ANALISA TERHADAP PENERAPAN PRINSIP “MUTUAL COOPERATION” DALAM MEKANISME TAKAFUL (ASURANSI SYARIAH) *
Oleh : Lastuti Abubakar Fakultas Hukum Unpad lastutiabubakar@unpad.ac.id
A. PENDAHULUAN
1. Perkembangan Takaful (Asuransi Syariah)1 sebagai bagian dari
institusi ekonomi di Indonesia.
Sejak terjadinya transformasi sistem ekonomi global dari sistem
konvensional ke sistem ekonomi syariah akibat krisis ekonomi global,
pertumbuhan industri Takaful (asuransi syariah) di tataran global menunjukkan trend positif. Tercatat, pada tahun 2012, jumlah perusahaan penyedia jasa Takaful (asuransi syariah) mencapai 179 perusahaan, termasuk perusahaan asuransi konvensional yang menyediakan divisi (windows) syariah
dengan kontribusi dana sebesar US $ 12.4 Milyar, tidak termasuk Saudi
Arabia dengan kontribusi sebesar US$ 7 Milyar. Sejalan dengan
perkembangan trend global, industry Takaful di Indonesia pun memperlihatkan catatan yang meningkat dari waktu ke waktu. Bersama-sama
dengan negara-negara yang masuk kategori” new fringe markets”,Indonesia bersama-sama dengan Brunai Darussalam dan Bangladesh, berkontribusi
sebesar US$ 7 milyar.2
Dibandingkan dengan peranan institusi keuangan Islam lainnya seperti
industri perbankan syariah atau penerbitan instrumen sukuk (Surat Berharga Syariah), Takaful di Indonesia baru menyumbang 3,3 persen dari seluruh pendapatan yang diperoleh dari institusi dan instrumen keuangan nasional . 3
* Tulisan ini di muat dalam buku Etty R. Agoes, Peran Hukum Dalam Pembangunan Di Indonesia, Rosda, Bandung 2013
1 Penulis menggunakan istilah Takaful atau Asuransi Syariah mengingat istilah asuransi syariah dibakukan dalam regulasi (SK Menkeu, Keputusan Bapepam LK dan Fatwa Dewan Syariah Nasional.),sementara itu, Takaful digunakan sebagai nama perusahaan yang bergerak di bidang asuransi syariah. Padanan yang banyak digunakan dalam literatur adalah Islamic insurance.
2M. Iqbal Asaria, Innovations and Developments in Takaful and Re-Takaful, Durham Islamic
Finance Summer School, Durham-UK,2013
Jumlah ini memang masih relatif kecil , namun di masa mendatang, Takaful berpeluang mengambil porsi lebih besar dalam aktivitas ekonomi di Indonesia,
dengan beberapa alasan antara lain : penerimaan konsep syariah yang semakin
baik di masyarakat; dukungan regulasi dan meningkatnya golongan ekonomi
menengah.4
Lahirnya Takaful (asuransi syariah) di Indonesia ditandai dengan
dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Keuangan no: 268/KMK.06/2002
tanggal 7 November 2002 yang memberi peluang bagi asuransi konvensional
untuk menjalankan asuransi syariah melalui 3 cara pendirian, yakni :
a. Konversi langsung secara penuh dari asuransi konvensional ke
asuransi syariah;
b. Membentuk langsung lembaga asuransi syariah;
c. Membuka kantor cabang asuransi syariah/divisi asuransi syariah.
Selain itu, pertumbuhan asuransi syariah di Indonesia juga didorong
oleh regulasi yang memberi kemudahan dari aspek permodalan , yang
mensyaratkan modal minimum sebesar Rp.50 Milyar untuk pendirian
perusahaan asuransi syariah. Jumlah ini jauh lebih kecil dibandingkan modal
minimum bagi pendirian asuransi konvensional sebesar Rp.100 milyar. 5 Di
samping kemudahan untuk mendirikan perusahaan asuransi syariah,
Bapepam-LK sebagai otoritas Jasa Keuangan 6menerbitkan 2 peraturan yaitu Peraturan
No : PER-06/BL/20117 dan Peraturan No : PER-07/BL/2011 8 yang
merupakan amanat dari Pasal 4 Ayat (3), Pasal 25 Ayat (4), Pasal 40 Ayat (5),
dan Pasal 45 Ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan No : 11/PMK.010/2010
Tentang Kesehatan Keuangan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan
prinsip Syariah. Ke dua peraturan ini bertujuan untuk memelihara tingkat
sangat besar. Lihat Irfan Syauqi Beik, Mendorong Kebijakan Pro Ekonomi dan Keuangan Syariah di 2013, Jurnal Sharing, Edisi 72 Thn VII Desember 2012, hlm. 56
4 lihat Sharing. Outlook Keuangan Syariah Indonesia 2012, Edisi 60 Tahun VI Desember 2011, hlm.16.
5 Lihat Pasal 6 Ayat (2) Peraturan Pemerintah No : 39 Tahun 2008 Tentang Perubahan Ke dua atas Peraturan Pemerintah No : 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
6 Sejak diterbitkan Undang-undang No : 12 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, pengawasan terhadap jasa keuangan berada di bawah OJK.
7SK Bapepam-LK ini mengatur tentang bentuk dan susunan laporan keuangan serta pengumuman laporan usaha asuransi dan usaha reasuransi dengan prinsip syariah,
kepatuhan perusahan pada prinsip transparansi, juga memberikan
perlindungan maksimal bagi nasabah Takaful.
2. Beberapa permasalahan hukum dalam mekanisme Takaful (Asuransi syariah)
Sebagaimana halnya usaha asuransi pada umumnya, Takaful (asuransi syariah) merupakan institusi yang menawarkan jasa perlindungan bagi
nasabahnya atas kerugian yang timbul akibat peristiwa atau kejadian di masa
datang yang tidak dapat diketahui pada saat sekarang. Berbeda dengan
asuransi konvensional, yang salah satu unsurnya adalah “adanya kejadian/peristiwa yang tidak pasti”, Takaful bertumpu pada prinsip syariah yang melarang aktivitas bisnis berbasis bunga (riba/ interest), ketidakpastian
(gharar/uncertainty) dan perjudian (maysir/gambling). 9 Mengacu pada
larangan tersebut, menjadi pertanyaan apakah “kejadian /peristiwa yang tidak
pasti “di masa mendatang yang memang melekat pada asuransi tersebut tidak
bertentangan dengan salah satu prinsip syariah, yakni ketidakpastian (gharar).
Persoalan patuh tidaknya takaful pada larangan gharar ini menjadi perdebatan
dikalangan para “Muslim jurist “ namun terdapat kesepakatan bahwa gharar
dapat ditoleransi dengan jenis akad yang digunakan dalam mekanisme
takaful. 10 Oleh karena itu, akad (kontrak) yang menjadi dasar hubungan
hukum menjadi urgen dalam takaful.
Berbeda dengan kontrak dalam asuransi konvensional yang
digolongkan ke dalam kontrak komersial, akad (perjanjian) yang menjadi
dasar hubungan hukum antara para pihak dalam takaful (asuransi syariah) terdiri dari 2 jenis akad, yakni :
1. akad tabarru’ (non komersial) yang menjadi dasar bagi partisipan ketika
mendonasikan sejumlah uang untuk dimasukkan ke dalam dana takaful.11
9 Lihat Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance, John Wiley &Sons, Ltd, England, 2007, hlm. 74. Lihat pua Saw Swee Hock & Karyn Wang, Introduction to Islamic Finance, Saw Centre for Financial Studies no. 3, Singapura, 2008, hlm. 12.
10Lihat Aly Khorsid, Islamic Insurance, Routledge Curzon, London, 2004, hlm.40 dst.
11Dalam asuransi konvensional, dana ini adalah premi yang dibayar nasabah kepada perusahaan
2. Akad tijarah (komersial) yang menjadi dasar hubungan hukum antara partisipan (nasabah) dengan perusahan takaful sebagai pengelola dana takaful.
Akad tabarru (non komersial) yang digunakan dalam takaful menjadi
landasan bahwa dana yang dimasukkan dalam takaful ditujukan untuk kebajikan atau menolong, bukanlah premi sebagaimana halnya asuransi
konvensional, melainkan donasi dari para partisipan ke dalam dana takaful yang akan digunakan untuk menolong diantara sesama partisipan. Perusahaan
takaful tidak diperkenankan menetapkan premi atau pendapatan yang bersifat tetap kepada partisipan (nasabah) sebagai keuntungan perusahaan.
Mengacu pada esensi takaful di atas, maka perbedaan mendasar antara asuransi konvensional dengan takaful (asuransi syariah) adalah pada konsep yang terkandung dalam hubungan hukum yang mendasarinya. Pada asurasi
konvensional, hubungan perusahaan asuransi dengan nasabah didasarkan pada
hubungan timbal balik . Perusahaan asuransi baru akan membayar ganti rugi
kepada nasabah atas kerugian yang telah ditentukan sebelumnya, setelah
nasabah membayar premi kepada perusahaan asuransi.
Sementara itu, hubungan para partisipan dalam takaful didasarkan pada
konsep mutual cooperation (kerjasama untuk kebajikan). Selain mutual cooperation, prinsip yang mendasari aktivitas asuransi syariah adalah prinsip persaudaraan, saling bertanggung jawab, kemanusiaan, dan perlindungan. 12
Di sisi lain, perusahaan takaful yang akan mengelola dana takaful
merupakan entitas bisnis yang juga bertujuan mencari keuntungan, sehingga
perlu dikaji , selain akad tabarru, tentunya ada akad lain yang digunakan dalam praktik asuransi syariah yang sifatnya digolongkan ke dalam akad tijarah (mu’awadah), yakni akad yang bertujuan komersial, dimana perusahaan tentu bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang wajar.
Berdasarkan prinsip syariah, keuntungan yang akan diperoleh oleh perusahaan
pengelola takaful dapat dihasilkan dari hasil pengelolaan dana takaful, yang ditentukan oleh model akad yang digunakan. Akad-akad yang sesuai dengan
prinsip syariah memungkinkan pengelola takaful mendapatkan keuntungan berdasarkan profit loss sharing based atau prinsip bagi hasil, fee based income
12Lihat Engku Rabiah Adawiah Engku Ali , Hassan Scott P Odierno, Azman Ismail, Essential Guide
(pendapatan berbasis komisi/fee). Berdasarkan paparan di atas, maka dalam
tulisan ini akan dianalisisa mengenai 2 hal yakni : a. Bagaimana pemaknaan
ketidakpastian (uncertainty) atas kejadian/peristiwa yang akan terjadi di masa
datang dalam konteks Takaful?, b. Bagaimana implementasi prinsip mutual
cooperation/mutual help dalam mekanisme Takaful ?
B. PEMBAHASAN
1. Dana Takaful merupakan donasi para nasabah berdasarkan akad
tabarru’ (non komersial)
Landasan hukum bagi aktivitas Takaful di Indonesia mengacu pada Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman
Umum Asuransi. Berdasarkan Fatwa tersebut, yang dimaksud dengan Takaful/
ta’min atau tadhamun (asuransi syariah) adalah:
“ usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/ pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan/ atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui
akad (perikatan) yang sesuai dengan prinsip syariah.’
Sebagai perbandingan, berikut dikemukakan beberapa pengertian yang di
berikan oleh organisasi yang secara internasional diakui menjadi acuan bagi
negara-negara dalam mengatur praktik ekonomi syariah dan juga digunakan
oleh Indonesia dalam merumuskan regulasi di bidang ekonomi syariah, yakni
AAOIFI ( Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial
Institutions), The Islamic Financial Services Board (IFSB) dan International Association of Insurance Supervisors (IAIS).
AAOIFI’s Sharia Standard 26(2) 2007 :
“Islamic insurance is an agreement between persons who exposed to risks to protect themselves against harms arising from the risks by paying
contributions on the basis of “ commitment to donate” (iltizam bi al tabarru’).
Following from that, the insurance fund established and is treated as a
separate legal entity (shaksiyyah i’tibariyyah) which has independent
financial liability. The fund will cover the compensation against harmst that befall any of participants due to the occurance of the insured risks (perils) in
accordance with the terms of the policy” (cetak tebal dari penulis)
Insurance Supervisors (IAIS) :
“takaful is the Islamic counterpart of conventional insurance, and exists in
both life (or”family”) and general forms. It is based on concepts of mutual
solidarity, and a typical Takaful undertaking will consist of a two tier structure that is a hybrid of a mutual and commercial form of company”.13
Mengacu pada beberapa pengertian Takaful (asuransi syariah) di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur –unsur dalam Takaful (asuransi syariah), adalah
sebagai berikut :
1. Takaful bertujuan memberikan perlindungan kepada nasabah atau partisipan atas kerugian yang timbul di kemudian hari berdasarkan prinsip
saling tolong menolong.
2. Dana takaful yang digunakan untuk mengganti kerugian berasal dari nasabah atau partisipan sebagai donasi atau voluntary contribution14 , yang
dikelola secara terpisah sebagai dana Takaful.
3. Akad yang mendasari hubungan hukum dalam takaful dapat berupa gabungan (hybrid) antara akad non-komersial (tabarru’) dan akad
komersial (tijarah).
Permasalahan ada tidaknya unsur ketidakpastian (gharar) dalam takaful harus dilihat dari maknanya. Gharar adalah elemen “ketidakpastian (uncertainty) yang eksis dalam polis (kontrak) asuransi konvensional antara
perusahaan asuransi sebagai penanggung dan nasabah sebagai tertanggung,
baik asuransi jiwa maupun asuransi umum. Berbeda dengan takaful yang bertumpu pada prinsip syariah, maka hubungan kontraktual harus memuat
objek jelas dan tertentu.
Ketidakpastian yang terkandung dalam asuransi konvensional dapat
dilihat dari “nilai ganti rugi” dan “kapan saat ganti rugi dibayarkan”, yang
tidak dapat ditentukan pada saat kontrak dibuat. Sebagai contoh, dalam
asuransi konvensional, pemegang polis setuju membayar premi pada
perusahaan asuransi, dan sebagai imbalannya perusahaan asuransi menjamin
untuk membayar ganti rugi apabila terjadi kehilangan atau bencana.
Ketidakpastian juga dapat dilihat dari fakta bahwa pemegang polis tidak
pernah mengetahui cara, sumber dan jumlah uang yang akan dibayarkan oleh
13International Association of Insurance Supervisors, Regulation and Supervision of Takaful (Islamic
Insurance), Agustus, 2006, hlm.4.
14lihat Mahmoud A El Gamal, Islamic Finance-Law, Economics and Practice, Cambridge, 2006,
perusahaan asuransi. Kontrak semacam inilah yang lantas dianggap memenuhi
larangan gharar berdasarkan prinsip syariah.
Mengacu pada prinsip-prinsip yang terkandung dalam Takaful, maka terdapat perbedaan dalam pemaknaan ketidakpastian (uncertanty/gharar).
Dalam asuransi konvensional, nasabah akan membayar premi dan perusahaan
akan memberi polis yang berisi janji bahwa apabila nasabah mengalami
kejadian tertentu , perusahaan akan mengganti kerugian. Dengan kata lain,
apabila peristiwa tidak terjadi, maka nasabah akan kehilangan sejumlah uang
dan tidak mendapatkan apa-apa, sementara perusahaan akan diuntungkan
sebesar premi yang disetor. Disini makna ketidakpastian adalah atas sejumlah
uang (premi) yang diharapkan mendatangkan keuntungan dan digantungkan
pada peristiwa yang tidak pasti. Sementara itu, dalam Takaful dana yang diserahkan oleh para partisipan merupakan donasi yang akan dikelola sebagai
dana takaful untuk menolong partisipan lain yang mengalami kerugian akibat
risiko atau bahaya yang dialami. Disini, donasi diberikan tanpa digantungkan
pada prestasi pihak lainnya. Oleh karenanya , akad yang mendasari donasi
sejumlah uang dari partisipan kepada pengelola takaful haruslah akad
tabarru’, seperti akad hibah. Dengan demikian, praktik Takaful harus
berpegang pada prinsip bahwa jenis akad yang digunakan adalah akad untuk
kebajikan diantara sesama partisipan bukan untuk tujuan komersial dan tidak
dapat digolongkan dalam kontrak komersial.15 Berdasarkan hal ini,
larangan “ketidakpastian (gharar) menjadi hilang dan dapat ditolerir. Para pakar ekonomi Islam mengakui Takaful yang berbasis pada voluntary contribution dan bertumpu pada prinsip kerjasama saling tolong menolong (mutual cooperation) tidak memiliki motif keuntungan (profit motive) diantara
sesama partisipan, sehingga dapat diterima berdasarkan hukum Islam.16
2. Implementasi Mutual Cooperation atau Kerjasama dalam Kebajikan dalam mekanisme Takaful.
15Mahmoud A El Gamal, op.cit, hlm. 149.
Salah satu prinsip yang inherent dalam mekanisme takaful adalah apa yang disebut mutual help atau mutual cooperation.17 Penulis mencoba mencari
padanan yang tepat untuk memaknai konsep ini dari sudut pandang hukum di
Indonesia. Beberapa literatur tentang Islamic insurance menyandingkan
mutual cooperation ini dengan phrasa “ toward righteousness”, yang maknanya dapat berarti kerjasama untuk tujuan kebajikan.18 Dalam konteks
hukum Indonesia, konsep ini dikenal dalam hukum adat dengan istilah tolong
menolong. Tolong menolong dalam masyarakat adat Indonesia merupakan
perwujudan dari sifat communal dimana manusia baru merasakan dirinya sebagai manusia apabila berada dalam kebersamaan. Contoh konkrit dari sifat
tolong menolong ini misalnya pranata subak19 di Bali.
Implementasi prinsip mutual cooperation dalam arti kerjasama untuk tujuan kebajikan ini menjelma dalam akad yang wajib digunakan dalam
mekanisme takaful , yakni akad tabarru’, yang tidak bertujuan memperoleh keuntungan secara komersial. Berdasarkan akad tabarru ini maka diantara para partisipan terjadi hubungan saling menolong, saling bertanggung jawab
dan saling melindungi.serta tercipta persaudaraan dalam menghadapi kerugian
atau bencana yang sudah ditentukan sebelumnya. Dalam praktik takaful saat ini, dana takaful yang berasal dari para partisipan tersebut dikelola oleh pihak
lain sebagai pengelola dana takaful, untuk kepentingan para partisipan. Pihak inilah yang disamakan dengan perusahaan asuransi dalam sistem asuransi
konvensional. Permasalahan hukumnya adalah sebagai entitas bisnis,
pengelola takaful menjalankan kegiatan usaha yang mempunyai motif untuk
mendapatkan keuntungan, yang berdasarkan prinsip syariah tidak boleh
berasal dari riba dan gharar. Oleh karena itu, sejalan dengan prinsip mutual cooperation, maka akad-akad yang mendasari hubungan antara para partisipan
dengan pengelola takaful adalah akad yang dapat memberi keuntungan namun
bukan riba. Berdasarkan prinsip syariah, maka dapat digunakan akad tijarah
17Terdapat prinsip dasar lain dalam takaful yaitu mutual responsibility (saling bertanggung jawab),
dan mutual protection ( saling melindungi). Lihat Sudin Sharon & Wan Nursofiza Wan Azmi, Islamic Finance And Banking System- Philosophies, Principles &Practices, Mc Graw Hill Education, Selangor, hlm.438.
18Lihat Mahmoud A El Gamal, Op.cit,hlm.150. Bandingkan dengan Aly Khorsid, Islamic Insuranse-
A Modern Approach to Islamic Banking, Routledge Curzon, London, 2004,hlm. 66 dst.
19Subak adalah sistem irigasi di masyarakat Bali, yang diakui sebagai warisan budaya dunia ( world
yaitu akad yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan ( for profit transaction ). Akad jenis ini lah yang banyak mendominasi aktivitas ekonomi, termasuk dalam pengelolaan dana takaful oleh perusahaan takaful. Dalam praktik takaful di dunia saat ini, terdapat beberapa model akad dalam
pengelolaan dana takaful, dan yang paling dominan adalah Wakala Model dan
Mudaraba Model20. Ke dua model tersebut bertumpu pada kewajiban pengelola takaful untuk mengelola dana takaful yang diserahkan para nasabah
berdasarkan akad tabarru. Perbedaan diantara ke dua akad tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Wakala Model adalah model pengelolaan dana takaful dengan akad wakalah ; berdasarkan model ini, para partisipan menunjuk
perusahaan takaful untuk mengelola dana takaful. Pengelola takaful akan berindak sebagai agen atau wakil dari para partisispan, baik
untuk aktifitas “asuransi” nya maupun “investasi dana takaful nya”. Dimaksudkan dengan aktifitas investasi disini bahwa dana takaful
yang dikelola dapat diinvestasikan pada produk-produk syariah,
sehingga dana takaful dapat menjamin seluruh kerugian yang diderita
para partisipan. Berdasarkan kedudukannya sebagai wakil atau agen,
pengelola takaful akan menerima fee atau komisi. Keuntungan ini diperkenankan berdasarkan prinsip syariah karena merupakan
keuntungan berbasis komisi (fee based income).
2. Mudharaba Model adalah model pengelolaan dana takaful dengan
menggunakan akad mudharabah. Berdasarkan akad mudharabah , pengelola takaful selain akan membayarkan kerugian yang diderita para partisipan, juga akan mengelola dana takaful dengan menginvestasikan dana pada produk-produk syariah dan tetap patuh
pada prudential principle sesuai regulasi. Selanjutnya, pengelola takaful akan membagi keuntungan yang diperoleh kepada partisipan berdasarkan akad mudharabah yang sudah disepakati. Berdasarkan model ini, pengelola takaful akan memperoleh keuntungan
berdasarkan prinsip bagi hasil (profit sharing based), yang juga
diperkenankan secara syariah.
Selain ke dua model di atas, masih banyak jenis akad yang dapat
digunakan dan dikembangkan dalam pengelolaan dana takaful seperti akad ji’ alah dan wadiah yad damanah, atau gabungan dari dua atau lebih akad-akad tersebut. Akad ji’ alah pada dasarnya mirip dengan wakalah,
namun pengelola takaful memperoleh fee berdasarkan atau terikat pada hasil atau output pekerjaan pengelola takaful. Pengelolaan dana takaful berdasarkan akad wadi’ah yad damanah, merupakan kombisi dari 2 akad, yaitu wadi’ah (penyimpanan/custody) dan daman (menjamin). Sebagai pihak yang menyimpan dan menjamin, pengelola takaful dapat menggunakan dana untuk tujuan investasi., namun pengelola menanggung
risiko kerugian dana. Dalam praktik, pengelola takaful dapat membagi bagian keuntungan sebagai hibah kepada partisipan. 21
Berdasarkan akad-akad yang digunakan dalam model pengelolaan dana
takaful, dapat dilihat bahwa mekanisme takaful atau asuransi syariah memenuhi prinsip-prinsip syariah ( sharia compliance). Selain itu, melalui model pengelolaan dana takaful, prinsip mutual cooperation yang
menjadi prinsip dasar dalam mekanisme takaful dapat diimplementasikan secara baik.
C. SIMPULAN
1. Larangan gharar (ketidakpastian/uncertainty) dalam praktik pengelolaan dana takaful dalam mekanisme takaful harus dimaknai secara baik dengan
melihat mekanisme akad yang digunakan baik diantara para pastisipan
maupun antara partisipan dan pengelola dana takaful. Penggunaan akad tabarru’ pada saat para partisipan mendonasikan dana untuk dimasukkan dalam dana takaful dipandang sebagai cara untuk meniadakan unsur gharar. Berdasarkan akad tabarru’ para partisipan sebenarnya menanggung kerugian diantara mereka dengan menggunakan dana mereka
sendiri berdasarkan prinsip saling menolong, saling bertanggung jawa dan
saliung melindungi.
2. Prinsip mutual cooperation (kerjasama dalam kebajikan atau tolong menolong) dalam mekanisme takaful tidak dapat dilepaskan dari penggunaan akad tabarru pada saat partisipan mendonasikan sejumlah dana ke dalam dana takaful. Namun demkian, prinsip ini tidak
menghalangi pengelola dana takaful atau perusahaan asuransi syariah untuk memperoleh keuntungan berdasarkan akad tijarah(komersial)
dengan menggunakan model-model akad, antara lain akad wakalah dan mudharabah. Keuntungan yang diperoleh tetap patuh pada prinsip syariah yaitu tidak berasal dari riba, melainkan berasal dari aktivitas pengelolaan dan investasi dana takaful melalui fee based income dan profit sharing.
D. DAFTAR PUSTAKA Buku-buku
Aly Khorsid, Islamic Insuranse- A Modern Approach to Islamic Banking, Routledge Curzon, London, 2004.
Engku Rabiah Adawiah Engku Ali , Hassan Scott P Odierno, Azman Ismail, Essential Guide To Takaful (Islamic Insurance), Centre For Reseacrh and Training, Kuala Lumpur, 2008
Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance, John Wiley &Sons, Ltd, England, 2007,
Mahmoud A El Gamal, Islamic Finance-Law, Economics and Practice, Cambridge, 2006
Saw Swee Hock & Karyn Wang, Introduction to Islamic Finance, Saw Centre for Financial Studies no. 3, Singapura, 2008
Sudin Sharon & Wan Nursofiza Wan Azmi, Islamic Finance And Banking System- Philosophies, Principles &Practices, Mc Graw Hill Education, Selangor,
Peraturan perundang-undangan
Undang-undang No : 12 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Peraturan Pemerintah No : 39 Tahun 2008 Tentang Perubahan Ke dua atas Peraturan Pemerintah No : 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
Peraturan Menteri Keuangan No : 11/PMK.010/2010 Tentang Kesehatan Keuangan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan prinsip Syariah. Peraturan Bapepam LK No : PER-06/BL/2011
Peraturan No : PER-07/BL/2011
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi.
AAOIFI ( Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions),
Jurnal, majalah ,dll
International Association of Insurance Supervisors, Regulation and Supervision of Takaful (Islamic Insurance), Agustus, 2006
Irfan Syauqi Beik, Mendorong Kebijakan Pro Ekonomi dan Keuangan Syariah di 2013, Jurnal Sharing, Edisi 72 Thn VII Desember 2012
M. Iqbal Asaria, Innovations and Developments in Takaful and Re-Takaful, Durham Islamic Finance Summer School, Durham-UK,2013
Swiss Reinsurance, Insurance in the Emerging Markets : Overview and Prospects in Islamic Insurance, Sigma No 5/2008