• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mekanisme Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Actions) dan Penerapannya di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Mekanisme Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Actions) dan Penerapannya di Indonesia"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

MEKANISME GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK (CLASS ACTION) DAN PENERAPANNYA

DI INDONESIA SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dalam memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum

OLEH :

NIM : 090200199

ERMARIANI JUSTISIA SIRAIT

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

(2)

MEKANISME GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK (CLASS ACTION) DAN PENERAPANNYA

DI INDONESIA SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dalam memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum

OLEH :

NIM : 090200199

ERMARIANI JUSTISIA SIRAIT

DISETUJUI OLEH,

KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

NIP.196603031985081001 Dr. H. Hasim Purba, SH. M.Hum

Dosen Pembimbing I

NIP.195008081980021001 M. Hayat, SH., M.H

Dosen Pembimbing II

NIP. 196012251987032001 Maria K, SH., M.Hum

FAKULTAS HUKUM

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala anugerah, kasih dan penyertaanNya yang selalu Penulis terima, sepanjang waktu hingga akhirnya Penulis menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul Mekanisme Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Actions) dan Penerapannya di Indonesia, yang disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperolah gelar sarjana dari Fakultas Hukum Sumatera Utara.

Penulis menyadari keterbatasan penulis dalam penulisan skripsi ini, sehingga penulis tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah dengan ikhlas memberikan bimbingan, petunjuk serta bantuan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H, M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan Bapak Muhammad Husni, S.H, M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

3. Dr. Hasim Purba, S.H,M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(4)

5. Bapak M. Hayat, SH., MH selaku dosen pembimbing I Penulis yang memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Ibu Maria K, SH., M.Hum selaku dosen pembimbing II Penulis yang memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Bapak Asmin Nasution, SH , Selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis, dan seluruh dosen Fakultas Hukum Sumatera Utara yang tidak dapat Penulis sebutkan namanya satu persatu.

8. Keluarga Penulis, Bapak L. Sirait, S.H., M.H. dan Ibu Ir. Tio M Simanjuntak, kedua adik Penulis Riando Hotasi Sirait dan Jannetta Tri Hotma Sirait yang terus mendoakan, mendukung, memberi semangat dan menjadi inspirasi bagi Penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. 9. Teman – teman seangkatan penulis di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara, yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu, khususnya kepada sahabat – sahabat yang selalu memberi semangat Revina Gisella Kaligis, Viola Sibuea, Yolanda Purba, Pratica Manullang, Elly Carolin, Kristy Simbolon.

10. Sahabat – sahabat yang selalu mendukung Penulis Ruth Uli Marina, Jessica Napitupulu, Susilawaty Octovera Saragih.

(5)

Penulis menyadari bahwa hasil akhir penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, September 2013 Penulis,

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... vi

BAB III PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 10

D. Keaslian Penulisan ... 11

E. Metode Penelitian ... 12

F. Sistimatika Penulisan ... 14

BAB III GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK (CLASS ACTIONS) 1. Definisi Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Actions) ... 16

2. Unsur-Unsur dan Persyaratan Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Actions) ... 21

3. Manfaat dan Kelemahan Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Actions) ... 25

BAB III GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK DI INDONESIA 1. Sejarah Perkembangan Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Actions) ... 29

2. Perkembangan Gugatan Perwakilan Kelompok di Indonesia A. Periode Sebelum Adanya Pengakuan Gugatan Perwakilan Kelompok ... 34

(7)

3. Pengaturan Gugatan Perwakilan Kelompok Berdasarkan

Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002 ... 40 BAB IV PENERAPAN GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK

DI PERADILAN INDONESIA

1. Analisis Kasus Sebelum PERMA RI No. 1 Tahun 2002 ... 56 2. Analisis Kasus Sesudah PERMA RI No. 1 Tahun 2002 ... 91 BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan ... 112 B. Saran ... 114 DAFTAR PUSTAKA

(8)

ABSTRAK

Ermariani Justisia Sirait M. Hayat, SH., M.H Maria K, SH., M.Hum

Class Action merupakan prosedur penggabungan gugatan yang digunakan di negara yang menganut sistem hukum common law. Namun pada perkembangannya, negara – negara civil law juga menganut sistem ini dengan alasan kepraktisan dan menjamin rasa keadilan. Permasalahan yang Penulis angkat yaitu bagaimana ketentuan umum tentang gugatan perwakilan kelompok (Class Actions), bagaimana perkembangan gugatan perwakilan kelompok (Class Actions) di Indonesia, bagaimana penerapan gugatan perwakilan kelompok sebelum dan sesudah Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif yaitu memfokuskan penelitian pada pengkajian penelaahan terhadap norma-norma hukum sebagaimana dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan, dengan menginventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan Class Actions. Sumber data yang digunakan adalah data yang bersumber dari penelitian kepustakaan yaitu penelitian dengan mengumpulkan data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan, serta dokumen kontrak itu sendiri, bahan hukum sekunder yaitu buku-buku hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, dan bahan hukum tersier berupa kamus hukum.

Berdasarkan hasil penelitian, ditarik kesimpulan bahwa prosedur gugatan

Class Actions ini adalah mekanisme yang efisien, efektiv dan bermanfaat untuk meperoleh keadilan bagi banyak orang sebagai pihak yang dirugikan. Namun, Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2002 masih belum lengkap dan belum jelas mengatur Gugatan Perwakilan Kelompok, karena hanya mengatur tata cara pengajuan Gugatan Perwakilan Kelompok tanpa menyebutkan substansi atau jenis perkara yang dapat diajukan melalui mekanisme Gugatan Perwakilan Kelompok, juga mengenai siapa yang membiayai perkara Gugatan Perwakilan Kelompok.

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum. Hal ini mengandung arti negara yang di dalamnya termasuk pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya dalam melaksanakan tugas dan tindakan apapun harus berdasarkan dan dilandasi oleh peraturan hukum serta dapat dipertanggungjawabkan secara hukum pula.

Dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 disebutkan bahwa : “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Ketentuan pasal tersebut merupakan landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, hukum ditempatkan sebagai satu-satunya aturan main dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (supremacy of law)”.

(10)

Pengadilan diharapkan dapat menyelenggarakan proses peradilan secara cepat, sederhana dan biaya ringan dengan tetap menjunjung tinggi asas keadilan.

Kata cepat menunjuk kepada jalannya peradilan. Terlalu banyak formalitas merupakan hambatan bagi jalannya peradilan. Tidak jarang suatu perkara tertunda-tunda sampai bertahun-tahun karena saksi tidak datang atau para pihak bergantian tidak datang atau meminta mundur. Bahkan perkaranya sampai dilanjutkan oleh para ahli warisnya, maka cepatnya jalannya peradilan akan meningkatkan kewibawaan pengadilan dan menambah kepercayaan masyarakat kepada pengadilan.

Yang dimaksud dengan sederhana adalah acara yang jelas mudah dipahami dan tidak berbelit-belit. Makin sedikit dan sederhana formalitas-formalitas yang diwajibkan atau diperlukan dalam beracara dimuka Pengadilan makin baik.

Ditentukan biaya ringan, agar terpikul oleh rakyat. Biaya perkara yang tinggi kebanyakan menyebabkan pihak yang berkepentingan enggan untuk mengajukan tuntutan hak kepada Pengadilan.1

Tuntutan hak adalah tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan hak yang diberikan oleh Pengadilan untuk mencegah

eigenrichting. Orang yang mengajukan tuntutan hak memerlukan atau berkepentingan akan perlindungan hukum.2

1

Sudikno Mertokusumo. Hukum Acara Perdata Indonesia. (Penerbit Liberty Yogyakarta 1981), Hal 23.

2

(11)

Tuntutan hak yang di dalam Pasal 118 ayat (1) HIR (Pasal 142 ayat (1) Rbg) disebut sebagai tuntutan perdata (Burgerlijke Vordering) tidak lain adalah tuntutan hak yang mengandung sengketa dan lazimnya disebut gugatan.3

Pada asasnya setiap orang boleh berperkara didepan pengadilan, pengecualiannya ada yaitu orang yang belum dewasa atau orang yang sakit ingatan. Mereka tidak boleh berperkara sendiri, melainkan harus diwakili oleh orang tuanya atau walinya dan bagi yang sakit ingatan oleh pengampunya.4

Pasal 123 ayat (1) HIR (Pasal 147 ayat (1) Rbg) menyatakan selain kuasa secara lisan atau kuasa yang ditunjuk dalam surat gugatan, pemberi kuasa dapat diwakili oleh kuasa dengan surat kuasa khusus.

Seorang wakil yang mewakili salah satu pihak yang berperkara harus merupakan wakil yang sah, wakil tersebut harus mempunyai surat kuasa.

5

Orang yang merasa bahwa hak itu dilanggar disebut penggugat sedang bagi orang yang ditarik ke muka Pengadilan karena ia di anggap melanggar hak seseorang atau beberapa orang itu disebut tergugat.6

Dengan demikian dalam hukum acara perdata paling tidak terdapat dua pihak yakni pihak pengugat dan pihak tergugat. Dan dalam perkara-perkara tertentu dimungkinkan ada pihak ketiga dan para pihak ketiga ini

3 Sudikno Mertokusumo, Ibid, Hal 32. 4

Retnowulan Sutantio, Iskandar Oerip Kartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek. (Penerbit CV. Mandar Maju 1989), Hal 1.

5

M Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata. (Penerbit Sinar Grafika Tahun 2005), Hal. 13.

6

(12)

harus betul-betul memiliki kepentingan yakni kepentingan yang dapat menimbulkan kerugian atau kehilangan hak yang terancam oleh adanya sengketa.

Sejalan dengan perkembangan bangsa-bangsa di dunia termasuk perkembangan pembangunan Indonesia dari sektor agraris ke sektor industri telah menimbulkan dampak hukum yang baru dan memerlukan penanganan dengan perangkat hukum yang baru juga karena belum diatur dalam sistem hukum yang lama. Pengaruh globalisasi dan modernisasi juga membawa dampak terhadap sistem hukum Indonesia yaitu dengan diterimanya Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Actions) yang sebelumnya tidak diatur dalam sistem hukum Indonesia.

Sekarang ini di Indonesia tampaknya semakin banyak gugatan yang menggunakan prosedur Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Actions). Oleh karena itu, kebutuhan informasi serta perkembangan pengetahuan tentang gugatan Class Actions yang bersifat praktis kini sangat dibutuhkan.

(13)

Representative), sedangkan sejumlah orang banyak yang diwakilinya disebut sebagai Class Members.7

Mewakili dan mengkoordinasi kepentingan sekian banyak orang bukanlah sesuatu yang mudah. Apalagi sangat dimungkinkan para pengugat tidak tinggal berdiam pada satu wilayah melainkan menyebar diwilayah-wilayah yang menyulitkan wakil untuk menyampaikan informasi-informasi penting dalam kasus yang tengah diajukan. Penyampaian informasi terhadap orang-orang yang jauh tempat tinggalnya memakan biaya yang cukup besar dan akan ditanggung oleh wakil kelas. Wakil kelas juga bertanggung jawab terhadap anggota kelas dan juga Pengadilan.

Perlu kiranya dimengerti apa yang dimaksud dengan peran wakil kelas (Class Representative) dalam gugatan perwakilan kelompok. Wakil kelas adalah orang yang mewakili dan mengkoordinasi segala kepentingan orang banyak (orang yang diwakili) dan kepentingannya dalam berperkara di Pengadilan.

8

Class Action sesungguhnya lebih dikenal oleh negara – negara yang menganut sistem hukum common law daripada di negara – negara yang menganut sistem civil law. Hal ini karena dalam sejarah dan perkembangannya class action untuk pertama kalinya diperkenalkan di Inggris, negara yang melahirkan sistem hukum common law. Pada perkembangannya negara – negara persemakmuran Inggris kemudian

7

Mas Ahmad Santosa, Amanda Cornwal, Sulaiman N Sembiring, Boedi Wijardjo.

Pedoman Pengunaan Gugatan Perwakilan (Class Actions). Jakarta 1999, Hal 1. 8

(14)

menganutnya, sedangkan negara – negara yang tidak menganut sistem hukum common law, seperti halnya Amerika dan Indonesia pada umumnya hanya mengadopsi, bagi Indonesia pemahaman konsep ini masih terbilang baru.9

Pada prinsipnya gugatan Class Actions merupakan salah atu prosedur penggabungan gugatan di pengadilan yang terdiri dari banyak orang untuk mengajukan gugatan yang mensyaratkan satu orang atau lebih mewakili kelompok yang mengajukan gugatan. Gugatan yang diajukan selain untuk dirinya sendiri, sekaligus mewakili kelompok orang yang mewakili kesamaan fakta atau kesamaan dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.

Dalam menggunakan dan menyikapi prosedur gugatan ini, belum semua praktisi hukum memahami aspek teknis penerapan prosedur gugatan

Class Actions (Perwakilan Kelompok), karena prosedur Class Actions belum ada pedoman tentang cara beracara ataupun pedoman tehnis penerapannya di Pengadilan. Tidak adanya Undang-Undang atau pun peraturan lain yang mengatur tentang prosedur gugatan Class Actions (perwakilan kelompok) selain dari Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1 Tahun 2002 tentang acara gugatan perwakilan kelompok.

10

Gugatan perwakilan kelompok (Class Actions) sebenarnya telah mendapat pengakuan didalam beberapa perundang-undangan Indonesia seperti :

9

Emerson Yuntho, Class Actions suatu pengantar, seri bahan bacaan untuk pengacara X Tahun 2005, Hal. 9.

10

(15)

− Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup, sebagaimana telah diubah menjadi Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

− Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

− Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.

Walaupun dalam beberapa peraturan perundang-undangan telah mengakui keberadaan gugatan Perwakilan Kelompok akan tetapi peraturan perundang-undangan yang mengatur acara/prosedur serta mekanisme gugatan Perwakilan Kelompok ini belum ada. Dengan ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mengatur mekanisme gugatan perwakilan kelompok, maka terjadilah kekosongan undang-undang sedangkan kebutuhan masyarakat akan gugatan perwakilan kelompok sudah mendesak. Mekanisme gugatan perwakilan kelompok tersebut belum banyak dipahami dan dimengerti dengan benar oleh kalangan hukum (Para praktisi hukum, akademisi hukum termasuk para mahasiswa hukum) terutama masyarakat di Indonesia.

Banyak kasus-kasus perwakilan kelompok (Class Actions) yang terjadi di Indonesia seperti antara lain :

(16)

hanya mewakili dirinya sebagai orang tua, namun juga mewakili seluruh generasi muda yang diracuni karena iklan perusahaan rokok Bentoel.11 b. Muktar Pakpahan mengugat Gubernur DKI Jakarta dan Kakanwil DKI

Jakarta Terkait Endemi demam berdarah. Ia mendalilkan bertindak untuk kepentingan diri sendiri sebagai korban wabah demam berdarah maupun mewakili masyarakat penduduk DKI Jakarta lainnya yang menderita wabah serupa.12

c. Gugatan Kelompok yang diwakili LSM seperti gugatan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) kepada PT. PLN (Persero) sebagai tergugat, mengenai pemadaman listrik secara serentak yang mengakibatkan kerugian materil maupun moril bagi para pelanggan (Konsumen).13

Dari ketiga kasus tersebut dan masih banyak kasus perwakilan kelompok lain yang terjadi di negara ini, namun dalam praktek peradilan yang berlangsung selama ini ternyata gugatan perwakilan kelompok tersebut diatas tak satu pun yang dikabulkan oleh Pengadilan dengan alasan dasar hukum gugatan perwakilan kelompok belum diatur sebagai hak prosedural kelompok masyarakat dalam sistim hukum perdata maupun hukum acara perdata di Indonesia.

Dengan tidak adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang prosedur gugatan perwakilan kelompok ini, mengakibatkan putusan

11

I Nyoman Nurjaya, Gugatan Perwakilan Kelompok Masyarakat (Class Action).

diakses tanggal 6 April 2013, 20.00 WIB 12

Ibid,

13

(17)

Pengadilan yang menangani gugatan perwakilan kelompok menjadi bermacam-macam sehingga tidak terpenuhi asas penyelengaraan peradilan yang sederhana, cepat, biaya ringan dalam menegakkan hukum dan keadilan sebagaimana yang diharapkan Pemerintah maupun pencari keadilan.

Bertitik tolak dari kekosongan undang-undang dibidang gugatan perwakilan kelompok, maka Mahkamah Agung Republik Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok untuk kepastian hukum, ketertiban dan kelancaran dalam memeriksa, mengadili dan memutus gugatan perwakilan kelompok.

(18)

B. Perumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, dapat dikemukakan beberapa permasalahan pokok sehubungan dengan Mekanisme Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Actions) dan Penerapan di Indonesia sebagai berikut :

1. Bagaimana ketentuan umum tentang gugatan perwakilan kelompok (Class Actions) ?

2. Bagaimana perkembangan gugatan perwakilan kelompok (Class Actions) di Indonesia ?

3. Bagaimana kesadaran hukum masyarakat tentang gugatan perwakilan kelompok (Class Action) sebelum dan sesudah Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan. 1. Tujuan Penulisan :

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana ketentuan tentang gugatan perwakilan kelompok (Class Actions).

2. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan gugatan perwakilan kelompok (Class Actions) di Indonesia .

(19)

Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002 serta praktek dipersidangan.

2. Manfaat yang diharapkan dari penulisan skripsi ini dapat dilihat dari dua sisi yaitu :

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi dunia pendidikan dan akademisi khususnya. Untuk menambah literatur dalam bidang hukum perdata pada umumnya dan gugatan perwakilan kelompok pada khususnya sehingga dapat lebih mengembangkan ilmu pengetahuan. b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan masukan bagi pembaca, dan pemahaman hukum mengenai gugatan perwakilan kelompok bagi pihak-pihak yang terlibat dalam gugatan perwakilan kelompok

D. Keaslian penulisan

(20)

skripsi dengan judul yang sama yang telah ada sebelumnya, maka hal tersebut menjadi tanggung jawab penulis.

E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian.

Metode penelitian yang dipakai dalam penulisan ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu memfokuskan penelitian pada pengkajian penelaahan terhadap norma-norma hukum sebagaimana dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan, dengan menginventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan Class Actions. Pengkajian dan penelaahan norma-norma tersebut dilakukan sebatas pada pengkajian isi, konsep-konsep atau pengertian-pengertian hukum, asas-asas hukum, hak-hak dan kewajiban-kewajiban hukum, dan proses beracara.

(21)

2. Bahan-Bahan Hukum.

Dalam penelitian hukum normatif ini, penulis menggunakan bahan-bahan hukum baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.

1. Bahan hukum primer yang penulis gunakan adalah :

a. Norma-norma atau kaedah dasar yang terdapat didalam Undang-Undang Dasar 1945;

b. Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Undang – Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan;

c. Putusan perkara perdata Nomor : 550/Pdt.G/2000/PN.JKT PST dan putusan perkara perdata Nomor : 350/Pdt.G/2009/PN.BKS. d. Bahan hukum dari zaman penjajahan hingga kini masih berlaku

yaitu Hukum Acara Perdata Indonesia Reglemen Indonesia yang diperbaharui (HIR) Staatsblad 1941 Nomor 44 dan Reglemen Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (RBg), Staatsblad 1927 Nomor 227.

2. Bahan hukum sekunder yaitu :

(22)

bahan-bahan seminar atau lokakarya yang berhubungan dengan gugatan perwakilan kelompok.

3. Bahan hukum tertier yaitu :

Bahan-bahan yang memberi petunjuk atau penjelasan terhadap bahan Hukum Primer dan bahan Hukum Sekunder seperti kamus dan ensiklopedia.

3. Studi Kepustakaan

Dalam penulisan ini digunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan yaitu mempelajari dan menganalisa secara sistematis buku-buku, majalah-majalah, surat kabar, internet, peraturan perundang-undangan, dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas.

F. Sistimatika Penulisan.

Penulisan Skripsi ini dibagi dalam lima bab sebagaimana berikut ini : BAB I : PENDAHULUAN

menjelaskan Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

(23)

menjelaskan ketentuan umum tentang Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Actions) mulai dari definisi, unsur-unsur dan persyaratan Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Actions), serta apa saja manfaat dan kelemahan dari Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Actions) itu.

BAB III : GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK DI INDONESIA menjelaskan sejarah perkembangan Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Actions) dan bagaimana pengaturannya berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2002.

BAB IV : PENERAPAN GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK DI INDONESIA

menguraikan penerapan Gugatan Perwakilan Kelompok dalam praktek peradilan Indonesia berupa analisis kasus.

BAB V : KESIMPULAN SARAN

(24)

BAB II

PERKEMBANGAN GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK (CLASS ACTIONS)

1. Definisi Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Actions)

Beberapa definisi yang mencoba menjelaskan istilah Class Actions, baik menurut kamus hukum, peraturan perundang-undangan maupun dari ahli hukum antara lain sebagai berikut :

a. Black’s Law Dictionary :

Class actions adalah sekelompok besar orang yang berkepentingan dalam suatu perkara, satu atau lebih dapat menuntut atau dituntut mewakili kelompok besar orang tersebut tanpa perlu menyebut satu peristiwa satu anggota yang diwakili.14

Class Actions adalah gugatan yang diajukan oleh seseorang atau lebih anggota kelompok masyarakat mewakili seluruh anggota kelompok masyarakat.

b. Gloritier Multi Media Encyclopedia :

15

c. Menurut Undang-Undang Nomor : 23 Tahun 1997 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang telah diubah menjadi Undang – Undang Nomor : 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

14

Emerson Yuntho, Class Actions suatu pengantar, seri bahan bacaan untuk pengacara X Tahun 2005. Hal. 1.

(25)

Class Actions adalah hak kelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas dasar kesamaan permasalahan, fakta hukum dan tuntutan yang ditimbulkan karena pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

d. Menurut Mas Acmad Santosa

Class Actions atau Gugatan Perwakilan (kelompok) merupakan prosedur beracara dalam perkara perdata yang memberikan hak prosedural terhadap satu atau sejumlah orang (jumlah yang tidak banyak) bertindak sebagai penggugat untuk memperjuangkan kepentingan para penggugat itu sendiri dan sekaligus mewakili kepentingan ratusan, ribuan, ratusan ribu bahkan jutaan orang lainnya yang mengalami kesamaan penderitaan atau kerugian. Orang (tunggal) atau orang-orang yang lebih dari satu (jamak) yang tampil sebagai penggugat disebut sebagai wakil kelas (Class Representative), sedangkan sejumlah orang banyak yang diwakilinya disebut sebagai Class Members.16

Di Indonesia terminologi Class Actions diubah menjadi gugatan perwakilan kelompok. PERMA RI Nomor : 1 Tahun 2002 merumuskan gugatan perwakilan kelompok sebagai suatu tata cara pengajuan gugatan dalam mana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk diri atau diri-diri mereka sendiri dan sekaligus mewakili e. PERMA RI Nomor : 1 Tahun 2002 Tentang Acara Gugatan Perwakilan

Kelompok

16

Mas Acmad Santosa, Amanda Cornwall, Slaeman N Sembiring, Boedi. Wijardjo,

(26)

sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum antara kelompok dan anggota kelompok dimaksud.

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan pada prinsipnya gugatan Class Actions adalah suatu gugatan perdata yang diajukan oleh satu orang atau lebih yang mewakili kelompok yang dirugikan untuk mengajukan gugatan ke pengadilan karena adanya kesamaan fakta dan dasar hukum antara satu orang atau lebih yang mewakili kelompok dengan kelompok yang diwakili.17

17

Emerson Yuntho, Op. Cit, Hal. 1

Masih banyak kalangan praktisi hukum yang mencampur adukkan antara pengertian gugatan perwakilan kelompok (Class Actions) dan konsep hak gugat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Sebenarnya gugatan perwakilan kelompok dan hak gugat organisasi (Legal Standing) memiliki perbedaan konseptual. Perbedaan yang paling prinsip adalah terletak pada subjek hukum yaitu pihak yang mengajukan gugatan ke pengadilan.

(27)

Sedangkan dalam konsep Legal Standing, lembaga swadaya masyarakat sebagai penggugat bukan sebagai pihak korban atau yang mengalami kerugian nyata. Namun karena kepentingannya ia mengajukan gugatannya, misalnya lembaga swadaya masyarakat sebagai penggugat mewakili kepentingan perlindungan lingkungan hidup yang perlu diperjuangkan karena posisi lingkungan hidup sebagai ekosistem sangat penting. Karena lingkungan hidup tidak dapat memperjuangkan kepentingannya sendiri karena tidak dapat berbicara sehingga perlu pihak yang memperjuangkan. Jadi pihak yang dapat mengajukan Legal Standing

hanyalah Lembaga Swadaya Masyarakat atau kelompok organisasi yang memiliki syarat-syarat tertentu.

Perbedaan lain antara Class Actions dengan Legal Standing adalah perihal tuntutan ganti rugi dalam Class Actions pada umumnya adalah ganti rugi berupa uang sedangkan dalam Legal Standing tidak dikenal tuntutan ganti kerugian uang, tuntutannya hanya berupa permintaan pemulihan atau tuntutan berupa perintah pengadilan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bersifat deklaratif. Ganti rugi hanya dapat dimungkinkan sepanjang atau terbatas pada biaya yang dikeluarkan oleh organisasi tersebut.

(28)

syarat atau suatu tindakan atau perbuatan atau keputusan orang-perorangan atau lembaga atau pemerintah yang telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat.18

Tidak semua organisasi atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang dapat mengajukan Hak Gugat (Legal Standing). Untuk bidang lingkungan hidup menyebutkan bahwa hanya organisasi lingkungan hidup / Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lingkungan hidup yang memenuhi beberapa persyaratan yang dapat mengajukan gugatan Legal Standing

yaitu

Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan pola kemitraan, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Hak mengajukan gugatan tersebut terbatas pada tuntutan untuk hak melakukan gugatan tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi kecuali biaya atau pengeluaran riil.

19

18

Emerson Yuntho, Class Actions suatu pengantar, seri bahan bacaan untuk pengacara X Tahun 2005, Hal. 8.

19

Ibid. Hal. 9.

:

a. Berbentuk badan hukum atau yayasan.

(29)

2. Unsur-Unsur dan Persyaratan Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Actions)

A. Unsur-unsur Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Actions)

Dari definisi gugatan perwakilan kelompok maka didapatkan unsur-unsur Class Actions sebagai berikut :

a. Ada gugatan secara perdata

Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Actions) masuk dalam lapangan hukum perdata. Istilah gugatan dikenal dalam hukum acara perdata sebagai suatu tindakan yang bertujuan untuk memperoleh perlindungan hak yang diberikan oleh pengadilan untuk menghindari adanya upaya main hakim sendiri. Gugatan yang merupakan bentuk tuntutan hak yang mengandung sengketa, pihak-pihaknya adalah penggugat dan tergugat. Pihak disini dapat berupa orang perorangan maupun badan hukum. Umumnya tuntutan dalam gugatan perdata adalah ganti rugi berupa uang.

b. Ada wakil kelompok (Class Representative)

(30)

c. Ada Anggota Kelompok (Class Members)

Adalah sekelompok orang dalam jumlah yang banyak yang menderita kerugian yang kepentingannya telah diwakili oleh wakil kelompok untuk memperoleh perlindungan hak di pengadilan. Apabila gugatan perwakilan kelompok (Class Actions) diajukan oleh wakil kelompok di pengadilan maka kedudukan dari semua anggota kelompok adalah sebagai penggugat passif.20

salah satu unsur penting dalam gugatan perwakilan kelompok harus terdapat persamaan fakta (peristiwa) dan persamaan dasar hukum antara pihak yang mewakili yakni Wakil Kelompok (Class

d. Adanya kerugian

Untuk dapat mengajukan gugatan perwakilan kelompok baik pihak wakil kelompok maupun anggota kelompok harus benar-benar atau secara nyata mengalami kerugian. Didalam posita maupun petitum gugatan, tuntutan ganti kerugian harus dikemukakan secara jelas dan terinci, tentang jumlah ganti rugi yang dituntut, tidak dapat dikira-kira atau berdasarkan asumsi saja. Hakim berhak untuk menolak jumlah ganti rugi yang tidak dirinci. Dalam praktek biasanya diajukan jumlah kerugian yang jumlahnya sangat besar tanpa merinci dari mana datangnya jumlah tuntutan tersebut.

e. Ada kesamaan peristiwa atau fakta dan dasar hukum

20

(31)

Representative) dengan pihak yang diwakili yakni Angggota Kelompok (Class Members).21

Untuk menentukan apakah suatu gugatan dapat diajukan dengan menggunakan prosedur gugatan perwakilan kelompok (Class Actions), atau diajukan sebagai gugatan perdata biasa, ada persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi, karena tidak terpenuhi persyaratan tersebut dapat mengakibatkan gugatan yang diajukan tidak dapat diterima, adapun persyaratan-persyaratan tersebut adalah sebagai berikut

B. Persyaratan Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Actions)

22

Wakil kelas dituntut untuk menjelaskan adanya kesamaan antara wakil kelas dan anggota kelasnya. Dan lebih praktis kalau kesamaan

: a. Adanya jumlah anggota yang banyak (Nomerousity).

Untuk dapat diperiksa berdasarkan Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Actions) harus sedemikian banyak sehingga tidaklah praktis dan efisien apabila pengajuan gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri.

b. Adanya kesamaan (Commonality).

Persyaratan lain untuk sahnya suatu Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Actions) adalah adanya kesamaan fakta (Questions of Fact) maupun kesamaan dasar hukum (Questions of Law) antara wakil kelas (Class Representative) dan anggota kelas (Class Members).

21

Ibid. 22

(32)

masalah hukum dan kesamaan fakta diuraikan sendiri-sendiri dalam gugatan. Dalam menentukan kesamaan fakta tidak berarti dalam gugatan Class Actions tidak diperkenankan adanya perbedaan. Perbedaan tetap dapat diterima sepanjang perbedaan tersebut bukan merupakan perbedaan yang substansial.

c. Sejenis (Typicality).

Perlu pembuktiaan adanya keadaan yang sama, serupa atau saling berkaitan dan ada kaitan keadaan yang menimbulkan tuntutan. Dalam Gugatan Perwakilan Kelompok harus mempunyai persamaan jenis tuntutan, dan pada umumnya jenis tuntutan yang dituntut adalah pembayaran ganti rugi berupa uang.

d. Adequacy of Representation, yaitu perwakilan kelompok merupakan perwakilan kelompok yang layak, dengan memenuhi beberapa persyaratan:

a. harus memiliki kesamaan fakta dan atau dasar hukum dengan anggota kelompok yang diwakilinya;

b. memiliki bukti-bukti yang kuat; c. jujur;

d. memiliki kesungguhan untuk melindungi kepentingan dari anggota kelompoknya;

(33)

f. sanggup untuk menanggulangi membayar biaya-biaya perkara di pengadilan.

3. Manfaat dan Kelemahan Gugatan Perwakilan Kelompok

Gugatan perwakilan kelompok merupakan suatu cara untuk memudahkan pencari keadilan untuk mendapatkan pemulihan hak hukum yang dilanggar melalui jalur keperdataan. Bahwa sangatlah tidak praktis kasus yang melibatkan ratusan, ribuan bahkan jutaan orang yang menderita kerugian, memiliki fakta atau dasar hukum serta tergugat yang sama diajukan secara sendiri-sendiri melalui gugatan biasa, maka proses beracara akan menghabiskan banyak biaya dan tidak efisien. Berdasarkan hal tersebut maka Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Actions) memiliki manfaat sebagai berikut :

a. Proses berperkara lebih ekonomis dan biaya lebih efisien23

23

. Tidaklah ekonomis bagi pengadilan jika harus melayani gugatan yang sejenis secara satu persatu. Bagi pihak penggugat dengan melalui mekanisme

Class Actions maka biaya perkara dan biaya untuk pengacara menjadi lebih murah dibandingkan dengan dilakukan gugatan biasa (secara individu), yang kadang-kadang tidak sesuai dengan besarnya ganti kerugian yang akan diterima. Tidak sedikit pihak yang mengurungkan niatnya untuk menyelesaikan perkaranya dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan disebabkan karena mahalnya biaya berperkara (pengacara).

(34)

Manfaat ekonomi ini tidak saja dirasakan oleh penggugat, akan tetapi juga oleh tergugat, sebab dengan pengajuan gugatan secara Class Actions, tergugat hanya satu kali mengeluarkan biaya untuk melayani pihak-pihak yang dirugikan.

b. Mencegah adanya gugatan-gugatan individual yang bersifat pengulangan terhadap permasalahan, fakta hukum dan tuntutan yang sama juga untuk mencegah putusan-putusan yang berbeda atau putusan yang tidak konsisten.

c. Memberi akses pada keadilan dan mengurangi hambatan-hambatan bagi penggugat individual yang pada umumnya berposisi lebih lemah, apabila biaya gugatan yang akan ditanggung atau dikeluarkan tidak sebanding dengan nilai tuntutan yang digugat, maka melalui Class Actions kendala-kendala ini dapat diatasi karena biaya ditanggung bersama untuk mengajukan gugatan ke pengadilan dalam rangka memperjuangkan hak kelompok masyarakat atas keadilan untuk memperoleh ganti kerugian, dan menjadi lebih diperhatikan dan diprioritaskan penanganannya oleh pengadilan.

d. Merubah sikap pelaku pelanggaran dengan diterapkannya prosedur Class Actions berarti memberikan akses yang lebih luas bagi pencari keadilan untuk mengajukan gugatan dengan biaya lebih efisien dan kemudian akan berpeluang untuk menumbuhkan sikap jera bagi mereka yang berpotensi untuk merugikan kepentingan masyarakat luas.24

24

(35)

Bahwa selain manfaat yang dapat diperoleh dalam mengajukan gugatan secara Class Actions juga memiliki kelemahan. Beberapa kelemahan-kelemahan dari Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Actions) adalah sebagai berikut :

a) Kesulitan dalam mengelola.

Semakin banyak jumlah anggota kelompok, semakin sulit mengelola gugatan perwakilan kelompok. Mewakili dan mengkoordinasikan kepentingan orang banyak bukanlah sesuatu yang mudah. Apalagi sangat dimungkinkan para penggugat tidak tinggal berdiam pada suatu wilayah melainkan menyebar diwilayah-wilayah yang menyulitkan wakil kelompok untuk menyampaikan informasi-informasi penting yang berkaitan dengan kasus yang diajukan. Penyampaian informasi terhadap anggota kelompok yang jauh tempat tinggalnya memerlukan biaya yang cukup besar dan akan ditanggung oleh wakil kelompok (wakil kelas). Apabila gugatan dimenangkan dan ganti rugi diberikan juga mengalami kesulitan untuk pemberitahuan dan pendistribusian dan bukan tidak mungkin jumlah ganti kerugian tidak sebanding dengan biaya pendistribusian.

b) Dapat menyebabkan ketidak adilan.

(36)

keanggotaan kelompok adalah opt-in, maka tidak adanya persyaratan masuk dari anggota kelompok yang mempunyai kesamaan kepentingan hanya karena tidak mengetahui adanya pemberitahuan mengakibatkan hak mereka tidak ikut sebagai pihak penggugat Class Actions, karena putusan hakim hanya mempunyai akibat bagi mereka yang masuk sebagai anggota kelompok. Sedangkan apabila prosedur yang dipilih untuk menentukan keanggotaan adalah dengan prosedur

opt-out, maka apabila tidak ada pernyataan opt-out dari orang yang menjadi anggota kelompok hanya karena tidak tahu adanya pemberitahuan akan mengakibatkan mereka menjadi anggota kelompok dengan segala konsekuensi dari putusan hakim.

c) Dapat menyebabkan kebangkrutan terhadap tergugat.

Apabila dalam putusan gugatan perwakilan kelompok dikabulkan dengan memberikan ganti rugi atau melakukan tindakan tertentu kepada seluruh anggota kelompok yang jumlahnya sangat banyak dapat mengakibatkan tergugat bangkrut.

d) Publikasi Class Actions dapat menyudutkan pihak tergugat.

Pemberitaan media massa dan adanya pemberitahuan tentang gugatan perwakilan kelompok di media massa dapat menimbulkan prasangka yang tidak baik bagi kedudukan dari pihak tergugat, meskipun gugatan belum dibuktikan atau diputus oleh pengadilan. 25

25

(37)

BAB III

GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK DI INDONESIA

1. Sejarah Perkembangan Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Actions) Konsep Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Actions) pada mulanya hanya dikenal di negara-negara yang menganut Sistem Hukum Anglo Saxon

atau Sistem Hukum Common Law daripada di negara-negara yang menganut

Civil Law. Hal ini karena dalam sejarah, Konsep Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Actions) untuk pertama kalinya diperkenalkan di Inggris. Kemudian pada perkembangannya negara-negara persemakmuran Inggris juga menganut Konsep Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Actions),26

Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Actions) pertama kali dikenal di Inggris yang diatur dalam Supreme Court of Judicature Act pada tahun 1873. Sebelum tahun 1873 Gugatan Class Actions hanya dapat disidangkan pada

Court of Chancery. Saat itu Court of Chancery mengadili suatu perkara yang melibatkan pihak penggugat yang jumlahnya ratusan orang. Pengadilan mengalami kesulitan secara administrasi untuk melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap gugatan tersebut.

sebagaimana akan diuraikan dibawah ini :

a. Inggris

Maka mulailah pengadilan menciptakan prosedur Class Actions

(38)

89

tidak semuanya maju ke pengadilan melainkan cukup diwakili satu atau beberapa orang27

Pada awal diperkenalkannya prosedur Class Actions di Court of Chancery tuntutan yang diajukan hanyalah tuntutan yang didasarkan atas keadilan saja seperti

.

28

Setelah adanya penggabungan antara Law and Equity di Inggris, prosedur Class Actions kemudian dapat dipergunakan untuk perkara-perkara baik yang didasarkan pada Equity maupun Law, misalnya tuntutan ganti rugi yang diatur dalam Supreme Court of Judicature Act, 1873 kemudian dirubah dan diatur kembali dalam The English Rules of The Supreme Court (ERCS) pada tahun 1965.

:

- Tuntutan Accounting yakni tuntutan permintaan pertanggungjawaban berdasarkan suatu hubungan yang bersifat fiduciary.

- Tuntutan Declaration yakni tuntuan yang berupa pernyataan atau pengakuan seperti pengakuan hak-hak para penggugat, pengakuan adanya tanggunggjawab dari tergugat dan sebagainya.

- Tuntutan Injuction adalah tuntutan yang berupa perintah bagi tergugat untuk tidak melakukan sesuatu dan bersifat preventif.

29

Class Actions pertama kali dikenal di Propinsi Ontario dengan dikeluarkannya The Ontario Judicature Act 1881 yang kemudian

b. Kanada

27

(39)

90

diperbaharui pada tahun 1980 dengan Supreme Court of Ontario Rules of Practice (SCORP). Ketentuan dalam Class Actions di Ontario banyak meniru ketentuan Class Actions di Inggris.

Pada tahun 1992, ketentuan tentang Class Actions kemudian diatur secara lebih lengkap dalam Ontario Class Proccedings Act (OCPA). Kemudian dibentuk Ontario Law Reform Commission yang bertujuan untuk mengembangkan Class Actions di negara tersebut. Komisi ini secara rutin membuat buku pelaporan mengenai perkembangan Class Actions

serta merekomendasikan perubahan-perubahan yang diperlukan.

Pada tahun 1996, telah dibentuk Class Procceding Act dalam rangka mewujudkan prosedur Class Actions yang seragam untuk seluruh Propinsi di Kanada yang diharapkan dapat diberlakukan diseluruh Propinsi di Kanada.30

c. India

Pada tahun 1908, India mengakui prosedur Class Actions dan diatur dalam Rule 8 of Order 1 of Civil Procedure 1908 sebagaimana diubah dan disempurnakan pada tahun 1976. Menurut ketentuan tersebut yang dimaksud dengan Class Actions adalah gugatan yang diajukan oleh atau terhadap seseorang yang merupakan anggota dari suatu kelompok untuk mewakili seluruh kepentingan kelompok tersebut dengan syarat-syarat sebagai berikut :

(40)

91

- Mempunyai kepentingan yang sama;

- Pengadilan mengijinkan orang tersebut untuk menjadi wakil kelompok;

- Ada kewajiban memberitahukan kepada seluruh anggota kelompok.31

Tahun 1938, Amerika Serikat sudah mengatur prosedur Class Actions yakni diatur dalam The United State of Federal Rules of Civil Procedure. Awalnya peradilan federal menganut 3 (tiga) jenis Class Actions yaitu True Class Action, Hybrid Class Action serta Spurious Class Action. Kemudian pada tahun 1966, terjadi reformasi hukum untuk memasukkan konsep Gugatan Class Actions, dengan melakukan perubahan dan penambahan Pasal 23 mengenai Gugatan Class Actions

dalam Hukum Acara Perdata dalam tingkat Federal, sehingga hanya dikenal 1 (satu) jenis gugatan Class Actions sebagaimana diatur didalam

Rule 23 the United State of Federal Rules of Civil Procedure 1966. Pada tahun 1975 prosedur gugatan Class Actions diadopsi dan diatur dalam New York Civil Procedure Law and Rules. Dalam United State Uniform Class Actions, sebuah Undang-undang mengenai pengaturan gugatan Class Actions yang diadopsi oleh The National Confrence of Commissioners on Uniform State Laws mensyaratkan bahwa prosedur sertifikasi awal dan pemberitahuan (Notice) merupakan syarat yang wajib dipenuhi agar suatu gugatan yang diajukan kelompok masyarakat menjadi gugatan Class

(41)

92

Actions. Kasus-kasus gugatan Class Actions yang menarik perhatian publik di Amerika Serikat antara lain kasus Agent Orange (1987), kasus Dalkon Shield (1989) dan kasus The Smokers versus Tobacco Companies (1997).32

Pada tahun 1970, Australia tepatnya di negara bagian New South Wales mengakui prosedur Class Actions yang diatur dalam New South Wales Supreme Court Rules. Kemudian pada tahun 1976 Peradilan Federal Australia mengatur Class Actions dalam Federal Court of Australia Act. Seluruh yuridiksi negara bagian Australia mengenal prosedur Class Actions dan umumnya diatur sebagai salah satu ketentuan prosedur berperkara didalam Undang-undang yang mengatur Hukum Acara Perdata mereka.

e. Australia

33

32

Nyoman Nurjana, Gugatan Perwakilan Kelompok Masyarakat (Class Actions) 2. Perkembangan Gugatan Perwakilan Kelompok di Indonesia

Perkembangan Gugatan Perwakilan Kelompok di Indonesia dibagi menjadi 2 (dua) periode yakni periode sebelum adanya pengakuan gugatan perwakilan kelompok dan periode setelah adanya pengakuan gugatan perwakilan kelompok seperti akan dibahas berikut ini.

(42)

93

A. Periode sebelum adanya pengakuan gugatan perwakilan kelompok. Bahwa yang menjadi tolak ukur dari pengakuan gugatan perwakilan kelompok di Indonesia adalah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, didalam salah satu pasalnya menyebutkan “masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan”.

Bahwa sebelum tahun 1977, meskipun belum ada aturan hukum yang mengatur mengenai gugatan perwakilan kelompok, namun gugatan perwakilan kelompok sudah pernah dipraktekkan dalam peradilan di Indonesia, seperti :

- Sebagai penggagas gugatan perwakilan kelompok di Indonesia adalah R.O. Tambunan, yang mengajukan gugatan perwakilan kelompok pada tahun 1987, sebagai tergugat Bentoel Remaja, perusahaan iklan dan Radio Swasta Niaga Prambors. Dalam gugatannya Tambunan mendalilkan bahwa gugatannya bukan hanya mewakili dirinya sebagai orang tua dari anaknya, namun juga mewakili seluruh generasi muda yang diracuni karena iklan perusahaan rokok Bentoel. Perkara gugatan Bentoel Remaja ini juga mendalilkan bahwa iklan Bentoel Remaja telah meracuni kalangan remaja, rokok telah menimbulkan gangguan kesehatan dan merusak masa depan generasi muda Indonesia34

- Dalam kasus demam berdarah pengacara Muktar Pakpahan mengajukan gugatan perwakilan kelompok ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sebagai tergugat Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibu

(43)

94

Kota (DKI) Jakarta dan Kepala Kantor Wilayah Kesehatan DKI Jakarta. Selaku penggugat Muktar Pakpahan mendalilkan bahwa ia bertindak untuk kepentingan diri sendiri yang terjangkit penyakit demam berdarah maupun mewakili seluruh warga DKI Jakarta lainnya yang menderita wabah serupa, yang menganggap para tergugat tidak menjalankan kewajibannya untuk menjaga kebersihan lingkungan Jakarta sehingga muncul penyakit demam berdarah dan menimbulkan korban seperti yang dialami sendiri maupun warga Jakarta lainnya35 - Kasus lain adalah Gugatan Perwakilan Kelompok yang diajukan oleh

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tahun 1997. Sebagai tergugat adalah PT. PLN (Persero) dengan mengatas namakan seluruh konsumen listrik di wilayah DKI Jakarta, karena terjadi pemadaman listrik secara serentak di seluruh wilayah DKI Jakarta, sehingga menimbulkan kerugian materiil maupun moril bagi para konsumen listrik PLN

.

36

.

Dari ketiga kasus Gugatan Perwakilan Kelompok tersebut tidak satupun gugatan yang dapat diterima oleh Pengadilan dengan pertimbangan bahwa alasan dasar hukum gugatan perwakilan kelompok belum diatur sebagai hak prosedural kelompok masyarakat dalam Sistem Hukum Perdata maupun Hukum Acara Perdata di Indonesia.

(44)

95

Dari pengalaman dalam praktek peradilan yang berlangsung selama ini, bahwa ternyata tidak satupun dari gugatan perwakilan kelompok seperti telah diuraikan yang dikabulkan pengadilan dengan alasan dasar Hukum Gugatan Perwakilan Kelompok belum diatur dalam sistem Hukum Perdata maupun Hukum Acara Perdata di Indonesia.

Seiring dengan perkembangan masalah-masalah hukum dan tuntutan globalisasi perlu untuk memasukkan konsep gugatan perwakilan kelompok kedalam Sistem Hukum Acara Perdata di Indonesia, maka dengan mengadopsi model yang berkembang di negara-negara penganut

Common Law System, Gugatan Perwakilan Kelompok dalam hukum positif di Indonesia telah diberikan pengakuan dan diakomodasi dalam Peraturan Perundang-undangan Nasional yaitu :

- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang telah diubah menjadi Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

- Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.

Hal tersebut dapat kita ketahui didalam pasal-pasal dari Undang-undang itu sebagai berikut :

(45)

96

“Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok ke pengadilan dan/atau melaporkan ke Penegak Hukum mengenai berbagai masalah lingkungan hidup yang merugikan peri kehidupan masyarakat.”37

37

Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan

Penjelasan Pasal 37 Ayat (1) menyatakan : Bahwa yang dimaksud hak mengajukan gugatan perwakilan adalah hak kelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas dasar kesamaan permasalahan, fakta hukum, dan tuntutan yang ditimbulkan karena pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Dari penjelasan Pasal 37 Ayat (1) Undang-Undang Lingkungan Hidup tersebut dapat diartikan bahwa Gugatan Perwakilan Kelompok dalam Kasus Lingkungan Hidup merupakan hak prosedural dari kelompok masyarakat dalam bentuk gugatan ke Pengadilan melalui perwakilan kelompok atas dasar kesamaan permasalahan, kesamaan fakta hukum dan kesamaan tuntutan untuk memperoleh ganti rugi dan/atau tindakan tertentu akibat dari perbuatan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang dilakukan tergugat.

(46)

97

Dalam Pasal 46 Ayat (1) huruf b menyebutkan : Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh38

Dalam Pasal 71 Ayat (1) dinyatakan : Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke Pengadilan dan atau melaporkan ke penegak

:

a. Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan.

b. Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama. c. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat yang

memenuhi syarat yaitu berbentuk badan hukum yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.

d. Pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit.

Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 46 Ayat (1) huruf b disebutkan bahwa Undang-undang ini (Perlindungan Konsumen) mengakui gugatan kelompok. Gugatan Kelompok harus diajukan oleh konsumen yang benar-benar dirugikan dan dapat dibuktikan secara hukum, salah satu diantaranya adalah adanya bukti transaksi.

3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

(47)

98

hukum terhadap kerusakan hutan yang merugikan kehidupan masyarakat.39

Dalam ketiga Undang-undang tersebut pengaturan Gugatan Perwakilan Kelompok hanya terbatas dalam beberapa pasal saja dan tidak mengatur secara rinci mengenai prosedur dan acara gugatan perwakilan kelompok. Secara khusus ketentuan mengenai prosedur dan acara gugatan perwakilan kelompok baru diatur pada tahun 2002 yaitu Mahkamah Agung Republik Indonesia mengeluarkan PERMA RI Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok.

3. Pengaturan Gugatan Perwakilan Kelompok berdasarkan PERMA RI Nomor 1 Tahun 2002

A. Sistematika PERMA RI Nomor 1 Tahun 2002.

PERMA RI Nomor 1 Tahun 2002 mengatur mengenai prosedur dan acara gugatan perwakilan kelompok, terdiri dari 6 (enam) bab dan 11 (sebelas) pasal, sebagai berikut :

(48)

99

Dalam bab ini memuat tentang definisi beberapa elemen penting dari Gugatan Perwakilan Kelompok.

- Bab II : Tata Cara dan Persyaratan Gugatan Perwakilan Kelompok.

Dalam bab ini yang diatur adalah tentang kriteri gugatan perwakilan kelompok, persyaratan formal, surat kuasa, penetapan hakim dikabulkan atau ditolak suatu Gugatan Perwakilan Kelompok, dan penyelesaian perdamaian. - Bab III : Pemberitahuan.

Dalam bab ini diatur mengenai tata cara pemberitahuan bagi anggota kelompok yang dianjurkan yaitu dengan media cetak dan/atau media elektronik, kantor-kantor pemerintahan, pengadilan atau secara langsung kepada anggota berdasarkan persetujuan hakim.

- Bab IV : Pernyataan Keluar

Didalamnya dijelaskan bahwa hanya anggota kelompok yang ingin menyatakan dirinya keluar, wajib memberitahukan secara tertulis dan bagi yang tetap ingin bergabung tidak perlu melakukan tindakan apa-apa. - Bab V : Putusan

(49)

langkah-100

langkah yang wajib ditempuh oleh wakil kelompok dalam proses penetapan dan pendistribusian.

- Bab VI : Ketentuan Penutup

Dalam bab ini disebutkan bahwa ketentuan lain yang telah diatur dalam hukum acara perdata tetap berlaku disamping ketentuan dalam PERMA ini. 40

Definisi Gugatan Perwakilan Kelompok menurut PERMA RI Nomor 1 Tahun 2002 adalah : Suatu tata cara pengajuan gugatan, dalam mana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk diri atau diri-diri mereka sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompok dimaksud.

B. Definisi Gugatan Perwakilan Kelompok.

41

Wakil kelompok adalah satu orang atau lebih yang menderita kerugian yang mengajukan gugatan dan sekaligus mewakili kelompok orang yang lebih banyak jumlahnya.42

Anggota Kelompok adalah sekelompok orang dalam jumlah banyak yang menderita kerugian yang kepentingannya diwakili oleh wakil kelompok di Pengadilan, sedangkan Sub Kelompok adalah pengelompokan anggota kelompok kedalam kelompok yang lebih kecil

40

(50)

101

dalam satu gugatan berdasarkan perbedaan tingkat penderitaan dan/atau jenis kerugian.43

4. Hakim dapat menganjurkan kepada wakil kelompok untuk melakukan pergantian pengacara, jika pengacara melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kewajiban membela dan melindungi kepentingan anggota kelompok.

C. Tata Cara Gugatan Perwakilan Kelompok.

Gugatan dapat diajukan dengan mempergunakan Tata Cara Gugatan Perwakilan Kelompok apabila :

1. Jumlah anggota kelompok sedemikian banyak sehingga tidaklah efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri dalam satu gugatan;

2. Terdapat kesamaan fakta atau peristiwa dan kesamaan dasar hukum yang digunakan yang bersifat substansial, serta terdapat kesamaan jenis tuntutan diantara wakil kelompok dengan anggota kelompoknya; 3. Wakil kelompok memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk

melindungi kepentingan anggota kelompok yang diwakilinya.

44

(51)

102

keputusan pengadilan yang satu dengan pengadilan yang lain. Dengan tidak menyebutkan batas minimum maka penafsiran dari Majelis Hakim yang satu terhadap sekelompok orang dapat diklasifikasikan sebagai cukup memenuhi syarat untuk diajukan sebagai Gugatan Perwakilan Kelompok, sedangkan Majelis Hakim lain tidak tertutup kemungkinan untuk menolak meskipun pada awal gugatan, penggugat Class Actions tidak perlu mengindentifikasi nama atau jumlah anggota kelompok secara spesifik dan rinci, tetapi jumlah anggota kelompok harus jelas bagi hakim dalam menentukan ganti rugi apabila gugatan Class Actions dikabulkan. Hakim mengalami kesulitan dalam menentukan atau menafsirkan besarnya ganti rugi yang dikabulkan tanpa mengetahui secara tepat jumlah anggota kelompok / kelasnya. Penulis berpendapat untuk menentukan besarnya ganti rugi yang dikabulkan oleh Hakim, perlu dicantumkan dalam gugatan rincian jumlah anggota kelompok, atau siapa saja yang dianggap sebagai anggota kelompok yang terkena dampak yang mengalami kerugian.

(52)

103

Dalam Gugatan Perwakilan Kelompok, berlaku juga ketentuan Hukum Acara Perdata yang mensyaratkan, apabila wakil kelompok didampingi oleh pengacara maka wakil kelompok diwajibkan membuat surat kuasa khusus kepada pengacaranya.

Berkaitan dengan pengacara didalam PERMA RI Nomor 1 Tahun 2002 Pasal 2 huruf b seperti telah diuraikan, hakim dapat menganjurkan untuk mengganti penasehat hukum/pengacara. Hal ini penting karena Gugatan Perwakilan Kelompok melibatkan banyak orang, jika pengacara melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kewajiban membela dan melindungi kepentingan kelompoknya. Persyaratan kelayakan ini penting untuk mencegah gugatan yang diajukan oleh wakil kelompok yang tidak jujur yang mengatas namakan kepentingan masyarakat atau kelompok tertentu tetapi sebenarnya mempunyai kepentingan pribadi.

Selain hakim dapat menganjurkan penggantian pengacara jika pengacara melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kewajiban membela kepentingan kelompok, maka menurut pendapat penulis bahwa hakim juga dapat mengganti wakil kelompok yang tidak memenuhi persyaratan untuk memperjuangkan kepentingan kelompok.

D. Prosedur Gugatan Perwakilan Kelompok

Prosedur Gugatan Perwakilan Kelompok dilakukan dengan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :

(53)

104

Selain harus memenuhi persyaratan-persyaratan formal surat gugatan yang diatur dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku, surat Gugatan Perwakilan Kelompok harus memuat :

- Identitas lengkap dan jelas wakil kelompok

Identitas dalam praktek memuat nama, pekerjaan dan alamat yang lengkap.

- Definisi kelompok secara rinci dan spesifik walaupun tidak menyebutkan nama anggota satu per satu.

Definisi kelompok pada umumnya adalah kelompok masyarakat yang mengalami kerugian.

- Keterangan tentang anggota kelompok yang diperlukan dalam kaitan dengan kewajiban melakukan pemberitahuan.

Di dalam gugatan secara tegas dinyatakan bahwa selain bertindak untuk diri sendiri juga bertindak mewakili kepentingan seluruh anggota kelompok masyarakat korban yang mengalami kerugian. Sehingga nampak jelas wakil kelompok merupakan bagian dari masyarakat yang mengalami kerugian.

- Posita dari seluruh kelompok baik wakil kelompok maupun anggota kelompok yang teridentifikasi maupun tidak teridentifikasi yang dikemukakan secara jelas dan terperinci.

(54)

105

- Dalam suatu gugatan dapat dikelompokan beberapa bagian kelompok atau sub kelompok, jika tuntutan tidak sama karena sifat dan kerugian yang berbeda

Dalam gugatan kelompok disebutkan masing-masing wakil kelompok mewakili anggota yang korban yang menderita kerugian yang berbeda seperti misalnya :

a) Penggugat yang mewakili anggota kelompok masyarakat yang menderita kerugian dengan meninggalnya anggota keluarganya;

b) Penggugat yang mewakili anggota kelompok masyarakat yang menderita sakit;

c) Penggugat yang mewakili anggota kelompok masyarakat yang menderita kerugian kehilangan atau kerusakan harta benda. - Tuntutan atau Petitum tentang ganti rugi harus dikemukakan secara

jelas dan rinci memuat usulan tentang mekanisme atau tata cara pendistribusian ganti kerugian kepada keseluruhan anggota kelompok.

Dalam praktek tidak ada ketentuan yang baku dalam merumuskan suatu petitum, akan tetapi gugatan perdata biasa maupun gugatan kelompok tuntutan atau petitum harus selalu didasarkan kepada alasan-alasan atau posita gugatan.

(55)

106

Dalam proses awal prosedur Gugatan Perwakilan Kelompok sebagaimana telah diuraikan sebelumnya maka berdasarkan permohonan secara Gugatan Perwakilan Kelompok tersebut dikenal istilah Proses Sertifikasi yaitu proses awal untuk menentukan apakah suatu gugatan dapat dilangsungkan melalui prosedur Gugatan Perwakilan Kelompok atau tidak. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia telah mengatur sebagai telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada awal proses pemeriksaan persidangan hakim wajib memeriksa dan mempertimbangkan kriteria Gugatan Perwakilan Kelompok seperti :

- Jumlah anggota yang banyak.

- Terdapat persamaan fakta dan atau persamaan hukum serta kesamaan jenis tuntutan diantara wakil kelompok dengan anggota kelompok.

- Wakil kelompok memiliki kejujuran dan kesungguhan dalam melindungi anggota kelompok yang diwakilinya.

Jika persyaratan formal surat gugatan tidak memadai, hakim sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat (2) PERMA RI Nomor 1 Tahun 2002, dapat memberi penjelasan dan nasehat kepada para pihak.

(56)

107

Dalam proses awal ini kepada tergugat juga diberi satu kali kesempatan untuk memberi tanggapan. Pada umumnya dalam praktek tanggapan tergugat adalah tentang :

- Wakil kelompok tidak pantas menjadi wakil kelompok karena mempunyai benturan kepentingan.

- Gugatan tidak dapat diproses secara Gugatan Kelompok.

- Tidak mempunyai persamaan baik fakta maupun hukum antara wakil kelompok dengan anggota kelompok.

Dalam tahap awal ini persidangan hanya menentukan apakah penggunaan tata cara perwakilan kelompok dalam perkara tersebut dapat dikabulkan atau tidak dikabulkan.

Sah tidaknya Gugatan Perwakilan Kelompok setelah dipertimbangkan oleh hakim akan dituangkan dalam suatu penetapan pengadilan atau dalam suatu putusan hakim yaitu :

a. Apabila hakim memutuskan bahwa penggunaan prosedur Gugatan Perwakilan Kelompok dinyatakan sah dan memenuhi syarat, maka hakim membuat suatu penetapan pengadilan dengan mengabulkan prosedur Gugatan Perwakilan Kelompok dan memerintahkan wakil kelompok segera mengajukan usulan model pemberitahuan / notifikasi untuk memperoleh persetujuan hakim.

(57)

108

suatu putusan sehingga pemeriksaan perkara gugatan tersebut final berakhir tanpa memeriksa pokok perkara.

3) Pemberitahuan dan Pernyataan Keluar

Setelah hakim menetapkan bahwa pengajuan tata cara Gugatan Perwakilan Kelompok dinyatakan sah, selanjutnya hakim memerintahkan kepada penggugat untuk mengajukan usulan model pemberitahuan untuk memperoleh persetujuan hakim. Pengadilan dapat memerintahkan agar pemberitahuan dilakukan melalui iklan surat kabar, radio, televisi sesuai dengan kebutuhan dan jenis perkaranya. Selain pemberitahuan melalui media cetak dan atau elektronik, dapat juga melalui kantor pemerintah / kecamatan / kelurahan / desa dan pengumuman di kantor pengadilan atau secara langsung kepada anggota kelompok yang dapat diidentifikasi. Yang perlu diperhatikan bahwa pemberitahuan harus dapat menjangkau seluruh anggota kelompok.

Sesuai ketentuan Pasal 7 Ayat (2) PERMA RI Nomor 1 Tahun 2002, pemberitahuan wajib dilakukan oleh penggugat atau para penggugat sebagai wakil kelompok kepada anggota kelompok pada tahapan sebagai berikut :

a. Segera setelah hakim memutuskan bahwa pengajuan prosedur Gugatan Perwakilan Kelompok dinyatakan sah.

(58)

109

Pemberitahuan kepada anggota kelompok adalah mekanisme yang diperlukan untuk memberi kesempatan bagi anggota kelompok untuk menentukan apakah mereka menginginkan untuk ikut serta dan terikat dengan putusan dalam perkara tersebut atau tidak menginginkan yaitu dengan cara menyatakan keluar (Opt-Out) dari keanggotaan kelompok.

Dalam pemberitahuan tersebut juga disebutkan batas waktu bagi anggota kelompok untuk keluar dari keanggotaan, lengkap dengan tanggal dan alamat yang harus dituju untuk menyatakan keluar dari keanggotaan kelompok. Dengan pernyataan itu dia tidak terikat dengan putusan pengadilan dalam perkara tersebut.

Berdasarkan PERMA RI Nomor 1 Tahun 2002, pemberitahuan yang dilakukan harus memuat :

a) Nomor perkara dan identitas penggugat atau para penggugat sebagai wakil kelompok serta pihak tergugat atau para tergugat; b) Penjelasan singkat tentang kasus;

c) Penjelasan tentang pendefinisian kelompok;

d) Penjelasan dari implikasi keturutsertaan sebagai anggota kelompok;

e) Penjelasan tentang kemungkinan anggota kelompok yang termasuk dalam definisi kelompok untuk keluar dari keanggotaan kelompok; f) Penjelasan tentang waktu yaitu bulan, tanggal, jam pemberitahuan

(59)

110

g) Penjelasan tentang alamat yang ditujukan untuk mengajukan pernyataan keluar;

h) Apabila dibutuhkan oleh anggota kelompok tentang siapa dan tempat yang tersedia bagi penyediaan informasi tambahan;

i) Formulir isian tentang pernyataan keluar anggota kelompok sebagaimana diatur dalam lampiran Peraturan Mahkamah Agung ini;

j) Penjelasan tentang jumlah ganti rugi yang akan diajukan.45

Di Indonesia dengan mengacu pada Pasal 130 HIR / Pasal 154 Rbg dan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2008, setelah penetapan prosedur Gugatan Perwakilan Kelompok dikabulkan, maka sebelum dimulainya proses pemeriksaan pokok perkara, hakim berkewajiban mendorong para pihak untuk menyelesaikan perkaranya melalui mediasi / perdamaian baik pada awal persidangan maupun selama berlangsungnya pemeriksaan perkara. Dan usulan penyelesaian perdamaian yang diajukan oleh para pihak seyogianya mendapat persetujuan dari hakim dahulu, hal ini 4) Perdamaian

Dalam praktek negara-negara dengan Common Law system,

(60)

111

dimaksudkan untuk melindungi anggota kelompok yang pada umumnya tidak hadir.

Apabila perdamaian tercapai baik melalui mediator bedasarkan PERMA RI Nomor 1 Tahun 2008 ataupun berdasarkan Pasal 130 HIR / Pasal 154 Rbg antara para pihak, maka isi perdamaian itu dibuat secara tertulis diatas kertas bermaterai.

Berdasarkan akte perdamaian tersebut maka hakim pemeriksa perkara menjatuhkan putusan yang amarnya menghukum kedua belah pihak mematuhi isi perdamaian. Kekuatan hukum putusan perdamaian sama dengan putusan biasa dan dapat dilaksanakan seperti putusan lainnya. Dalam hal para pihak sepakat melakukan perdamaian maka tidak dimungkinkan upaya hukum seperti banding.

Jika perdamaian tidak tercapai, maka pemeriksaan pokok perkara diteruskan dengan proses acara seperti dalam proses gugatan biasa, sampai tercapainya suatu keputusan baik gugatan dikabulkan maupun ditolak atau tidak dapat diterima.

5) Pelaksanaan Putusan

Tahapan ini merupakan tahapan terakhir dari proses prosedur Gugatan Perwakilan Kelompok.

(61)

112

dalam proses penetapan dan pendistribusian seperti halnya kewajiban melakukan pemberitahuan atau notifikasi.46

Ganti rugi dapat diberikan kepada anggota kelompok atau sub kelompok setelah dilakukan pemberitahuan atau notifikasi. Dan anggota kelompok atau sub kelompok dapat mengambil ganti rugi yang diterima dengan membuktikan bahwa dirinya juga sebagai korban / penderita.

Meskipun tahapan penyelesaian ganti kerugian ini bersifat praktis administratif saja, tetapi persoalannya tidak dapat dianggap ringan karena menyangkut soal dana atau uang yang cukup besar yang dapat menimbulkan persoalan baru apabila tidak dilaksanakan dengan baik.

(62)

113

Dalam eksekusi tersebut dana ganti rugi yang harus dibayar oleh tergugat akan dikelola oleh tim yang secara administratif dibawah koordinasi Panitera Pengadilan Negeri, sehingga diharapkan pendistribusian uang ganti rugi berjalan dengan lancar sesuai dengan besarnya kerugian yang dialami masing-masing anggota kelompok.

(63)

114

BAB IV

PENERAPAN GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK DI PERADILAN INDONESIA

1. Analisis Kasus Sebelum PERMA RI Nomor 1 Tahun 2002 Gugatan Perkara Perdata Nomor : 550/Pdt.G/2000/PN.JKT PST Uraian Singkat Perkara :

Penggugat :

Dalam hal ini penggugat diwakili HOTMA HUTAPEA, SH dkk Advokad dan Pembela Umum yang tergabung dalam Komite Advokasi Pemakai Anti Kenaikan (KAPAK) LPG, memilih domisili hukum di kantor Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Jl. Pancoran Barat VII No. 1 Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Tergugat :

1. Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina), Jalan Medan Merdeka Timur 1A Jakarta Pusat, untuk selanjutnya disebut sebagai Tergugat I;

2. Dewan Komisaris Pemerintah untuk Pertamina, beralamat di Jalan Perwira No. 6 Jakarta Pusat, untuk selanjutnya disebut sebagai Tergugat II.

A. Pendapat Penggugat Terhadap Gugatan Perwakilan Kelompok (Tentang Duduknya Perkara).

(64)

115

1. Bahwa Para Penggugat, merupakan konsumen elpiji (LPG) yang selain bertindak untuk dirinya sendiri juga sekaligus mewakili konsmen elpiji (LPG) lainnya di Jabotabek, yang mengalami kerugian karena kenaikannya harga jual elpiji (LPG) sebesar 40 % berdasarkan SK. No. Kpts-097/C0000/2000-S3 tanggal 2 November 2000;

2. Bahwa sebagaimana diketahui dalam Pasal 2 UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen ditentukan perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen serta kepastian hukum;

3. Bahwa dalam Pasal 3 huruf a,c,d,e Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen bertujuan :

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.

b. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih dan menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen. c. Menciptakan sistim perlindungan konsumen yang mengandung

unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.

d. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.

(65)

116

Pasal 4 “Hak Konsumen” adalah :

a. Hak untuk memilih barang dan / atau jasa serta mendapatkan barang dan / atau jasa tersebut sesuai dengan nilai t

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan kenyataan yang ada sesuai, pengamatan, dan pengalaman penulis selama bertahun-tahun hidup, dibesarkan, ber-interaksi dan melayani di lingkungan sosial

Pendidikan berdasarkan pendekatan ilmiah adalah pengertian pendidikan yang dipandang berdasarkan satu disiplin ilmu tertentu, misalnya menurut psikologi, sosiologi, politik,

Berdasarkan latar belakang di atas, per- masalahan yang dirumuskan, yaitu: 1) seberapa banyak guru program studi IPA dan IPS di SMA/ MA khususnya yang mengampu

BRI tidak mengklasifikasikan efek-efek dan Obligasi Rekapitalisasi Pemerintah sebagai aset keuangan dimiliki hingga jatuh tempo, jika dalam tahun berjalan atau dalam kurun

Data yang telah disusun, dianalisis dengan menginterpretasi teori-teori yang diuraikan.Tenik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis teks,

Penelitian (Syahindra et al., 2020) pada masa pandemic kemandirian anak ditanamkan melalui pemberian tugas dari guru. Konsep pembelajaran anak usia dini adalah belajar yang

Hak tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang yang memberikan kedudukan istimewa kepada seseorang kreditur terhadap kreditur-kreditur lain. Hak

Satu hal yang tidak baik yang disikapi oleh pengguna layanan di Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kota Manado, adalah pada bagian layanan pengumutan denda yang