• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI METODE DOUBLE DIFFERENCE UNTUK RELOKASI HIPOSENTER GEMPABUMI HALMAHERA 15 NOVEMBER 2014 DAN SUSULANNYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "APLIKASI METODE DOUBLE DIFFERENCE UNTUK RELOKASI HIPOSENTER GEMPABUMI HALMAHERA 15 NOVEMBER 2014 DAN SUSULANNYA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Sabtu, 21 November 2015

Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor

FB-37

APLIKASI METODE DOUBLE DIFFERENCE UNTUK RELOKASI HIPOSENTER GEMPABUMI HALMAHERA

15 NOVEMBER 2014 DAN SUSULANNYA

AYU APDILA1*, BAMBANG SUNARDI2

1Peminatan Geofisika, Jurusan Fisika,

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia Kampus UI, Depok 16424

2

Puslitbang BMKG, Jl. Angkasa 1 No 2 Kemayoran, Jakarta 10720

Abstrak. Penentuan lokasi hiposenter gempabumi dengan ketelitian yang tinggi sangat diperlukan untuk analisis struktur kecepatan, identifikasi zona patahan, sebaran dan orientasi micro fracture serta analisis kegempaan baik global maupun lokal. Untuk keperluan-keperluan tersebut, relokasi hiposenter gempabumi sangat penting dilakukan. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk merelokasi hiposenter gempabumi adalah metode Double-Difference (DD). Gempabumi Halmahera 15 November 2014 merupakan gempabumi yang menarik perhatian karena memiliki magnitude 7.3 SR dan berpotensi tsunami. Penelitian ini difokuskan untuk mengaplikasikan metode Double-Difference (DD) untuk merelokasi gempabumi Halmahera dan susulannya. Jumlah gempabumi yang dipergunakan sebanyak 323 event. Jaringan stasiun pencatat yang dipergunakan sebanyak 44 stasiun yang tersebar di sekitar Halmahera. Hasil relokasi metode Double-Difference dengan bantuan software hypoDD menghasilkan perubahan posisi hiposenter gempabumi. Hasil setelah relokasi pergeseran gempabumi dengan fixed depth 10 km menjadi kedalaman yang bervariasi dan perubahannya bersifat random. Nilai rms residual setelah relokasi menunjukkan semakin banyak yang mendekati nilai 0 dibandingkan sebelum relokasi. Hal ini mengindikasikan adanya perbaikan dalam posisi hiposenter gempabumi Halmahera dan susulannya.

Kata kunci : double difference, relokasi hiposenter, gempabumi Halmahera, hypoDD

Abstract. Determining the earthquake hypocenter locations with high accuracy is needed to analyze the structural velocity, identify fault zone, distribution and orientation of micro fracture and to do seismic analysis for global and local area. For these purposes, earthquake hypocenter relocation is very important to be done. One method can be used to relocate earthquake hypocenters is Double-Difference (DD). Halmahera Earthquake at November 15th 2014 is very interesting because it had magnitude 7.3 and it potentially trigger a tsunami. This study focused on applying the Double-Difference (DD) method to relocate Halmahera earthquake and its aftershocks. The number of earthquakes that been used are 323 events. Recording station networks that been used are 44 stations around Halmahera. The results of this method are produced with using HypoDD software and it shows that the hypocenter earthquake position is changed. The results after earthquakes shifting and relocation with fixed depth 10 kms into various depths and these changes are randomly. Rms residual values after relocation shows more approach to 0 compare to before relocation. This is indicates an improvement in the Halmahera earthquake and its aftershocks positions. Keywords : double difference,earthquake relocation, Halmahera earthquake, hypoDD

*

(2)

1. Pendahuluan

Secara tektonik, Halmahera terletak di persimpangan empat lempeng yaitu Indo Australia, lempeng laut Filipina, Eurasia serta lempeng timur Mindanao [1]. Subduksi ganda terbentuk dari tekanan lempeng laut Filipina pada zona Halmahera dengan laju penunjaman 6,7 cm pertahun dan lempeng Eurasia pada zona Sangihe dengan laju 1,7 cm pertahun [2]. Gambar 1 memperlihatkan kondisi tektonik di Halmahera dan sekitarnya [3]. Kondisi tektonik tersebut menyebabkan tingginya aktifitas kegempaan di wilayah tersebut. Sejak tahun 1600 hingga kini telah terjadi cukup banyak gempabumi di Halmahera dan sekitarnya dengan magnitude yang cukup besar. Salah satu gempabumi yang terjadi Halmahera adalah gempabumi Tanggal 15 November 2014 yang terjadi di Laut Maluku Utara pada pukul 09.31 WIB dengan kekuatan 7,3 Skala Richter (SR) dan kedalaman 48 kilometer [4].

Penentuan lokasi hiposenter gempabumi dengan ketelitian yang tinggi sangat diperlukan untuk analisis struktur kecepatan, identifikasi zona patahan, sebaran dan orientasi microfracture maupun analisis kegempaan baik global maupun lokal. Untuk keperluan-keperluan tersebut, relokasi hiposenter gempabumi sangat penting dilakukan. Gempabumi Halmahera Tanggal 15 November 2014 dengan kekuatan 7,3 Skala Richter (SR) dan kedalaman 48 kilometer merupakan gempabumi yang cukup menarik. Disamping kekuatannya yang relatif besar juga berpotensi menimbulkan tsunami [5]. Gempabumi utama tersebut diikuti oleh gempabumi-gempabumi susulan dengan kekuatan yang relatif lebih kecil. Untuk mengetahui lokasi gempa Halmahera dan gempabumi susulannya dengan lebih baik dan akurat dibutuhkan metode relokasi gempabumi. Salah satu metode relokasi hiposenter gempabumi adalah metode Double Difference.

Gambar 1. Gambaran tektonik Halmahera dan sekitarnya, gambar segitiga hitam menunjukkan gunung api, garis dengan segitiga menunjukkan zona subduksi [3].

(3)

Metode Double Difference merupakan suatu metode yang dapat merelokasi gempabumi secara bersamaan. Metode ini bekerja dengan memasangkan gempa dan memanfaatkan selisih waktu tempuh dari sepasang gempa tersebut untuk mendapatkan lokasi hiposenter yang lebih akurat. Prinsip metode ini adalah jika jarak antara dua event (sepasang gempa) yang dipasangkan relatif kecil dibandingkan jarak ke stasiun pengamat, maka raypath dan waveform kedua gempabumi tersebut dapat dianggap hampir sama. Dengan asumsi ini, maka selisih waktu tempuh antara kedua gempa yang terekam pada satu stasiun yang sama dianggap fungsi jarak antara kedua hiposenter [6]. Gambar 2 menunjukkan prinsip dari metode Double Different. Lingkaran hitam dan putih menunjukkan hiposenter yang dihubungkan dengan gempabumi disekitarnya dengan menggunakan data korelasi silang (garis utuh) dan katalog (garis putus-putus). Untuk dua gempabumi, i dan j, lokasi awal (lingkaran putih) dan s adalah vektor

slowness, dengan mengacu pada dua stasiun k dan l [6].

Penelitian ini difokuskan untuk mengaplikasikan metode Double-Difference (DD) untuk merelokasi gempabumi Halmahera dan gempabumi susulannya. Diharapkan dengan menggunakan mengaplikasikan metode Double Difference akan diperoleh posisi hiposenter gempabumi Halmahera dan gempabumi susulannya dengan lebih baik dan akurat sehingga bermanfaat dalam studi kegempaan lebih lanjut. 2. Metode Penelitian

Data yang digunakan pada penelitian ini yaitu data gempabumi Halmahera 15 November 2014 beserta gempabumi susulannya dari katalog gempabumi BMKG

[4] dengan batasan koordinat 1.950 - 3.950 LS dan 124.460 - 128.460 BT.

Gempabumi seluruhnya berjumlah 323 event. Sasiun pencatat yang dilibatkan sebanyak 44 stasiun yang tersebar di Maluku Utara, Maluku, Papua, dan Pulau Sulawesi. Gambar 3 menunjukkan distribusi stasiun pencatat berdasarkan data dari BMKG [7].

Gambar 2. Ilustrasi Algoritma Double Difference [6].

Model kecepatan gelombang P yang dipergunakan dalam penelitian ini merujuk pada referensi model kecepatan penelitian Rohadi dkk [8]. Model kecepatan

(4)

gelombang P untuk permukaan hingga kedalaman 20 km dari penelitian Rohadi dkk merupakan interpolasi dari model Wagner et al. [9]. Sedangkan, untuk kedalaman lebih dari 20 km merupakan interpolasi model ak 135 dari Kennett et al [10]. Metode Double Different telah diimplementasikan kedalam sebuah program komputer yang disebut hypoDD. Model kecepatan yang dapat dimasukkan dalam program hypoDD sebanyak 12 lapisan. Dalam penelitian ini dipergunakan rasio Vp dengan Vs (Vp/Vs) sebesar 1.73. Tabel 1 menunjukkan model kecepatan gelombang P yang dipergunakan dalam penelitian [8].

Gambar 3. Distribusi gempabumi Halmahera dan gempabumi susulannya dengan stasiun pencatat berdasarkan data BMKG [4,7].

Tabel 1. Model kecepatan gelombang P [8] Kedalaman (km) Kecepatan (km/det) 5 5 10 6 15 6.75 25 7.11 35 7.24 45 7.37 75 7.77 90 7.95 120 8.05 165 8.13 210 8.21 450 8.3

Pada prinsipnya metode Double Difference yang diimplementasikan dalam hypoDD akan bekerja apabila jarak antara pasangan gempabumi lebih kecil

(5)

dibandingkan dengan jarak pasangan tersebut ke stasiun pengamat. Dengan demikian, raypath gempabumi akan menyerupai, sehingga selisih dari waktu tempuh kedua gempabumi dianggap sebagai fungsi jarak antara masing-masing hiposenter gempabumi ke stasiun, dan dapat terbebas dari kesalahan akibat heterogenitas kecepatan. Kemudian, solusi hiposenter diperoleh dengan meminimalkan waktu tempuh residual dua gempa tersebut [9].

HypoDD memiliki 2 subprogram utama yaitu ph2dt dan hypoDD. Input parameter yang dipergunakan dalam ph2dt adalah MAXDIST 1200 km, MAXNGH 8,

MINLINK 7 dan MINOBS 1 serta MAXOBS 18. Pada penelitian ini dilakukan

dua skenario dengan parameter MAXSEP 20 km dan 40 km. MAXSEP merupakan jarak antara pasangan gempabumi yang satu dengan pasangan

gempabumi lainnya. Input parameter untuk hypoDD antara lain jumlah iterasi

sebanyak 5, nilai damping 80 dan 90 serta perbandingan Vp/Vs 1.73. Pada ph2dt

data gempabumi akan diatur dan dipasang-pasangkan dengan gempabumi lainnya yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan / parameter input yang kita gunakan. Pada penelitian ini digunakan dua variasi parameter jarak antara pasangan gempabumi (MAXSEP) yaitu 20 km dan 40 km. Selanjutnya output dari ph2dt dipergunakan dalam subprogram hypoDD untuk tahap relokasi hiposenter gempabumi. Gambaran singkat alur penelitian diperlihatkan dalam diagram alir gambar 4.

(6)

3. Hasil dan Pembahasan

Distribusi episenter gempabumi sebelum dilakukan relokasi dan setelah dilakukan relokasi dengan MAXSEP 20 dan 40 km ditunjukkan pada Gambar 5. Distribusi episenter gempabumi sebelum dilakukan relokasi (warna merah) lebih menyebar, sebaliknya setelah dilakukan relokasi baik dengan MAXSEP 20 km maupun MAXSEP 40 km Nampak lebih mengumpul. Untuk gempabumi yang tidak memenuhi persyaratan MAXSEP 20 km dan 40 km secara otomatis tidak mengalami perubahan posisi.

Distribusi hiposenter gempabumi hasil relokasi dengan MAXSEP 20 km diperlihatkan pada Gambar 6. Sebelum dilakukan relokasi banyak gempabumi dengan fixed depth 10 km hingga membentuk pola garis lurus. Fixed depth 10 km tejadi pada saat sistem penentuan parameter gempabumi sulit dalam menentukan parameter kedalamannya sehingga biasanya sistem akan memberikan default kedalaman 10 km. Hasil relokasi dengan MAXSEP 20 km membentuk empat buah kelompok gempabumi. Posisi hiposenter banyak mengalami perubahan dari posisi semula. Perubahan posisi hiposenter lebih terlihat pada kedalaman dangkal. Setelah dilakukan relokasi dengan hypoDD, nampak Gempabumi yang semula banyak di fixed depth 10 km mengalami perubahan posisi dan kedalaman yang bervariasi dan tidak ada kecenderungan berubah lebih dangkal ataupun menjadi lebih dalam.

Hasil relokasi dengan MAXSEP 40 km tidak jauh berbeda dengan MAXSEP 20 km dimana banyak gempabumi utamanya yang berkedalaman dangkal dan dengan

fixed depth 10 km mengalami perubahan posisi secara random sebagaimana

diperlihatkan pada Gambar 7. Distribusi gempabumi susulan banyak terkonsentrasi pada kedalaman kurang dari 50 km. Hal ini berkorelasi dengan gempabumi Halmahera 15 November 2014 yang memiliki mekanisme patahan naik (reverse fault) yang membuat deformasi kerak bumi keatas, sehingga lebih banyak gempabumi susulan terjadi dengan kedalaman lebih dangkal dari gempabumi utamanya.

(a) (b) (c)

Gambar 5. Distribusi gempabumi sebelum relokasi (a), perbandingan gempabumi sebelum relokasi (merah) dan setelah relokasi (biru) untuk MAXSEP 20 km (b) dan perbandingan gempabumi sebelum relokasi (merah) dan setelah relokasi (biru) untuk MAXSEP 40 km (c).

(7)

(a)

(b)

Gambar 6. Distribusi episenter dan penampang vertikal hiposenter gempabumi sebelum relokasi (a) dan setelah relokasi untuk MAXSEP 20 km (b).

(a) (b)

Gambar 7. Distribusi episenter dan penampang vertikal hiposenter gempabumi sebelum relokasi (a) dan setelah relokasi untuk MAXSEP 40 km (b).

(8)

Gambar 8 menunjukkan diagram kompas hasil relokasi gempabumi. Pada diagram ini tanda panah menunjukkan arah pergeseran, sedangkan lingkaran dengan skala 20 sampai 60 dan skala 50 sampai 150 menunjukkan jarak pergeseran dalam km. Jarak pergeseran gempabumi terjauh sebesar 54 km pada MAXSEP 20 km dan jarak pergeseran gempabumi terjauh 116 km pada MAXSEP 40 km. Dari diagram kompas terlihat hanya sedikit gempabumi dengan pergeseran lebih dari 50 km baik untuk MAXSEP 20 km maupun MAXSEP 40 km. Dengan kata lain, pergeseran hiposenter gempabumi hasil relokasi dominan pada jarak kurang dari 50 km. Diagram rose yang menunjukkan jumlah gempabumi dan sudut perubahan arah relokasi gempabumi diperlihatkan pada Gambar 9. Interval 0 sampai 330 menunjukkan sudut pergeseran hasil relokasi, sedangkan lingkaran dengan skala 5 sampai 20 untuk MAXSEP 20 km dan skala 5 sampai 25 untuk MAXSEP 40 km menunjukkan jumlah event gempabumi. Dari kedua diagram tersebut terlihat bahwa persebaran gempabumi yang sudah terelokasi cenderung menyebar ke segala arah, namun perubahan hiposenter terbanyak pada arah Barat Laut untuk MAXSEP 20 km dan perubahan hiposenter terbanyak pada arah Barat untuk MAXSEP 40 km.

(a) (b)

Gambar 8. Diagram kompas pergeseran gempabumi hasil relokasi untuk MAXSEP 20 km (a) dan MAXSEP 40 km (b).

(a) (b)

Gambar 9. Diagram rose pergeseran gempabumi hasil relokasi untuk MAXSEP 20 km (a) dan MAXSEP 40 km (b).

(9)

Gambar 10. Histogram Rms residual sebelum relokasi (a) dan setelah relokasi dengan MAXSEP 20 km (b) dan MAXSEP 40 km (c).

Gambar 10 menunjukkan histogram Rms residual antara waktu tempuh hasil observasi dengan waktu tempuh hasil kalkulasi sebelum dan sesudah direlokasi. Setelah dilakukan relokasi menggunakan metode Double Different nilai Rms residual untuk MAXSEP 20 km maupun MAXSEP 40 km semakin banyak mendekati nol dibandingkan nilai residual sebelum direlokasi. Hal ini mengindikasikan adanya perbaikan posisi hiposenter gempabumi Halmahera dan gempabumi susulannya. Nilai Rms residual yang semakin banyak mendekati nol menunjukkan metode Double Difference relatif akurat digunakan untuk merelokasi gempabumi Halmahera 15 November 2014 dan gempabumi susulannya.

4. Kesimpulan

Aplikasi metode Double-Difference untuk merelokasi hiposenter gempabumi Halmahera 15 November 2014 dan gempabumi susulannya secara umum memberikan hasil perubahan posisi hiposenter gempabumi. Perubahan posisi hiposenter lebih terlihat pada kedalaman dangkal. Hasil relokasi menggeser gempabumi dengan fixed depth 10 km menjadi kedalaman yang bervariasi dan tidak ada kecenderungan berubah lebih dangkal ataupun menjadi lebih dalam. Nilai Rms residual hasil relokasi menunjukkan semakin banyak yang mendekati nilai 0 dibandingkan sebelum relokasi sehingga mengindikasikan adanya perbaikan dalam posisi hiposenter gempabumi Halmahera dan susulannya. Metode Double Difference relatif akurat digunakan untuk merelokasi gempabumi Halmahera 15 November 2014 dan gempabumi susulannya.

Ucapan terima kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Jakarta, juga Peminatan Geofisika, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA), Universitas Indonesia atas fasilitas yang diberikan guna mendukung penelitian ini.

(10)

Daftar Pustaka

1. Hall, R., Audley-Charles, M. G., Banner, F. T., Hidayat, S. And Tobing, S. L., Late Paleogene-Quaternary geology of Halmahera, eastern Indonesia: initiation of a volcanic island arc. J. geol. Soc. Lond. 145 (1988) 577-590. 2. Penjelasan atas terjadinya gempa maluku hari ini, http://national

geographic.co.id/berita/2014/11/penjelasan-atas-terjadinya-gempa-maluku-hari-ini /, diakses 5 November 2015.

3. Waltham, D., Robert Hall, Helen R. Smyth, Cynthia J. Ebinger, Basin formation by volcanic arc loading, The Geological Society of America Special Paper 436 (2008).

4. Query Data-BMKG, http://repogempa.bmkg.o.id, diakses 5 November 2015. 5. Peringatan Dini Tsunami Akibat Gempa 7,3 SR Halmahera dan Sekitarnya,

http://bnpb.go.id/berita/2261/peringatan-dini-tsunami-akibat-gempa-73-sr-halmahera-dan-sekitarnya, diakses 5 November 2015.

6. Waldhauser, F. and W. L. Ellsworth, A double-difference earthquake location algorithm: method and application to the Northern Hayward Fault, CA, Bull. Seism. Soc. Am. 90 (2000) 1353-1368.

7. https://inatews.bmkg.go.id/, diakses 5 September 2015.

8. Rohadi, S., Widiyantoro, S., Nugraha, A.D., Masturyono, Relokasi Hiposenter Gempa di Jawa Tengah Menggunakan Inversi Tomografi DoubleDifference Simulatn dan Data dari Katalof Maramex, JTM, Vol. XVIII, No. 2 (2012). 9. Wagner, D., Koulakov, I., Rabbel, W., Luehr, B. G., Wittwer, A., Kopp, H.,

Bohm, M., Asch, G and ther MERAMEX Scientists., Joint inversion of active and passive seismic data in Central Java, Geophys. J. Int. (2007).

10. Kennett, B.L.N., E.R. Engdahl, and R. Buland, Constraints on seismic velocities in the Earth from traveltimes, Geophys. J. Int., 122 (1995) 108-124. 11. Waludhauser, F., hypoDD: A program to compute double-difference

hypocenter locations(hypoDD version 1.0,3/2001), U. S. Geol. Surv. Open-File Rept. 01-113 (2001).

Gambar

Gambar 1. Gambaran tektonik Halmahera dan sekitarnya, gambar segitiga hitam menunjukkan  gunung api, garis dengan segitiga menunjukkan zona subduksi [3].
Gambar 2. Ilustrasi Algoritma Double Difference [6].
Gambar 3. Distribusi gempabumi Halmahera dan gempabumi susulannya dengan stasiun pencatat  berdasarkan data BMKG [4,7]
Gambar 4. Diagram Alur Penelitian
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pedagang agen selalu mendapatkan margin keuntungan paling tinggi dibandingkan pelaku pasar lainnya dikarenakan disamping biaya pemasaran yang dikeluarkan agen paling besar

Hasil survey menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan informasi teknologi adalah sangat tinggi untuk meningkatkan pengetahuan, sangat rendah untuk dipraktekkan, dan tinggi

Salah satu penyebab kehampa- an varietas Fatmawati adalah tidak seimbangnya sink (limbung) yang besar dan source (sumber) yang se- dikit, sehingga asimilat yang

Untuk menganalisis hubungan antara pemasok dengan perusahaan FMCG terhadap implementasi produksi yang ramah lingkungan maka Green Supply Chain Management menjadi variabel

Untuk mendukung pembelajaran berbasis Pedagogi Ignasian yang diharapkan akan dapat melahirkan “character building yang unggul” yang dapat digunakan sebagai bekal

Berdasarkan analisis sistem yang berjalan dan hasil wawancara terhadap Manajer Seksi Sarana & Prasarana RRI cabang Jakarta maka dapat diketahui bahwa sistem jaringan antara

(hablumminannas), dan hubungan dengan alam sekitarnya. Dalam tataran praktik keseharian, nilai-nilai keagamaan yang telah disepakati tersebut diwujudkan dalam bentuk sikap