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas dukungan yang

diberikan selama pengerjaan hingga penyelesaian Tugas Akhir ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di

masa mendatang. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat dan bisa

menjadi referensi bagi penelitian – penelitian selanjutnya.

Jakarta, 18 Agustus 2020

(9)

Universitas Pertamina - vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Hipotesis ... 2

1.4 Batasan Masalah ... 3

1.5 Tujuan Perancangan atau Penelitian ... 3

1.6 Manfaat Perancangan atau Penelitian ... 3

1.6.1 Bagi Institusi ... 3

1.6.2 Bagi Mahasiswa ... 4

1.7 Lokasi Penelitian ... 4

1.8 Waktu Pelaksanaan Perancangan atau Penelitian... 4

BAB II TINJAUAN TEORITIS ... 5

2.1 Gelombang Seismik ... 5

2.1.1 Gelombang Badan ... 5

2.2 Klasifikasi Gempa Bumi ... 7

2.3 Mekanisme Terjadinya Gempa Bumi ... 8

2.4 Geometri Patahan ... 9

2.5 Klasifikasi Sesar ... 9

2.6 Parameter Gempa Bumi ... 10

2.7 Metode Geiger ... 11

2.8 Metode Grid Search ... 11

2.9 Pengertian dan Algoritma Metode

Double-Difference

... 12

(10)

Universitas Pertamina - vii

2.11 Ray tracing ... 15

2.12 Mekanisme Fokus ... 17

2.13 Tektonik Maluku ... 18

BAB III METODE PENELITIAN ... 22

3.1 Bentuk Penelitian ... 22

3.2 Metode Pengumpulan Data ... 22

3.3. Perangkat Lunak ... 23

3.4 Metode Analisis Data ... 24

3.4.1 Persiapan Data dan Seleksi

Azimuthal Gap

... 24

3.4.2 Proses Relokasi Data Gempa ... 26

3.5 Perbandingan Penggunaan

Damping

... 27

3.6 Diagram Alir Penelitian ... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

4.1 Seismisitas Gempa Bumi Ambon 26 September 2019 ... 30

4.1.1 Gempa Bumi Daerah Penelitian ... 30

4.1.2 Gempa Bumi Daerah Penelitian ... 31

4.2 RMS

residual

... 32

4.3 Travel Time Residual ... 33

4.4 Diagram

Compass

dan Diagram

Rose

... 34

4.5 Mekanisme Fokus ... 35

4.7 Hasil Penelitian yang Terkait ... 36

4.8 Data Katalog ISC dan USGS ... 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

5.1 Kesimpulan ... 39

5.2 Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(11)

Universitas Pertamina - viii

DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1. Informasi data gempa ... 22

Tabel 3. 2. Data Stasiun ... 23

Tabel 4. 1. Letak hiposenter gempa utama sebelum dan sesudah relokasi ... 32

Tabel 4. 2. Pergeseran terjauh hiposenter dengan sudutnya setelah direlokasi .... 34

Tabel 4. 3. Solusi mekanisme fokus di daerah penelitian (GCMT, 2019) ... 36

(12)

Universitas Pertamina - ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1. Ilustrasi arah penjalaran gelombang P dan gelombang S (Lay and

Wallace, 1995) ... 6

Gambar 2. 2. Ilustrasi penjalaran gelombang seismik pada medium yang ada di

dalam bumi (Havskov, J. and Ottemöller, L, 2010, p.21) ... 6

Gambar 2. 3. Ilustrasi model menurut teori elastic rebound. Garis merah akhir

adalah bidang sesar yang terbentuk akibat adanya gesekan yang terjadi

secara terus menerus dari dua arah yang berlawanan, sedangkan garis

vertikal putus-putus menunjukkan pergeseran posisi batuan setelah

nilai batas maksimum keelastisan batuan terlewati (Wijaya, 2016) .. 8

Gambar 2. 4. Geometri patahan gempa bumi (Havskov, J. and Ottemöller, L, 2010,

p.194) ... 9

Gambar 2. 5. Ilustrasi mekanisme terbentuknya sesar dip-slip (Panchuk, K., 2018)

... 10

Gambar 2. 6. Ilustrasi mekanisme terbentuknya sesar strike-slip (Panchuk, K.,

2018) ... 10

Gambar 2. 7. Ilustrasi relokasi hiposenter dengan menggunakan metode

double-difference (Waldhauser and Ellsworth, 2000) ... 12

Gambar 2. 8. Ilustrasi mengenai azimuthal gap (Gempa.de, 2017) ... 15

Gambar 2. 9. Ilustrasi ray tracing dengan pertubasi dua titik (Thurber, 1987) ... 16

Gambar 2. 10. Tampilan penampang dari focal spheres untuk mekanisme sesar

turun dan sesar naik (Gambar: Science.earthjay.com) ... 17

Gambar 2. 11. Lempeng-lempeng yang mengapit Indonesia (Gambar: BMKG

Indonesia) ... 18

Gambar 2. 12. Rekonstruksi tektonik wilayah timur Indonesia yang

menggambarkan pembentukan Laut Banda modern selama rollback

Busur Banda (Pownall et al., 2018) ... 18

Gambar 2. 13. Konfigurasi Laut Banda masa sekarang yang menunjukkan lokasi

banda detachment yang berada di Weber Deep. Warna merah

menunjukkan kerak benua afinitas Australia (Pownall et al., 2018) 19

Gambar 2. 14. Situasi pada 15 (a), 7 (b), 4 (c) dan 0 (d) jutaan tahun yang lalu,

(13)

Universitas Pertamina - x

insets menunjukkan perkiraan area litosfer yang tersubduksi yang

direkonstruksi kembali ke permukaan. (Hall et al., 2010) ... 20

Gambar 2. 15. Sesar - sesar yang terdapat di Pulau Seram dan sekitarnya (Xi

Zhugang et al., 2016) ... 21

Gambar 3. 1. Peta seismisitas sebelum relokasi di daerah penelitian ... 22

Gambar 3. 2. Peta stasiun ... 23

Gambar 3. 3. Data dengan azimuthal gap lebih dari 180° ... 24

Gambar 3. 4. Data dengan azimuthal gap kurang dari 180° ... 24

Gambar 3. 5. Data fasa (arrival time) ... 25

Gambar 3. 6. Informasi histogram mengenai data gempa yang dimiliki. Simbol

bintang berwarna kuning adalah hiposenter gempa utama ... 25

Gambar 3. 7. Perbandingan damping dengan condition number ... 27

Gambar 3. 8. Perbandingan nilai residual antara damping 30 dan damping 40.... 27

Gambar 3. 9. Diagram alir penelitian ... 28

Gambar 3. 10. Grafik model kecepatan 1-D ... 29

Gambar 4. 1. Peta distribusi gempa awal setelah dilakukan sorting azimuthal gap

... 30

Gambar 4. 2. Peta sebelum dan setelah relokasi gempa menggunakan model

kecepatan PREM, model kecepatan AK135, dan model kecepatan

lokal Kepulauan Maluku ... 31

Gambar 4. 3. RMS residual sebelum relokasi ... 32

Gambar 4. 4. RMS residual sesudah relokasi ... 33

Gambar 4. 5. Travel time residual sebelum relokasi ... 33

Gambar 4. 6. Travel time residual sesudah relokasi ... 34

Gambar 4. 7. Diagram compass ... 34

Gambar 4. 8. Diagram rose ... 35

Gambar 4. 9. Solusi mekanisme fokus di daerah penelitian (GCMT, 2019) (gambar

kiri) dan hasil relokasi gempa yang dipilih menggunakan model

kecepatan PREM (gambar kanan) ... 36

Gambar 4. 10. Proses rupture dan distribusi slip gempa Ambon 26 September 2019

(Sianipar et al., 2019) ... 37

Gambar 4. 11. Peta seismisitas katalog gempa, sebelah kiri dari USGS dan sebelah

(14)

Universitas Pertamina - xi

(15)
(16)

Universitas Pertamina - 1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gempa bumi merupakan sebuah peristiwa gempa yang disebabkan oleh adanya pergeseran tektonik. Pergeseran tektonik terjadi akibat adanya interaksi antar lempeng yang ada di dunia. Lokasi gempa bumi biasanya terdapat di zona subduksi, zona tumbukan, zona sesar, dan daerah vulkanik. Setiap gempa memiliki nilai frekuensi yang beragam tergantung pada ukuran kekuatan gempa yang terjadi. Dalam pendeteksian gempa, frekuensi waktu merupakan faktor yang dijadikan sebagai acuan.

Ketika suatu gempa bumi terjadi, gelombang seismik akan menjalar melalui bumi ke segala arah. gelombang seismik yang mengarah ke stasiun akan terekam datanya dan ditransmisikan ke penyimpanan data komputer. Kemudian, dari data mentah tersebut akan diproses untuk mengetahui nilai dari parameter gempanya. Terdapat beberapa parameter gempa, yaitu waktu awal tiba gempa, episenter gempa, kedalaman gempa, magnitudo gempa, mekanisme fokus gempa, dan intensitas gempa.

Dalam pemetaan wilayah-wilayah yang memiliki tingkat kerentanan terhadap gempa, diperlukan kemampuan dan pengetahuan yang baik untuk menentukan lokasi dari hiposenter gempa yang memiliki tingkat akurasi yang bagus. Penentuan lokasi hiposenter yang akurat akan memudahkan untuk mengidentifikasi detail struktur geologi dari penyebab gempa tersebut. Keakuratan hasil relokasi gempa dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti jumlah data yang terekam stasiun, lokasi geometri dimana stasiun berada, ketepatan dalam membaca waktu tiba awal gempa, dan pengetahuan mengenai struktur gempa bumi (Pavlis, 1986; Gomberg et al.,1990).

Ada terdapat beberapa metode yang bisa digunakan untuk melakukan relokasi hiposenter gempa, seperti metode Joint Hypocenter Determination (Douglas,1967), metode Master Technique

of Event (Fitch, 1975), metode Modified Joint Hypocenter Determination (Hurukawa and Imoto,

1992) yang merupakan modifikasi dari metode Joint Hypocenter Determination, dan Metode

Double-Difference (Waldhauser and Ellsworth, 2000). Dari beberapa metode yang ada, Metode

Double-Difference merupakan metode yang paling sering digunakan dalam melakukan relokasi

hiposenter gempa. Metode ini merupakan suatu metode yang dapat merelokasi posisi relatif dari hiposenter gempa. Adapun data yang digunakan dalam metode ini adalah data waktu tempuh antara pasangan gempa ke stasiun pengamat.

Prinsip yang digunakan dalam metode ini adalah jika jarak antara dua buah gempa yang dipasangkan lebih kecil dibandingkan dengan jarak kedua hiposenter dengan stasiun, maka panjang

ray path dan waveform dianggap identik. Hal ini dapat diartikan bahwa selisih waktu tempuh kedua

gempa yang terekam di stasiun yang sama dapat dianggap sebagai fungsi jaraknya. Pada tahun 2000, Waldhauser dan Ellsworth menggunakan program komputer yang mengimplementasikan penerapan Metode Double-Difference.

Indonesia bagian timur terletak di antara pertemuan tiga lempeng, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. Akibat adanya interaksi dari ketiga lempeng tersebut menjadikan Indonesia bagian timur berada di zona konvergen yang memiliki struktur geologi yang kompleks. Pulau Seram dan sekitarnya yang berada di wilayah Indonesia timur dikelilingi oleh tatanan tektonik yang kompleks, terdapat ada beberapa sesar yang sudah teridentifikasi di wilayah

(17)

Universitas Pertamina - 2 tersebut, yaitu sesar mendatar Tarea-Aiduna, sesar mendatar Kawa, sesar mendatar Buru, dan struktur geologi kompleks lainnya.

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gempa Ambon yang terjadi pada tanggal 26 September 2019, memiliki koordinat 128,39˚E, 3,53˚S dengan kedalaman 10 km. Lokasi ini berada sekitar 42 km dari Timur Laut Kota Ambon. Adapun penyebab gempa ini dicurigai diakibatkan oleh adanya pergerakan dari sesar lokal, yaitu sesar mendatar. Pulau Ambon yang memiliki tatanan tektonik kompleks termasuk daerah yang memiliki banyak potensi untuk terjadinya gempa. Guncangan gempa utama yang terjadi memiliki magnitudo 6,5 dan gempa susulan memiliki magnitudo terkuat 5,6.

Kemudian, apabila dilihat dari laporan badan yang berbeda, seperti dari International Seismological Center (ISC) dan United States Geological Survey (USGS), terdapat adanya perbedaan posisi hiposenter gempa. Menurut USGS gempa tersebut berada pada koordinat 128,370°E, 3,453°S, dengan kedalaman 12,3 km. Pada data katalog BMKG, dalam menentukan letak hiposenter awal, terdapat beberapa kelemahan karena program yang digunakan yaitu SeisComP3 yang memiliki pengaturan kedalaman fixed depth sebesar 10 km. Apabila hasil analisis kedalaman tidak terpusat dengan baik, maka software SeisComP3 secara otomatis akan membuat kedalaman kejadian gempa bumi tersebut berada pada kedalaman fixed depth (Tjahjono et al., 2019). Hal ini sering terjadi untuk gempa-gempa yang dangkal yang pada dasarnya tidak memiliki resolusi mendalam.

Ketentuan fixed depth yang diatur sedemikian rupa dapat menyederhanakan proses iterasi dalam pencarian kedalaman gempa bumi, sehingga waktu yang diperlukan untuk komputasinya menjadi lebih singkat. Jika waktu komputasinya semakin singkat, maka waktu yang digunakan untuk diseminasi informasi gempa bumi juga semakin cepat, sehingga informasi yang diterima oleh masyarakat dari BMKG bisa lebih cepat tersampaikan.

Berangkat dari kenyataan di atas, pada penelitian ini relokasi hiposenter dilakukan dengan menggunakan metode double-difference untuk mendapatkan lokasi hiposenter yang lebih tepat. Adapun pengolahan data yang dilakukan menggunakan software hypoDD. Hasil relokasi hiposenter yang diperoleh diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi dalam studi gempa bumi lebih lanjut, khususnya gempa bumi di Pulau Ambon dan sekitarnya.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah:

1. Bagaimana efek model kecepatan dan damping terhadap hasil relokasi hiposenter gempa Ambon 26 September 2019 dengan menggunakan metode double-difference?

1.3 Hipotesis

Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah:

(18)

Universitas Pertamina - 3 2. Mengolah data hiposenter dengan menggunakan software hypoDD.

3. Menganalisis hasil yang didapatkan dari pengolahan data.

4. Memberikan kesimpulan beserta solusi yang dapat membantu penelitian lebih lanjut, setelah relokasi hiposenter berhasil dilakukan.

1.4 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Penelitian difokuskan kepada pengolahan data gempa yang diperoleh dengan menggunakan

software hypoDD.

2. Data katalog gempa yang digunakan memiliki rentang periode dari 18 September 2019 – 05 Febuari 2020 dengan koordinat 128° BT – 128°.5 BT dan -4° LS – -3.2° LS. Data diperoleh dari Badan Meteorologi dan Klimatologi Geofisika.

3. Data gempa yang digunakan memiliki azimuthal gap < 180°. 4. Model kecepatan yang digunakan berupa 1 dimensi.

5. Hasil akhir berupa suatu informasi data yang menunjukkan lokasi hiposenter setelah direlokasi.

1.5 Tujuan Perancangan atau Penelitian

Adapan tujuan dari penelitian tugas akhir ini adalah:

1.

Melaksanakan penelitian, mulai dari penyusunan rancangan penelitian, pelaksanaan

penelitian, hingga pelaporan hasil penelitian.

2.

Memelajari metode

double-difference

dan mengimplementasikannya pada gempa Ambon

26 September 2019.

3.

Menganalisis hasil dari relokasi hiposenter dan mengaitkan keterkaitannya dengan

sumber penyebab gempa.

1.6 Manfaat Perancangan atau Penelitian

Adapun manfaat dari kegiatan penelitian tugas akhir ini adalah:

1.6.1 Bagi Institusi

1. Menjalin kerjasama antara Universitas Pertamina dengan Badan Meteorologi dan Klimatologi Geofisika.

(19)

Universitas Pertamina - 4

1.6.2 Bagi Mahasiswa

1. Melatih kemampuan berpikir kreatif dan inovatif mahasiswa dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dalam dunia kegeofisikaan, khususnya mengenai metode relokasi gempa.

1.7 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan secara mandiri dengan data diambil dari BMKG Indonesia yang beralamat di Jl.Angkasa 1 No.2, Gn.Sahari Selatan, Kec.Kemayoran, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.

1.8 Waktu Pelaksanaan Perancangan atau Penelitian

Waktu pelaksanaan perancangan atau penelitian tugas akhir ini adalah 6 bulan, terhitung sejak Maret 2020 hingga Agustus 2020.

(20)
(21)

Universitas Pertamina - 5

BAB II TINJAUAN TEORITIS

2.1 Gelombang Seismik

Gelombang seismik adalah gelombang yang merambat pada medium bumi akibat adanya gangguan di bagian dalam bumi, gangguan ini dapat diakibatkan oleh pergerakan lempeng, letusan gunung api, patahan sesar, dan sebagainya. Energi yang terlepas akibat gangguan tersebut kemudian membentuk gelombang yang menjalar ke segala arah sampai terekam di seismometer. Efek yang ditimbulkan oleh gelombang seismik ini kemudian dikenal sebagai peristiwa gempa bumi.

2.1.1 Gelombang Badan

Gelombang badan adalah gelombang yang menjalar dengan frekuensi tinggi di

bagian dalam bumi, sehingga gelombang ini menjalar dengan kecepatan yang lebih tinggi

dibandingkan dengan gelombang permukaan. Pada gelombang badan dibagi menjadi dua

jenis, yaitu gelombang

primer

(P) dan gelombang sekunder (S).

A.

Gelombang P

Gelombang ini merupakan gelombang longitudinal, yaitu pergerakan partikel yang

dilewatinya searah dengan arah rambatnya. Oleh karena itu, gelombang ini merupakan

gelombang yang pertama kali sampai di seismometer. Selain itu, gelombang ini juga dapat

merambat pada semua medium (padat, cair, dan gas). Persamaan gelombang P adalah:

𝑉𝑝 = √ĸ + 4 3⁄ 𝜇 𝜌

(2.1)

Dimana: Vp = Kecepatan gelombang P ĸ = Modulus Bulk 𝜇 = Modulus Geser 𝜌 = Densitas B. Gelombang S

Gelombang ini merupakan gelombang transversal, yaitu pergerakan partikel yang dilewatinya tegak lurus dengan arah rambatnya. Gelombang ini tiba di seismometer setelah gelombang P tiba lebih dulu. Berbeda dengan gelombang P, gelombang ini hanya dapat merambat pada satu medium saja, yaitu medium padat. Pada gelombang S, dibagi menjadi dua jenis, yaitu gelombang secondary

vertikal (SV) yang arah rambatnya secara vertikal, dan gelombang secondary horizontal (SH) yang

(22)

Universitas Pertamina - 6 𝑉𝑠 = √ 𝜇 𝜌 (2.2) Dimana: 𝜇 = Modulus Geser 𝜌 = Densitas

Gambar 2. 1. Ilustrasi arah penjalaran gelombang P dan gelombang S (Lay and Wallace, 1995)

Gambar 2. 2. Ilustrasi penjalaran gelombang seismik pada medium yang ada di dalam bumi (Havskov, J. and Ottemöller, L, 2010, p.21)

(23)

Universitas Pertamina - 7

2.2 Klasifikasi Gempa Bumi

Gempa bumi merupakan sebuah peristiwa bergoncangnya bumi akibat adanya pergerakan di bawah bumi, sehingga terjadi pelepasan energi gelombang seismik ke permukaan. Berdasarkan sumbernya, gempa bumi diklasifikasikan (Subardjo dan Ibrahim, 2004) menjadi:

1. Gempa bumi tektonik, merupakan gempa bumi yang disebabkan oleh pergeseran lempeng tektonik.

2. Gempa bumi vulkanik, merupakan gempa bumi yang disebabkan oleh aktivitas vulkanik dalam gunung api.

3. Gempa bumi runtuhan, merupakan gempa bumi yang disebabkan oleh adanya reruntuhan seperti longsor.

4. Gempa bumi buatan, yaitu gempa bumi yang terjadi secara sengaja akibat adanya aktivitas peledakan oleh manusia, seperti penggunaan dinamit.

Menurut Gare (dalam Wijaya, 2016) tipe gempa bumi berdasarkan letak hiposenternya diklasifikasikan menjadi:

1. Gempa bumi dangkal, apabila letak hiposenter gempa memiliki kedalaman kurang dari 100 km yang dihitung dari permukaan bumi.

2. Gempa bumi menengah, apabila letak hiposenter gempa memiliki kedalaman sekitar 100 km – 300 km yang dihitung dari permukaan bumi.

3. Gempa bumi dalam, apabila letak hiposenter gempa memiliki kedalaman sekitar 300 km – 700 km yang dihitung dari permukaan bumi.

Tipe gempa bumi berdasarkan kekuatan magnitudonya (M) diklasifikasikan (Subardjo dan Ibrahim, 2004) menjadi:

1. Gempa bumi sangat besar, M > 8 2. Gempa besar, 7,0 < M < 8,0 3. Gempa sedang, 4,5 < M < 7,0 4. Gempa mikro 1,0 < M < 4,5 5. Gempa ultra mikro, M < 1,0

Tipe gempa bumi berdasarkan getaran gelombang diklasifikasikan Mogi (1967) (dalam Subardjo dan Ibrahim, 2004) menjadi 3 jenis, yaitu:

1. Tipe I : Gempa bumi utama (main shock) terjadi tanpa adanya gempa pendahuluan (fore shock), tetapi memiliki jumlah gempa susulan yang sangat banyak.

(24)

Universitas Pertamina - 8 2. Tipe II : Gempa bumi utama (main shock) terjadi dengan diawali oleh gempa pendahuluan (fore

shock) yang cukup, dan disusul oleh gempa susulan yang sangat banyak.

3. Tipe III : Gempa bumi utama (main shock) tidak terjadi. Mulai dari awal kedatangan getaran sampai akhir kedatangannya memiliki pola yang tidak teratur. Oleh karena itu, gempa ini biasa disebut sebagai gempa swarm.

2.3 Mekanisme Terjadinya Gempa Bumi

Mekanisme terjadinya gempa pertama kali dijelaskan oleh seorang Seismolog dari

Amerika bernama Reid yang dikenal sebagai Teori Elastisitas (

Elastic Rebound Theory

).

Dalam teori elastisitas, Reid mengatakan bahwa gempa bumi terjadi karena adanya energi

yang terlepas akibat interaksi di bagian litosfer bumi, sehingga terjadi deformasi batuan. Hal

ini dapat terjadi karena batuan memiliki nilai keelastisan maksimum untuk dapat menahan

tekanan maupun regangan. Apabila sebuah batuan telah mencapai nilai maksimum

keelastisannya maka akan terjadi patahan pada batuan tersebut. Penjelasan mengenai teori

elastic rebound

dapat dijelaskan dengan menggunakan ilustrasi gambar di bawah berikut:

Gambar 2. 3. Ilustrasi model menurut teori elastic rebound. Garis merah akhir adalah bidang sesar yang terbentuk akibat adanya gesekan yang terjadi secara terus menerus dari dua arah yang berlawanan, sedangkan garis vertikal putus-putus menunjukkan pergeseran posisi batuan setelah

nilai batas maksimum keelastisan batuan terlewati (Wijaya, 2016)

Saat masih dalam fase relaxed, batuan menerima tekanan yang terjadi secara terus menerus dari dua arah yang berlawanan. Namun, dalam fase ini batuan belum mengalami perubahan bentuk geologi karena nilai tekanan yang diterima masih dalam toleransi nilai elastisitas batuan.

Pada fase stressed, batuan yang tadinya menerima tekanan secara terus-menerus dan berlangsung dalam waktu yang lama akan mengalami perubahan bentuk geologinya. Tekanan yang datang dari dua arah yang berlawanan membuat batuan menyimpan akumulasi energi dari gesekan yang terjadi.

Kemudian pada fase released, batuan sudah tidak mampu lagi menahan tekanan yang diterima, sehingga terjadi patahan, dan energi yang tadinya tertumpuk dilepaskan ke permukaan bumi. Pada fase inilah dikenal sebagai peristiwa terjadinya gempa bumi. Batuan yang sudah patah tadi kemudian mengalami perpindahan posisi dari posisi sebelumnya.

(25)

Universitas Pertamina - 9

2.4 Geometri Patahan

Dalam proses terjadinya gempa bumi, terbentuk patahan-patahan yang sangat kompleks. Namun, dengan menggunakan asumsi sederhana, sebagian besar patahan dapat dijelaskan melalui ilustrasi gambar berikut:

Gambar 2. 4. Geometri patahan gempa bumi (Havskov, J. and Ottemöller, L, 2010, p.194) Garis horizontal 𝑥1 menunjukkan arah dari strike, garis horizontal 𝑥2 merupakan garis tegak lurus dari garis horizontal 𝑥1 dan berada pada bidang permukaan, sedangkan garis horizontal 𝑥3 merupakan garis vertikal dari bidang permukaan.

Strike (∅) : sudut antara arah utara dengan garis horizontal (𝑥1) dari bidang sesar. Nilai besar sudutnya diukur searah jarum jam dari utara (0° – 360°).

Dip (𝛿) : sudut antara bidang horizontal (𝑥2) dengan bidang patahan. Orientasi nilai sudutnya berkisar dari 0° – 90°.

Rake (𝜆) : sudut antara bidang horizontal dengan arah slip (d). Nilai besar sudutnya diukur

berlawanan arah jarum jam dari strike (-180° – 180°).

2.5 Klasifikasi Sesar

Dalam geologi, sesar atau patahan merupakan sebuah ketidakmenerusan pada deformasi suatu batuan yang mengalami pergeseran posisi akibat adanya pergerakan tektonik di dalam bumi. Umumnya sesar dikategorikan menjadi tiga, yaitu:

1. Sesar dip-slip, yaitu sesar yang perpindahannya mengikuti arah dipnya. Umumnya, sesar dip-slip

terbentuk akibat gaya compression dari pergerakan tektonik.

a. Jika bagian dari hangingwall mengalami kenaikan posisi terhadap footwall, maka sesar ini disebut sesar naik (normaldip-slip fault).

b. Jika bagian hangingwall mengalami penurunan posisi terhadap footwall, maka sesar ini disebut sesar turun (reversedip-slip fault).

(26)

Universitas Pertamina - 10 Gambar 2. 5. Ilustrasi mekanisme terbentuknya sesar dip-slip (Panchuk, K., 2018)

2. Sesar strike-slip, yaitu sesar yang perpindahannya mengikuti arah strikenya. Umumnya, sesar

strike-slip terbentuk akibat gaya extention dari pergerakan tektonik.

a. Jika terjadi pergeseran menjauh ke kanan dari posisi semula, maka sesar ini disebut sesar menganan.

b. Jika terjadi pergeseran menjauh ke kiri dari posisi semula, maka sesar ini disebut sesar mengiri.

Gambar 2. 6. Ilustrasi mekanisme terbentuknya sesar strike-slip (Panchuk, K., 2018)

2.6 Parameter Gempa Bumi

Dalam peristiwa gempa bumi terdapat beberapa informasi yang terkandung di dalamnya. Dari informasi tersebut kemudian dijadikan sebagai parameter gempa bumi. Beberapa parameter tersebut adalah:

1. Origin Time, yaitu waktu kejadian gempa bumi.

2. Hypocenter, yaitu lokasi pusat gempa yang terjadi di dalam bumi. Biasanya disimbolkan sebagai

(27)

Universitas Pertamina - 11

3. Epicenter, yaitu proyeksi dari titik hiposenter pada bagian permukaan bumi.

4. Depth, yaitu jarak hiposenter dengan permukaan bumi.

5. Magnitude, yaitu ukuran kekuatan gempa bumi atau besaran energi seismik yang dilepaskan saat

terjadinya gempa bumi.

2.7 Metode Geiger

Dalam metode Geiger, lapisan bumi diasumsikan datar dan homogen, sehingga dilakukan linearisasi dengan cara membuat model awal mengenai lokasi hiposenter dan origin time gempa. Asumsi yang digunakan adalah nilai hiposenter sebenarnya, dianggap memiliki nilai yang cukup dekat dengan nilai yang diperkirakan, sehingga waktu residual pada uji coba hiposenter adalah sebuah fungsi linear dari koreksi hiposenter yang harus dibuat dalam jarak hiposenter. Adapun persamaan untuk mencari nilai residual pada metode Geiger adalah:

𝑟𝑖 =𝜕𝑡𝑘 𝑡𝑟𝑎 𝜕𝑥𝑖 ∆𝑥 + 𝜕𝑡𝑘 𝑡𝑟𝑎 𝜕𝑦𝑖 ∆𝑦 + 𝜕𝑡𝑘 𝑡𝑟𝑎 𝜕𝑧𝑖 ∆𝑧 + ∆𝑡

(2.3)

Berdasarkan persamaan tersebut, dapat diketahui bahwa nilai residual didapatkan dari turunan parsial waktu (𝜕𝑡𝑘𝑡𝑟𝑎) terhadap posisi x (longitude), y (latitude), dan z (depth), serta penjumlahan dengan selisih waktu dari waktu observasi dan waktu perhitungan. Apabila ditulis ke dalam bentuk matriks, maka persamannya akan menjadi:

r

=

G*x

(2.4)

Dimana:

r = matriks data (vektor residual) G = matriks kernel (turunan parsial)

x = matriks model (vektor koreksi yang tidak diketahui dalam lokasi dan waktu waktu awal)

2.8 Metode Grid Search

Sesuai dengan namanya, metode ini menggunakan grid untuk mencari posisi hiposenter gempa. Pada metode grid search nilai keakuratannya akan semakin baik apabila grid yang dibuat semakin rapat. Akan tetapi, kekurangan dari pembuatan grid yang semakin rapat adalah waktu yang diperlukan dalam komputasi menjadi lebih lama. Metode grid search cenderung membutuhkan waktu yang lama, karena mencari nilai root mean square paling kecil sebagai solusi akhir.

Nilai yang menjadi acuan dalam metode grid search adalah mencari nilai residual akar e dari banyaknya observasi (n) yang paling kecil. Adapun persamaan residualnya pada satu peristiwa i

adalah sebagai berikut:

𝒆 = ∑(𝒓𝒊

𝒏 𝒊=𝟏

)𝟐

(2.5)

(28)

Universitas Pertamina - 12 𝑟𝑖 = (𝑡𝑖𝑜𝑏𝑠− (𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎+ 𝑡0 )

𝑟𝑖 = waktu residual

𝑡𝑖𝑜𝑏𝑠 = waktu tempuh observasi peristiwa i

𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎 = waktu tempuh gelombang gempa ke stasiun pengamat, dan 𝑡0 adalah waktu peristiwa gempa terjadi.

2.9 Pengertian dan Algoritma Metode Double-Difference

Pada tahun 2000, metode

double-difference

pertama kali diperkenalkan oleh

Waldhauser dan Ellsworth. Adapun prinsip yang digunakan dalam metode ini adalah jika

jarak antara dua buah gempa yang dipasangkan lebih kecil dibandingkan dengan jarak kedua

hiposenter dengan stasiun, maka panjang

ray path

dan

waveform

dianggap identik.

Hal ini dapat diartikan bahwa selisih waktu tempuh kedua gempa yang terekam di

stasiun yang sama dapat dianggap sebagai fungsi jaraknya. Kemudian, sejak

kemunculannya, metode ini merupakan metode yang paling sering digunakan dalam

melakukan relokasi hiposenter gempa bumi.

Gambar 2. 7. Ilustrasi relokasi hiposenter dengan menggunakan metode double-difference

(Waldhauser and Ellsworth, 2000) Keterangan:

i dan j = lokasi awal dua buah peristiwa gempa yang letaknya saling berdekatan.

k dan l = dua buah stasiun perekam yang merekam peristiwa gempa i dan j. ∆𝑥 = vektor relokasi peristiwa gempa i dan j.

dt = perbedaan waktu tempuh antara peristiwa gempa i dan j yang diamati di masing-masing stasiun

k dan l.

Dengan mengekspresikan teori sinar menggunakan fungsi integral pada penjalarannya, maka waktu kedatangan untuk gempa i dan j sampai di stasiun k dan l dapat dituliskan ke dalam persamaan

(29)

Universitas Pertamina - 13 berikut: 𝑇𝑘𝑖 = 𝜏𝑖+ ∫ 𝑢 𝑑𝑠 𝑘 𝑖 (2.6)

T merupakan waktu tiba gelombang di stasiun. Waktu tiba gelombang didapatkan dari penjumlahan waktu terjadinya gempa (𝜏) ditambah dengan waktu tempuh gelombang atau disebut sebagai slowness (u) yang merupakan kebalikan dari kecepatan (1⁄ )𝑣 . Nilai 𝑖 sebagai satu event

gempa, sedangkan nilai k sebagai stasiun perekam. Akan tetapi, karena adanya persamaan yang

nonlinear antara waktu tempuh dengan lokasi kejadian, maka digunakan ekspansi Taylor orde

pertama untuk melinearkan persamaan tersebut, sehingga persamaan baru yang diperoleh sebagai berikut: 𝜕𝑡𝑘𝑖 𝜕m ∆m 𝑖 = 𝑟 𝑘𝑖 (2.7)

Dimana 𝑟𝑘𝑖 adalah nilai residual yang diperoleh dari turunan waktu tempuh terhadap suatu matriks m dan dikalikan dengan delta m. Fungsi delta adalah jarak dari stasiun ke hiposenter. Secara sederhana nilai residual dapat dituliskan sebagai 𝑟𝑘𝑖 = (𝑡𝑜𝑏𝑠− 𝑡𝑐𝑎𝑙)𝑘𝑖 , yaitu nilai yang diperoleh dari perbedaan antara waktu observasi dengan waktu kalkulasi. Kemudian untuk double-difference waktu residual yang digunakan melibatkan dua events gempa, dengan melihat perbedaan dari dua buah

events gempa yang dipasangkan, sehingga persamaan yang diperoleh menjadi seperti berikut:

𝜕𝑡𝑘𝑖𝑗

𝜕m ∆m

𝑖𝑗= 𝑟 𝑘

𝑖𝑗 (2.8)

Dimana ∆m𝑖𝑗 = (∆x𝑖𝑗, ∆y𝑖𝑗, ∆z𝑖𝑗, ∆𝜏𝑖𝑗), yaitu perubahan relatif hiposenter antara dua events

gempa. Pada persamaan ini sumber gempa merupakan pusat dari dua hiposenter, dengan asumsi nilai vektor slownessnya konstan. Kemudian dari sini didefinisikan persamaan double-difference sebagai berikut:

𝑑𝑟𝑘𝑖𝑗 = (𝑡𝑘𝑖 − 𝑡𝑘𝑗)𝑜𝑏𝑠 − (𝑡 𝑘𝑖 − 𝑡𝑘

𝑗

)𝑐𝑎𝑙 (2.9)

Dimana 𝑑𝑟𝑘𝑖𝑗 merupakan waktu tempuh residual dari pasangan gempa i dan j yang terekam di stasiun

k.

Berdasarkan persamaan 8, maka persamaan 9 dapat ditulis menjadi: 𝜕𝑡𝑘𝑖 𝜕m ∆m 𝑖𝜕𝑡𝑘𝑖 𝜕m ∆m 𝑗 = 𝑑𝑟 𝑘 𝑖𝑗 (2.10)

atau bila ditulis secara lengkap, 𝜕𝑡𝑘𝑖 𝜕𝑥 ∆𝑥 𝑖 + 𝜕𝑡𝑘 𝑖 𝜕𝑦 ∆𝑦 𝑖 + 𝜕𝑡𝑘 𝑖 𝜕𝑧 ∆𝑧 𝑖 + ∆𝜏𝑖𝜕𝑡𝑘 𝑗 𝜕𝑥 ∆𝑥 𝑗𝜕𝑡𝑘 𝑗 𝜕𝑦 ∆𝑦 𝑗𝜕𝑡𝑘 𝑗 𝜕𝑧 ∆𝑧 𝑗 − ∆𝜏𝑗 = 𝑑𝑟𝑘𝑖𝑗 (2.11)

(30)

Universitas Pertamina - 14 [𝐺] = [ 𝜕𝑇𝑘1 𝜕𝑥 𝜕𝑇𝑘1 𝜕𝑦 𝜕𝑇𝑘1 𝜕𝑧 1 − 𝜕𝑇𝑘2 𝜕𝑥 − 𝜕𝑇𝑘2 𝜕𝑦 − 𝜕𝑇𝑘2 𝜕𝑧 −1 0 0 0 0 ⋯ 0 𝜕𝑇𝑘1 𝜕𝑥 𝜕𝑇𝑘1 𝜕𝑦 𝜕𝑇𝑘1 𝜕𝑧 1 0 0 0 0 − 𝜕𝑇𝑘3 𝜕𝑥 − 𝜕𝑇𝑘3 𝜕𝑦 − 𝜕𝑇𝑘3 𝜕𝑧 −1 ⋯ 0 ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ −𝜕𝑇𝑘 𝑛−1 𝜕𝑥 − 𝜕𝑇𝑘𝑛−1 𝜕𝑦 − 𝜕𝑇𝑘𝑛−1 𝜕𝑧 1 − 𝜕𝑇𝑘𝑛 𝜕𝑥 − 𝜕𝑇𝑘𝑛 𝜕𝑦 − 𝜕𝑇𝑘𝑛 𝜕𝑧 −1] (2.12) [m]𝑇 = [𝑑𝑥1 𝑑𝑦1 𝑑𝑧1 𝑑𝜏1 ⋯ 𝑑𝑥𝑛 𝑑𝑦𝑛 𝑑𝑧𝑛 𝑑𝜏𝑛]𝑇 (2.13) [d]𝑇 = [𝑑𝑟 𝑘12 𝑑𝑟𝑘13 ⋯ 𝑑𝑟𝑘 𝑖𝑗 ] (2.14)

Atau apabila ditulis ke dalam bentuk persamaan linear yang lebih sederhana, menjadi:

WGm = Wd (2.15)

Keterangan:

G = matriks berdimensi M*4N (M, merupakan jumlah dari observasi double-difference; N, merupakan jumlah dari peristiwa gempa; Angka 4, merupakan parameter dari x,y,z, dan 𝜏).

d = matriks residual waktu tempuh gempa berdimensi M*1.

m = matriks berdimensi 4N*1 yang menunjukkan hasil relokasi dari hiposenter.

W = matriks diagonal yang berisi pembobotan dari waktu tiba gelombang P dan S. Pembobotan ini bersifat apriori, yaitu berdasarkan nilai parameter yang telah digunakan dari penelitian sebelumnya.

2.10 Azimuthal Gap

Selain jarak dari episenter ke stasiun gempa, nilai lain yang memiliki pengaruh dalam mereloksi hiposenter adalah azimuthal gap. Azimuthal gap merupakan sudut horizontal antara dua stasiun yang dilihat dari proyeksi sumber gempa ke permukaan (Horstman et al., 2005). Hal ini merupakan pengukuran secara tidak langsung terhadap heterogenitas dari jarak antar stasiun.

Pada umumnya, kemampuan dalam mendeteksi gempa oleh stasiun sangat dipengaruhi oleh jarak dari stasiun ke titik pusat kejadian gempa. Semakin dekat jarak stasiun ke pusat gempa, maka nilai dari azimuthal gap-nya akan semakin kecil. Dalam cakupan jarak yang cukup kecil dari titik mana pun, jaringan seismik mencakup tidak lebih dari dua stasiun, dengan nilai azimuthal gap

(31)

Universitas Pertamina - 15 Gambar 2. 8. Ilustrasi mengenai azimuthal gap (Gempa.de, 2017)

Secara umum, penggunaan nilai

azimuthal gap

di bawah 180° menunjukkan hasil

perhitungan lokasi hiposenter yang lebih baik. Hal ini disebabkan karena nilai

azimuthal gap

yang lebih dari 180° memiliki nilai

error

yang lebih tinggi pada

ellipsoid

dan kedalamannya.

2.11 Ray tracing

Dalam tomografi pemrograman ray tracing dengan metode pseudo-bending memiliki peranan penting. Pemrograman ray tracing digunakan untuk merekonstruksi jalur rambat gelombang dari sumber hingga ke stasiun perekam, dimana dalam penerapannya memakai prinsip Fermat.

Dalam Prinsip Fermat dikatakan bahwa gelombang memiliki sifat rambat untuk mencari jalur tercepat ketika melewati suatu medium. Tujuan yang ingin didapatkan dari pemrograman ray

tracing adalah untuk mengetahui waktu tempuh kalkulasi dari gelombang. Definisi dari waktu

tempuh kalkulasi, dapat diekspresikan dengan menggunakan persamaan integral berikut:

𝑇 = ∫ 1

𝑣 𝑟𝑒𝑐𝑒𝑖𝑣𝑒𝑟 𝑠𝑜𝑢𝑟𝑐𝑒

𝑑𝑙

(2.16)

Dimana v adalah kecepatan gelombang dan dl adalah lintasan yang dilalui oleh gelombang. Untuk menghitung travel time dilakukan somasi numerik di sepanjang segmen lintasan gelombangnya, dan dapat dituliskan dengan persamaan berikut:

𝑇 = ∑|𝑋⃑𝑘− 𝑋⃑𝑘 − 1| 𝑛 𝑘=2 (𝑉1 𝑘+ 1 𝑉𝑘 − 1) 2

(2.17)

Keterangan :

(32)

Universitas Pertamina - 16 𝑋⃑𝑘 = vektor posisi pada titik k

𝑉𝑘 = kecepatan gelombang pada titik k

Gambar 2. 9. Ilustrasi ray tracing dengan pertubasi dua titik (Thurber, 1987)

Pada prosesnya, pseudo-bending dimulai dari dua titik yang tegak lurus (𝑋⃑𝑘 − 1 dan 𝑋⃑𝑘 + 1). Selanjutnya, dilakukan pertubasi di titik tengah antara titik 𝑋⃑𝑘 − 1 dan 𝑋⃑𝑘 + 1, yaitu titik 𝑋⃑𝑘, sehingga nilai 𝑋⃑𝑘 = 𝑋⃑𝑚𝑖𝑑. Nilai 𝑋⃑𝑘′ diperoleh dengan cara menekuk vektor ∇𝑉 yang ada pada titik 𝑋⃑𝑚𝑖𝑑 dengan arah 𝑛′⃑⃑⃑⃑ sepanjang R. Adapun 𝑛′⃑⃑⃑⃑ adalah vektor anti normal dari titik 𝑋⃑𝑘 − 1 dan 𝑋⃑𝑘 + 1 dan paralel dengan vektor ∇𝑉.

𝑛′ ⃑⃑⃑⃑ = (∇𝑉) − [(∇𝑉)(𝑋⃑𝑘 + 1− 𝑋⃑𝑘 − 1)](𝑋⃑𝑘 + 1− 𝑋⃑𝑘 − 1) |𝑋⃑𝑘 + 1− 𝑋⃑𝑘 − 1|2

(2.18)

𝑛̂ = 𝑛⃑⃑ |𝑛⃑⃑|

(2.19)

Untuk jaraknya (R), dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

𝑅 = − (𝑐𝑉𝑚𝑖𝑑+ 1) {4𝑐𝑛⃑⃑(∇𝑉)𝑚𝑖𝑑}+ [ (𝑐𝑉𝑚𝑖𝑑+ 1)2 {4𝑐𝑛⃑⃑(∇𝑉)𝑚𝑖𝑑}2+ 𝐿2 2𝑐𝑉𝑚𝑖𝑑] 1 2

(2.20)

Dimana:

𝐿 = |𝑋⃑𝑘− 𝑋⃑𝑚𝑖𝑑|

(2.21)

𝑐 = (𝑉1 𝑘+ 1 𝑉𝑘−1) 2

(2.22)

Kemudian dari persamaan tersebut diperoleh sebuh titik

raypath

baru yang dapat dinyatakan

dalam persamaan berikut:

(33)

Universitas Pertamina - 17

𝑋⃑′𝑘 = 𝑋⃑𝑚𝑖𝑑+ 𝑛′⃑⃑⃑⃑𝑅𝑐

(2.23)

2.12 Mekanisme Fokus

Mekanisme dari sebuah gempa menggambarkan deformasi batuan di area kejadian gempa yang memancarkan gelombang seismik. Dalam kaitan yang berhubungan dengan patahan, hal ini mengacu pada orientasi bidang patahan yang tergelincir dengan arah vektor gelincirnya. Hal ini dikenal sebagai solusi bidang patahan.

Mekanisme fokus berasal dari sebuah moment tensor untuk gempa bumi yang diperkirakan dari hasil pengamatan terhadap bentuk gelombang seismik. Mekanisme fokus dapat diperkirakan dengan mengamati bentuk gelombang P pertama yang tiba, apakah naik atau turun. Solusi moment

tensor biasanya direpresentasikan dalam bentuk grafis menggunakan bola pantai yang bertujuan

sebagai proyeksi seismografik hemisphere bagian bawah.

Pada gambar bola pantai, terdapat dua nodal plane, yaitu fault plane dan auxiliary plane. Selain itu, bola pantai juga menunjukkan bagian antara tension dan compression, dimana tension

menunjukkan pergerakan yang menjauhi episenter dan compression mendekati episenter. Pada umumnya, tension (T) ditandai sebagai area yang diarsir, sedangkan compression (P) ditandai sebagai area yang tidak diarsir.

Gambar 2. 10. Tampilan penampang dari focal spheres untuk mekanisme sesar turun dan sesar naik (Gambar: Science.earthjay.com)

Pada bola pantai, solusi strike, dip, dan rake yang diberikan ada dua. Bidang patahan yang berkorelasi dengan peristiwa gempa akan sejajar dengan salah satu bidang nodal plane, sedangkan yang satunya lagi dianggap sebagai bidang bantu. Untuk menentukan mekanisme fokus mana yang merupakan bidang patahan sebenarnya, diperlukan informasi tambahan berupa informasi geologi ataupun geofisika lainnya agar keambiguitasan dapat dihilangkan.

(34)

Universitas Pertamina - 18

2.13 Tektonik Maluku

Maluku berada di bagian Indonesia timur. Daerah Maluku merupakan tempat pertemuan dari tiga lempeng besar dunia, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik, sejak periode Oligosen Akhir (Hall and Sevastjanova, 2012). Karena berada di antara lempeng-lempeng tersebut, Maluku memiliki tatanan geologi yang kompleks akibat interaksi dari ketiganya. Berdasarkan evolusi tektoniknya, wilayah Indonesia timur berasal dari kerak Australia yang bergerak ke arah utara dengan kecepatan 7,5 cm/tahun, bertumbukan dengan Lempeng Eurasia membentuk Palung Sunda. Kemudian di waktu yang bersamaan, Lempeng Pasifik bergerak ke arah barat dengan kecepatan 12 cm/tahun, bertumbukan dengan Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia.

Gambar 2. 11. Lempeng-lempeng yang mengapit Indonesia (Gambar: BMKG Indonesia) Sejak periode Miosen Tengah hingga Plistosen, tumbukan antara Lempeng Australia terhadap Lempeng Eurasia membuat Laut Proto Banda yang pernah menempati Banda Embayment, berumur Jurassic, mengalami subduksi ke bawah Lempeng Eurasia. Dalam perjalanan waktu subduksinya, Laut Proto Banda mengalami proses yang disebut rollback, yaitukondisi dimana slab

yang telah menunjam mengalami pergerakan mundur yang disebabkan oleh adanya gaya tarik gravitasi oleh slab itu sendiri, sehingga kemiringan subduksi menjadi semakin curam.

Gambar 2. 12. Rekonstruksi tektonik wilayah timur Indonesia yang menggambarkan pembentukan Laut Banda modern selama rollback Busur Banda (Pownall et al., 2018)

(35)

Universitas Pertamina - 19 Jawa – Sumatera yang dikenal sebagai Palung Sunda. Masuk ke daerah Laut Banda sudah tidak ditemukan lagi ada subduksi di permukaan, melainkan bentukan lengkungan geometri berupa

concave spoon yang terdiri dari Timor Trough, TanimbarTrough, Aru Trough, dan SeramTrough.

Lengkungan geometri ini terbentuk akibat adanya proses delaminasi. Weber deep yang memiliki kedalaman 7,2 km terbentuk oleh sesar normal yang diakibatkan mekanisme rollback, slab tear, dan delaminasi (Pownall et al., 2018).

Gambar 2. 13. Konfigurasi Laut Banda masa sekarang yang menunjukkan lokasi banda detachment

yang berada di Weber Deep. Warna merah menunjukkan kerak benua afinitas Australia (Pownall et al., 2018)

Delaminasi adalah proses terkelupasnya mantel litosfer karena pada suatu lempeng yang tengah menyubduksi, dimana lempeng tersebut akan terus masuk ke dalam mantel dan meninggalkan kerak litosfer di permukaan bumi. Oleh sebab itu, pada tepi bagian Banda terbentuk palung karena tertariknya mantel litosfer yang menunjam ke bawah. Rollback adalah kondisi dimana slab yang telah menunjam mengalami pergerakan mundur yang disebabkan oleh adanya gaya tarik gravitasi oleh

slab itu sendiri, sehingga kemiringan subduksi menjadi semakin curam.

Selain rollback,terdapat juga mekanisme slab tear di sekitar bawah Pulau Buru dan Pulau Ambon. Mekanisme slab tear terjadi akibat perubahan orientasi dari slab yang deformasinya membentuk lengkungan serta rollback yang terjadi secara bersamaan. Adanya slab tear ditandai oleh

low velocity dan aseismic zone (Spakman, 2010). Slab tear adalah proses sobeknya suatu lempeng

(36)

Universitas Pertamina - 20 Gambar 2. 14. Situasi pada 15 (a), 7 (b), 4 (c) dan 0 (d) jutaan tahun yang lalu, dengan lampiran

insets dari rekonstruksi tektonik. Garis magenta di insets menunjukkan perkiraan area litosfer yang

tersubduksi yang direkonstruksi kembali ke permukaan. (Hall et al., 2010)

Pada 15 juta tahun yang lalu, Laut Proto Banda yang mulai menyubduksi lempeng Eurasia dan mengalami rollback dalam proses penyubduksiannya. Pada waktu 7 juta tahun lalu subduksi ini membuat terkelupasnya mantel litosfer, sehingga menunjam ke bawah yang disebut sebagai delaminasi. Kemudian ketika di waktu 4 juta tahun lalu, terdapat slab tear di bagian bawah Pulau Buru yang diakibatkan berotasinya Lempeng Litosfer dari arah subduksinya. Delaminasi ini menimbulkan terbentuknya Palung Banda di sekitar Maluku.

Pulau Seram, Ambon, dan Haruku yang menjadi area penelitian, memiliki beberapa sesar yang terbentuk akibat tumbukan tektonik yang cukup kompleks di sekitarnya. Beberapa sesar yang sudah teridentifikasi di antaranya adalah Sesar Mendatar Tarea-Aiduna, Sesar Mendatar Kawa, dan Sesar Mendatar Buru. Berdasarkan daftar sesar yang sudah teridentifikasi tersebut, Sesar Mendatar Kawa berada dekat dengan hiposenter gempa utama Ambon 26 September 2019, sehingga pada saat awal kejadian sesar ini diduga menjadi sumber terjadinya gempa. Sesar ini mempunyai orientasi arah Timur – Barat dengan mekanisme sesar geser mengiri. Sesar Kawa terbentuk akibat adanya interaksi antara Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Pasifik. Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke arah utara terdorong oleh pergerakan Lempeng Pasifik yang mengarah ke Barat.

Pada sebelah utara dari Pulau Seram terdapat Seram Trough yang merupakan deformasi depan dari fold and thrust belt Seram. Penyebab amblesan terjadi akibat adanya pembebanan dari

fold and thrust belt Seram yang terbentuk karena konvergensi intraplate miring antara Seram dan

Kepala Burung. Lalu di tengah Pulau Seram terdapat Kawa Shear Zone yang terbentuk akibat terjadinya robekan pada ujung Weber deep akibat adanya sesar normal yang dipengaruhi oleh

(37)

Universitas Pertamina - 21 Gambar 2. 15. Sesar - sesar yang terdapat di Pulau Seram dan sekitarnya (Xi Zhugang et al., 2016)

Gambar 2. 18. Kawa Shear Zone yang terbentuk akibat terjadinya robekan pada ujung Weber deep

(38)

Universitas Pertamina - 22

(39)

Universitas Pertamina - 22

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian yang dilakukan berupa penelitian laboratorium dengan basis komputasi.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Data gempa bumi diambil dari website BMKG, dengan menggunakan jaringan internal dari kantor BMKG pusat, Jakarta. Data yang diperoleh berupa katalog gempa dalam format txt. Adapun keterangan informasi dari data gempa yang diperoleh yaitu:

Tabel 3. 1. Informasi data gempa

(40)

Universitas Pertamina - 23

Kemudian untuk informasi data stasiun yang digunakan yaitu: Tabel 3. 2. Data Stasiun

Gambar 3. 2. Peta stasiun

3.3. Perangkat Lunak

Dalam proses relokasi gempa menggunakan software hypoDD, ada terdapat beberapa

software bantuan yang digunakan dalam melakukan relokasi hiposenter gempa. Adapun beberapa

software tersebut adalah Notepad++, Microsoft Excel, Cygwin, GMT, Python, dan Matlab.

Notepad++ dan Microsoft Excel digunakan untuk mengedit data, Cygwin digunakan untuk menjalankan program hypoDD, GMT digunakan untuk plotting dan pemetaan dari data gempa, Python digunakan untuk mengonversi data katalog menjadi data fasa dan membantu dalam pembuatan histogram, dan Matlab untuk membuat diagram rose dan diagram compass untuk membantu menganalisis hasil relokasi gempa yang sudah dilakukan.

(41)

Universitas Pertamina - 24

3.4 Metode Analisis Data

3.4.1 Persiapan Data dan Seleksi Azimuthal Gap

Setelah data tersedia, hal pertama kali yang dilakukan adalah sorting azimuthal gap. Data gempa yang dipilih untuk diolah adalah data yang memiliki nilai azimuthal gap kurang dari 180°, dengan tujuan untuk mengurangi ketidakpastian dari letak hiposenter, sehingga kualitas data yang dimiliki lebih baik untuk dilakukan interpretasi nantinya. Data yang nilai azimuthal gap lebih dari 180°, memiliki ketidakpastian terhadap koordinat dan kedalaman hiposenter gempa yang cukup besar.

Gambar 3. 3. Data dengan azimuthal gap lebih dari 180°

Sementara itu, data nilai azimuthal gap kurang dari 180°, memiliki ketidakpastian terhadap koordinat dan kedalaman hiposenter gempa yang relatif kecil. Adapun nilai kedalaman yang bernilai 10 km ini berupa fixed depth, yaitu suatu ketetapan nilai kedalaman yang dimiliki oleh BMKG dalam melakukan iterasi untuk pencarian dari letak hiposenter.

(42)

Universitas Pertamina - 25

Setelah selesai melakukan sorting azimuthal gap, data katalog gempa yang masih dalam format txt kemudian dikonversi menjadi data fasa dalam format pha. Data dikonversi dengan menggunakan script pada Python. Adapun tampilan data fasa adalah sebagai berikut:

Gambar 3. 5. Data fasa (arrival time)

Format pada data fasa tersusun dari header dan stasiun perekam. Pada header, informasi yang terdapat di dalamnya, dari kiri ke kanan (setelah tanda pagar), meliputi tahun, bulan, hari, jam, menit, detik, latitude, longitude, kedalaman, magnitudo, horizontal error, depth error, root mean

square (rms), dan ID (urutan data kejadian gempa), sedangkan pada stasiun perekam, informasi yang

terdapat di dalamnya, dari kiri ke kanan, meliputi nama stasiun, waktu tiba gelombang, bobot, dan jenis gelombang yang tiba (P/S). Selain itu, data lain yang diperlukan adalah data stasiun. Dalam data stasiun, terdapat nama stasiun, latitude dan longitude.

Dari data yang dimiliki, banyaknya data berdasarkan magnitude berada pada interval magnitude 2-2,9, sementara hiposenter gempa utama berada pada interval magnitude 6-6,9. Data dari bulan September hingga Oktober tahun 2019 mengalami peningkatan yang cukup banyak, namun dari bulan November 2019 hingga bulan Februari tahun 2020 data gempa mengalami penurunan jumlah.

Gambar 3. 6. Informasi histogram mengenai data gempa yang dimiliki. Simbol bintang berwarna kuning adalah hiposenter gempa utama

(43)

Universitas Pertamina - 26

3.4.2 Proses Relokasi Data Gempa

Setelah memiliki data fasa dan data stasiun, langkah selanjutnya adalah merelokasi gempa tersebut menggunakan program hypoDD. Adapun program dalam hypoDD dilakukan dalam 2 tahap, yaitu yang pertama adalah input ph2dt dan kedua yang kedua input hypoDD.

Dalam ph2dt, data stasiun dan data fasa digunakan sebagai data input. Tujuan dari ph2dt adalah untuk memasangkan antara gempa satu dengan gempa lainnya berdasarkan parameter yang ada. Beberapa parameter tersebut adalah MINWGHT (minimal picking bobot yang diperbolehkan), MAXDIST (jarak maksimum antara pasangan gempa dengan stasiun dalam satuan km), MAXSEP (jarak maksimum antar hiposenter dalam km), MAXNGH (jumlah maksimum hiposenter yang dapat dijadikan tetangga), MINLNK (jumlah minimum hubungan yang diperlukan untuk menentukan sebuah tetangga), MINOBS dan MAXOBS (jumlah minimum dan maksimum hubungan per pasang gempa yang disimpan).

Berdasarkan pengertian dari setiap parameter tersebut, nilai efektif yang ditentukan adalah MAXDIST 500, MAXSEP 25, MAXNGH 8, MINLINK 1, MINOBS 1, dan MAXOBS 50. Penentuan parameter ini sudah berdasarkan syarat dari metode double-difference,yaitu jarak antara dua buah gempa yang dipasangkan harus lebih kecil dibandingkan dengan jarak kedua hiposenter dengan stasiun. Data-data hasil keluaran dari Ph2dt adalah event.dat (berisi informasi gempa), dt.ct

(katalog perbedaan waktu tempuh), dan dt.cc (cross-correlation dari data waveform). Dari ketiga data keluaran tersebut, dua diantaranya, yaitu event.dat dan dt.ct digunakan sebagai data input pada program hypoDD, sedangkan dt.cc tidak digunakan karena data yang digunakan hanya berupa data katalog saja.

Di dalam program hypoDD, parameter yang digunakan bersifat apriori, yaitu mengacu kepada parameter yang sudah digunakan pada penelitian sebelumnya. Adapun nilai parameter yang dirubah hanya nilai damping saja. Pada penelitian ini iterasi yang dipilih adalah conjugate gradient

method. Alasan memilih conjugate gradient method yaitu adanya terdapat input redaman dalam

merelokasi hiposenter, sehingga diharapkan nilai RMS residual yang dihasilkan juga kecil. Nilai

RMS residual yang kecil dan mendekati nol mengindikasikan bahwa relokasi yang dilakukan sudah

cukup baik.

Perubahan terhadap nilai damping berkorelasi langsung dengan nilai condition number

(CND) yang akan didapatkan. Condition number adalah nilai yang menunjukkan rasio dari nilai terbesar ke nilai terkecil dari Eigen value. Dalam buku panduan hypoDD (Waldhauser, 2001), dikatakan bahwa nilai perubahan dari damping yang baik berada di interval 1-100, dan hasil dari nilai

condition number yang baik berada di interval 40-80. Nilai perubahan pada damping berkorelasi terbalik dengan nilai condition number yang dihasilkan. Apabila nilai condition number lebih besar dari 80 (underdamped) maka nilai dampingnya perlu ditingkatkan agar nilai condition numbernya berada di bawah 80 (overdamped), dan begitupun sebaliknya untuk nilai condition number yang lebih kecil dari 40, dampingnya harus diturunkan. Nilai underdamped atau overdamped mengindikasikan perubahan yang diberikan terlalu kecil atau terlalu besar.

(44)

Universitas Pertamina - 27

3.5 Perbandingan Penggunaan Damping

Pada penelitian ini dilakukan analisis damping yang digunakan dan pengaruhnya terhadap nilai residual yang diperoleh. Fungsi dari damping sendiri adalah agar matriks tidak dalam

ill-conditioned dan mencegah agar matriks tidak menjadi singular. Damping yang dibandingkan adalah

damping 20, 30, dan 40. Untuk mengetahui apakah damping yang diberikan sudah baik atau belum

dapat dilihat dari interval condition number dan nilai residual yang dihasilkan. Berdasarkan penggunaan ketiga damping tersebut, nilai damping 30 dan 40 masih berada di dalam interval

condition number yang di ideal, sedangkan damping 20 memiliki nilai condition number yang tinggi,

sehingga dapat disimpulkan dampingnya underdamped.

Gambar 3. 7. Perbandingan damping dengan condition number

Untuk mengetahui nilai damping mana yang lebih baik antara damping 30 dan damping 40 dapat dicek dari nilai residual yang dihasilkan. Berdasarkan hasil residual dari kedua damping,

damping 30 memiliki nilai residual yang lebih kecil, sehingga dapat disimpulkan nilai damping 30

lebih baik dibandingkan damping 40.

(45)

Universitas Pertamina - 28

3.6 Diagram Alir Penelitian

Gambar 3. 9. Diagram alir penelitian

Adapun model kecepatan yang digunakan pada penelitian ini adalah PREM (Anderson et al., 1981), AK135 (Kennet et al., 1995), dan kecepatan lokal Kepulauan Maluku (Supardiyono et al., 2013), dengan batas kedalaman yang digunakan berada di bawah 100 km. Hal ini dikarenakan data gempa kebanyakan berada pada kedalaman yang dangkal. Rasio untuk nilai Vp/Vs yang digunakan adalah 1,73. Nilai rasio Vp/Vs tersebut merupakan nilai Poisson dalam keadaan padat. Nilai ini adalah sebuah perkiraan yang baik untuk kondisi rata-rata di kerak bumi (Havskov and Ottomoler, 2010). Pada model kecepatan lokal Kepulauan Maluku, Supardiyono dan kawan-kawan mengambil data dari WebDC dari tahun 2009 – 2012, dengan area penelitian berada pada koordinat 5° LS – 3° LU dan 124° BT – 132° BT, dan Magnitudo ≥ 5. Metode inversi yang digunakan adalah inversi algoritma gentika dan pemodelan dilakukan menggunakan perangkat lunak Velest33.

Start 1-D Velocity Model: PREM AK135 Maluku Velocity (Supardiyono et al., 2013)

Converting raw data to HypoDD input

Calculated travel time

Parameter determination (HypoDD)

Residual travel times of pairs of events

Fit?

Updated hypocentre location (GMT & GSView)

End

No

Yes

Interpretation and Analysis Parameter determination

(Ph2dt)

Sorting azimuthal gap < 180° and eliminating data that is outside the specified station limits

(Notepad++) Event catalogue

(46)

Universitas Pertamina - 29

Gambar 3. 10. Grafik model kecepatan 1-D 0 20 40 60 80 100 120 0 2 4 6 8 10 D EPTH (KM) VELOCITY (KM/S)

1-D VELOCITY MODEL

PREM (Vp) AK135 (Vp) Local Velocity (Vp)

(47)

Universitas Pertamina - 30

Gambar

Tabel 3. 1. Informasi data gempa .........................................................................
Gambar  2.  1.  Ilustrasi  arah  penjalaran  gelombang  P  dan  gelombang  S  (Lay  and  Wallace, 1995) ..................................................................................
Gambar 2. 1. Ilustrasi arah penjalaran gelombang P dan gelombang S (Lay and Wallace, 1995)
Gambar 2. 3. Ilustrasi model menurut teori elastic rebound. Garis merah akhir adalah bidang sesar  yang terbentuk akibat adanya gesekan yang terjadi secara terus menerus dari dua arah yang  berlawanan, sedangkan garis vertikal putus-putus menunjukkan perge
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Hasil survey menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan informasi teknologi adalah sangat tinggi untuk meningkatkan pengetahuan, sangat rendah untuk dipraktekkan, dan tinggi

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, maka unsur yang dengan sengaja melakukan aborsi terhadap anak yang masih dalam kandungan dengan alasan dan tata cara

8 Apakah Obat dan perbekalan farmasi di gudang puskesmas 3 bulan sebelum masa kadaluarsa dikeluarkan ke apotek untuk digunakan secara maksimal sesuai yang

Per tanggal 7 April 2015 untuk proses pemulangan pasien jaminan pada hari Sabtu hanya sampai pukul 12.00 WITA (Pukul dua belas siang) Dokter yang tidak kerjasama dengan Allianz

Pertemuan selanjutnya adalah menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan pengabdian ini kepada kelompok wanita tani khususnya perbaikan alat produksi dalam pembuatan

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kesesuaian antara tingkat kepentingan atribut pelayanan menurut konsumen dengan tingkat kinerja yang telah diberikan

Salah satu penyebab kehampa- an varietas Fatmawati adalah tidak seimbangnya sink (limbung) yang besar dan source (sumber) yang se- dikit, sehingga asimilat yang