BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Sekolah merupakan salah satu bentuk organisasi pendidikan. kepala sekolah
merupakan pemimpin pendidikan di sekolah. Jika pengertian kepemimpinan
tersebut diterapkan dalam organisasi pendidikan, maka kepemimpinan
pendidikan bisa diartikan sebagai suatu usaha untuk menggerakkan orang-orang
yang ada dalam organisasi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Hal ini
sesuai dengan pendapat Nawawi (1985) yang mengemukakan bahwa
kepemimpinan pendidikan adalah proses mempengaruhi, menggerakkan,
memberikan motivasi, dan mengarahkan orang-orang yang ada dalam organisasi
pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Kepala sekolah yang bijak mampu membuat sekolah itu menjadi sekolah
yang dipandang baik oleh tiap kalangan terutama masyarakat. perilaku kepala
sekolah yamg mampu mampu memprakarsai pemikiran baru terhadap proses
interaksi di lingkungan sekolah dengan melakukan perubahan atau, tujuan,
sasaran konfigurasi, prosedur, input, proses atau output dari suatu sekolah sesuai
dengan ketentuan perkembangan. Dalam organisasi pendidikan yang menjadi
pemimpin pendidikan adalah kepala sekolah. Sebagai pemimpin pendidikan,
kepala sekolah memiliki sejumlah tugas dan tanggung jawab yang cukup berat.
Untuk bisa menjalankan fungsinya secara optimal, kepala sekolah perlu
menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat.
Peranan utama kepemimpinan kepala sekolah, nampak pada
pernyataan-pernyataan yang dikemukakan para ahli kepemimpinan. Knezevich yang dikutip
Indrafachrudi (1983) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah sumber
energi utama ketercapaian tujuan suatu organisasi.
Di sisi lain, Owens (1991) juga menegaskan bahwa kualitas kepemimpinan
kepala sekolah bisa melaksanakan tugasnya secara efektif, mutlak harus bisa
menerapkan kepemimpinan yang baik.
Dalam mengelola sekolah, kepala sekolah harus bisa memilih teori dan
menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat dari beberapa gaya kepemimpinan
yang ada sesuai dengan karakter pribadi, dan kondisi organisasi sekolah yang
dipimpin. Yang penting kepala sekolah harus bisa menampilkan peranan
kepemimpinan yang baik.
Menurut persepsi banyak guru, keberhasilan kepemimpinan kepala sekolah
terutama dilandasi oleh kemampuannya dalam memimpin. Kunci bagi kelancaran
kerja kepala sekolah terletak pada stabilitas dan emosi dan rasa percaya diri. Hal
ini merupakan landasan psikologis untuk memperlakukan staf dan gurunya secara
adil, memberikan keteladanan dalam bersikap, bertingkah laku dan melaksanakan
tugas dengan baik.
Dalam konteks ini, kepala sekolah dituntut untuk menampilkan
kemampuannya membina kerja sama dengan seluruh personel dalam iklim kerja
terbuka yang bersifat kemitraan, serta meningkatkan partisipasi aktif dari orang
tua murid. Dengan demikian, kepala sekolah bisa mendapatkan dukungan penuh
setiap program kerjanya. Keterlibatan kepala sekolah dalam proses pembelajaran
siswa lebih banyak dilakukan secara tidak langsung, yaitu melalui pembinaan
terhadap para guru dan upaya penyediaan sarana belajar yang diperlukan. Kepala
sekolah sebagai komunikator bertugas menjadi perantara untuk meneruskan
instruksi kepada guru, serta menyalurkan aspirasi personel sekolah kepada
instansi kepada para guru, serta menyalurkan aspirasi personel sekolah kepada
instansi vertikal maupun masyarakat. Pola komunikasi dari sekolah pada
umumnya bersifat kekeluargaan dengan memanfaatkan waktu senggang mereka.
Alur penyampaian informasi berlangsung dua arah, yaitu komunikasi top-down,
cenderung bersifat instruktif, sedangkan komunikasi bottom-up cenderung berisi
pernyataan atau permintaan akan rincian tugas secara teknis operasional. Media
buku informasi keliling, papan data, pengumuman lisan serta pesan berantai yang
disampaikan secara lisan.
Kepemimpinan kepala sekolah yang konsisten akan aturan yang berlaku
besar sekali pengaruhnya terhadap peningkatan mutu di sekolah dengan catatan
adanya interaksi antara kepala sekolah dan guru serta para orangtua saling
menunjang dan mengisi masing-masing konsisten dan tanggung jawab atas hak
dan kewajibannya sehingga tercipta situasi dan kondisi yang diinginkan.
Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang dipergunakan oleh
seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain.
Gaya kepemimpinan adalah suatu pola perilaku yang konsisten yang ditunjukkan
oleh pemimpin dan diketahui oleh pihak lain ketika pemimpin berusaha
mempengaruhi kegiatan-kegiatan orang lain.
Gaya kepemimpinan juga merupakan pola tingkah laku seorang pemimpin
dalam proses mengerahkan dan mempengaruhi para pekerja. Dalam mengelola
organisasi sekolah, kepala sekolah dapat menekankan salah satu gaya
kepemimpinan yang ada. Gaya kepemimpinan mana yang paling tepat diterapkan
masih menjadi pertanyaan. Karakteristik sekolah sebagai organisasi pendidikan
akan berpengaruh terhadap keefektifan gaya kepemimpinan yang diterapkan.
Sebuah organisasi hanya akan bergerak jika kepemimpinan yang ada di dalamnya
berhasil dan efektif. Gaya kepemimpinan banyak mempengaruhi keberhasilan
seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku bawahannya. Istilah gaya
secara kasar adalah sama dengan cara yang dipergunakan pemimpin di dalam
mempengaruhi para pengikutnya. Kepemimpinan suatu organisasi perlu
mengembangkan staf dan membangun iklim motivasi yang menghasilkan tingkat
produktivitas yang tinggi, maka pemimpin perlu memikirkan gaya
kepemimpinannya.
Disiplin merupakan sutau proses latihan dan belajar untuk meningkatkan
kemampuan dalam bertindak, berfikir dan bekerja yang aktif dan kreatif. Disiplin
juga merupakan suatukepatuhan dari orang-orang dalam suatu organisasi
keadaan tertib. Menurut Emile Durkheim disiplin tidak dipandang sebagai
paksaan semata, sekurang-kurangya karena dua alasan. Pertama ia menetapkan
memberi cara-cara respons yang pantas, tanpa mana tatanan dan kehidupan yang
terorganisasi tidak mungkin. Ia membebaskan kita dari keharusan setiap saat
menyusun cara pemecahan.
Kedua, ia memberi jawaban kepada kabutuhan individu akan pengekangan,
yang mungkin si individu mencapai, secara berturut-turut, tujuan-tujuan tertentu.
Tanpa pembatasan seperti itu, ia tak bisa tidak akan menderita karena frustasi dan
kecewa sebagai akibat dari keinginan yang tidak ada batasnya.
Menurut Ali Imron disiplin guru adalah:”suatu keadaan tertib da teratur yang dimiliki oleh guru dalam bekerjka di sekolah, tanpa ada
pelanggaran-pelanggaran yang merugikan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap dirinya, teman sejawatnya, dan terhadap sekolah secara keseluruhan”. Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberi ilmu
pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orng
yang melaksanakan pendidikan di tempat tertentu, tidak mesti di lembaga
pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, di surau atau mushalla di rumah,
dan sebagainya.
Guru menempati kedudukan yang terhormat di masyarakat. Kewibawaanlah
yang membuat guru dihormati, sehingga masyarakat tidak meragukan figur guru.
Masyarakat yakin bahwa gurulah yang dapat mendidik anak didik mereka agar
menjadi orang yang berkepribadian mulia.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan merosotnya disiplin seperti yang di
kemukakan oleh IG Wursanto yaitu, meliputi faktor kepemimpinan, faktor
Kebutuhan, Faktor Pengawasan. Untuk menegakkan disiplin kerja guru perlu
dilaksanakan pengawasan yang sifatnya membantu setiap personil agar selalu
melaksanakan kegiatannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawab
masing-masing. Sedangkan menurut Suroso mengemukakan faktor-faktor yang
mempengaruhi di siplin guru antara lain: moril semangat kerja pegawai,
Ada empat hal yang dapat mempengaruhi dan membentuk disiplin
seseorang di antaranya: Mengikuti dan menaati peraturan, kesadaran diri, alat
pendidikan, hukuman. Keempat faktor ini merupakan faktor dominan yang
mempengaruhi dan membentuk disiplin kerja guru.
Keberhasilan sekolah dalam melaksanakan segala aspek yang telah
direncanakannya perlu didukung oleh kepemimpinan kepala sekolah. Kepala
sekolah sebagai pemimpin satuan pendidikan merupakan motor penggerak
sumber daya sekolah terutama guru dan karyawan sekolah. Sebesar apapun input
persekolahan ditambah atau diperbaiki, outputnya tidak akan optimal apabila
faktor kepemimpinan kepala sekolah tidak diberikan perhatian yang memadai,
tersedianya dana, infrastruktur, fasilitas, dan instrumen pendidikan lainnya
kurang dapat didayagunakan secara maksimal, efisien, dan akuntabel tanpa
adanya kepemimpinan yang kuat, atau adanya pemimpin yang mampu
menggerakkan semua komponen itu.
Kepala sekolah adalah pengelola terdepan yang memuluskan proses dan
interaksi positif seluruh input sistem belajar-mengajar. Lebih dari itu, kepala
sekolah memainkan peranan penting dalam keseluruhan upaya peningkatan
kinerja, baik pada tingkat kelompok maupun organisasi. Kepemimpinan kepala
sekolah menempati posisi penting dalam penelaahan manajemen pendidik-an.
Fungsi dan substansi manajemen pendidikan yang dijalankan oleh kepala sekolah
meliputi pengorganisasian sumber daya pendidikan, proses pendidikan, dan
pembelajaran. Kepala sekolah berperan pula sebagai katalisator pendidikan yang
mendorong setiap kegiatan di sekolah. Sekolah bertugas menyelenggarakan
proses pendidikan dan proses belajar mengajar untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa sangat didambakan oleh setiap warga sekolah. Kepala sekolah yang diberi
tugas untuk memimpin sekolah, harus bertanggung jawab atas tercapai-nya
tujuan sekolah, dan diharapkan menjadi pemimpin dan inovator, oleh sebab itu,
kualitas kepemimpinan kepala sekolah adalah signifikan bagi keberhasilan
Sebagai pimpinan, kepala sekolah mempunyai tugas (1) menyusun
perencanaan; (2) mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordi-nasikan, dan
mengevalusi kegiatan; (3) menentukan kebijakan dan melakukan pengawasan;
(4) mengatur proses belajar mengajar; dan (5) mengatur hubungan sekolah
dengan masyarakat dan dunia usaha. Kepala sekolah sebagai pimpinan satuan
pendidikan dihadapkan pada tugas yang harus diselesaikan. Nurhadi (2003:54)
menegaskan bahwa kepala sekolah sebagai penanggungjawab semua kegiatan
administrasi pendidikan sekolah, karena itu kepala sekolah mempunyai
kedudukan tertinggi dalam organisasi satuan pendidikan.
Kepala sekolah wajib mengembangkan budaya kualitas, mengemban tugas
kepemilikan visi yang sangat kuat terhadap kualitas total bagi institusinya,
komitmen yang jelas terhadap proses peningkatan kualitas peserta didik di
sekolah menengah kejuruan, secara terus menerus berkomunikasi tentang kualitas
pelayanan terhadap seluruh jajaran komponen yang terdapat di SMK, serta unit
kerjanya, seluruh kebijakannya berorientasi kepada peningkatan kualitas,
transparan, dan proaktif terhadap aspirasi yang berkembang khusus pada
pelanggan, menggerakkan staf untuk bekerja lebih dinamis-inovatif-produktif,
sanggup melakukan koreksi diri terhadap kebijakannya, memiliki team work
yang efektif, dan mampu mengembangkan mutu pendidikan di sekolah.
Salah satu faktor penting yang menentukan tinggi rendahnya mutu
pendidikan dan keefektifan sekolah ialah kepemimpinan kepala sekolah. Makna
kepemimpinan bukan hanya mengambil inisiatif, tetapi juga mengandung makna
kemampuan manajerial, yaitu kemampuan mengatur dan menempatkan sesuatu
sesuai dengan tempatnya. Keberhasilan suatu sekolah pada hakikatnya terletak
pada efisiensi dan efektivitas penampilan seorang kepala sekolah (Sumidjo
2006:349).
Pada masa kini dan masa mendatang, kepemimpinan SMK dituntut
memiliki kemampuan berikut: (1) mengidentifikasi diri sebagai agen perubahan;
(2) berani dan teguh; (3) memiliki kepercayaan pada orang lain; (4) dapat
mempunyai kemampuan untuk menghadapi kompleksitas, dan ketidakpastian;
dan (7) visioner. (Gaffar 2005:167). Pemimpin yang demikian itu diyakini dapat
memposisikan diri dan memfungsikan lembaga yang dipimpinnya dalam hal: (1)
pengartikulasian visi masa depan organisasi; (2) penyediaan suatu model yang
tepat; (3) pemelihara penerimaan tujuan kelompok; (4) harapan terhadap kinerja
yang tinggi; (5) pemberian dukungan individual; dan (6) stimulasi intelektual
(Mulyasa, 2006). Lebih lanjut Depdikbud (2009) dalam (Jalal 2008) menegaskan
pentingnya kepala sekolah yang memiliki kemampuan profesional yaitu:
kepribadian, keahlian dasar, pengalaman, pelatihan dan pengetahuan profesional,
serta kompetensi administrasi dan pengawasan.
Pengangkatan kepala sekolah terlalu menekankan pada pertimbangan
urutan jenjang kepangkatan dan mengabaikan factor kemampuan dalam memimpin
lembaga. Selanjutnya pemimpin yang bisa membawa perubahan ke arah kebaikan
bila dalam diri seorang pemimpin itu minimal terdapat tiga unsur, yakni (1) ada
seorang pemimpin yang memimpin, mempengaruhi, dan memberikan bimbingan;
(2) ada bawahan yang dikendalikan; dan (3) ada tujuan yang diperjuangkan
melalui serangkaian kegiatan. (Anwar 2003: 67) Membawa perubahan yang
dimaksud seperti yang dinyatakan Locke (1997) adalah kepemimpinan
transformasional sebagai pemimpin yang melibatkan perubahan dalam
organisasi. Kepemimpinan ini, sebagai kepemimpinan yang membutuhkan tindakan memotivasi para bawahan agar bersedia bekerja demi sasaran “tingkat tinggi” yang dianggap menaruh kepentingan pribadinya pada saat itu (Bass (1985). Sejalan itu, Tjiptono (2009) mengatakan bahwa pemimpin
transformasional bisa berhasil mengubah status quo dalam organisasinya dengan
cara mempraktikkan perilaku yang sesuai pada setiap tahapan proses.
Hasil pengamatan di SMK Unggulan Terpadu memberikan gambaran
sebagai berikut; 33% dari responden guru menganggap kompetensi kepala
sekolah dalam memimpin disekolah cukup baik; 40,5% dari responden guru
mempersepsikan disiplin kerja guru cukup baik. Hasil itu mengindikasikan
kepala sekolah. Isu penting sehubungan dengan hasil pengamatan itu adalah
kelangkaan model kepemimpinan kepala sekolah yang relevan untuk menjawab
persoalan tentang kepala sekolah, misi pendidikan, dan lemahnya relevansi
pendidikan SMK. Model kepemimpinan itu secara teoretik dikonsepsikan sebagai
kepemimpinan transformasional yang bercirikan adanya proses membangun
komitmen bersama terhadap organisasi dan memberikan kepercayaan kepada
para pengikut untuk mencapai sasaran. Menurut Burn (1978), dalam
kepemimpinan transformasional, pemimpin mencoba menimbulkan kesadaran
dari para pengikutnya dengan menyerukan cita-cita yang lebih tinggi dan nilai
moral.
Latar belakang masalah di atas menjadi alasan yang kuat bagi penulis untuk
menemukan model kepemimpinan transformasional kepala sekolah yang
dipengaruhi oleh disiplin kerja guru.
Dari uraian diatas penulis tertarik untuk meneliti permasalahan tersebut,
dengan mengambil judul penelitian:
“PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL
KEPALA SEKOLAH TERHADAP DISIPLIN KERJA GURU DI SMK UNGGULAN TERPADU PGII BANDUNG”
B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan masalah
Konseptual
Dalam permasalahan ini siklus penelitian yang dilakukan mengacu kepada
apa yang jadi permasalahan yakni mengenai gaya kepemimpinan
transformasional dan disiplin kerja.
Kontekstual
Penelitian ini hanya dilakukan di satu sekolah saja, untuk lebih mengetahui
pendalaman permasalahan yang ada disekolah tersebut yakni di SMK
2. Rumusan masalah
a. Bagaimana gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah di smk
unggulan terpadu pgii?
b. Bagaimana disiplin kerja guru di smk unggulan terpadu pgii?
c. Bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan transformasional kepala
sekolah terhadap disiplin kerja guru di smk unggulan terpadu pgii?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran secara jelas tentang pengaruh gaya
kepemimpinan transformasional kepala sekolah di smk unggulan
terpadu pgii dan pengaruhnya terhadap disiplin kerja guru.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gaya kepemimpinan transformasional kepala
sekolah
b. Untuk mengetahui disiplin kerja guru
c. Untuk mengetahui dampak dari pengaruh gaya kepemimpinan
transformasional kepala sekolah
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat kontribusi dari penelitian ini adalah untuk memperoleh
data secara jelas dan actual mengenai gambaran kepemimpinan kepala sekolah
terhadap disiplin kerja guru sebagai berikut,
1. Memberikan masukan baik secara teoritis, metodologis dan empiris tentang
cara gaya kepemimpinan kepala sekolah yang efektif
2. Sebagai acuan untuk mengetahui disiplin kerja guru kearah yang lebih baik
3. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan dan meningkatkan dampak
4. Sedangkan bagi peneliti sendiri diharapkan dapat memperkaya wawasan dan
pengetahuan terutama yang berkaitan dengan kepemimpinan kepala sekolah.
E. Asumsi Penelitian
Asumsi dasar merupakan titik tolak pemikiran di dalam penelitian yang
keberadaannya tidak diragukan lagi. Anggapan dasar ini menjadikan titik pangkal
dimana tidak lagi menjadi keraguan bagi penulis. Adapun yang menjadi menjadi
asumsi dasar dalam penelitian ini adalah :
1. Gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah berperan penting bagi
kelangsungan pendidikan disekolah.
2. Kepala sekolah memiliki kemampuan mengelola sekolahnya dengan sangat
baik.
3. Kepala sekolah mempunyai sikap dan perilaku yang sangat baik, terutama
sikap disiplin yang dimiliki kepala sekolah mampu menjadi contoh yang baik
untuk para guru dan lainnya.
4. Gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah bisa disesuaikan
dengan kondisi sekolah.
5. Sikap kedisiplinan kepala sekolah dan para guru bisa menjadi suatu tiruan
yang baik dan positif untuk para siswa dan lainnya.
6. Kepala sekolah mampu memberikan suatu peraturan yang benar dimana
peraturan tersebut mampu membangun disiplin kerja para guru.
7. Diberlakukannnya sistem outsourching untuk para guru yang tidak mampu
atau tidak memiliki kedisiplinan kerja dengan baik.
8. Adanya reward untuk para guru yang memiliki sikap disiplin kerja yang baik.
F. Struktur Organisasi 1. Hipotesis
Hipotesis penelitian menurut Sudjana (1996:219) adalah ”Perumusan
tersebut maka hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah :” Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah Berpengaruh Pada Disiplin
Kerja Guru”. Berdasarkan hipotesis tersebut dapat diketahui bahwa gaya
kepemimpinan transformasional kepala sekolah (variabel x) merupakan variabel
bebas artinya tidak tergantung atau mempengaruhi oleh variabel lain, sedangkan
disiplin kerja (variabel y) merupakan variabel terikat yang dipengaruhi dan
ditentukan oleh variabel terikat. Untuk memudahkan dalam penelitian ini maka
disusun suatu kerangka berpikir yang menjadi pedoman dalam proses penelitian
yaitu :
BAGAN 1.1.
PENGARUH VARIABEL X TERHADAP VARIABEL Y
Keterangan:
Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah sangat berpengaruh
terhadap Disiplin Kerja Guru
Hubungan Antara variabel X dan Y
Keterangan :
Variabel X : Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah
Variabel Y : Disiplin Kerja Guru
: Hubungan variabel X dengan variabel Y Gaya Kepemimpinan
Transformasional Kepala Sekolah
2. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu cara ataupun teknik yang dipergunakan
sebagai alat bantu untuk mengumpulkan data serta menganalisisnya agar
diperoleh suatu kesimpulan guna mencapai tujuan penelitian. Metode penelitian
adalah upaya untuk mencari kebenaran secara ilmiah yang didasarkan pada data
yang sesuai dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Disamping untuk
memperoleh kebenaran ilmiah. metode penelitian juga rnerupakan cara utama
yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian secara efektif. Keberhasilan
suatu penelitian akan tergantung dari metode yang digunakan oleh paneliti. Oleh
karena itu, metode penelitian harus sesuai dengan permasalahan yang ada.
Mengenai metode penelitian ini" Surakhmad (1993:31) mengemukakan bahwa:
Metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai tujuan,
misalnya untuk menguji serangkaian hipotesis, dengan menggunakan teknik serta
alat-alat tertentu. Cara utama ini dipergunakan setelah penyelidikan
memperhitungkan kewajibannya ditinjau dari tujuan penyelidikan serta dari
situasi penyelidikan.
Berdasarkan apa yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini maka
metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif
yang ditunjang oleh studi kepustakaan. Penelitian kuantitatif dilihat dari jenis
datanya adalah penelitian yang data penelitiannya bersifat numerik, yaitu data
yang berhubungan dengan angka-angka.
a. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah-langkah yang dilakukan
oleh peneliti untuk memperoleh data dalam usaha pemecahan maslah
penelitian. Adapun dalam pengumpulan data tersebut untuk memperoleh
data diperlukan teknik-teknik tertentu, sehingga data yang diharapkan dapat
dipecahkan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Hermawan Wasito
(1995:69), bahwa: Pengumpulan data merupakan langkah yang amat
penting dalam penelitian. Data yang terkumpul akan digunakan sebagai
bahasa analisis dan pengujian hipotesis yang telah dirumuskan.
Oleh karena itu, pengumpulan data harus dilakukan dengan sistematis,
terarah, dan sesuai dengan masalah penelitian. Telah dijelaskan hal tersebut
bahwa dalam teknik pengumpulan data erat hubungannya dengan masalah
penelitian yang akan dipecahkan. Oleh karena itu, pemilihan teknik perlu
diperhatikan. Dalam penelitian, penggunaan teknik dan alat pengumpul data
yang tepat (sesuai) dapat membantu pencapaian hasil (pemecahan masalah).
b. Prosedur Pengolahan Data
Mengolah data adalah salah satu langkah yang penting dalam kegiatan
penelitian. Langkah ini dilakukan agar data yang telah terkumpul
mempunyai arti dan dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai suatu jawaban
dari permasalahan yang diteliti.
3. Lokasi, Populasi Dan Sampel Penelitian
Langkah-langkah pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Populasi
Seperti yang dikemukakan oleh Sugiyono (2005:57) yang
mengemukakan bahwa: “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek / subjek yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang
Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi oleh peneliti adalah
manusia, yaitu personil atau pegawai di lingkungan SMK Unggulan
Terpadu PGII Bandung.
2. Sampel
Sampel penelitian merupakan sebagian dari populasi yang diambil
sebagai sumber data dengan menggunakan cara tertentu yang dianggap
mewakili seluruh populasi itu. Sugiyono (2005:91) berpendapat bahwa sampel adalah “sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”.
Dalam pengambilan sampel, ada beberapa hal yang harus diperhatikan
oleh peneliti untuk mengambil sampel. Ini ditujukan untuk kelancaran dan
kemudahan dalam pengambilan sampel dan juga pada proses pengolahan