• Tidak ada hasil yang ditemukan

t seni 0808924 chapter1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "t seni 0808924 chapter1"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan zaman yang cenderung mengglobal membawa pengaruh yang luas bagi kehidupan masyarakat. Pergeseran nilai-nilai budaya terjadi di hampir seluruh kawasan, termasuk kawasan Asia dan terlebih Indonesia. Banyak masyarakat di negeri ini telah meninggalkan warisan budaya nenek moyang, terutama generasi muda yang cenderung lebih condong kepada budaya Barat, dan melupakan nilai-nilai budaya sendiri. Ini terjadi karena pengaruh kapitalisme yang semakin luas membuat masyarakat semakin lemah memahami kearifan lokal dari budaya-budaya daerahnya sendiri. Hal ini dijelaskan Mamannoor (2002: 87) dalam bukunya Wacana Kritik Seni Rupa di Indonesia:

Analisis hakikat kehidupan sehari-hari dalam masyarakat kapitalis sangat krusial untuk memahami teknologi, meski teknologi itu sendiri bukanlah kekuatan yang menentukan, bagi Benjamin, ia mempunyai pengaruh penting. Mengikuti Marx, Benjamin yakin bahwa penggunaan alat musik modern akan berdampak pada fotisisme komoditas. Pemikiran yang sudah terkontaminasi tadi tidak berdaya untuk memahami kekinian yang diletakkan dalam konteks hubungan-hubungan sosial histories. Penggunaan teknologi secara luas akan membentuk tingkah laku manusia.

(2)

Padahal sebagian besar kemasan makanan itu tidak ramah lingkungan dan menimbulkan masalah tersendiri bagi masyarakat.

Telah lama kita mendengar masalah sampah di ibu kota. Gunungan sampah, saluran mampet, bahkan bencana longsornya sampah yang menelan korban jiwa kerap kali kita dengar beritanya dari media. Ketika diperhatikan, ternyata sebagian besar sampah itu berasal dari kemasan-kemasan makanan anorganik yang tidak bisa terurai dengan pembusukan. Lebih jelasnya, sebagian besar sampah itu adalah kemasan plastik, yang tentu saja tidak membusuk dan mencemarkan tanah. Ini menjadi bukti, banyak makanan berkemasan plastik atau kaleng yang menimbulkan masalah serius bagi lingkungan. Masyarakat Kampung Naga yang mencintai dan membanggakan budaya leluhurnya dalam cara mengemas makanan dalam kehidupan sehari-hari, resepsi-resepsi atau upacara adat. Suatu cara membungkus makanan yang bernilai seni tinggi, dunia seni menyebutnya media seni kriya. Cara ini tetap mereka lakukan sampai sekarang sebagai budaya yang telah mendarah daging dalam kehidupannya.

Melestarikan budaya dari leluhur bukanlah berusaha memisahkan diri dari lingkungan yang semakin modern, melainkan justru itu sebuah upaya mengintegrasikan diri dalam kehidupan nasional, memelihara karakter asli bangsa Indonesia. Sebagaimana diulas Kayam, dalam bukunya Seni, Tradisi,

Masyarakat (1981: 65)

(3)

Kayam (1981: 57) juga menegaskan bahwa, melestarikan budaya leluhur merupakan upaya melepaskan diri dari ikatan-ikatan penjajah:

Dalam keputusan atau keinginan untuk melepaskan dirinya dari ikatan sejarah yang kurang menguntungkan, apakah itu ikatan yang berbentuk penjajahan bangsa lain ataupun ikatan lainnya—wilayah-wilayah itu bersepakat untuk meneliti kembali warisan-warisan yang mereka miliki itu, untuk kemudian dipilih kembali sebagai “bahan pokok” , baru menyusun suatu tata yang dianggap akan lebih menguntungkan dan lebih memintas jalan pendek sejarah perkembangan wilayah itu. Penelitian dan pemilihan kembali warisan atau percobaan menemukan “bahan pokok” baru inilah, saya kira, yang disebut “mencari kesepakatan idiom”. Dan ini pulalah saya kira yang disebut “Proses integrasi nasional”.

(4)

sesuatu yang tidak dilakukan oileh karuhun merupakan sesuatu yang tabu dan bisa menimbulkan malapetaka. Pantangan atau pamali merupakan ketentuan hukum tidak tertulis yang mereka junjung tinggi dan dipatuhi setiap orang.

Tata kehidupan tersebut berdasarkan kepada pandangan dan pola kehidupan yang sederhana, yang tersirat dalam ungkapan “teu saba, teu banda,

teu boga, teu weduk, teu bedas, teu gagah, teu pinter (tidak bepergian, tidak

menyimpan harta, tidak mempunyai apa-apa, tidak mempunyai kekuatan, tidak kuat, tidak gagah, tidak pintar). Masyarakat Kampung Naga beranggapan bahwa mereka tidak diwarisi oleh leluhurnya sesuatu yang lebih, tetapi justru mereka diwarisi suatu keharusan hidup dalam kesederhanaan. Falsafah hidup sederhana tampaknya yang membuat mereka berada di tengah masyarakat global, namun tetap bisa bertahan dengan adat istiadat leluhur yang dipegang teguh. Masyarakat Kampung Naga melihat kemasan-kemasan makanan di pasaran beserta daya tariknya, namun mereka tetap cinta pada budaya leluhurnya, mengemas makanan dengan daun pisang, sebuah media kemasan makanan yang sederhana, namun bernilai seni tinggi.

(5)

B. Rumusan Masalah

Dengan latar belakang yang telah disebutkan di atas, penulis merumuskan beberapa permasalahan untuk menjadi bahan bahasan dalam karya tulis ini: 1. Bagaimanakah kebudayaan masyarakat Kampung Naga?

2. Apa saja media dan teknik kemasan seni kriya pada penyajian makanan di masyarakat Kampung Naga?

3. Bagaimanakah makna, fungsi dan tujuan bentuk kemasan daun pisang dalam penyajian makanan?

C. Tujuan

Prama (2005: 106), seorang motivator yang renungannya selalu menyentuh, dalam bukunya Rumah Kehidupan Penuh Keberuntungan:

Membangun Keberuntungan dengan Menyelami Diri, membagi model manusia ke

dalam dua golongan, ada golongan pencinta dan ada golongan inovator, yang keduanya memiliki perbedaan:

(6)

Menjadi pencinta, demikianlah salah satu tujuan menganalisis kemesan seni kriya bungkusan makanan yang menggunakan daun pisang pada salah satu kelompok adat Kampung Naga, di samping tujuan yang lainnya diantaranya:

1. Mendeskripsikan jenis dan media kemasan seni kriya penyajian makanan pada masyarakat Kampung Naga.

2. Mendeskripsikan fungsi kemasan daun pisang untuk kelestarian budaya mereka, dan lingkungan hidupnya.

3. Manganalisis pesan tersirat di balik bentuk dari media seni kriya penyajian makanan daun pisang masyarakat Kampung Naga.

4. Mengungkap kenyataan bahwa di balik kesederhanaan cara penyajian makanan itu, terkandung nilai-nilai yang tinggi.

D. Manfaat

1. Bagi peneliti: Dapat mengenal bentuk dan media seni kriya dalam penyajian makanan masyarakat Kampung Naga beserta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

2. Bagi pendidikan: Menambah wawasan tentang seni kriya dalam penyajian makanan masyarakat Kampung Naga beserta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

(7)

E. Telaah Pustaka

Masyarakat adat merupakan satu komunitas masyarakat yang sangat kental dengan adat istiadat yang telah tertanam sejak lama. Berdasarkan perspektif sosio-ekologis, masyarakat adat di Indonesia dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu: Kelompok Pertama bumi yang terdiri dari masyarakat Kanekes di Banten dan Masyarakat Kajang di Sulawesi Selatan, di mana mereka percaya sebagai kelompok masyarakat perpilih yang bertugas menjaga kelestarian bumi. Kelompok kedua, yaitu kelompok masyarakat Kasepuhan dan masyarakat Suku Naga yang juga cukup ketat dalam memelihara dan menjalankan adat tetapi masih membuka ruang cukup luas untuk berhubungan dengan dunia luar. Kelompok ketiga, adalah masyarakat-masyarakat adat yang tergantung dari alam (hutan, sungai, laut, dan lain-lain) dan mengembangkan sistem pengelolaan yang unik tetapi tidak mengembangkan adat yang ketat. Masuk ke dalam kelompok ini di antaranya masyarakat adat Dayak dan Penan di Kalimantan, masyarakat Pakava dan Lindu di Sulawesi Tengah, dan Masyarakat Dani di Papua Barat.

(8)

Haris dan Moran dalam Komunikasi Antar Budaya suntingan Mulyana & Rakhmat ( 1990: 87) mengatakan:

Pada dasarnya manusia-manusia menciptakan budaya atau lingkungan social mereka sebagai suatu adaptasi terhadap lingkungan fisik dan biologis mereka. Kebiasaan-kebiasaan, praktek-praktek, dan tradisi-tradisi untuk terus hidup dan berkembang diwariskan oleh suatu generasi ke generasi lainnya dalam suatu masyarakat tertentu. (….) generasi-generasi berikutnya terkondisikan untuk menerima kebenaran-kebenaran tersebut tentang kehidupan di sekitar mereka, pantangan-pantangan dan nilai-nilai tertentu ditetapkan, dan melalui banyak cara orang-orang menerima penjelasan tentang perilaku yang dapat diterima untuk hidup dalam masyarakat tersebut.

Budaya yang berkembang dalam suatu lingkungan juga memiliki nilai-nilai kuat untuk mengatur kehidupan masyarakatnya. Nilai-nilai-nilai ini merupakan suatu bentuk aturan tidak tertulis yang secara tidak langsung telah disepakati oleh masyarakatnya. Serta Pelanggaran terhadap aturan tersebut pada umumnya akan menimbulkan sanksi sosial. Budaya adalah gaya hidup unik suatu kelompok masyarakat tertentu. Karena keunikannya tersebut maka setiap budaya dari suatu suku bangsa tidak sama dengan suku bangsa lainnya. Masing-masing mempunyai ciri khas. Sehingga apabila seseorang akan memasuki suatu budaya baru maka ia perlu beradaptasi, menyesuaikan diri terhadap lingkungan baru yang berbeda dengan lingkungan terdahulu dimana mereka pernah tinggal.

(9)

mengenalkan budayanya pada masyarakat setempat, begitu pula pada saat kembali kepada lingkungannya akan membawa hal baru yang ia peroleh dari masyarakat perantauannya tersebut. Kebudayaan itu sendiri lahir dan berkembang seiring dengan waktu. Budaya akan berkembang dan berevolusi dari waktu ke waktu. Namun seperangkat karakteristik dimiliki bersama oleh sebuah kelompok secera keseluruhan dan dapat dilacak, meskipun telah berubah banyak dari generasi ke generasi.

Pertukaran budaya ini terjadi disebabkan adalanya proses komunikasi, sehingga, Mulyana (1990: 97) mengatakan: “Bahwa setiap praktek komunikasi pada dasarnya adalah suatu representasi budaya, atau tepatnya merupakan realitas budaya yang sangat rumit”. Budaya dan komunikasi berinteraksi sangat erat dan dinamis. Budaya muncul melalui komunikasi, dan sebaliknya budaya pun mempengaruhi cara berkomunikasi masyarakat bersangkutan.

Budaya tidak hanya berkaitan dengan kebiasaan, kesenian, dan kepercayaan suatu masyarakat, tetapi budaya adalah suatu yang kompleks. Dikutip oleh Singer (1972: 527), Taylor mengatakan: “Culture or civilization,

taken ini its wide ethnographic sense, is that complex whole which includes knowledge, belief, art, morals, law, custom, ang any other capabilities and habits

acquired by mas as a member of society”. Dalam pengertian tersebut dinyatakan

(10)

masyarakat yang berfungsi sebagai model dan tindakan penyesuaian diri dan gaya komunikasi yang memungkinkan orang-orang tinggal dalam masyarakat di suatu lingkungan Geografis tertentu.

Marzali (1997: xix), mengutip pendapat Goodenough, mengatakan bahwa:

Budaya suatu masyarakat terdiri atas segala sesuatu yang harus diketahui dan dipercayai seseorang agar dia dapat berprilaku sesuai dengan cara yang diterima oleh masyakarat. Budaya bukanlah suatu fenomena materian: dia tidak hanya terdiri atas benda-benda, manusia, prilaku atau emosi. Dia adalah suatu pengorganisasian dari hal-hal tersebut (mind), model yang mereka punya untuk mempersepsikan, menghubungkan, dan seterusnya menginterpretasikan hal ihwal tersebut.

Kompleksitas yang terdapat dalam suatu budaya pada akhirnya akan menampilkan suatu prilaku sosial, yang kemudian menjadi ciri suatu suku bangsa. Kebudayaan merupakan pengetahuan yang diperoleh, dan digunakan orang untuk menginterpretasikan pengalaman dan melahirkan tingkah laku sosial.

Kebudayaan, di mana nampak berbeda dengan yang lainnya, tetap mempunyai hakikat yang meliputi:

1. Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia.

2. Kebudayaan telah ada terlebih daulu mendahului lahirnya suatu generasi tertentu, dan tidak akan mati dengan habisnya generasi yang bersangkutan. 3. Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya. 4. Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban, tindakan

(11)

Hakekat kebudayaan tersebut nampak di lingkungan Kampung Naga. Kebudayaan yang merupakan peninggalan dari leluhur mereka; tecermin dalam bentuk benda-benda fisik dan dalam proses menjalankan upacara adat. Tidak hanya karena ingin melestarikan adat yang sudah ada tetapi warga Kampung Naga menjalankan ritual kebudayaan karena keyakinan, bahwa itu harus mereka lakukan dan apabila tidak dilaksanakan akan menimbulkan malapetaka. Dengan menjalankan ritual-ritual terdahulu secara tidak langsung telah menghormati leluhur.

Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang kompleks terdiri dari berbagai unsur sebagaimana dikemukakan Purwasito (2002: 98) bahwa budaya mengandung beberapa unsur meliputi:

a. Bahasa

b. Sistem pengetahuan c. Organisasi Sosial

d. Sistem Peralatan hidup dan teknologi e. Sistem mata pencaharian hidup f. System religi

g. Kesenian

Unsur-unsur tersebut, satu dengan lainnya akan saling mempengaruhi sistem peralatan hidup dan teknologinya. Di samping tujuh unsur tersebut letak geografis dapat ditambahkan sebagai salah satu hal yang akan mempengaruhi bagaimana budaya dalam masyarakat terbentuk.

(12)

Dikutip oleh Spradley, (1997: 89) mengemukakan tiga premis mengenai landasan teori ini.

Premis pertama, “Manusia melakukan berbagai hal atas dasar makna yang diberikan oleh berbagai hal itu kepada mereka”. Premis kedua, yang mendasari interaksionalisme simbolik adalah bahwa “makna berbagai hal itu berasal dari, atau muncul dari interaksi sosial seseorang dengan orang lain”. Premis ketiga, adalah “makna ditangani atau dimodifikasi melalui suatu proses penafsiran yang digunakan oleh orang dalam kaitannya dengan berbagai hal yang dihadapi.”

Esensi interasksionalisme adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Simbol atau lambang yang digunakan merupakan hasil kesepakatan bersama untuk menunjukkan sesuatu. Misalnya kata wortel ditujukan untuk jenis sayuran yang berwarna oranye. Simbol-simbol inipun tidak hanya berupa benda nyata tetapi juga meliputi perkataan, dan perilaku.

(13)

Prinsip-prinsip teori simbolik yang dikemukakan Mulyana, (1990: 79) di antaranya adalah:

1. Manusia tidak seperti hewan yang lebih rendah, manusia diberkahi dengan kemampuan berfikir.

2. Kemampun berfikir ini dipengaruhi oleh intraksi

3. dalam intraksi sosial orang belajar makna dan simbol yang memungkinkan mereka menerapkan kemampuan khas mereka sebagai manusia, yakni berfikir.

4. Makna dan simbol memungkinkan orang melanjutkan tindakan (action) dan interaksi khas manusia.

5. Orang mampu memodifikasi atau mengubah makna simbol yang mereka gunakan dalam tindakan dan interaksiberdasarkan interpretasi mereka atas situasi.

6. Orang mampu melakukan modifikasi dan perubahan ini karena, antara lain, kemampuan mereka berinteraksi dengan diri sendiri, yang memungkinkan mereka memeriksa tahapan-tahapan tindakan, menilai keuntungan dan kerugian relative, dan kemudian memilih salah satunya.

7. Pola-pola tindakan dan interaksi yang jalin-menjalin ini membentuk kelompok dan masyarakat.

Berdasarkan pada prinsip-prinsip tersebut, maka sangat mungkin satu simbol mempunyai makna yang beraneka ragam. Tergantung kepada interpretasi masing-masing individu, situasi yang mendukung saat simbol itu muncul, dan juga latar belakang individu yang bersangkutan.

F. Kerangka Teori

(14)

abstraksi, pendirian, pertimbangan, hasrat, pengalaman yang dipahami dan dihayati bersama oleh masyarakat.

Ekspresi kesenian berdasarkan uraian di atas akan selalu terkait. Oleh karena itu, ekspresi kesenian dari kebudayaan masyarakat petani akan berbeda dengan ekspresi kebudayaan masyarakat pegunungan dalam skala mikro, sebab pada dasarnya berkesenian adalah ekspresi spiritual pencipta seni itu sendiri. Mamannoor, (2002: 135) berpendapat:

Spiritualitas dalam seni ibarat ruh, jiwa dan batin yang menghidupkan makna dan nilai seni untuk mencapai suatu tujuan penghayatan. Di dalam tujuan penghayatan tersebut terdapat manifestasi bentuk dan realitas yang keseluruhannya mencuatkan nilai-nilai batin. Spiritualitas religius dalam seni bukan sekedar memberikan gambaran yang baik, melainkan ia adalah kebajikan keajikan yang terungkapkan.

Dengan demikian pada lapisan masyarakat pasti memiliki ekspresi kesenian yang khas, sistem simbol dan bentuk strategi adaptasinya dalam memenuhi kebutuhan akan keindahan (kebutuhan integratife yang akan menselaraskan kebutuhan lainnya). Kesenian adalah komponen sosiokultural yang bersifat universal. Isi dari kesenian adalah kesan-kesan atau pengungkapan simbolik yang bersifat fisik, mempunyai nilai estetis, emosional intelektual bagi para anggota masyarakat.

(15)

kesenian yang didasarkan atas jenis media ungkap (seni rupa, seni musik, seni tari dan seni drama); klasifikas-klasifikasi lain sehingga menimbulkan seni profan, seni sakral, seni tradisional, seni modern, seni postmodern, dan lain-lain.

Dari uraian di atas, seni adalah medium antara materialisme dunia dengan spiritual. Seni adalah sesuatu yang memuat hal-hal yang identitas, sesuatu yang tidak kita kenal sebelumnya, dan kini dapat dikenali sebagai karya seorang seniman. Meskipun demikian, niat itu ada, berkembang dan dibakukan di dalam dan melalui tradisi-tradisi suatu masyarakat. Kesenian pada akhirnya mampu menopang kolektivitas nilai, karena kesenian seperti halnya kebudayaan juga dimiliki oleh masyarakat, itupun dalam kenyataan empirik didukung oleh individu-individu dalam suatu masyarakat. Penciptaan seni oleh individu-individu itu pada dasarnya tidak akan terlepas dari sistem budaya yang dimilikinya secara bersama. Oleh karena itu, sebuah ekspresi kesenian akan dapat dipahami dan diterima secara sosial karena di dalamnya terdapat asas-asas yang dimiliki secara bersama.

(16)

kemasyarakatan mewujudkan dalam berbagai bentuk norma, budaya dan kebiasaan bersama dapat dijadikan sebagai kebijakan dalam menjelaskan aturan masyarakat.

Masyarakat dalam kajian ini dipandang sebagai organisme yang di dalamnya selalu diupayakan suatu keadaan yang memperjuangkan tertib dan aturan sosial serta mengedepankan keseimbangan. Konsep ini adalah inti dari pandangan yang lebih mengarah kepada upaya mewujudkan komitmennya dalam membangun keseimbangan, tertib dan aturan sosial. Perilaku anggota masyarakat memiliki dua alternatif terdiri dari pasangan-pasangan berbeda yang terdiri dari lima variabel yaitu: 1) Netral perasaan, 2) Arah diri atau arah kolektif, 3) Partikularisme atau universalisme, 4) Status Bawaan dan Status Perolehan, dan 5) Campur baur kekhususan.

(17)

G. Metode Penelitian dan Teknik pengumpulan Data

1. Metode Penelitian

Keterangan tentang apa itu yang disebut metode dijelaskan oleh Bagus dalam karyanya Kamus Filsafat ( 1996: 635 - 636)

Metode secara harfiyah menggambarkan jalan atau cara totalitas yang dicapai dan dibangun. Kita mendengkati pengetahuan suatu bidang secara metodis apabila kita mempelajarinya sesuai rencana, mengerjakan bidang-bidangnya yang tertentu, mengatur berbagai kepingan pengetahuan secara logis dan mengahasilkan sebanyak mungkin hubungan. Akhirnya, kita mencoba mengetahui masing-masing dan setiap hal bukan hanya bahwa hal itu ada melainkan juga mengapa hal itu ada, bagaimana adanya—jadi kita ingin mengetahui bukan hanya fakta-fakta melainkan juga alas an atau dasar fakta-fakta ini.

Metode pertama adalah pendekatan. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam kajian yakni pendekatan budaya, yakni suatu pendekatan dalam penelitian yang lebih memperhatikan hubungan-hubungan fungsional dalam struktur yang bertingkat-tingkat, di mana antar gejala satu sama lain saling berkaitan dan membentuk suatu kesatuan dan holistik.

(18)

obyek, pelaku, aktifitas, tindakan, dan perasaan-perasaan masyarakat yang bersangkutan mengenai pola budaya belajar masyarakat Kampung Naga.

(19)

2. Teknik Pengumpulan Data

Sumber informasi atau data yang dilakukan dalam penelitian ini diperoleh melalui studi lapangan, yakni melalui observasi atau pengamatan, baik berupa pengamatan biasa ataupun pengamatan terlibat. Sumber informasi pengamatan adalah keadaan dan kejadian yang berlangsung dalam lingkungan masyarakat Kampung Naga, seperti: (a) peta pemukiman; (b) jenis bangunan yang ada; (c) jalan-jalan yang saling menghubungkan antar kampung; (d) kegiatan-kegiatan; (f) kegiatan keagamaan; (g) kegiatan keterampilan hidup sehari-hari. Observasi atau pengamatan terlibat digunakan untuk memperhatikan pada (a) suasana kehidupan; (b) suasana pekerjaan; (c) berbagai proses kegiatan bekerja; (d) proses pembelajaran kriya melukis.

Interview atau wawancara penting dalam penggalian informasi dari para

(20)

H. Sistematika Penulisan

1. BAB I: PENDAHULUAN

Terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian Telaah Pustaka, Kerangka Teori, Metode Penelitian, Langkah-langkah Penelitian, Sistematika Penulisan.

2 . BAB II: LANDASAN TEORI / KAJIAN PUSTAKA

Terdiri dari konsep/teori dan pendapat yang menjadi landasan dalam penelitian ini.

3. BAB: IV METODOLOGI PENELITIAN

Menjelaskan tentang metode apa yang akan digunakan dalam penelitian, menentukan sumber data, teknik pengumpulan data dan jenis instrumen, penyususnan dan analisis data.

4. BAB: III PROFIL DAN SEJARAH KAMPUNG NAGA

Menjelaskan perihal sejarah yang sebenarnya profil Kampung Naga dan tradisi kehidupannya yang merupakan kebanggaan daerah setempat dan penghargaan kepada nenek moyangnya.. Analisis yang kami tawarkan lebih kepada studi kasus.

(21)

5. BAB: V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Menjelaskan tentang fungsi aspek media seni seni kriya penyajian makanan yang dibungkus daun pisang dan nilai-nilai seni apakah yang terkandung dalam seni kriya masyarakat Kampung Naga.

6. BAB: VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Referensi

Dokumen terkait

Medan Kota, atau setidak-tidaknya pada suatu tempat dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Medan, “Mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang

Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran mahasiswa dapat melaksanakan dengan baik karena sekolah sudah memiliki kurikulum yang sudah ditetapkan oleh sekolah tersebut,

Hasil penelitian terdapat pengaruh positif dan signifikan persepsi peserta didik tentang metode mengajar guru terhadap minat belajar IPS, terdapat pengaruh positif dan

para oknum petugas yang berada dalam wilayah perairan Kabupaten Raja Ampat disinyalir kuat telah terlibat dan mengetahui terjadinya kegiatan illegal fishing dengan

Berdasarkan uraian teori dan kenyataan dilapangan yang telah dijabarkan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Hubungan antara Kepuasan

Dalam kaitannya dengan makna produk distro bagi remaja motivasi yang mendasari mereka menggunakan produk Woodland adalah ingin terlihat berbeda dari orang lain disekitarnya,

Untuk mengetahui berapa besar pengaruh Iklan di Televisidan Kualitas Produk secara bersama- sama (Simultan) Terhadap Motivasi Pembelian Pelanggan Shampo Sunsilk Pada

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024) 8508081, Fax.. Pengabdian