1
Relokasi Gempabumi di Wilayah Laut Maluku Menggunakan Metode
Double Difference (Hypodd)
Tio Azhar Prakoso Setiadi1, Iman Suardi1 1
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG), Tangerang Selatan E-mail: tio.prakoso08@gmail.com
Intisari – Relokasi hiposenter gempabumi penting dilakukan untuk mendapatkan lokasi gempabumi dengan ketelitian yang
tinggi, dapat digunakan untuk pemetaan kerawanan gempabumi, studi model struktur kecepatan, dan analisis seismisitas untuk studi global maupun studi lokal. Salah satu metode relokasi yang banyak digunakan saat ini adalah metode algoritma
double-difference (perbedaan ganda). Metode ini mampu memperhitungkan kesalahan akibat model kecepatan dengan menggunakan
data relatif waktu tempuh antara pasangan hiposenter yang berdekatan ke suatu stasiun pengamatan. Penelitian ini dilakukan dengan merelokasi gempabumi yang terjadi di sekitar wilayah Laut Maluku. Jumlah gempabumi yang direlokasi adalah sebanyak 1697 dari 2048 gempabumi. Hasil relokasi didapatkan distribusi hiposenter yang dapat menunjukkan pola penunjaman yang berasosiasi dengan zona subduksi di wilayah Laut Maluku. Hasil dari relokasi hiposenter menggunakan
hypoDD menunjukkan hiposenter yang lebih baik, yaitu gempabumi dengan kedalaman tertentu (fixed depth = 10 km) telah
terelokasi dan dapat lebih menggambarkan pola seismisitas di wilayah Laut Maluku.
Kata kunci: relokasi gempabumi, perbedaan ganda, hypoDD, Laut Maluku
Abstract – Relocation of earthquake hypocenter is important for obtaining a very accurate earthquake location which is
needed for mapping of earthquakes vulnerability, velocity structure model study, and global and local studies of seismicity analysis, respectively. One of relocation method widely used today is double-difference method. This method can calculate the errors due to velocity model using relative travel time data between pairs of hypocenters adjacent to the station. This research has been conducted by relocating the earthquake that occurred in the Mollucas Sea. We relocated 1697 of the 2048 earthquakes. Result of this research shows that the distribution of hypocenter relocation indicates the tectonic phenomenon such as subduction slab in Mollucas Sea. Results of the hypocenter relocation using hypoDD show a better hypocenter, where earthquakes with a certain depth (fixed depth = 10 km) has been relocated and can be describe a better patterns of seismicity in the Moluccas Sea.
Key words: earthquake relocation, double-difference, hypoDD, Molluca Sea
I. PENDAHULUAN
Laut Maluku merupakan salah satu wilayah di Indoneisia yang memiliki keaktifan gempabumi tinggi. Wilayah Laut Maluku berada di zona subduksi ganda, yaitu terdapat penujaman lempeng mikro Halmahera kebawah lempeng laut Maluku hingga kedalaman 250 km, dan zona subduksi antara lempeng mikro Sangihe yang menunjam lempeng laut Maluku hingga kedalaman 450 km [1],sehingga terjadi akumulasi energi di bagian tengah zona tumbukan Laut Maluku (Molucca Sea Collision Zone).
Laut Maluku memiliki catatan sejarah gempabumi sejak tahun 1858. Bahkan dari gempabumi yang terjadi terdapat beberapa yang menimbulkan tsunami. Pada tanggal 15 November 2014, terjadi gempabumi besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami kecil di beberapa pesisir wilayah Maluku Utara dan Sulawesi Utara. Hal ini mengindikasikan bahwa di daerah laut Maluku gempabumi yang terjadi memiliki potensi menimbulkan tsunami akibat dari pola dan mekanisme pelepasan energi di daerah zona subduksi ganda tersebut [2].
Kondisi tektonik yang kompleks di wilayah Laut Maluku dan sekitarnya ditunjukkan dengan tingginya frekuensi gempabumi pada area tersebut. Ditinjau dari katalog BMKG-SeisComP3 dari Januari 2013 sampai dengan Juni
2015 menunjukkan di wilayah Laut Maluku dan sekitarnya terdapat ratusan gempabumi dengan magnitudo antara 3,0-7,0 dengan berbagai variasi kedalaman.
Dalam penyampaian informasi peringatan dini gempabumi kepada masyarakat, BMKG dituntut untuk dapat melakukan analisa gempabumi, dengan cepat, tepat dan akurat, sehingga kurang dari 3 menit informasi yang berisi parameter gempabumi dapat disampaikan kepada masyarakat. Oleh karena itu untuk beberapa gempabumi dianalisa dengan kedalaman hiposenter yang ditentukan. Hiposenter dari gempabumi tersebut perlu direlokasi untuk mengetahui hiposenter yang lebih akurat sehingga dapat memberikan informasi tentang struktur bidang patahan yang menyebabkan terjadinya gempabumi, dan perlu dilakukan relokasi terhadap data parameter gempabumi yang telah terjadi.
II. DATA DAN METODA
A. Data Penelitian
Daerah yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah wilayah Laut Maluku dan sekitarnya dengan koordinat 3°LS - 3°LU dan 126 – 129 °BT. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data gempabumi yang
2
bersumber dari katalog gempabumi BMKG [3] dimulai dari Januari 2013 - Juni 2015, dengan batasan kedalaman 1-600 km dan magnitudo 3,0 – 7,0. Data berjumlah 2048 event yang tercatat di beberapa stasiun pencatat wilayah Laut Maluku dan sekitarnya dapat dilihat pada Gambar 1.
Input data yang digunakan dalam proses relokasi adalah fase gelombang P atau S, waktu tempuh, dan parameter hiposenter (to, xo, yo,dan zo) yang terekam pada masing –
masing stasiun pencatat gempabumi. Sedangkan model kecepatan yang digunakan adalah model IASP91.Penentuan model kecepatan sangatlah berpengaruh dalam hal penyocokan model observasi dan model kalkulasi. Hal ini terlihat pada selisih travel time antara model dan observasi , jika semakin mendekati nol maka model yang digunakan sudah mendekati dengan model observasi.
Gambar 1. Peta Seismisitas wilayah Laut Maluku dan
sekitarnya Januari 2013 - Juni 2015.
B. Metode Penelitian
Gambar 2. Ilustrasi algoritma relokasi gempabumi
double-difference. Lingkaran hitam dan putih menunjukkan sebaran
hiposenter yang dihubungkan oleh gempabumi dengan cross
correlation (garis tegas) atau katalog (garis putus-putus). Pada
gambar diatas, gempabumi i dan j yang ditunjukkan dengan lingkaran putih terekam pada stasiun yang sama k dan l dengan
selisih waktu tempuh dtkij dan dtlij. Karena posisi dari kedua gempabumi berdekatan, maka bentuk ray path (sumber ke stasiun) cenderung sama yang berarti melalui medium
ber-slowness hampir sama. Arah panah Δxi dan Δxj menunjukkan vektor relokasi gempabumi [4]
Algoritma double-difference berusaha untuk meminimalkan perbedaan waktu tempuh residual untuk pasangan gempabumi pada stasiun yang sama. Hasil penyelesaiannya akan bebas dari kesalahan waktu tempuh yang berkaitan dengan heterogenitas kecepatan, tetapi masih akan menyisakan kesalahan acak (random) yang terdapat pada lokasi awal [5].
Metoda double-difference secara teoritis merupakan pengembangan dan modifikasi metoda Geiger dengan menggunakan perbedaan waktu tempuh pasangan gempabumi, baik data katalog, maupun data
cross-correlation bentuk gelombang.
Residual relatif waktu tempuh antara dua hiposenter yang
saling berdekatan dalam suatu kelompok dapat dinyatakan dengan : 𝑑𝑟𝑘𝑖𝑗= (𝑡𝑘𝑖 − 𝑡𝑘 𝑗 )𝑜𝑏𝑠− (𝑡 𝑘𝑖 − 𝑡𝑘 𝑗)𝑐𝑎𝑙 (1) Persamaan di atas didefinisikan sebagai persamaan
double-difference, dimana (𝑡𝑘𝑖− 𝑡 𝑘
𝑗)𝑜𝑏𝑠 merupakan residual waktu tempuh pengamatan dari sumber i dan sumber
ke-j ke penerima k. Sedangkan (𝑡𝑘𝑖− 𝑡 𝑘 𝑗)𝑐𝑎𝑙
merupakan
residual waktu tempuh kalkulasi dari sumber ke-i dan
sumber ke-j kepenerima k.
Dalam perhitungan relokasi hiposenter pada studi ini, seluruh gempabumi dianggap berada pada satu cluster. Sebagaimana metode Geiger, maka persamaan
double-difference dapat dituliskan dalam bentuk :
𝑟𝑖𝑗= 𝑑𝑡𝑖+𝜕𝑇𝑖 𝜕𝑥0𝑑𝑥 + 𝜕𝑇𝑖 𝜕𝑥0𝑑𝑦 + 𝜕𝑇𝑖 𝜕𝑥0𝑑𝑧 − (𝑑𝑡𝑗+ 𝜕𝑇𝑗 𝜕𝑥0𝑑𝑥 + 𝜕𝑇𝑗 𝜕𝑥0𝑑𝑦 + 𝜕𝑇𝑗 𝜕𝑥0𝑑𝑧) (2)
Maka persamaan double-difference untuk tiap stasiun dapat dituliskan dengan matriks
WGm = Wa (3)
Dengan G adalah matrik berdimensi M x 4N (M, jumlah observasi Double-Difference; N, jumlah gempabumi), d merupakan matrik data ∆d pada persamaan 2.3 berdimensi M x 1 , m merupakan parameter perubahan hiposenter gempabumi (∆m), dan W adalah pembobotan yang diaplikasikan didalam matrik diagonal.
Pada dasarnya matriks G masih mempunyai banyak kelemahan, salah satu kelemahannya adalah kolom matriks
G hanya memiliki 8 kolom yang tidak bernilai nol di satu
3
kurang stabil. Salah satu cara untuk meningkatkan kestabilan yaitu hiposenter yang akan dimasukan ke dalam matriks G saling terhubung dengan baik atau memiliki nilai koherensi yang cukup tinggi.
Hasil relokasi gempabumi yang diperoleh adalah : 𝑥1𝑖= 𝑥0𝑖+∆𝑥𝑖, 𝑦 = 𝑦0𝑖+ +∆𝑦𝑖, 𝑧1𝑖= 𝑧0𝑖+ ∆𝑧𝑖, 𝑡𝑜1𝑖= 𝑡00𝑖+ ∆𝑡𝑜𝑖, 𝑥1 𝑗 = 𝑥0 𝑗 +∆𝑥𝑗, 𝑦 = 𝑦 0 𝑗 + +∆𝑦𝑗, 𝑧 1 𝑗 = 𝑧0 𝑗 + ∆𝑧𝑗, 𝑡𝑜 1 𝑗 = 𝑡00 𝑗 + ∆𝑡𝑜𝑗
Perbaikan posisi hiposenter akan terus dilakukan dengan melakukan iterasi hingga residual waktu tempuh observasi dan kalkulasi mendekati nol. Dalam penelitian ini, metoda
double-difference diaplikasikan menggunakan program hypoDD yang dikembangkan oleh Waldhauser [4]
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Validasi Hasil Pengolahan HypoDD
Gambar 3. Histogram selisih waktu tempuh residual sebelum
(atas) dan setelah relokasi (bawah).
Sebelum melihat hasil relokasi hypoDD perlu dilakukan validasi dengan membuat histogram residual waktu tempuh. Validasi dilakukan dengan cara membuat grafik selisih waktu tempuh residual (residual time) gempabumi setelah direlokasi. Dengan melakukan validasi dapat diketahui apakah relokasi hypoDD sudah benar atau tidak, seperti histogram pada Gambar 3.
Hasil relokasi yang baik dapat dilihat pada histogram yang menunjukan frekuensi yang tinggi mendekati angka 0 (nol). Dari histogram diatas menunjukan bahwa hasil dari
pengolahan relokasi hypoDD menunjukan hasil yang baik dengan frekuensi residual waktu tempuh mendekati nol menunjukan frekuensi lebih tinggi daripada sebelum relokasi.
B. Relokasi Gempabumi dengan Menggunakan Metode Double-Difference
Dalam melakukan pengolahan data dengan menggunakan
software hypoDD versi 1.0-03/2001 digunakan prinsip trial and error. Untuk mendapatkan posisi hiposenter yang lebih
baik diberikan beberapa input pada program tersebut agar menghasilkan kriteria parameter yang sesuai dengan hasil yang diharapkan. Pada penelitan ini, jarak antar pasangan
event yang digunakan sebesar 300 km. Jarak maksimum
antar pasangan event dengan stasiun dibuat sejauh 1000 km dengan variasi faktor redaman 40 sampai dengan 80. Pembobotan (Data Weighting) yang diberikan untuk setiap fase gelombang sebesar 1 karena semua fase dianggap sudah memiliki kualitias picking yang baik dan didapatkan posisi hiposenter hasil relokasi seperti pada gambar selanjutnya di bawah.
Data yang diperoleh dari katalog gempabumi BMKG digunakan sebagai input awal sebelum relokasi, terdiri dari 2048 event yang direkam oleh stasiun pencatat gempabumi di Indonesia. Setelah dilakukan pengolahan data, jumlah
event yang berhasil terelokasi sebanyak 1697 event. Jumlah
data yang tidak terelokasi sebanyak 351 event. Hal ini diakarenakan adanya beberapa event gempabumi atau pasangan event gempabumi yang tidak memenuhi kriteria yang sesui dengan input yang diberikan pada program
hypoDD. Gempabumi yang tidak terelokasi disebabkan saat
proses relokasi, terdapat beberapa gempabumi menjadi
airquake. Airquake adalah gempabumi yang berlokasi
diatas permukaan tanah setelah direlokasi.
Dari hasil plotting (Gambar 4) tidak terlalu terlihat perubahan episenter, oleh karena itu untuk melihat hasil relokasi perlu dibuat penampang horisontal. Penampang horisontal dibuat tegak lurus terhadap pola penunjaman untuk melihat pola sebaran kedalaman yang terjadi di wilayah Laut Maluku dan sekitarnya.
Gambar 4. Sebaran episenter gempabumi di daerah Maluku
Utara dan sekitarnya sebelum (kiri) dan setelah (kanan) direlokasi. 0 5000 10000 15000 -21 50 -1 81 0 -1 47 0 -1 13 0 -7 90 -4 50 -1 10 230 570 910 1 2 50 15 90 1 9 30 Fr e ku e n si Tobs-Tcal (ms)
Histogram
0 5000 10000 15000 -37 -31 -25 -19 -13 -7 -1 5 11 17 23 29 35 Fr e ku e n si Tobs-Tcal (ms)Histogram
(4)4
C. Segmen Irisan A – A’
Gambar 5. Plot hiposenter terhadap kedalaman sebelum (atas)
dan setelah relokasi (bawah) pada segmen A – A’.
Pada segmen irisan A – A’, terlihat bahwa setelah direlokasi pola penujaman antar lempeng mikro Sangihe dan lempeng mikro Halmahera (Zona Subduksi Ganda) menjadi lebih tajam. Terdapat zona kekosongan distribusi gempabumi (seismic gap) yang terlihat jelas setelah direlokasi yaitu pada kedalaman sekitar 80-100 km. Perbandingan distribusi gempabumi tersebut menunjukkan bahwa gempabumi setelah relokasi lebih menggambarkan pola penunjaman antara lempeng Mikro Sangihe dan lempeng Mikro Halmahera yang terlihat pada setiap penampang.
D. Segmen irisan B-B’
Gambar 6. Plot hiposenter terhadap kedalaman sebelum (atas)
dan setelah relokasi (bawah) pada segmen B – B’.
Pada segmen irisan B – B’, terlihat juga adanya pola penujaman antar lempeng mikro Sangihe dan lempeng mikro Halmahera (Zona Subduksi Ganda) di Laut Maluku, dan pada kedalaman sekitar 80-100 km terlihat adanya jalur tubrukan lempeng yang sudah lama tidak menunjukan aktivitas kegempaan. Semakin menguatkan pada irisan pertama A-A’, bahwa terdapat zona kekosongan distribusi gempabumi pada zona tersebut.
E. Segmen irisan C – C’
Gambar 7. Plot hiposenter terhadap kedalaman sebelum (atas)
dan setelah relokasi (bawah) pada segmen C – C’.
Pada Gambar 7 terlihat jelas perubahan hiposenter dari sebelum relokasi dan setelah relokasi. Sebelum relokasi
5
banyak sekali gempabumidangkal dengan kedalaman 10 km (fixed depth), dan hiposenter tersebut berubah setelah dilakukan relokasi. Namun pada irisan segmen C – C’ tidak terlalu menunjukkan pola yang sesuai dengan patahan utamanya, dan sumber gempabumi lebih terfokus di lempeng Mikro Sangihe.
F. Mekasnisme Fokus Laut Maluku
Data gempabumi yang digunakan untuk pembuatan peta sebaran seismisitas berdasarkan data Focal Mechanism yang didapat dari Global CMT [6]. Hasil pemetaan Focal
Mechanism (Mekanisme Fokus) di wilayah laut Maluku dan
sekitarnya didominasi oleh sesar naik. Laut Maluku dan sekitarnya berada di wilayah subduksi ganda. Subduksi ganda tersebut terbentuk akibat adanya tekanan dari lempeng Laut Filipina di sebelah timur, pada zona Halmahera. Di bagian barat, Lempeng Sangihe yang merupakan perpanjangan dari Lempeng Eusrasia menekan menuju timur [2]. Akibat penunjaman tersebut terjadi kompresi arah barat dan juga arah timur di bagian tengah. Kompresi tersebut yang menyebabkan gempabumi pada wilayah Laut Maluku, dan memiliki potensi terjadinya gempabumi kuat seperti terjadi pada tahun 1858. Dari beberapa penelitian [2][7] sebelumnya membuktikan bahwa mekanisme fokus kegempaan di wilayah Laut Maluku dan sekitarnya didominasi oleh sesar naik.
Gambar 8. Peta Sebaran Seismisitas berdasarkan Focal
Mechanism dan kedalaman wilayah Laut Maluku dan sekitarnya.
IV. KESIMPULAN
Dari penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil relokasi hiposenter dengan menggunakan metode
double-difference menunjukan posisi hiposenter dengan
garis kecenderungan (trendline) subduksi berada pada struktur yang sama. Hasil dari relokasi hiposenter menggunakan hypoDD menunjukkan hiposenter yang lebih baik, dengan gempabumi pada kedalaman tertentu (fixed
depth=10 km) telah terelokasi dan dapat lebih menggambarkan pola seismisitas di wilayah Maluku Utara dan sekitarnya. Dari hasil pemetaan hiposenter setelah relokasi terlihat adanya zona seismic gap pada lempeng
Sangihe dan lempeng Halmahera pada kedalaman sekitar 80-100 km. Focal Mechanism (Mekanisme Fokus) di wilayah Laut Maluku dan sekitarnya didominasi oleh sesar naik, dan memiliki potensi terjadinya gempabumi besar dan tsunami.
Hasil relokasi hiposenter dapat digunakan untuk studi pola kegempaan lanjutan seperti studi seismic hazard ataupun seismik tomografi, yang dapat dijadikan acuan dalam mitigasi bencana gempabumi di wilayah Laut Maluku dan sekitarnya. Untuk mendapatkan hasil relokasi yang lebih baik, dapat digunakan model kecepatan 3D untuk meminimalkan beda antara observasi dan model kalkulasi.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika yang telah menyediakan data katalog gempabumi, Global CMT untuk data mekanisme fokus, Dr. Felix Waldhauser untuk program hypoDD, Dr. Wessel, dan Dr. Smith untuk program GMT.
V. PUSTAKA
[1] R. Hutagalung, Pemetaan Gempa-Tsunami di Wilayah Tektonik Maluku dan Upaya Mengurangi Dampak Resiko, Seminar Nasional Basic Science II, Ambon, 2010.
[2] M. Yuzariyadi, dan I. Meilano, Gempabumi di Zona Subduksi Ganda Laut Maluku 15 November 2014,
Proceedings Graduate Research on Earthquake and Active Tectonic (GREAT), Institut Teknologi Bandung,
ITB, Bandung, 2014
[3] BMKG, Repository Gempabumi, 2009. Website:
http://repogempa.bmkg.go.id/, diakses tanggal 5 Juni
2015
[4] F. Waldhauser, dan W.L. Ellsworth, A Double-Difference Earthquake Location Algorithm: Method and Application to the Northern Hayward Fault, Bull.
Seism. Soc. Am., 90, 2000, 1353-13.
[5] Aswad, S., Relokasi Gempa Vulkanik Kompleks Gunung Guntur Menggunakan Algoritma Double-Difference : Tesis Program Magister Teknik Geofisika, Institut Teknologi Bandung , ITB, Bandung, 2010.
[6] Dziewonski, Global CMT Catalog Search, 1982. Website: http://www.globalcmt.org/CMTsearch.html,
diakses tanggal 31 Juli 2015
[7] Daryono, Zona Rawan Gempabumi Dan Tsunami Maluku Utara, BMKG, Jakarta, 2014.
[8] W. Hamilton, Tectonics of Indonesian Region,
Geological Survey Profesional Paper 1078,
Washington, 1979.
[9] F. Waldhauser, HypoDD – A Program to Compute Double-Difference Hypocenter Locations, United
States Geological Survey, 2001.
[10] S. Das, Seismicity Gaps and the Shape of the Seismic Zone in the Banda Sea Region from Relocated Hypocenters, Journal of Geophysical Research Vol.
109, Massachusetts, 2004.
[11] M. Reza, Studi Kegempaan Regional Center IX – BMKG Maluku Berdasarkan Hasil Relokasi Hiposenter Dengan Menggunakan HypoDD, Skripsi Sarjana, Institut Teknologi Bandung, ITB, Bandung, 2013.
6 [12] P. Wessel, dan W.H.F. Smith, Free software help map
and display data, EOS Trans, 1991, AGU 72: 441.
[13] P. Wessel, dan W.H.F. Smith, New version of the Generic Mapping Tools released, EOS Trans, 1995, AGU 76: 329.