1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Materi pembelajaran (instructional materials) adalah sekumpulan
pengetahuan yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, keterampilan, dan sikap
serta nilai yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi
dan kompetensi dasar yang telah ditentukan dalam standar isi untuk satuan
pendidikan dasar maupun menengah.
Menurut Rustaman, et al. (2003) materi pembelajaran merupakan
dasar pijakan bagi pencapaian tujuan-tujuan dalam pembelajaran yang
mengembangkan siswa dalam tiga aspek, yaitu aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor yang mengarah kepada sistem pendidikan nilai dan moral. Oleh
karena itu materi pembelajaran, proses pembelajaran, dan penilaian merupakan
suatu kesatuan yang utuh. Materi pembelajaran menyajikan fakta-fakta,
konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan hukum-hukum yang melahirkan suatu teori.
Sejalan dengan itu, Gulo (2002) mengemukakan bahwa materi
pembelajaran merupakan salah satu komponen masukan yang tentunya perlu
dipertimbangkan dalam strategi belajar mengajar. Sedangkan hasil penelitian
Sudrajat (2003) menunjukkan bahwa metode dan pendekatan saja tidak cukup
untuk menjadikan suatu materi mudah dipahami tanpa terlebih dahulu mengetahui
struktur materinya, dengan demikian penyajian struktur materi yang sistematis
2
Materi pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik peserta
didik, waktu yang tersedia, tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, lokasi
sekolah, jenis satuan pendidikan, maupun karakteristik mata pelajaran. Oleh
karena itu, materi pembelajaran harus mengacu pada standar kompetensi lulusan
mata pelajaran yang telah ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan.
Selain itu materi pembelajaran memiliki tata urutan dan keterkaitan tertentu antara
satu materi dengan materi yang lainnya, dan antara satu konsep dengan konsep
yang lainnya dalam mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan, dan dalam
rangka mencapai tujuan tersebut materi pembelajaran disajikan dalam suatu
proses yang disebut proses pembelajaran.
Pembelajaran pada hakekatnya adalah suatu proses interaksi antar
peserta didik dengan peserta didik, peserta didik dengan sumber belajar, dan
peserta didik dengan pendidiknya dan merupakan inti dari proses pendidikan
secara keseluruhan dengan guru dan siswa sebagai pemegang peran utama.
Pembelajaran menurut Sukmadinata (2004) adalah suatu proses menciptakan
situasi agar siswa belajar sehingga terjadi perubahan, perkembangan, dan
kemajuan baik dalam aspek fisik-motorik, intelektual, sosial-emosi, maupun sikap
dan nilai.
Pembelajaran di SD sangat berbeda dengan pembelajaran yang
dilakukan di SMP, SMA maupun di perguruan tinggi. Menurut Piaget, anak usia
SD berada pada tahap konkret operasional, dimana pada tahap ini, anak baru dapat
memecahkan persoalan-persoalan sederhana yang bersifat konkret. Hal ini sejalan
hukum-3
hukum perkembangan individu harus menjadi titik tolak pendidikan, mengingat
setiap pendidikan dan proses pembelajaran akan selalu dihadapkan dengan
individu yang sedang berkembang.
Menurut Rasyidin (dalam Hernawan, 2004), sekolah dasar (SD)
adalah suatu kesatuan atau unit lembaga sosial (social institution) yang diberi
amanah atau tugas khusus (spesific task) oleh masyarakat untuk
menyelenggarakan pendidikan dasar secara sistematis. Sekolah dasar merupakan
penggalan pertama selama enam tahun dari pendidikan dasar sembilan tahun, oleh
karena itu sekolah dasar bukan hanya memberi bekal kamampuan intelektual
dasar dalam membaca, menulis dan berhitung saja, melainkan juga sebagai proses
mengembangkan kemampuan dasar peserta didik secara optimal dalam aspek
intelektual, sosial, dan personal guna mempersiapkan peserta didik untuk dapat
melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya yaitu sekolah menengah pertama.
Dalam standar isi juga dinyatakan bahwa salah satu tujuan pembelajaran sains di
SD adalah memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan sains
sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Menurut paham konstruktivis, belajar merupakan proses aktif siswa
untuk mengkonstruksi baik teks, dialog, maupun pengalaman fisik. Belajar juga
merupakan proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman atau bahan
yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga
pengertiannya dapat dikembangkan (Suparno, 1997). Oleh karena itu penyajian
4
menjadi suatu hal yang sangat penting dalam membantu siswa untuk membangun
atau mengkonstruk pengetahuannya sendiri.
Dalam kenyataannya, implementasi pembelajaran sains di sekolah
khususnya sekolah dasar masih jauh dari harapan. Hasil pengamatan penulis di
lapangan, guru pada tahap pra pembelajaran tidak mempersiapkan siswa dengan
baik untuk belajar dan jarang melakukan apersepsi, pada kegiatan inti guru tidak
fokus pada pokok bahasan yang sedang dibahas, kurang dalam memanfaatkan
media/sumber belajar, dan tidak banyak melibatkan siswa dalam belajar, serta
pada kegiatan akhir pembelajaran/penutup guru jarang sekali melakukan refleksi
atau membuat rangkuman dengan melibatkan siswa dan jarang melaksanakan
tindak lanjut dengan memberikan arahan, atau kegiatan, atau tugas sebagai bagian
remidi/pengayaan. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru pada umumnya hanya
sebatas transfer pengetahuan saja tanpa melibatkan siswa dalam keterampilan
proses sains yang menuntun siswa pada proses bagaimana pengetahuan sains
diperoleh dan dikonstruk. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ibayati (2000)
yang menunjukkan bahwa tidak semua guru mampu mengajar dengan baik di
kelas, kemampuan akademik yang baik dan pengalaman mengajar dapat menjadi
latar belakang guru untuk mampu mengorganisasi materi pelajaran secara utuh
dalam proses membangun pengetahuan siswa. Kendala yang dihadapi guru di
lapangan pada umumnya, selain alokasi waktu pembelajaran sains dalam
kurikulum yang terbatas, padatnya materi pembelajaran, juga karena adanya
5
yang seharusnya sesuai dengan hakikat pembelajaran sains (Rustaman, et.al.
1992).
Dalam keterampilan sains, konsep sains memegang peranan yang
sangat penting dalam pembelajaran sains, karena sains terdiri dari produk dan
proses. Sains sebagai produk terdiri dari pengetahuan atas fakta-fakta,
konsep-konsep, prinsip-prinsip serta hukum-hukum sains, sedangkan sebagai proses
merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan produk
sains. Tugas guru adalah melaksanakan kegiatan belajar mengajar untuk
memahami sains sebagai produk dan sains sebagai proses. Sebagai produk,
banyak konsep-konsep sains yang harus dipahami siswa secara utuh, sehingga
siswa memahami struktur konsep dan hubungan antara konsep yang satu dengan
konsep yang lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Dahar (1996) yang
menyatakan bahwa hasil utama pendidikan adalah belajar konsep. Pengertian
konsep menurut Rosser (Dahar, 1996), adalah suatu abstraksi yang mewakili satu
kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan
yang mempunyai atribut-atribut yang sama. Setiap konsep mempunyai sejumlah
atribut yang berbeda.
Untuk mencapai kebermaknaan dalam belajar, maka konsep-konsep
yang dipelajari harus dikaitkan antara satu dengan yang lainnya, disamping harus
memiliki keterkaitan dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur
kognitif anak.
Urutan penyajian bahan ajar memegang peranan yang sangat penting
6
menyulitkan siswa dalam memahami suatu konsep tertentu. Hasil penelitian
Santoso (2000) menunjukkan bahwa untuk menguasai konsep baru dengan baik,
siswa membutuhkan landasan yang kuat dari konsep-konsep sebelumnya yang
terkait dengan konsep baru tersebut.
Tugas guru di lapangan, di dalam mengajarkan materi tertentu dalam
pelajaran sains, harus memperhatikan tata urutan materi, keterkaitan antara satu
materi dengan materi yang lainnya, dan hierarki konsep tersebut dengan
atribut-atributnya serta harus bisa memilih konsep mana yang harus didahulukan, dan
konsep mana yang berkaitan erat serta konsep berikutnya yang harus dipelajari
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan pada pembelajaran sains.
Menurut Dahar (1996), banyak guru dan bahan-bahan pelajaran
jarang sekali menolong para siswa untuk menentukan dan menggunakan
konsep-konsep relevan dalam struktur kognitif mereka untuk mengasimilasikan
pengetahuan baru, dan akibatnya para siswa hanya melakukan belajar hapalan
saja. Lagipula sistem evaluasi di sekolah menghendaki hafalan dan tidak
menyajikan pertanyaan untuk belajar secara bermakna.
Fakta lain di lapangan, guru selain memiliki latar belakang
pendidikan yang berbeda, juga memiliki pengalaman mengajar yang berbeda,
idealnya guru yang mengajar di sekolah dasar (SD) memiliki latar belakang
pendidikan dari PGSD. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Guru dan
Dosen, khususnya pada pasal 7 yang menyatakan bahwa profesi guru merupakan
bidang pekerjaan khusus yang diantaranya harus memiliki kualifikasi akademik
7
Selain masalah-masalah pembelajaran di atas, penelitian tentang
pembelajaran sains sampai saat ini masih sangat kurang dari yang diharapkan,
sehingga informasi yang kita miliki tentang bagaimana kegiatan pembelajaran
sains yang seharusnya berlangsung masih sangat terbatas (Widodo, 2005).
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang Analisis Struktur Materi pada Proses Pembelajaran Sains di
kelas IV Sekolah Dasar, sebagai subjek penelitian dipilih sepuluh orang guru SD
yang ada di kota Bandung, kabupaten Bandung, dan kabupaten Ciamis dengan
latar belakang pendidikan berbeda dan lama mengajar yang juga berbeda.
B. Rumusan Masalah
Masalah utama yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah
“Bagaimanakah struktur materi yang disajikan guru pada proses pembelajaran
sains dikelas IV Sekolah Dasar.
Berdasarkan masalah utama tersebut, diajukan pertanyaan-pertanyaan
penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimanakah urutan materi yang disajikan oleh guru yang menjadi subjek
penelitian dalam pembelajaran sains di kelas IV sekolah dasar ?
2. Bagaimanakah keterkaitan antara konsep yang disajikan oleh guru yang
menjadi subjek dalam pembelajaran sains di kelas IV sekolah dasar ?
3. Bagaimana tahapan-tahapan pembelajaran yang disajikan oleh guru yang
menjadi subjek dalam pembelajaran sains di kelas IV sekolah dasar ?
4. Bagaimanakah hubungan antara latar belakang pendidikan dan pengalaman
mengajar guru dengan jumlah keterkaitan konsep pada pembelajaran sains di
8 C. Batasan Masalah
Agar masalah tidak meluas, maka dibatasi masalah sebagai berikut :
1. Penelitian dilaksanakan di kelas IV (empat) SD pada proses pembelajaran
sains dengan materi “Pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan”
2. Subjek penelitian adalah sepuluh orang guru SD Negeri dari Kota Bandung,
Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Ciamis yang aktif di gugus serta
memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar yang berbeda.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapat gambaran tentang
hal-hal sebagai berikut :
1. Mengetahui dan menganalisis urutan materi yang disajikan oleh guru yang
menjadi subjek dalam pembelajaran sains di kelas IV sekolah dasar.
2. Mengetahui dan menganalisis keterkaitan antara satu konsep dengan konsep
lain yang disajikan oleh guru.
3. Mengetahui dan menganalisis tahapan-tahapan proses pembelajaran yang
disajikan oleh guru dalam pembelajaran sains di kelas IV sekolah dasar.
4. Mengetahui dan menganalisis hubungan antara latar belakang pendidikan dan
pengalaman mengajar dengan jumlah keterkaitan konsep pada pembelajaran di
Sekolah Dasar.
E. Manfaat Penelitian
Gambaran yang diperoleh dari hasil penelitian yang berupa struktur
9
pendidikan dan pengalaman mengajar guru dapat menjadi masukan bagi semua
pihak terkait dengan pendidikan, sebagai dasar dalam menentukan kebijakan,
khususnya bagi guru-guru IPA di Sekolah Dasar.
F. Definisi Istilah
1. Struktur materi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tata urutan dan
keterkaitan antara satu konsep dengan konsep yang lain dalam suatu materi
tertentu. Urutan materi merupakan suatu tahapan/hierarki dimana konsep yang
satu diperlukan lebih awal dan memiliki kontribusi untuk membangun konsep
lainnya yang terkait. Sedangkan keterkaitan konsep adalah hubungan antara
satu konsep dengan konsep lainnya yang memiliki satu irisan atau kesamaan
atau terjadi hubungan sebab akibat antara satu atau beberapa atribut konsep
baik dalam struktur materi, bentuk, susunan, fungsi, atau letak atribut konsep
tersebut.
2. Pembelajaran sains yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu proses
menciptakan situasi agar siswa belajar sains sehingga terjadi perubahan,
perkembangan, dan kemajuan baik dalam aspek fisik-motorik, intelektual,
sosial-emosi, maupun sikap dan nilai.
3. Materi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sekumpulan pengetahuan
yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, keterampilan, dan sikap serta nilai
yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi dan
10 G. Pendekatan Penelitian
Pendekatan teori utama dalam penelitian ini mengacu kepada teori tentang
hakikat sains, belajar mengajar, materi pelajaran, pembelajaran sains, dan struktur
materi. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif. Sedangkan studi yang dikembangkan dalam penelitian ini dilakukan
dengan cara (1) Studi Kepustakaan, dan (2) Studi Lapangan. Adapun teknik
pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan perekaman video, lembar
observasi dan angket.
Subjek penelitian adalah guru-guru kelas IV Sekolah Dasar (SD) yang
berasal dari kota Bandung, kabupaten Bandung dan kabupaten Ciamis. Penentuan
subjek penelitian adalah guru-guru yang aktif dalam kegiatan di gugus serta