BAB III
STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN NGAWI
A. KLUSTER DESA HUTAN
1. Gambaran Umum
Sebagian besar wilayah Kabupaten Ngawi memiliki topografi datar
sampai landai, hanya sebagian kecil di lereng Gunung Lawu yang memiliki
topografi berbukit-bukit dan curam, dengan luas wilayah 129.598 Ha dan
berdasarkan data PT Perhutani 2009 sekitar 35 % atau 45.428,6 Ha luas
wilayah Kabupaten Ngawi merupakan lahan milik kehutanan, yang terdiri dari
KPH Ngawi (34.921,3 Ha), KPH Saradan (5.198,9 Ha), KPH Lawu Ds
(5.308,4 Ha). Dan 3.712,94 Ha merupakan Hutan Rakyat (Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kab. Ngawi Th 2008).
Tabel 3.1.1
Jumlah Desa Sekitar Hutan di Kabupaten Ngawi
Jumlah Jumlah
Sumber data : Ngawi dalam angka 2009 * Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Ngawi Th 2008 setelah di Olah
melakukan Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah, Kabupaten Ngawi dikelompokkan menjadi 3 kluster, yaitu Kluster Desa Hutan, Kluster Desa Pertanian dan Kluster Desa Perkotaan. Jumlah Desa Kluster per Kecamatan selengkapnya sebagaimana table 3.1.1 diatas sedangkan rincian Kluster Desa Hutan sebagai berikut :
Tabel 3.1.2
Data Desa Hutan Di Kabupaten Ngawi
No kecamatan desa/ kelurahan No kecamatan desa/ kelurahan
39 Pelang lor 83 Bangunrejo
Total Desa Hutan = 88 Desa hutan
Sumber data : Data PHBM th. 2009, Dinas Kehutanan&Perkebunan Kab. Ngawi setelah diolah
Dari 217 Desa/Kelurahan di Kabupaten Ngawi yang termasuk Desa
Hutan ada 95 desa (Ngawi dalam Angka Th 2009 & Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Ngawi Th 2009, data Desa PHBM), tetapi berdasarkan kajian tim penyusun SPKD yang
mendasar pada akses masyarakat Mata Pencahariannya, maka dari 95 Desa
Hutan PHBM, setelah dikaji menurut Proses Asessment SPKD maka ditentukan
Desa Hutan sebanyak 88 Desa Hutan seperti tersebut pada tabel 3.1.2 diatas.
Dari beberapa dokumen yang ada tentang kluster Hutan, diantaranya
dokumen Rencana Tata
ruang Wilayah Kabupaten
Ngawi 2009, dokumen
Ngawi dalam Angka
2009, Dokumen Dinas
Kehutanan 2009, dan tiga
landasan dasar Penelitian
masuk dalam Kluster
Hutan terdapat 88
Desa/Kelurahan Hutan. Tabel 3.1.3
Panjang Jalan Menurut Keadaan Dan Status Jalan (Km)Tahun 2008
Uraian Jalan Jalan Jalan
Negara Proponsi Kabupaten Jumlah / I. Jenis Permukaan
Desa Hutan tersebut menyebar di semua kecamatan di Kabupaten Ngawi.
Selengkapnya lihat tabel 3.1.2 diatas.
Masyarakat mengakses sumber daya hutan dalam bentuk pemanfaatan
hasil produksi hutan dan pemanfaatan lahan hutan, di mana rata-rata KK yang
mengakses lahan hutan memperoleh lahan berkisar antara 0,24 Ha sampai
dengan 1,76 Ha, tergantung kemampuan masyarakat untuk mengolah lahan.
Lahan hutan yang tidak produktif seluas 30.842,8 Ha, sebagai akibat adanya
penjarahan hutan.
Penjarahan hutan yang terjadi karena kurang tegasnya penegakan hukum
tersebut, berakibat hilangnya mata pencaharian masyarakat yang
menggantungkan hidup dari sumber daya hutan .
Penggarapan lahan hutan ini biasanya dilakukan dengan sistim arisan
tenaga kerja diantara petani penggarap, cara ini cukup menguntungkan bagi
petani yang mampu dan membuka lahan dalam area yang luas. Karena biaya
tenaga kerja relative murah, namun bagi petani penggarap yang tidak mampu,
waktunya habis untuk mengerjakan lahan petani lain.
Lahan hutan yang diakses oleh masyarakat tersebut, tidak seluruhnya
merupakan lahan subur bahkan sebagian merupakan tanah kapur yang tidak
dapat menyimpan air. Namun masyarakat tetap mengakses sumber daya hutan
tersebut, karena disamping memperoleh lahan garap, masyarakat juga masih
memperoleh hasil lain yang berupa rencek sebagai limbah dari penjarangan
hutan yang terprogram secara periodik.
Kondisi lahan hutan yang kurang produktiv tersebut, berdampak pada
kemungkinan gagal panen cukup tinggi, karena petani hanya menggantungkan
air pertanian dari hujan yang turun. Sementara disisi lain biaya produksi
pertanian di kawasan hutan, yang berkait dengan pupuk dan obat-obatan
tanaman harganya lebih mahal, karena sarana transportasi yang relative sulit.
Sarana transportasi yang sulit ini, juga berdampak pada pendidikan dan
kesehatan para petani penggarap lahan di kawasan hutan, karena untuk
mencapai sarana pendidikan dan kesehatan masyarakat harus membayar biaya
kawasan hutan. Terbatasnya sarana transportasi ini, juga disebabkan oleh
kondisi prasarana transportasi yaitu jalan, yang pada umumnya merupakan jalan
kabupaten yang kondisinya kurang terawat, secara rinci dapat dilihat dalam
tabel 3.1.3 diatas.
Gambaran latar belakang kondisi masyarakat di kawasan hutan di
Kabupaten Ngawi tersebut, senada dengan berbagai permasalahan yang di
rasakan oleh masyarakat di klusterDesa hutan sebagai faktor penyebab
kemiskinan .
2. Isu Kluster
a. Pendidikan:
1) Jarak sekolah diatas Sekolah Dasar (Sekolah Menengah) jauh dari
pemukiman penduduk mengakibatkan biaya pendidikan menjadi mahal
2) Pendapatan rendah menyebabkan masyarakat miskin tidak mempunyai
biaya untuk pendidikan
3) Sebagain masyarakat berpendapat bahwa sekolah tidak bisa menjamin
seseorang untuk bisa bekerja
b. Pertanian/Mata Pencaharian:
1) 90% masyarakat desa hutan tidak memiliki lahan pertanian sendiri
2) Tidak punya ketrampilan lain selain pertanian, sehingga masyarakat
tidak memiliki tambahan pendapatan
3) Kemampuan Berusahatani, beternak masih perlu ditingkatkan
4) Petani tidak bisa menjual hasil pertanian kepada konsumen karena biaya
transportasi yang tinggi, sehingga harga hasil pertanian ditentukan oleh
tengkulak
c. Ekonomi : Pendapatan masyarakat masih sangat rendah, di karenakan
d. Infrastruktur : Kondisi jalan rusak parah atau masih makadam dan Akses
terputus oleh Waduk (Ds. Kenongorejo, Dampit, Suruh)
sehingga transportasi sulit dan mahal
e. Kesehatan :
1) Pada umumnya masyarakat tidak mampu berobat ke dokter karena
keterbatasan biaya, apabila sakit hanya berobat ke puskesmas dan
dukun
2) Masyarakat tidak berobat ke Rumah Sakit karena jaraknya jauh dan
pelayanan tidak memadai
Dari gambaran petani penggarap lahan di kawasan hutan dan isu kluster
yang ditangkap oleh tim penyusun SPKD, maka ditentukan masalah mendasar
yang menyebabkan para petani penggarap lahan di kawasan hutan menjadi
miskin.
3. Masalah Mendasar
a. Rendahnya pendidikan masyarakat disebabkan oleh ketidak mampuan
masyarakat miskin dalam mengakses lembaga pendidikan diats Sekolah
Dasar. Karena pendapatan rendah, kurangnya sarana dan prasarana
pendidikan dan biaya transportasi yang mahal
b. Pola pikir masyarakat yang masih menganggap bahwa sekolah bukanlah
sesuatu yang penting
c. Masyarakat miskin sekitar hutan tidak memiliki lahan pertanian sendiri dan
tidak mempunyai ketrampilan lain
d. Harga jual hasil panen rendah karena transportasi sulit dan dikuasai oleh
tengkulak
e. Hasil produksi dan kualitas produksi pertanian rendah karena kurangnya
ketrampilan dalam berusahatani dan beternak.
g. Rendahnya akses masyarakat terhadap lembaga keuangan baik formal
maupun non formal sehingga tidak bisa membuat usaha baru atau
membiayai usahanya.
h. Jalan yang menghubungkan antar desa dengan pusat perekonomian rusak
berat
i. Rendahnya akses masyarakat ke fasilitas kesehatan (Rumah Sakit) karena
biaya yang mahal, jarak yang jauh dan pelayanan yang kurang memadai
serta tingkat kepercayaan kepada dukun masih tinggi
Berdasarkan hasil konsultasi publik dan diskusi serial Tim penyusun
SPKD dengan Dinas-dinas terkait dan stake holders di semua tingkatan, maka
ditentukan strategi untuk memecahkan berbagai permasalahan mendasar
tersebut di atas :
4. Strategi Terpilih
a. Meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap pendidikan dengan cara
membangun prasarana dan sarana pendidikan yang berbasis potensi lokal,
mengembangkan sekolah terbuka, mengembangkan kejar paket A B C,
mengembangkan kursus ketrampilan yang berbasis kebutuhan pasar kerja
dan potensi lokal, menghilangkan komersialisasi pendidikan, meningkatkan
status sekolah yang di merger dan membebaskan biaya pendidikan khusus
untuk orang miskin
b. Mengembangkan penyuluhan-penyuluhan tentang pentingnya sekolah dan
memperbanyak sekolah-sekolah kejuruan yang berbasis potensi local dan
menjawab kebutuhan pasar verja serta pendampingan petani Desa Hutan
dalam rangka meningkatkan ketrampilan berusaha.
c. Menekan biaya produksi pertanian dengan mengembangkan pertanian input
rendah dengan cara melibatkan masyarakat petani dalam perencanaan dan
pelaksanaan serta pelembagaan pengunaan saprodi berbasis teknologi
organik dengan memanfaatkan potensi lokal secara mandiri
d. Membangun kemitraan yang saling menguntungkan dengan perhutani
e. Meningkatkan akses masyarakat ke pasar-pasar lokal
f. Mengembangkan pelatihan-pelatihan ketrampilan untuk masyarakat desa
g. Memperluas program-program pemberdayaan UMKM dengan cara
membentuk kelompok-kelompok usaha masyarakat desa hutan yang diberi
bunga lunak oleh pemerintah
h. Meningkatkan akses masyarakat desa hutan terhadap layanan kesehatan
dengan cara membangun, merehabilitasi dan meningkatkan kwalitas
pelayanan kesehatan yang ada (POLINDES, PUSTU, PUSKESMAS, dan
Rumah Sakit) serta membebaskan masyarakat miskin dari semua biaya
pengobatan
i. Pemenuhan Akses Transportasi bagi Masyarakat Pinggir Hutan dengan
Pembangunan Jembatan dan Jalan bagi Desa Hutan yang terisolir.
Dengan Strategi tersebut di atas, maka akan tercapai tujuan-tujuan untuk
pengurangan kemiskinan masyarakat di kluster hutan sebagai berikut:
5. Tujuan
a. Meningkatkan hasil produksi pertanian dengan lancarnya transportasi
b. Memperlancar dan mempermudah semua akses untuk masuk dan keluar
darah kluster hutan.
c. Terwujudnya dan terlaksananya komitmen bersama antara masyarakat,
Perhutani dan Pemkab. Dalam pengelolaan hutan dan kelestariannya.
d. Masyarakat pengelola hutan mendapatkan manfaat sosial ekonomi yang
optimal.
e. Masyarakat baik laki-laki maupun perempuan dapat melakukan kontrol
pelaksanaan kebijakan yang ada.
f. Meningkatkan kesadaran kritis masyarakat sekitar hutan.
Sebagai alat verifikasi bahwa tujuan-tujuan dari strategi tersebut diatas dapat
tercapai, sehingga dapat menyubang pada proses pemecahan masalah mendasar
penyebab kemiskinan di kluster Desa hutan, adalah terpenuhinya
indikator-indikator sebagai berikut :
a. Meningkatnya angka partisipasi sekolah masyarakat minimal 40% selama
lima tahun.
b. Tersedianya sarana dan prasarana pendidikan yang sesuai dengan setandar
pendidikan nasional
c. 95% anak usia sekolah dari keluarga miskin dapat mengakses pendidikan
sesuai dengan jenjang pendidikannya
d. Meningkatkan kwalitas pendidikan/sekolah yang menjawab kebutuhan
pasar kerja
e. Meningkatnya kesadaran penggunakan pupuk organik atau bahan organik
lainnya oleh masyarakat Desa Hutan
f. Tersedianya Klinik Konsultasi dan Bimbingan Usaha Tani
g. Adanya MOU antara perhutani dan masyarakat
h. Dibangun/diperbaikinya infrastruktur yang mengakses ke pasar-pasar lokal
i. Akses Jalan terpenuhi dengan harapan Transportasi menjadi murah, dan
layanan dasar bagi masyarakat Miskin Daerah Pinggir Hutan terpenuhi.
Untuk menyelesaikan semua permasalahan mendasar di Kluster Desa
Hutan yang diduga merupakan penyebab kemiskinan maka
diimplementasikan dalam bentuk program dan kegiatan sebagai berikut: