• Tidak ada hasil yang ditemukan

t pips 0909587 chapter1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "t pips 0909587 chapter1"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Masalah guru merupakan masalah yang sangat penting dan

mendasar untuk dikaji berkaitan dengan pembelajaran dan penyelenggaraan pendidikan terutama tentang kinerja mengajar guru. Selama ini kondisi guru

masih tetap dijadikan penyebab lemahnya kualitas pendidikan. Keberhasilan dan kegagalan siswa dalam proses pembelajaran selalu dikaitkan dengan mutu kinerja mengajar guru, sehingga kualitas kinerja guru ini akan dapat

diketahui dengan berbagai cara termasuk dari hasil belajar siswa. Peningkatan kinerja guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa harus tetap

diupayakan baik oleh guru itu sendiri dan pihak-pihak lain yang terkait, guru harus mampu memahami dan menggunakan berbagai model,

pendekatan dan metode termasuk teknik bertanya.

Pembelajaran sejarah selama ini masih sangat teacher centered disebabkan oleh rendahnya pengetahuan dan pemahaman guru terhadap

berbagai model dan media pembelajaran sehingga pembelarajan sejarah menjadi kering dan kurang diminati siswa (Muchtar, 2004).

Teknik bertanya merupakan teknik yang bersifat mendasar yang

(2)

bagian yang sangat penting dilakukan guna menciptakan suasana pembelajaran yang baik, pembelajaran yang baik bukan saja diperankan

oleh guru semata namun harus juga ada peran dari peserta didik. Untuk dapat terjadi hal tersebut guru tidak hanya memiliki kecakapan dan teknik

untuk menguasai materi yang diajarkan namun harus pula memiliki kemampuan untuk menyampaikan, dengan kata lain harus menggunakan metode dan pendekatan yang dapat membuat siswa tertarik dan memahami

apa yang akan disampaikan oleh guru tersebut.

Guru dikatakan sebagai fasilitator yang baik bila dalam menyampaikan materi tersebut tidak hanya satu arah yaitu dalam kegiatan

proses pembelajaran tidak dikuasai semata oleh guru saja, namun siswa juga harus ikut aktif dan berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran. Dalam

kegiatan proses pembelajaran guru harus menguasi berbagai metode dan teknik pembelajaran termasuk diantaranya menguasi teknik bertanya. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Supriatna (2005:115) yang

menjelaskan bahwa pentingnya bagi guru untuk menggeser posisinya yang semula sebagai pusat kegiatan belajar saat menerangkan (menjelaskan)

materi dan memberikan peluang kepada siswa untuk menempati posisi sebagai pusat kegiatan belajar pada saat menjawab pertanyaan. Pertanyaan tersebut memberi dampak kepada siswa karena akan menjadi pendorong

dan motivasi untuk mencari dan belajar dari berbagai sumber pembelajaran.

Minat bertanya siswa sekarang ini dari hasil pengamatan selama

(3)

banyaknya keinginan serta semakin banyaknya tugas serta tuntutan yang diberikan oleh guru namun tidak disertai dengan pendekatan dan

model-model pembelajaran yang menarik sehingga membuat siswa-siswi semakin jenuh untuk belajar.

Ada beberapa hal yang membuat siswa tidak ada minat untuk

belajar serta bertanya, dan salah satu faktor penyebabnya adalah guru. Secara umum Muchtar (2004:52) mengungkapkan bahwa kelemahan guru

pendidikan IPS dianalisis atas tuntutan memperkuat mutu proses pembelajaran antara lain:

(1) Tidak bertindak sebagai fasilitator akan tetapi lebih banyak bertindak dan berposisi sebagai satu-satunya sumber belajar, (2) Lebih banyak cendrung tampil bukan sebagai pendidik yang dapat mengembangkan secara terintegrasi dimensi intelektual, emosional dan sosial, (3) Cenderung bertindak sebagai pemberi bahan pembelajaran belum bertindak sebagai pembelajar, (4) Belum dapat melakukan pengelolaan kelas secara optimal, lebih banyak bertindak sebagai penyaji informasi buku, (5) Belum bertindak secara langsung terencana membentuk kemampuan berpikir dan sistem nilai peserta didik. (6) Lebih banyak bertindak sebagai pengajar sehingga belum banyak bertindak sebagai panutan, (7) Belum secara optimal memberikan kemudahan bagi para peserta didik dalam belajar.

Akibatnya, pendidikan sejarah dalam konteks pendidikan IPS,

terkesan sebagai mata pelajaran yang dianggap remeh dan bahkan terkesan membosankan. Selebihnya tidak ada yang diharapkan karena dianggap tidak

(4)

kurang menarik dan tidak memiliki nilai guna sehingga kurang diminati.

Banyak cara dan langkah serta upaya-upaya yang telah dilakukan

oleh Kementerian Pendidikan Nasional dalam meningkatkan mutu pendidikan. Antara lain melakukan kebijakan yang berkaitan dengan pemerataan atau perbaikan akses terhadap pendidikan, peningkatan mutu,

pengembangan potensi peserta didik agar peserta didik menjadi manusia yang berkualitas bukan saja otaknya menjadi cerdas namun memiliki

karekter bangsa yang tangguh dan handal. Hal ini sesuai dengan tujuan Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,yang

berupaya sebagai berikut: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang

bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Sistem Pendidikan Nasional, 2003:6)

Berdasarkan pengamatan guru sejarah, menemukan jawaban terhadap adanya kecenderungan siswa belajar sejarah tidak semangat karena tidak merasakan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari secara nyata atau

langsung. Dari alasan mereka tersebut tumbuh sikap atau anggapan bahwa pelajaran sejarah tidak penting, sehingga menyepelekan mata pelajaran

(5)

mengakibatkan tidak ada perhatian. Ketidakperdulian tersebut dapat dengan jelas dilihat dari keengganan mereka mengajukan pertanyaan dalam proses

pembelajaran. Keengganan belajar IPS, dalam hal ini sejarah, sudah mulai tumbuh sejak pendidikan dasar sehingga tidak mengherankan pada saat

mereka dibangku SMA/MA menjadi lebih memprihatinkan.

Pada dasarnya setiap siswa adalah seorang pembelajar aktif. Mereka senantiasa berusaha menemukan pengertian-pengertian,

pemahaman-pemahaman, persamaan-persamaan realitas, fakta atau fenomena yang ditemui. Mereka aktif membangun dan menginterpretasikan segala sesuatu hingga mencapai pengertian terhadap diri dan lingkungannya. Oleh karena

itu pendidik hendaknya dapat menciptakan situasi belajar yang student centered agar proses konstruksi pengetahuan siswa dapat terlaksana dengan

baik.

Dalam upaya meningkatkan iklim pembelajaran di sekolah untuk memperoleh hasil yang maksimal maka pembelajaran teacher-centered yang menekankan konsep-konsep dapat ditransfer dari pendidik ke siswa, beralih menuju student centered yang menekankan bahwa dalam pembelajaran siswa sendirilah yang akan membangun pengetahuannya (Karli dan Yuliariatiningsih, M.S., 2003:7).

Pengajaran Sejarah pada tingkat persekolahan mempunyai nilai strategis dalam kaitannya dengan pembangunan bangsa masa kini dan masa mendatang. Pembelajaran sejarah akan mengembangkan pemahaman siswa

(6)

masyarakat yang serba dinamis saat ini. Pendidikan sejarah bukan semata-mata dimaksudkan agar siswa tahu dan hafal tentang peristiwa masa lalu

bangsa dan negaranya, namun bagaimana mereka dapat menjadikan pengetahuan dan pemahaman terhadap sejarah tersebut sebagai bahan

refleksi diri dalam memahami dinamika kehidupan saat ini, sehingga dalam diri mereka tumbuh dan berkembang rasa cinta dan tanggung jawab terhadap bangsanya. Disamping itu pendidikan sejarah di sekolah bertujuan

untuk mengembangkan potensi siswa untuk berpikir kronologis dan kritis analitis serta dapat memahami sejarah dengan baik dan benar. Hal ini sesuai

dengan tujuan diajarkannya mata pelajaran sejarah di SMA yaitu:

a. Mendorong siswa berpikir kritis analitis dalam memanfaatkan pengetahuan tentang masa lampau untuk memahami kehidupan masa kini dan yang akan datang.

b. Memahami bahwa sejarah merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari.

c. Mengembangkan kemampuan intelektual dan teknik untuk memahami proses perubahan dan keberlanjutan masyarakat (Departemen Pendidikan Nasional, 2003:6).

Berpikir kritis analitis dalam pendidikan sejarah adalah kemampuan

mengembangkan pengetahuan, pemahaman, analisis dan sikap serta perilaku berdasarkan pengalaman-pengalaman sejarah dengan menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa lainnya serta mampu membuat keputusan dan

mengambil hikmah dari pengalaman-pengalaman tersebut untuk dijadikan tolak ukur dalam bersikap, berpikir dan bertingkah laku. Hal ini sesuai

dengan pendapat Hasan, (1997: 140) yang menyatakan bahwa:

(7)

didasarkan pada disiplin ilmu sejarah. Mereka sudah mulai dapat diperkenalkan dengan berbagai cara kerja, cara analisis dan juga wawasan keilmuan sejarah. Ini dirasakan sebagai suatu kebutuhan untuk mempersiapkan mereka memasuki pendidikan yang lebih tinggi dan khusus di perguruan tinggi. Dalam jenjang pendidikan ini tujuan utama pendidikan sejarah bukan lagi untuk menambah keleluasan pengetahuan tentang berbagai peristiwa yang terjadi tetapi mendalami peristiwa tertentu.

Sejarah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Setiap

saat orang akan mengukir sejarah. Dalam proses perjalanan sejarah diharapkan siswa dapat mengasah kemampuan intelektualnya dan memahami proses perubahan yang terjadi. Oleh karena itu sejarah dapat

dijadikan pedoman untuk kehidupan selanjutnya. Kehidupan selanjutnya atau masa depan akan penuh dengan berbagai tantangan. Sudah saatnya pula

proses pembelajaran sejarah di kelas disesuaikan, dengan maksud untuk mengantisipasi perkembangan dunia tersebut, sehingga dapat membantu siswa dalam mempersiapkan kehidupan mereka dengan keadaan

perkembangan dunia saat ini dan masa depan. Demikian dijelaskan Hasan (2004:16) bahwa "belajar sejarah adalah belajar dari pengalaman orang lain

di masa lampau untuk dijadikan pelajaran dan bahan pemikiran untuk kehidupan masa kini dan masa mendatang".

Sejalan dengan itu Sjamsuddin (1999:15) mengungkapkan

"Mengkaji sejarah adalah ikut mengapresiasi masa lalu dan kita turut empati terhadap apa yang menjadi tujuan-tujuan, prestasi-prestasi, dan

(8)

sentimental tersebut dapat menentukan tingkah laku di masa yang akan datang". Senada dengan itu Wiriaatmadja (2002:156) menulis, "Pengajaran

sejarah akan membangkitkan kesadaran empati (emphatic awareness) di kalangan peserta didik, yaitu sikap simpati dan toleransi terhadap, orang lain

yang disertai dengan kemampuan mental untuk imajinasi dan kreativitas".

Kenyataan dari realitas pendidikan berdasarkan penelitian beberapa pakar pendidikan di Indonesia, mengisyaratkan bahwa pelajaran Sejarah

yang diajarkan di berbagai lembaga pendidikan formal masih memperlihatkan suatu kondisi yang memprihatinkan. Pengajaran Sejarah sebagai bagian dari pendidikan IPS tampaknya masih sebagai kontribusi

pengetahuan belaka dengan penekanan lebih pada domain kognitif rendah berupa hafalan terhadap tokoh, ruang, waktu dan peristiwa belaka.

Selain itu kenyataan menunjukkan bahwa pembelajaran sejarah di sekolah-sekolah dapat dikatakan masih belum memuaskan, karena guru sejarah hanya membeberkan fakta-fakta kering, berupa urutan tahun dan

peristiwa belaka. Pelajaran sejarah dirasakan murid hanyalah mengulangi hal-hal yang sama dari tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah.

Pendekatan serta teknik pengajarannya juga monoton. Bahkan materi pembelajaran sejarah terkesan berpusat pada daerah-daerah tertentu sebut saja Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Maluku, kita masih cenderung "Jawa

sentris" (Supardan, 2004:110).

(9)

disebabkan oleh faktor guru yang kurang mampu mengembangkan teknik mengajar yang dapat menarik perhatian siswa dan mendorong siswa untuk

belajar secara aktif dan kreatif. Dengan kata lain pembelajaran yang dilakukan masih bersifat konvensional, yaitu hanya terbatas pada

penyampaian serangkaian fakta sejarah dengan ciri khasnya guru sebagai sentral ilmu pengetahuan (teacher centered) dan siswa hanya menerima apa yang diajarkan oleh guru serta materi pembelajarannya sesuai dengan

kurikulum. Penggunaan metode ceramah sangat mendominasi dalam pembelajaran sehingga potensi siswa tidak berkembang.

Anak didik kurang diikutsertakan dalam proses pembelajaran dan

membiarkan budaya diam selama pelajaran sejarah berlangsung. Sehingga daya nalar dan berpikir kreatif siswa dalam pelajaran sejarah tidak

berkembang dan ini disebabkan oleh banyak faktor disamping karena siswa kurang dilibatkan langsung sebagai subjek pembelajaran juga diakibatkan oleh kondisi sosial yang sangat dominan dan ini yang membudaya pada

Madrasah tempat penulis mengajar. Adapun yang melatar belakangi kondisi di atas terjadinya disebabkan adanya stratifikasi sosial yang masih

berlangsung di kalangan masyarakat, masih adanya kelas bawahan dan atasan. Kelas atas terdiri dari para bangsawan dan golongan kaya, dan pegawai dan kelas bawah ini terdiri dari para petani, buruh dan masyarakat

miskin. Siswa pada madrasah tempat peneliti bertugas terdiri dari kurang lebih 85% adalah anak para petani dan buruh, secara status sosial mereka

(10)

berdampak secara psikologis dan terhadap sikap siswa terhadap guru yang selalu menerima dan mendengar tanpa ada timbal balik sebagai upaya untuk

kreatif membangun suasana pembelajaran yang dua arah dari guru dan murid. Kondisi inilah yang menjadi masalah bagi pendidik untuk

membangun suasana pembelajaran yang lebih aktif dan lebih menyenangkan. Hal ini juga diungkapkan oleh Wiriaatmadja, (2002:158):

Kelemahan-kelemahan yang tampak dalam pembelajaran sejarah adalah kurang mengikutsertakan siswa, dan membiarkan “budaya diam” berlangsung di dalam kelas. Kondisi demikian menyebabkan pengajaran sejarah, dan sejarah nasional khususnya, kurang berhasil dalam menggairahkan pembelajaran siswa untuk penghayatan nilai-nilai secara mendalam yang ditunjukkan dengan pengungkapan ekspresi secara vokal. Faktor-faktor lain yang kurang menunjang ialah luasnya cakupan bahan pengajaran, bertumpang tindihnya materi dengan pengajaran lain yang sejenis, dan dukungan buku teks dan bahan bacaan lainnya yang bersifat informatif dari pada merangsang daya nalar dan berpikir kreatif siswa.

Berdasarkan hasil pengamatan yang penulis lakukan selama bertugas mengajar sejarah di MAN Sengkol sebagai guru, dapat dikemukakan bahwa

kondisi pembelajaran sejarah saat ini adalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran sejarah masih bersifat teacher centered artinya sebagian

besar guru masih mendominasi kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan ceramah yang monoton, sehingga kurang terbuka pada tuntutan pembaharuan atau inovasi sebagaimana tuntutan kurikulum.

Pendekatan belajar ini mengakibatkan guru lebih aktif sedangkan siswa akan terkesan pasif dan hanya menerima apa yang dikatakan guru saja.

(11)

2. Keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran masih sangat terbatas,

karena itu banyak siswa merasa bosan dan jenuh.

3. Pembelajaran dititikberatkan pada penguasaan fakta dan konsep, yang

bersifat hafalan, kurang mengembangkan aspek-aspek yang lain seperti

dayaberpikir kritis dan bekerja sama. Padahal pembelajaran Sejarah juga diharapkan dapat menanamkan aspek-aspek tersebut.

4. Pembelajaran sejarah selama ini tidak memasukkan unsur inovatif,

sehingga siswa merasa jenuh.

5. Dalam kegiatan pembelajaran guru masih belum melakukan pertanyaan

dengan menggunakan teknik bertanya

6. Pelaksanaan evaluasi yang dikembangkan oleh guru lebih banyak

berorientasi pada hasil, sementara evaluasi proses terabaikan, sehingga

menyebabkan siswa dipaksa untuk menghafal, sedangkan proses pembelajarannya berada di luar jangkauan penilaian guru.

7. Hasil belajar sejarah selama ini masih sangat rendah bila dilihat dari hasil

Ujian Nasional yang diadakan oleh Madrasah.

Sehubungan dengan permasalahan di atas, maka, upaya penerapan

pendekatan pembelajaran Sejarah di MAN Sengkol Pujut Lombok Tengah merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak untuk dilakukan. Salah

satu pendekatan yang diduga dapat menjembatani keresahan tersebut adalah pendekatan pembelajaran dengan pendekatan "konstruktivistik". Pendekatan pembelajaran Konstruktivistik menekankan pada usaha memberi porsi yang

(12)

mengkonstruksi pengetahuan sendiri. Di samping belajar sejarah di dalam kelas, siswa juga diajak ke lingkungan sekitar sekolah untuk mengamati

langsung sumber-sumber sejarah serta mengumpulkan data sejarah. Aspek-aspek yang diamati tidak semata-mata berupa sejarah dalam artian

urutan-urutan peristiwa, tetapi berbagai aspek kehidupan yang terkait seperti ekonomi, sosial, budaya, pertanian, keyakinan dan sebagainya. Hal ini memberikan kesempatan belajar lebih luas dan suasana yang kondusif kepada

siswa untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, termasuk keterampilan bekerjasama untuk memperoleh pengetahuan yang bermanfaat

bagi kehidupannya di masyarakat.

Pembelajaran Sejarah dengan Pendekatan teknik bertanya kiranya dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, sehingga siswa menjadi aktif dan

kreaktif (student centered) dalam proses belajar mengajar, sekaligus melatih beberapa keterampilan siswa dalam belajar. Pada dasarnya pengetahuan dibangun manusia sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks

yang terbatas (sempit). Pengetahuan bukanlah sekedar seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat, manusia harus

mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Hal ini sesuai dengan pendapat Wiriaatmadja (2002:307-308) bahwa proses belajar mengajar Ilmu-ilmu Sosial akan tangguh apabila melakukan

banyak kegiatan aktif, seperti:

(13)

berkembang tiba-tiba.

b. Melalui proses belajar aktif, siswa lebih mudah mengembangkan dan memahami pengetahuan baru mereka.

c. Proses belajar aktif membangun kebermaknaan pembelajaran yang diperlukan agar peserta didik dapat mengembangkan pemahaman sosialnya.

d. Peran guru secara bertahap bergeser dari sebagai sumber pengetahuan pada peranan yang tidak menonjol untuk mendorong siswa agar mandiri dan berdisiplin.

e. Proses belajar mengajar Ilmu-ilmu Sosial yang tangguh menekankan proses pembelajaran dengan kegiatan aktif di lapangan untuk mempelajari kehidupan nyata dengan menggunakan bahan dan teknik yang ada di lapangan.

Siswa perlu dikondisikan untuk terbiasa memecahkan masalah,

menemukan hal-hal yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan gagasan-gagasan. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada

siswa, oleh sebab itu siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Hal ini sejalan dengan esensi dari teori belajar bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke

situasi lain, dan dapat menjadi milik mereka sendiri. Pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima begitu saja

pengetahuan secara pasif. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran dalam bentuk tanya jawab baik kepada gurunya maupun sesama

temannya.

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, penulis mencoba mengadakan penelitian tentang " Penerapan Teknik Bertanya

(14)

X (Penelitian Tindakan Kelas di MAN Sengkol kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah NTB)"

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, penulis berkeyakinan bahwa penerapan pembelajaran sejarah dengan Teknik Bertanya untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran sejarah. Dari

rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka pertanyaan penelitiannya adalah sebagai berikut:

a. Apakah guru sudah melaksanakan pembelajaran sejarah yang aktif dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa?

b. Bagaimana guru merencanakan pembelajaran sejarah dengan menggunakan

teknik bertanya?

c. Bagaimana guru melaksanakan teknik bertanya dalam pembelajaran sejarah?

d. Dengan menggunakan teknik bertanya, apakah guru dapat meningkatkan

hasil belajar siswa pada pelajaran sejarah?

C. Klarifikasi Konsep

a. Teknik Bertanya, Adapun yang dimaksud dengan teknik bertanya adalah

(15)

pertanyaan kepada peserta didik dengan memperhatikan karakteristik dan latar belakang peserta didik.

Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menantang, peserta didik akan terangsang untuk berimajinasi sehingga dapat

mengembangkan gagasan-gagasan barunya.

(

http://hbis.wordpress.com/2010/02/12/fungsi-bertanya-dalam-kegiatan-belajar-mengajar)

b. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara

( Sistem Pendidikan Nasional, 2003:3).

c. Sejarah adalah rekonstruksi masa lalu, yaitu rekonstruksi dari yang sudah

dipikirkan, dikerjakan, dikatakan, dirasakan, dan dialami manusia. Namun, perlu ditegaskan bahwa membangun kembali masa lalu bukan untuk kepentingan masa lalu itu sendiri,melainkan juga untuk menghadapi

kehidupan masa kini dan bahkan untuk masa akan datang. Oleh karenanya, orang tidak akan belajar sejarah kalau tidak ada gunanya. Kenyataannya,

(16)

d. Hasil belajar menurut Sudjana (1990:22) adalah kemampuan yang dimiliki

siswa setelah ia menerima pengalaman belajaranya.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu kemampuan atau keterampilan yang dimiliki oleh siswa setelah siswa tersebut mengalami aktivitas

belajar.http://history22education.wordpress.com.

D. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan penerapan teknik bertanya, pada jenjang Madrasah

Aliyah. Sedangkan secara khusus, tujuan penelitian ini adalah untuk:

a. Guru melaksanakan pembelajaran sejarah yang aktif dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa ?

b. Guru merencanakan pembelajaran sejarah dengan menggunakanteknik

bertanya.

c. Guru menerapkan teknik bertanya dalam pembelajaran sejarah.

d. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan teknik

(17)

E. Manfaat Penelitian

Secara teoritis penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian bagi

pengembangan pembelajaran sejarah di sekolah. Selanjutnya penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang pembelajaran dengan teknik bertanya, terutama dalam pembelajaran sejarah

dan juga akan dapat memberikan konstribusi yang positif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di semua jenjang pendidikan.

Secara praktis yang dapat diambil sebagai manfaat dari penelitian ini antara lain:

a. Memberikan suatu pengalaman (baru) yang berharga bagi guru dan peserta

didik dalam kegiatan belajar mengajar, dengan menggunakan pembelajaran teknik bertanya pada pelajaran sejarah.

b. Bagi guru yang ingin menggunakan pembelajaran dengan teknik bertanya,

diharapkan dapat diterapkan sebagai salah satu pendekatan dan bahan

acuan dalam melaksanakan pembelajaran sejarah.

c. Bagi peserta didik, dengan pembelajaran ini diharapkan dapat

meningkatkan hasil belajar, memperoleh pengalaman berharga sehingga

dapat dijadikan sebagai wahana untuk belajar dan berlatih.

d. Bagi kepala sekolah atau pengambil keputusan dalam bidang pendidikan

(18)

Tengah NTB.

e. Bagi peneliti bidang sejenis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

salah satu dasar dan masukan dalam mengembangkan penelitian selanjutnya, terutama dalam aspek-aspek teknik lainya dalam upaya

Referensi

Dokumen terkait

Hudiono (2006: 1) menyatakan bahwa, pandangan konstruktivisme dalam pembelajaran matematika, sasaran utamanya adalah mengharapkan munculnya kemampuan siswa dalam pemecahan

Upaya meningkatkan pariwisata di Desa Wisata Bobung yang mengalami penurunan kondisi tersebut juga terlihat pada komponen- komponen wisata (baik dari segi atraksi,

Sistem ini dapat membantu pengurus koperasi dalam melihat data anggota koperasi yang bermasalah atau blacklist yang berati anggota koperasi tersebut telah bermasalah

Penerapan Surat Edaran No.15/40/DKMP 2013 yaitu penerapan prinsip kehati-hatian dalam memberikan fasilitas KPR iB jika properti yang dijadikan agunan belum

Pada Hari ini Senin tanggal Lima Belas Bulan Oktober Tahun Dua Ribu Dua Belas, Kami Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Dinas Kesehatan Kab.Nunukan sesuai jadwal yang ada pada Sistem

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) Hubungan secara simultan antara atribut produk, harga dan saluran distribusi dengan loyalitas konsumen. 2) Hubungan

Melihat kondisi dan data-data yang dikemukakan di atas, yaitu meningkatnya prevalensi hipertensi sementara masih banyak pasien yang belum diobati ataupun yang sudah diobati

d) Pen Tool , merupakan alat untuk membuat garis atau bagian dari sebuah kurva. Alat tersebut tidak sama dengan Bézier Tool. Saat Anda menggunakan Pen Tool , pada property