• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN BANGUNAN PENGAMAN MUARA KALI SILANDAK SEMARANG - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERENCANAAN BANGUNAN PENGAMAN MUARA KALI SILANDAK SEMARANG - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

ANALISA DATA

4.1 ANALISA HIDROLIKA

Debit banjir rencana untuk aliran Kali Silandak setelah pembangunan tanggul dikanan dan kiri sungai sesuai dengan data yang diperoleh dari Dinas PSDA Propinsi Jawa Tengah, adalah sebesar 145 m3/dtk dengan kala ulang 25 tahunan. Dalam analisa hidrolika ini evaluasi penampang eksisting dilakukan dengan menggunakan metode Passing Capacity tujuannya untuk menganalisa besarnya debit banjir rencana secara langsung dengan memperhatikan kondisi keadaan sungai,tinggi muka air dan data penampang sungai yang ada apakah sesuai dengan debit rencana Q25 di atas.

Analisa hidrolika dalam laporan tugas akhir ini dibantu dengan program HEC-RAS. Tujuan dari penggunaan program HEC – RAS adalah untuk mengevaluasi kinerja penampang saluran pada Kali Silandak, sehingga dapat diketahui apakah penampang eksisting masih cukup mampu menampung debit banjir rencana atau tidak. Adapun lokasi yang ditinjau adalah dari ujung muara hingga aliran sungai yang berjarak satu kilometer dari muara sungai.

4.1.1 Evaluasi Penampang Eksisting

Metode yang digunakan dalam menganalisis penampang saluran adalah metode Passing Capacity. Metode ini digunakan sebagai kontrol terhadap hasil debit banjir rencana yang ada.

Persamaan metode passing capacity untuk penampang ganda :

Gambar 4.1. Penampang saluran ganda

B1 B2 B3

H2

H1

m 1,5

mH1

mH2 mH1 mH2

n1

n2

n3

(2)

(

1 2

)

Hasil perhitungan passing capacity, sebagai berikut : Diketahui :

(3)

m = 1,5 I = 0,00014 n = 0,03 Penyelesaian :

A1 = A3 = ( 2B1 + m.H2 ) x ½ H2

= ( 2x2 + 1,5. 0,50 ) x ½ 0,50 = 1,188 m2 P1 = P3 = B1 + H2 1+m2

= 2 + 0,5 1+1,52 = 2,90 m R1 = R3 = A1 / P1

= 1,188 / 2,90 = 0,409 m Q1 = A1.V1

= A1 x 1/n x R12/3 x I1/2

= 1,188 x 1/ 0,03 x 0,4092/3 x 0,000141/2 = 0,214 m3/dtk

(

2 1

)

2

(

2 2

)

1

2 H B mH H B mH

A = × + + × +

A2 = 3 x ( 40 + 1,5.3) + 0,5 x ( 2 + 1,5.0,5 ) = 134,875 m3/dtk

(

2

)

1 2

2 B 2H 1 m

P = + × +

P2 = 40 + 2.3. 1+1,52 = 50,816 m R2 = A2 / P2

= 134,875 / 50,816 = 2,654 m Q2 = A2.V2

= A2 x 1/n x R22/3 x I1/2

= 134,875 x 1/ 0,03 x 2,6542/3 x 0,000141/2 = 101,971 m3/dtk

Qtotal = Q1 + Q2 + Q3

(4)

Besarnya debit rencana hasil perhitungan Passing Capacity 102,399 m3/dtk lebih kecil daripada debit banjir rencana Q25 = 145 m3/dtk. Adapun program HEC – RASnya sebagai berikut :

Langkah – langkah operasi HEC – RAS : 1. In put

¾ Geometrik data

ƒ Membuat gambar alur sungai ( river reach )

Gambar 4.2 Gambar alur sungai ƒ Memasukan data masing –masing cross section

ƒ Nomor stasiun ƒ Stasiun dan elevasi ƒ Jarak antar cross section ƒ Nilai koefisien manning’s ƒ Profil saluran utama

(5)

Gambar 4.3 Tabel input data cross section

¾ Memasukan data debit (steady flow data)

(6)

2. Running ( eksekusi data )

Gambar 4.5 Gambar dialog box untuk running data

3. Out put data

¾ Profil penampang melintang ( cross section )

(7)

¾ Tabel Out put Cross section data. - Debit (Q) m3/det

- Kecepatan (V) m/det - Tinggi muka air (h) m - Lebar muka air (l) m

Gambar 4.7.a Tabel output data HEC-RAS

(8)

¾ Profil alur sungai 3 dimensi.

(9)

4.2 ANALISIS HYDRO-OCEANOGRAPHY

4.2.1 Gelombang

4.2.1.1Analisa Data Angin

Data angin digunakan untuk menentukan arah dan tinggi gelombang. Data yang diperlukan adalah data arah dan kecepatan angin dimana data tersebut didapatkan dari Stasiun Meteorologi Maritim Semarang tahun 1997 – 2006. Dari data tersebut dibuat dalam bentuk tabel dan gambar windrose seperti pada gambar berikut ini

Tabel 4.1. Kejadian angin rata – rata tahun 1997 – 2006

Tabel 4.2. Persentase kejadian angin tahun 1997 – 2006

Sumber: Stasiun Meteorologi Maritim Semarang Kecepatan

angin Arah angin Keterangan

(knot) U TL T TG S BD B BL Jumlah %

0 -- 5 79,00 17,00 55,00 78,00 4,00 7,00 17,00 83,00 340,00 9,30

6 -- 10 463,00 126,00 419,00 643,00 15,00 55,00 94,00 580,00 2395,00 65,49

11 -- 15 135,00 40,00 96,00 172,00 2,00 21,00 80,00 170,00 716,00 19,58

16 -- 20 26,00 5,00 11,00 18,00 1,00 4,00 39,00 51,00 155,00 4,24

21 -- 25 6,00 1,00 2,00 5,00 1,00 0,00 6,00 13,00 34,00 0,93

26 -- 30 0,00 1,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2,00 8,00 11,00 0,30

>30 1,00 0,00 0,00 2,00 0,00 0,00 3,00 0,00 6,00 0,16

Jumlah 710,00 190,00 583,00 918,00 23,00 87,00 241,00 905,00 3657,00 100,00

Kecepatan

angin Arah angin Keterangan

(knot) U TL T TG S BD B BL Jumlah %

0 -- 5 2,16 0,46 1,50 2,13 0,11 0,19 0,46 2,27 9,30

6 -- 10 12,66 3,45 11,46 17,58 0,41 1,50 2,57 15,86 65,49

11 -- 15 3,69 1,09 2,63 4,70 0,05 0,57 2,19 4,65 19,58

16 -- 20 0,71 0,14 0,30 0,49 0,03 0,11 1,07 1,39 4,24

21 -- 25 0,16 0,03 0,05 0,14 0,03 0,00 0,16 0,36 0,93

26 -- 30 0,00 0,03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,05 0,22 0,30

>30 0,03 0,00 0,00 0,05 0,00 0,00 0,08 0,00 0,16

(10)

Gambar 4.9. Windrose tahun 1997 – 2006

Dengan melihat windrose yang diperoleh serta mempertimbangkan orientasi pantai yang terletak disebelah Utara menuju Laut Jawa, maka dapat disimpulkan arah angin yang paling dominan adalah berasal dari Barat Laut.

(11)

4.2.2 Fetch

Fetch efektif digunakan dalam grafik peramalan gelombang untuk mengetahui tinggi, durasi dan periode gelombang. Fetch rerata efektif dihitung dengan persamaan berikut :

Feff =

α α cos

cos Xi

( 4.12 )

( dalam Triatmodjo, 1999 )

Dengan :

Feff = fetch rerata efektif

Xi = panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi gelombang ke ujung akhir fetch

α = deviasi pada kedua sisi dari arah angin, dengan menggunakan pertambahan 6o sampai sudut sebesar 42o pada kedua sisi dari arah angin

Tabel 4.3 Perhitungan fetch rerata efektif

α (...º) Cos α Xi (km) X Cos α

42 0,743 241,92 179,78 36 0,809 214,38 173,44 30 0,866 205,74 178,18 24 0,914 512,46 468,16 18 0,951 255,42 242,92 12 0,978 256,50 250,89 6 0,995 51,84 51,56

0 1,000 52,38 52,38

6 0,995 51,30 51,02 12 0,978 190,08 185,93 18 0,951 196,02 186,43 24 0,914 174,42 159,34 30 0,866 191,70 166,02 36 0,809 220,86 178,68 42 0,743 221,40 164,53

Total 13,511 2689,241

Feff =

α α cos

cos Xi

=

511 , 13

241 , 2689

= 199 km

(12)

Gambar 4.10 Panjang fetch

4.2.3 Mawar Gelombang ( waverose )

Data yang diperlukan adalah data tinggi gelombang dimana data tersebut didapatkan dari Stasiun Meteorologi Klas II Maritim Semarang tahun 1997 – 2006. Dari data tersebut dibuat dalam bentuk tabel dan gambar waverose seperti pada gambar berikut ini :

Tabel 4.4 Persentase kejadian arah angin yang menimbulkan gelombang tahun 1997 – 2006

Tinggi gelombang Arah Gelombang (%) Keterangan

(m) U TL BL Jumlah

<0,1 10,414 1,500 7,553 19,467

0,1-0,25 8,775 1,277 9,275 19,328

0,25-0,5 0,639 0,361 2,610 3,610

0,5-0,75 0,666 0,278 1,611 2,555

0,75-1,0 0,305 0,083 0,555 0,944

>1,0 0,944 0,111 0,500 1,555

Jumlah 21,744 3,610 22,105 47,459

(13)

Gambar 4.11. Waverose tahun 1997 – 2006

Dengan melihat waverose yang diperoleh serta mempertimbangkan lokasi perairan yang terletak disebelah Utara menuju Laut Jawa, maka dapat disimpulkan arah angin yang paling dominan adalah berasal dari arah Barat Laut, Utara, dan Timur Laut.

4.2.4 Pasang Surut

Definisi pasang surut adalah suatu gerakan naik – turunnya permukaan air laut, dimana amplitudo dan fasenya berhubungan langsung terhadap gaya geofisika yang periodik, yakni gaya yang ditimbulkan oleh gerak reguler benda-benda angkasa, terutama bulan – bumi – matahari.

(14)

ƒ HHWL : Highest high water level, yaitu elevasi tertinggi muka air selama periode tertentu.

ƒ MHWL : Mean high water level, yaitu rata-rata elevasi pasang (tinggi) muka air selama periode tertentu.

ƒ MSL : Mean sea level, yaitu elevasi tinggi muka air rata-rata.

ƒ MLWL : Mean low water level, yaitu rata-rata elevasi surut (rendah) muka air pada periode tertentu.

ƒ LLWL : Lowest low water level, yaitu elevasi muka air terendah selama periode tertentu.

Data pasang surut yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Klas II Maritim Semarang dari tahun 2004 – 2006 diolah sehingga didapat data pasang surut maksimum dan minimum per hari. Elevasi pasang surut Kali Silandak tahun 2004 – 2006 adalah sebagai berikut :

MSL =

2

minimum nilai

nilai maksimum

nilai nilai

nx

− +

=

2 1095

438 5 , 1204

x

+

= 0,75 m

MHWL =

n

nilai−nilaimaksimum

= 1095

5 , 1204

= 1,10 m

MLWL =

n

nilai−nilaiminimum

= 1095

438

= 0,40 m

HHWL = nilai tertinggi dalam suatu periode waktu tertentu = 1,52 m LLWL = nilai terendah dalam suatu periode waktu tertentu = 0,12 m

Perbedaan ketinggian Bench Mark antara daerah Pelabuhan dengan daerah Kali Silandak adalah 15 cm atau 0,15 m maka kondisi elevasi pasang surutnya sebagai berikut :

(15)

Gambar 4.12. Tingkatan elevasi muka air laut tahun 2004 - 2006

4.2.5 Peramalan Gelombang Di Laut Dalam

Pembentukan gelombang di laut dalam dianalisa dengan formula-formula empiris yang

diturunkan dari model parametrik berdasarkan spektrum gelombang JONSWAP (ShoProtection

Manual, 1984). Prosedur peramalan tersebut berlaku baik untuk kondisi fetch terbatas (fetch limited

condition) maupun kondisi durasi terbatas (duration Limited) sebagai berikut :

2

- Hm0 = tinggi gelombang signifikan menurut energi spektral (m)

- Tp = periode gelombang (dtk)

- F = nilai panjang fetch efektif. (km)

- UA = faktor tegangan angin (yang dimodifikasi dari kecepatan angin) (m/dtk)

- HS = tinggi gelombang signifikan (m)

- T = lamanya/durasi angin bertiup (jam)

Air tinggi tertinggi pada pasang surut besar (HHWL)

Air rendah terendah pada pasang surut besar (LLWL) Air tinggi tertinggi rata-rata (MHHWL)

Air rendah terendah rata-rata (MLLWL) Muka laut rata-rata (duduk tengah) (MSL) Elevasi datum

(16)

3

Gambar 4.13. Diagram alir proses peramalan gelombang berdasarkan data angin

Tabel 4.5 Kecepatan angin maksimum dan rata – rata terbesar per tahun Tahun Vmax Vrata-rata

(Fetch Limited)

F = Fmin

(17)

Tabel 4.6 Perbandingan Perhitungan Tinggi Gelombang (Hmo), Periode Gelombang (Tmo) dan Lama Hembusan Angin (t) antara Duration Limited dan Fetch Limited

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

t Fetch Hmo Tm Fetch Hmo Tmo t Knot (m/dtk) (m/dtk) (m/dtk) (jam) (km) (m) (dtk) (km) (m) (dtk) (jam)

1997 30 15,44 0,93 14,30 18,72 1 5,13 0,68 2,86 199 4,27 9,67 11,46

1998 25 12,86 0,96 12,34 15,61 1 4,68 0,54 2,61 199 3,56 9,10 12,18

1999 25 12,86 0,96 12,34 15,61 1 4,68 0,54 2,61 199 3,56 9,10 12,18

2000 30 15,44 0,93 14,30 18,72 1 5,13 0,68 2,86 199 4,27 9,67 11,46

2001 40 20,58 0,88 18,05 24,93 1 5,92 0,98 3,30 199 5,68 10,64 10,42

2002 40 20,58 0,88 18,05 24,93 1 5,92 0,98 3,30 199 5,68 10,64 10,42

2003 35 18,01 0,90 16,20 21,83 1 5,54 0,83 3,08 199 4,98 10,18 10,89

2004 30 15,44 0,93 14,30 18,72 1 5,13 0,68 2,86 199 4,27 9,67 11,46

2005 30 15,44 0,93 14,30 18,72 1 5,13 0,68 2,86 199 4,27 9,67 11,46

2006 22 11,32 0,98 11,12 13,75 1 4,39 0,46 2,45 199 3,13 8,72 12,71

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

t Fetch Hmo Tm Fetch Hmo Tmo t Knot (m/dtk) (m/dtk) (m/dtk) (jam) (km) (m) (dtk) (km) (m) (dtk) (jam)

1997 14 7,20 1,07 7,72 8,76 1 3,51 0,26 1,95 199 2,00 7,51 14,76

1998 6 3,09 1,26 3,89 3,77 1 2,30 0,09 1,28 199 0,86 5,67 19,56

1999 10 5,15 1,14 5,88 6,27 1 2,97 0,17 1,65 199 1,43 6,72 16,51

2000 13 6,69 1,09 7,27 8,14 1 3,38 0,24 1,88 199 1,86 7,33 15,13

2001 18 9,26 1,02 9,46 11,26 1 3,98 0,36 2,21 199 2,57 8,16 13,58

2002 11 5,66 1,12 6,35 6,89 1 3,11 0,20 1,73 199 1,57 6,93 15,99

2003 11 5,66 1,12 6,35 6,89 1 3,11 0,20 1,73 199 1,57 6,93 15,99

2004 8 4,12 1,19 4,91 5,02 1 2,66 0,13 1,48 199 1,14 6,24 17,78

2005 8 4,12 1,19 4,91 5,02 1 2,66 0,13 1,48 199 1,14 6,24 17,78

2006 0 0,00 0,00 0,00 0,00 1 0,00 0,00 0,00 0 0,00 0,00 0,00

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

t Fetch Hmo Tm Fetch Hmo Tmo t Knot (m/dtk) (m/dtk) (m/dtk) (jam) (km) (m) (dtk) (km) (m) (dtk) (jam)

1997 30 15,44 0,93 14,30 18,72 2 14,50 1,15 4,04 199 4,27 9,67 11,46

1998 25 12,86 0,96 12,34 15,61 2 13,24 0,91 3,69 199 3,56 9,10 12,18

1999 25 12,86 0,96 12,34 15,61 2 13,24 0,91 3,69 199 3,56 9,10 12,18

2000 30 15,44 0,93 14,30 18,72 2 14,50 1,15 4,04 199 4,27 9,67 11,46

2001 40 20,58 0,88 18,05 24,93 2 16,73 1,64 4,66 199 5,68 10,64 10,42

2002 40 20,58 0,88 18,05 24,93 2 16,73 1,64 4,66 199 5,68 10,64 10,42

2003 35 18,01 0,90 16,20 21,83 2 15,66 1,39 4,36 199 4,98 10,18 10,89

2004 30 15,44 0,93 14,30 18,72 2 14,50 1,15 4,04 199 4,27 9,67 11,46

2005 30 15,44 0,93 14,30 18,72 2 14,50 1,15 4,04 199 4,27 9,67 11,46

2006 22 11,32 0,98 11,12 13,75 2 12,43 0,78 3,46 199 3,13 8,72 12,71

UW UA Time Duration Limited Fetch Limited

Tahun U UL RL

UW UA Time Duration Limited Fetch Limited

Tahun U UL RL

Tahun U UL RL UW UA

(18)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

2001 18 9,26 1,02 9,46 11,26 2 11,25 0,61 3,13 199 2,57 8,16 13,58

2002 11 5,66 1,12 6,35 6,89 2 8,80 0,33 2,45 199 1,57 6,93 15,99

1997 30 15,44 0,93 14,30 18,72 3 26,64 1,56 4,95 199 4,27 9,67 11,46

1998 25 12,86 0,96 12,34 15,61 3 24,33 1,24 4,52 199 3,56 9,10 12,18

1999 25 12,86 0,96 12,34 15,61 3 24,33 1,24 4,52 199 3,56 9,10 12,18

2000 30 15,44 0,93 14,30 18,72 3 26,64 1,56 4,95 199 4,27 9,67 11,46

2001 40 20,58 0,88 18,05 24,93 3 30,74 2,23 5,71 199 5,68 10,64 10,42

2002 40 20,58 0,88 18,05 24,93 3 30,74 2,23 5,71 199 5,68 10,64 10,42

2003 35 18,01 0,90 16,20 21,83 3 28,77 1,88 5,34 199 4,98 10,18 10,89

2004 30 15,44 0,93 14,30 18,72 3 26,64 1,56 4,95 199 4,27 9,67 11,46

2005 30 15,44 0,93 14,30 18,72 3 26,64 1,56 4,95 199 4,27 9,67 11,46

2006 22 11,32 0,98 11,12 13,75 3 22,83 1,06 4,24 199 3,13 8,72 12,71

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

t Fetch Hmo Tm Fetch Hmo Tmo t Knot (m/dtk) (m/dtk) (m/dtk) (jam) (km) (m) (dtk) (km) (m) (dtk) (jam)

1997 14 7,20 1,07 7,72 8,76 3 18,23 0,60 3,38 199 2,00 7,51 14,76

1998 6 3,09 1,26 3,89 3,77 3 11,96 0,21 2,22 199 0,86 5,67 19,56

1999 10 5,15 1,14 5,88 6,27 3 15,42 0,40 2,86 199 1,43 6,72 16,51

2000 13 6,69 1,09 7,27 8,14 3 17,57 0,55 3,26 199 1,86 7,33 15,13

2001 18 9,26 1,02 9,46 11,26 3 20,66 0,82 3,84 199 2,57 8,16 13,58

2002 11 5,66 1,12 6,35 6,89 3 16,17 0,45 3,00 199 1,57 6,93 15,99

2003 11 5,66 1,12 6,35 6,89 3 16,17 0,45 3,00 199 1,57 6,93 15,99

2004 8 4,12 1,19 4,91 5,02 3 13,80 0,30 2,56 199 1,14 6,24 17,78

1997 30 15,44 0,93 14,30 18,72 4 41,02 1,93 5,71 199 4,27 9,67 11,46

1998 25 12,86 0,96 12,34 15,61 4 37,46 1,54 5,22 199 3,56 9,10 12,18

1999 25 12,86 0,96 12,34 15,61 4 37,46 1,54 5,22 199 3,56 9,10 12,18

2000 30 15,44 0,93 14,30 18,72 4 41,02 1,93 5,71 199 4,27 9,67 11,46

2001 40 20,58 0,88 18,05 24,93 4 47,33 2,76 6,59 199 5,68 10,64 10,42

2002 40 20,58 0,88 18,05 24,93 4 47,33 2,76 6,59 199 5,68 10,64 10,42

2003 35 18,01 0,90 16,20 21,83 4 44,29 2,34 6,17 199 4,98 10,18 10,89

2004 30 15,44 0,93 14,30 18,72 4 41,02 1,93 5,71 199 4,27 9,67 11,46

2005 30 15,44 0,93 14,30 18,72 4 41,02 1,93 5,71 199 4,27 9,67 11,46

2006 22 11,32 0,98 11,12 13,75 4 35,15 1,31 4,89 199 3,13 8,72 12,71

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

t Fetch Hmo Tm Fetch Hmo Tmo t Knot (m/dtk) (m/dtk) (m/dtk) (jam) (km) (m) (dtk) (km) (m) (dtk) (jam)

1997 14 7,20 1,07 7,72 8,76 4 28,07 0,75 3,91 199 2,00 7,51 14,76

1998 6 3,09 1,26 3,89 3,77 4 18,41 0,26 2,56 199 0,86 5,67 19,56

1999 10 5,15 1,14 5,88 6,27 4 23,74 0,49 3,31 199 1,43 6,72 16,51

2000 13 6,69 1,09 7,27 8,14 4 27,05 0,68 3,77 199 1,86 7,33 15,13

2001 18 9,26 1,02 9,46 11,26 4 31,81 1,02 4,43 199 2,57 8,16 13,58

2002 11 5,66 1,12 6,35 6,89 4 24,89 0,55 3,47 199 1,57 6,93 15,99

2003 11 5,66 1,12 6,35 6,89 4 24,89 0,55 3,47 199 1,57 6,93 15,99

2004 8 4,12 1,19 4,91 5,02 4 21,24 0,37 2,96 199 1,14 6,24 17,78

2005 8 4,12 1,19 4,91 5,02 4 21,24 0,37 2,96 199 1,14 6,24 17,78

UW UA Time Duration Limited Fetch Limited

Tahun U UL RL

UW UA Time Duration Limited Fetch Limited

Tahun U UL RL

UW UA Time Duration Limited Fetch Limited

Tahun U UL RL

UW UA Time Duration Limited Fetch Limited

Tahun U UL RL

UW UA Time Duration Limited Fetch Limited

Tahun U UL RL

(19)

4.2.6 Statistik Gelombang

Pengukuran gelombang di suatu tempat memberikan pencatatan muka air sebagai fungsi waktu. Pengukuran ini dilakukan dalam waktu yang sangat panjang, sehingga data gelombang akan sangat banyak. Mengingat kekompleksan dan besarnya jumlah data tersebut, maka gelombang alam dianalisis secara statistik untuk mendapatkan bentuk gelombang yang bermanfaat dalam bidang perencanaan dan perancangan.

Untuk keperluan perencanaan bangunan-bangunan pantai perlu dipilih tinggi dan periode gelombang individu (individual wave) yang dapat mewakili suatu spektrum gelombang. Gelombang tersebut dikenal dengan gelombang representatif. Apabila tinggi gelombang dari suatu pencatatan diurutkan dari nilai tertinggi ke terendah atau sebaliknya, maka akan dapat ditentukan tinggi Hn yang merupakan rerata dari n persen gelombang

tertinggi. Dengan bentuk seperti itu akan dapat dinyatakan karakteristik gelombang alam dalam bentuk gelombang tunggal. Bentuk yang paling banyak digunakan adalah H33 atau

tinggi rerata dari 33% nilai tertinggi dari pencatatan gelombang, yang juga disebut sebagai tinggi gelombang signifikan Hs. Cara yang sama juga dapat digunakan untuk periode

gelombang. Tetapi biasanya periode signifikan didefinisikan sebagai periode rerata untuk sepertiga gelombang tertinggi. Untuk memberikan kejelasan mengenai gelombang representatif, berikut ini adalah perhitungan dari hasil peramalan gelombang yang telah dilakukan sebelumnya pada tahun 1997 - 2006 di muara Kali Silandak Semarang

4.2.6.1Gelombang Signifikan

Gelombang signifikan dihitung berdasarkan 33% data yang tertinggi dari keseluruhan hasil perhitungan gelombang selama 10 tahun. Gelombang signifikan dapat digunakan sebagai masukan perhitungan untuk menghitung tinggi rayapan gelombang (wave run up) pada struktur, sehingga dapat ditentukan elevasi puncak bangunan rencana yang ada. Cara penghitungan gelombang signifikan (Hs) yaitu H33 atau 1/3 nilai tertinggi dari hasil perhitungan gelombang yang telah diurutkan begitu juga dengan periodenya.

(20)

Tabel 4.7 Data Tinggi Gelombang Tahun 1997 – 2006

(21)

Banyaknya data = 3604 data, maka diperoleh:

Gelombang 33,3 % (gelombang signifikan, Hs) untuk konstruksi bangunan fleksibel. n = 33,3 % x 3604 = 1189 data

H33 = 0,593 m T33 = 5,009 dtk

Gelombang H10 = 1,27 x Hs digunakan untuk konstruksi bangunan semi kaku H10 = 1,27 x 0,593 = 0,753 m

T10 = 5,424 dtk

Gelombang H5 = 1,37 x Hs digunakan untuk konstruksi bangunan semi kaku H5 = 1,37 x 0,593 = 0,812 m

T5 = 5,562 dtk

Gelombang H1 = 1,67 x Hs digunakan untuk konstruksi bangunan kaku seperti kaison. H1 = 1,67 x 0,593 = 0,990 m

T1 = 5,950 dtk .

4.2.6.2Perkiraan Gelombang Dengan Periode Ulang

Perkiraan gelombang dengan periode ulang dilakukan dengan menggunakan distribusi Gumbel (Fisher-Tippett Type I) dan distribusi Weibull (CERC,1992). Dari perhitungan kedua metode distribusi tersebut dilakukan untuk kemudian dipilih yang memberikan hasil terbaik.

1. Distribusi Fisher-Tippett Type I

Perhitungan probabilitas gelombang metode Fisher Typpett dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut :

12 , 0

44 , 0 1

) (

+ − − = ≤

T sm

s

N m H

H

P ( 4.18 )

Dimana:

P(Hs Hsm) : probabilitas dari tinggi gelombang representatif ke m yang tidak

dilampaui

Hsm : tinggi gelombang urutan ke m

m : nomor urut tinggi gelombang signifikan = 1,2,…..N N : jumlah kejadian gelombang selama pencatatan.

(22)

Hm = Âym + B^ ( 4.19 )

dimana nilai ym diberikan oleh bentuk berikut ini :

ym = -ln { - ln P (Hs Hsm)} ( 4.20 )

Dengan Âdan B^ adalah perkiraan dari parameter skala dan lokal yang diperoleh dari analisis regresi linear.

Tinggi gelombang signifikan untuk berbagai periode ulang dihitung dari fungsi distribusi probabilitas dengan rumus sebagai berikut :

Hsr = Â yr + B^ ( 4.21 )

dimana yr diberikan oleh bentuk berikut ini : yr = -ln { - ln (

r

T L.

1

1− )} ( 4.22 )

dengan :

Hsr : tinggi gelombang signifikan dengan periode ulang Tr

T r : periode ulang (tahun)

K : panjang data (tahun)

L : rerata jumlah kejadian per tahun =NT/K

Proses perhitungan gelombang dengan periode ulang metode Fisher Typpett Type I adalah sebagai berikut :

Tabel 4.8. Gelombang terbesar tiap tahun TAHUN H (m)

(23)

Tabel 4.9. Perhitungan gelombang dengan periode ulang ( Metode Fisher Tippett Type I )

No.

Dari tabel 4.9. didapat beberapa parameter yang digunakan dalam perhitungan gelombang dengan periode ulang, yaitu :

N = 10 K = 10

NT = 10 λ = 1

v = N / NT = 10/10 = 1

Hsm = 10,300 / 10 = 1,030 ym = 5,410 / 10 = 0,541

Dari beberapa nilai di atas selanjutnya dihitung parameter  dan B^ berdasar data Hsm dan ysm seperti terlihat pada Tabel 4.9. dengan menggunakan persamaan berikut ini : Hsm =  ym + B^

(24)

Hasil perhitungan tinggi gelombang signifikan dengan beberapa periode ulang dapat dilihat pada tabel 4.10.

Tabel 4.10. Tinggi gelombang dengan periode ulang tertentu Kala

Ulang Yr Hr σnr σr HS-1,28 σt HS+1,28 σt

2 0,367 0,795 0,337 0,155 0,597 0,994

5 1,500 1,251 0,571 0,263 0,915 1,588

10 2,250 1,553 0,780 0,360 1,093 2,013

25 3,199 1,935 1,062 0,489 1,308 2,561

50 3,902 2,210 1,277 0,588 1,465 2,971

100 4,600 2,499 1,492 0,688 1,618 3,379

0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0

1 2 3 4 5 6

PERIODE (TAHUN)

T

IN

GGI

G

E

L

OM

B

A

N

G (

M

)

Hr HS-1,28 σt HS+1,28 σt

Gambar 4.14. Grafik tinggi gelombang dengan periode ulang tertentu (Metode Fisher Tippett Type I)

(25)

2. Metode Weibull

Hitungan perkiraan tinggi gelombang ekstrim dilakukan dengan cara yang sama seperti Metode Fisher-Tippett Type I, hanya persamaan dan koefisien yang digunakan disesuaikan untuk Metode Weibull. Rumus-rumus probabilitas yang digunakan untuk Metode Weibull adalah sebagai berikut :

k

Hitungan didasarkan pada analisis regresi linear dari hubungan Persamaan (4.22) dengan nilai ym ditentukan dari persamaan sebagai berikut :

ym = [-ln {1 - P (Hs≤ Hsm)}] 1/k ( 4.26 )

Tinggi gelombang signifikan ditentukan oleh persamaan ( 4.26 ) dengan nilai yr didapatkan dari persamaan :

( )

{

}

k

r

r LT

y = ln 1 ( 4.27 )

Tabel 4.11. Perhitungan gelombang dengan periode ulang (Metode Weibull)

No. urut Hsm P Ym HsmYm Y2m (Hsm-Hr)2

Dari tabel diatas 4.11, didapat beberapa parameter yang digunakan dalam perhitungan gelombang dengan periode ulang, yaitu :

N = 10 K = 10

NT = 10 λ = 1

v = N / NT = 10/10 = 1

(26)

Dari beberapa nilai di atas selanjutnya dihitung parameter  dan B^ dengan berdasarkan pada data Hsm dan ysm seperti pada Tabel 4.11. Perhitungan tinggi gelombang dengan periode ulang tertentu menggunakan persamaan berikut ini :

Hsm = Â ym + B^ ( 4.28 )

Persamaan regresi yang diperoleh adalah : Hsr = 0,455 yr + 0,518

Selanjutnya hitungan tinggi gelombang signifikan dengan beberapa periode ulang dilakukan dengan Tabel 4.12.

Tabel 4.12. Tinggi gelombang dengan periode ulang tertentu (Metode Weibull)

(27)

0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0

1 2 3 4 5 6

PERIODE (TAHUN)

T

IN

GGI

G

E

L

OM

B

A

N

G (

M

)

Hr HS-1,28 σt HS+1,28 σt

Gambar 4.15.Grafik tinggi gelombang dengan periode ulang tertentu Metode Weibull

Hasil perhitungan probabilitas tinggi gelombang dengan kedua metode di atas ditampilkan dalam tabel 4.13.

Tabel 4.13. Rekapitulasi perhitungan tinggi gelombang dengan periode ulang tertentu

Periode Ulang Metode Fisher Metode Webull

(tahun) Hr Hs-1,28 σt Hs+1,28 σt Hr Hs-1,28 σt Hs+1,28 σt

2 0,795 0,597 0,994 0,706 0,484 0,927

5 1,251 0,915 1,588 1,156 0,622 1,689

10 1,553 1,093 2,013 1,454 0,634 2,274

25 1,935 1,308 2,561 1,830 0,636 3,024

50 2,210 1,465 2,971 2,118 0,634 3,585

100 2,499 1,618 3,379 2,387 0,632 4,142

`

(28)

4.2.6.3Perhitungan gelombang laut dalam ekivalen :

Ho’ = Ks x Kr x Ho ( 4.31 )

dengan :

Ks = Koefisien shoaling Kr = koefisien refraksi

Ho = tinggi gelombang laut dalam (m)

Ho’ = tinggi gelombang laut dalam ekivalen (m) ¾ Tinggi gelombang (Ho) = 0,990 m ¾ Periode gelombang (T) = 5,950 dtk ¾ Arah datang gelombang (α0) = 45o

¾ Kedalaman (d) = 3 m

a) Perhitungan koefisien shoaling (Ks)

Lo = 1,56 x T2 = 1,56 x 5,9502 = 55,228 m

b) Perhitungan koefisien refraksi (Kr)

C =

Dari perhitungan di atas koefisien didapat tinggi gelombang ekivalen (Ho’) adalah sebagai berikut :

(Ho’) = Ks x Kr x Ho

(29)

c) Perhitungan tinggi gelombang pecah dengan Metode SPM

Ho’ = 0,873 m

2 ' gT

Ho

= 2

950 , 5 81 , 9

873 , 0

× = 0,0025 dimasukkan ke grafik 4.15

Gambar 4.16. Grafik penentuan tinggi gelombang pecah (Hb)

'

o b

H H

= 1,25

(30)

d) Perhitungan kedalaman gelombang pecah dengan Metode SPM

2 ' gT

Hb

= 2

950 , 5 81 , 9

091 , 1

× = 0,0031 dimasukkan ke grafik 4.16

Gambar 4.17. Grafik penentuan kedalaman gelombang pecah (d)

Dari grafik 4.16 diatas dapat diketahui kondisi kedalaman gelombang pecah minimum β = 1,17 untuk kondisi kemiringan dasar pantai m = 0,02

(db)min = β x Hb = 1,17 x 1,091 = 1,276 m

Jadi tinggi gelombang pecah Hb = 1,091 m dan kedalaman gelombang pecah dipakai

(31)

4.2.7 Transpor Sedimen

Angkutan sedimen sepanjang pantai di hitung dengan rumus :

Qs = K Pln ( 4.35 )

Pl = 16

g ρ

Hb2 Cb sinαb cosαb ( 4.36 )

dimana :

Qs = angkutan sedimen sepanjang pantai (m3/hari)

Pl = komponen fluks energi gelombang sepanjang pantai pada saat pecah (Nm/dtk/m)

ρ = rapat massa air laut (kg/m3)

Hb = tinggi gelombang pecah (m)

Cb = cepat rambat gelombang pecah (m/dtk) = gdb b

α = sudut gelombang pecah K,n = konstanta

Berikut perhitungannya :

Dari data besarnya angin untuk arah yang berpengaruh dapat diprediksikan besarnya transpor sedimen yang terjadi di Muara Kali Silandak. Contoh data untuk bulan Januari arah Barat Laut dan bulan April arah Timur Laut tahun 1997 sebagai berikut :

Arah Barat Laut

U = 25 knot

UL = 25 x 0,514 = 12,850 m/dtk RL = 0,960 dari grafik

UW = 12,850 x 0, 960 = 12,340 m/dtk UA = 0,71 x 12,3401,23 = 15,610 m/dtk

Dari grafik peramalan gelombang dengan kondisi fetch efektif 199 km di peroleh: Tinggi gelombang (H) = 1,840 m

Periode gelombang (T) = 7,300 dtk

Rapat massa air laut (ρ) = 1030 kg/m3 = 1,03 ton/m3 Kedalaman gelombang datang (d) = 3,0 m

(32)

Perhitungan koefisien shoaling (Ks)

Perhitungan koefisien refraksi (Kr)

C =

Dari perhitungan di atas koefisien didapat tinggi gelombang ekivalen (Ho’) adalah sebagai berikut :

(Ho’) = Ks x Kr x Ho

= 0,966 x 0,888 x 1,840 = 1,527 m

Perhitungan tinggi dan kedalaman gelombang pecah

(33)

Hb = 1,141 x 1,527 = 1,742 m

(34)

Arah Timur Laut

Dari grafik peramalan gelombang dengan kondisi fetch efektif 199 km di peroleh: Tinggi gelombang (H) = 1,320 m

Periode gelombang (T) = 6,500 dtk

Rapat massa air laut (ρ) = 1030 kg/m3 = 1,03 ton/m3 Sudut datang gelombang (α) = 450

Kemudian dapat dicari :

Perhitungan koefisien shoaling (Ks)

Lo = 1,56 x T2 = 1,56 x 6,5002 = 65,505 m

Perhitungan koefisien refraksi (Kr)

C =

Dari perhitungan di atas koefisien didapat tinggi gelombang ekivalen (Ho’) adalah sebagai berikut :

(Ho’) = Ks x Kr x Ho

(35)

Perhitungan tinggi dan kedalaman gelombang pecah

(36)

P1 = 1,295 4,449sin18,132°cos18,132° 16

03 ,

1 2

x

= 0,142 tm/dtk/m

= 0,142 x 24 x 3600 P1 = 12268,80 tm/hari/m Qs = 0,401 x P1.

= 0,401 x 12268,80 = 4919,789 m3/hari Qs = 1795722,912 m3/tahun

Dari hasil perhitungan diatas kemudian di dapat jumlah angkutan sedimen sepanjang pantai, yaitu dengan cara :

∆Q = QBL – QTL ( 4.38 )

= 1694555,424 – 1795722,912

∆Q = - 101167,488 m3/tahun

4.3 ANALISA DATA TANAH

Data hasil penyelidikan tanah digunakan untuk menghitung daya dukung tanah ( soil

bearing capacity ). Dikarenakan tidak tersedianya data penyelidikan tanah pada bagian

(37)

Tabel 4.14. Hasil uji tanah

No Jenis Uji Hasil Uji Ket

1 Berat jenis 2,20

2 Liquid Limit (LL) 53,10

3 Plastic Limit (PL) 28,57

4 Plasticity Index (PI) 24.63

5 Kadar air 50,0

6 Sudut geser 21,01o

7 Kohesi (C) 0,0901

8 Tegangan maksimum (qu) 0,676

9 Konsolidasi 0,3887

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, dalam perhitungan daya dukung tanah ketiadaan data sondir, pengeboran, maupun Standard Penetration Test (SPT) dapat diatasi dengan pendekatan menggunakan metode yang dikemukakan oleh Bowles. Dalam kondisi ini daya dukung tanah dapat diketahui dengan menghitung daya dukung batas (Qult) asalkan diketahui jenis material dan gradasi butiran materialnya. Rumus Terzaghi yang digunakan untuk mengetahui daya dukung tanah sekali lagi disajikan sebagai berikut :

Qult = C . Nc + Df . γ . Nq + 0,5B . γ . Nγ dengan :

Qult : Kuat dukung batas (t/m2) Nc,Nγ, Nq : konstanta tanah tergantung φ Df : kedalaman pondasi (m) B : lebar pondasi (m) C : kohesi tanah

(38)

Tabel 4.15. Nilai-nilai faktor daya dukung tanah menurut Terzaghi

φ (o) Keruntuhan Geser Umum

Nc Nq Nγ

0 5,7 1,0 0,0

5 7,3 1,6 0,5

10 9,6 2,7 1,2

15 12,9 4,4 2,5

20 17,7 7,4 5,0

25 25,1 12,7 9,7

30 37,2 22,5 19,7

34 52,6 36,5 35,0

35 57,8 41,4 42,4

40 95,7 81,3 100,4

45 172,3 173,3 297,5

48 258,3 287,9 780,1

50 347,6 415,1 1153,2

Berdasarkan persamaan diatas, maka sebagai simulasi digunakan hitungan berikut ini. Misal kedalaman pondasi 5 m dan 6 m :

Untuk kedalaman pondasi 5 m, γ = 2,463 t/m3, φ = 21,01o, dan lebar = 1m, dari hasil interpolasi faktor-faktor Terzaghi didapatkan nilai-nilai untuk φ = 21,01 adalah Nc = 19,20, Nq =8,47, dan Nγ= 5,95. Dengan demikian, maka diperoleh :

Qult = C . Nc + Df . γ . Nq + 0,5B . γ . Nγ

= 0,0901*19,2 + 5*2,2*8,47 + 0,5*1*2,20*5,95 = 101,44 t/m2

Dari gambaran tersebut dengan mengambil angka keamanan 2, maka Qs = 50,72 t/m2, artinya tanah pasir tersebut masih aman sampai beban diatasnya sebesar 50,72 ton tiap m2. Sedangkan untuk kedalaman pondasi 8 m,diperoleh :

Qult = C . Nc + Df . γ . Nq + 0,5B . γ . Nγ

= 0,0901*19,2 + 2*4.8*8,47 + 0,5*1*2,2*5,95 = 211,55 t/m2.

Gambar

Gambar 4.1. Penampang saluran ganda
Gambar 4.2 Gambar alur sungai
Gambar 4.3 Tabel input data cross section
Gambar 4.5 Gambar dialog box untuk running data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemecah gelombang sisi campuran merupakan gabungan dari tipe pertama dengan tipe yang kedua. Contoh pembuatan pemecah gelombang sisi campuran : untuk sisi

6.1.1.2 Perhitungan gelombang rencana dan gelombang pecah untuk revetment Pada saat gelombang menjalar dari perairan dalam ke pantai dimana bangunan pantai akan dibangun,

Kejadian ekstrim lainnya terjadi apabila gelombang pecah dengan membentuk sudut terhadap garis pantai ( α b &gt;5 o ), yang akan menimbulkan arus sejajar pantai di sepanjang

Berdasarkan hasil penelusuran data kondisi eksisting Sungai Silandak tahun 2006, dapat diperoleh data debit banjir rencana pada muara adalah sebesar 145 m 3 /dt untuk periode ulang

Apabila suatu deretan gelombang bergerak dari laut dalam menuju pantai, maka gelombang tersebut akan mengalami deformasi atau perubahan bentuk yang disebabkan oleh proses refraksi

Pada tipe ini dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut, tetapi kadang – kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut

Prioritas yang akan dipertimbangkan terlebih dahulu dalam pemilihan struktur bangunan pantai, prioritas pertama yaitu bangunan tersebut harus dapat melindungi bagian hilir Muara

Dalam perencanaan ini ketinggian puncak elevasi jetty diambil 2,75 m lebih rendah daripada elevasi muka air banjir pada sungai, dengan asumsi bahwa pada saat banjir masih