• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Sistem Bank Syariah Versus Sistem Bank Konvensional.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Sistem Bank Syariah Versus Sistem Bank Konvensional."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM BANK SYARIAH VERSUS

SISTEM BANK KONVENSIONAL

=======================================

Oleh:

Dr. Hj. RENNY SUPRIYATNI B., SH., MH. NIP. 19570214 199302 2 001

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN

(2)

”IMPLEMENTASI SISTEM BANK SYARIAH

VERSUS

SISTEM BANK KONVENSIONAL”

Bandung, 14 Februari 2010

Mengetahui,

Kepala Bagian Hukum Keperdataan

(3)

Alhamdulillahirobbil ’alamien, segala puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah

SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan karunia yang tidak terhingga, akhirnya dengan

segala keterbatasan penyusunan Makalah dengan judul: ”MEKANISME PERBANKAN PADA

SISTEM BANK SYARIAHVERSUSSISTEM BANK KONVENSIONAL” dapat diselesaikan.

Makalah ini dapat diselesaikan dengan baik atas bantuan dan kerja sama dari berbagai

pihak, untuk itu dalam kesempatan ini ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan

penghargaan yang tinggi kepada para pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT. membalas segala kebaikannya, amien.

”Tak Ada Gading Yang Tak Retak”, demikian pepatah itu berlaku bagi penulis. Makalah

ini masih jauh dari sempurna, untuk itu mohon kritik dan masukan yang membangun demi

kesempurnaan Makalah ini. Semoga bermanfaat.

Bandung, 14 Februari 2010

Salam,

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan...1

KATA PENGANTAR...2

DAFTAR ISI………...………..3

BAB I PENDAHULUAN……….………..4

A. Latar Belakang ………...4

B. Identifikasi Masalah ..………...8

BAB II SISTEM PERBANKAN SYARIAH………...9

A. Latar Belakang Dan Sejarah Bank Syariah ………...9

B. Fungsi Bank Syariah Dalam Pengembangan Perbankan Indonesia ...19

BAB III SISTEM PERBANKAN KONVENSIONAL...25

A. Sistem Perbankan Indonesia ...28

1. Tentang Bank Dan Asal Mula Bank...28

2. Sejarah Pendirian Perbankan Di Indonesia ...34

B. Fungsi perbankan Indonesia Sbg Penyalur Dana Masyarakat ...35

BAB IV PERBANDINGAN SISTEM PERBANKAN SYARIAH & PERBANKAN KONVENSIONAL...35

A. Perjanjian Pembiayaan Dalam Bank Syariah Dan Perjanjian Kredit Dalam Bank Konvensional ...39

1. Perjanjian Pembiayaan Dalan Bank Syariah ...39

2. Perjanjian Kredit Dalam Bank Konvensional ...45

B. Tabel ...54

BAB V PENUTUP………...……...55

(5)

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pembangunan Nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945

dalam wadah negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan

berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib, dan

dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai. Untuk

mencapai tujuan tersebut telah dilaksanakan pembangunan di segala bidang secara bersama

oleh masyarakat dan pemerintah, dengan titik berat diletakkan pada bidang ekonomi seiring

dengan kualitas sumberdaya manusia tetap bertumpu pada aspek pemerataan, pertumbuhan

dan stabilitas.

Pelayanan bank sebagai lembaga keuangan dan pembiayaan di Indonesia, tidak hanya

bagi mereka pengusaha besar atau masyarakat yang berada saja, tetapi bagi semua lapisan

masyarakat, karena bank di Indonesia mempunyai tugas membantu pemerintah dalam

pelaksanaan dan bertujuan untuk mensukseskan pembangunan dalam mencapai cita-cita

bangsa yaitu terciptanya masyarakat adil dan makmur. Masyarakat adil makmur yang

dimaksud adalah merupakan tujuan dari pembangunan ekonomi Indonesia yang didasarkan

atas Demokrasi Ekonomi sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945 yang menggariskan

bahwa:

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan;

(2) Produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara ;

(3) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Dalam ketentuan UUD 1945 Pasal 33 ayat (1) tersebut di atas, tersirat dasar tentang

demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan kepentingan pelaku usaha dan

masyarakat, keseimbangan antara pelaku usaha kecil, menengah dan besar sebagai visualisasi

dari usaha bersama dan asas kekeluargaan. Pasal 33 ayat (2) merupakan landasan dasar

penguasaan cabang produksi tertentu (yang menguasasi hajat hidup orang banyak) oleh negara

memperlihatkan bahwa negara dimungkinkan melakukan monopoli dalam hal ini. Ketentuan

(6)

peluang-peluang oleh pelaku bisnis untuk terjadinya praktek monopoli dengan dalih asal tidak

merugikan rakyat banyak.

Sejalan dengan pendapat tersebut di atas, Sri Edi Swasono mengemukakan berdasarkan

Pasal 33 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi“ Perekonomian disusun sebagai

usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan“, yang penting pula untuk digaris bawahi

adalah perkataan “disusun”. Di sini tersimpul tugas konstitusional bahwa perekonomian harus

disusun, bukan dibiarkan dengan sendirinya tersusun dan berkembang tanpa susunan. Dengan

demikian, sistem pengaturan ekonomi dan atau perijinan perlu berperan demikian rupa,

dengan sadar dan aktif menyusun perekonomian nasional, membentukan sistem kebersamaan

dan kekeluargaan dalam setiap mengatur dan mengeluarkan ijin di dalam kehidupan ekonomi.

Dengan kata lain, setiap ijin usaha dan ijin-ijin lain yang berkaitan dengan itu harus menjamin si

penerima ijin terikat untuk melaksanakan sistem kebersamaan dan kekeluargaan. demikian

pula, menyangkut ayat (2) dan ayat (3) Pasal 33 UUD 1945 ini, untuk setiap peraturan dan atau

perijinan yang ditetapkan harus menjamin hajat hidup orang banyak, secara langsung atau

tidak langsung, tertampung sebaik-baiknya.

Selain dari itu muncul tantangan pertama, yaitu (1) mewujudkan kerjasama yang

harmonis, gotong-royong, saling isi-mengisi dan dukung-mendukung, saling tarik-menarik ke

depan menuju kemajuan bersama (2) mewujudkan masyarakat Sosialisme Indonesia

berdasarkan Pancasila.1Tantangan kedua adalah masalah berkembangnya sektor-sektor non

koperasi, khususnya sektor swasta, telah tumbuh bebas dan kuat sedemikian rupa sehingga

menumbuhkan atau membentuk sistem ekonomi, dan tidak sebaliknya dibentuk atau diatur

oleh sistem ekonomi normatif sebagaimana dicita-citakan. Tantangan pertama seperti

dikemukakan di atas dapat disebut sebagai tantangan untuk mewujudkan sistem dan orde

ekonomi Indonesia sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945 (Pasal dasar bagi sistem ekonomi

nasional) beserta pasal-pasal pelengkap dan pendukungnya, yaitu Pasal-pasal 23, Pasal 27 ayat

(2), Pasal 34 serta Penjelasan dari Pasal 2 UUD 1945 (yang sering terlupakan itu).2

1Sri Edi Swasono , “Sistem Ekonomi Kita : Pasal 33 UUD 1945 Dan Tantangannya Masa Kini”,

UI-Press , Jakarta , 1987,hlm.85.

2 Penjelasan Pasal 2 UUD 1945 berbunyi: “Maksudnya ialah supaya seluruh rakyat, seluruh

(7)

bentuk perusahaan, yaitu koperasi, perusahaan negara dan perusahaan swasta. Namun,

ketiganya harus berdasar jiwa koperasi dan semangat koperasi, jadi dibangun secara kooperatif.

Artinya ketiganya, didalamnya masing-masing dan antar mereka, harus melaksanakan

semangat kebersamaan dan kekeluargaan berdasar demokrasi ekonomi. Untuk mencapai tujuan

tersebut, peranan perbankan bukan hanya dapat menghubungkan antara pemilik dana dan para

pengusaha yang membutuhkan dana tetapi dapat pula menjadi sumber informasi bisnis yang

dapat diandalkan dengan memanfaatkan hasil teknologi komunikasi saat ini, sehingga fungsi

bank sebagai sumber informasi akan berkembang, bahkan dengan berlakunya Undang-undang

Nomor 10 Tahun 1998 yang merupakan perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992

Tentang Perbankan, menujukkan peranan perbankan mengalami perkembangan. Adanya

perubahan tersebut mempunyai arti bahwa bank-bank konvensional diperbolehkan untuk

mengikuti aturan bank Islam (Sistem Islamic Banking Unit), dan secara perlahan masyarakat

menghadapi paradigma baru yaitu pemahaman, pengertian atau pandangan yang sama sekali

baru mengenai keberadaan bank syariah (Bank Islam ).

Paradigma baru yang pertama adalah hubungan bank dengan nasabah, yaitu adanya hubungan kotrak (contractual agreement) atau akad antara investor pemilik dana atau shahibul maal dengan investor pengelola dana ataumudharib yang bekerjasama untuk melakukan usaha yang produktif dan berbagi keuntungan secara adil (mutual investment relationship). Hubungan kerjasama investasi tersebut, mewujudkan suatu hubungan usaha yang harmonis karena berdasarkan suatu asas keadilan usaha dan menikmati keuntungan yang disepakati secara proporsional. Sedangkan dalam bank konvensional, pada dasarnya merupakan hubungan kreditur dengan debitur dengan menerapkan sistem bunga. Sistem bunga ini hanya bertujuan meraih profit atau keuntungan dengan seringkali mengabaikan kondisi nyata nasabah apakah usahanya sedang mengalami keuntungan atau kerugian, walaupun diakui sistem bank konvensional (sistem bunga) merupakan sistem yang aplicable di seluruh dunia, kenyataannya terlihat kesulitan untuk menahan negative spread yang terjadi di negara kita sehingga sangat merepotkan kondisi perbankan di Indonesia.

Paradigma kedua adalah adanya larangan-larangan kegiatan usaha tertentu oleh bank syariah yang bertujuan menciptakan kegiatan perekonomian yang produktif , adil dan menjunjung tinggi moral. Produktif dengan cara mengikis habis konseptime value of moneydan melarang transaksi yang bersifat spekulatif. Adil dengan menerapkan konsep usahanya bagi hasil dan tidak memungkinkan deposan yang memiliki uang banyak menanamkan dananya pada bank tanpa menanggung resiko sedikitpun. Secara moral, konsep syariah tidak akan menyalurkan dana untuk proyek yang tidak sesuai dengan nilai-nilai moral , seperti pembiayaan indusri minuman keras, sarana perjudian, atau proyek-proyek lain yang dapat merusak moral atau kesehatan manusia.

(8)

Paradigma ketiga adalah kegiatan usaha bank syariah lebih variatif dibandingkan dengan bank konvensional, karena bank syariah tidak hanya berlandaskan sistem bagi hasil (mudharabah) tetapi juga sistem jual beli (murabahah), sewa beli, serta penyediaan jasa lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Secara aplikasi tidak dapat disangkal lagi bahwa keragaman kegiatan usaha bank syariah telah menumbuhkembangkan berbagai aspek ekonomi dalam masyarakat, sehingga akan memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kebutuhan dunia usaha.

Paradigma keempat, adalah penyajian laporan keuangan bank syariah akan terkait erat dengan konsep investasi dan norma-norma moral /sosial dalam kegiatan usaha bank. Penyajian laporan keuangan bank sebagai lembaga pencari keuntungan, juga terdapat laporan keuangan yang terkait dengan bank sebagai fungsi sosial, serta mengacu kepada konsep dasar laporan keuangan yang dapat dipertanggungjawabkan, transparan, adil dan dapat diperbandingkan.4

Disamping itu secara teoritis keunggulan dan ketahanan lembaga keuangan atau

perbankan syariah terletak pada sistem bagi hasil dan berbagi risiko. Sistem ini diyakini oleh

para ulama sebagai jalan keluar untuk menghindari penerimaan dan pembayaran bunga (riba),

seperti dikutip dari Al Qur’an: “….Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba “ (Q.S.

2 : 275 ). Islam tidak menolak usaha menghasilkan laba, oleh karenanya tidak ada alasan bagi

lembaga keuangan bank untuk tidak masuk dalam suatu kemitraan dengan pengusaha dan

meminjamkan dana, tanpa memungut bunga, tetapi memperoleh bagi hasil dan berbagi risiko

dengan para pengusaha .Lagi pula, sistem bagi hasil lebih menjamin penggunaan sumber daya

dalam perusahaan secara murni untuk kepentingan masyarakat, karena pemilik dana tidak

hanya meminjamkan dana hanya kepada usaha besar saja, yang punya jaminan cukup, tetapi

juga akan mampu membiayai orang kecil yang punya rencana usaha yang baik, mempercepat

pengembangan teknologi, akan menuju partnership, menyediakan dana-dana untuk inovasi

yang dianggap bermanfaat.

Suatu perbedaan antara sistem bunga dengan sistem bagi hasil adalah dalam hal

keuntungan yang diperoleh pihak bank atau penyedia dan, pada sistem konvensional (bunga)

bank akan selalu memperoleh keuntungan berupa bunga dari setiap kredit yang disalurkannya,

sedangkan dalam sistem bagi hasil bank baru akan mendapat keuntungan apabila nasabah bank

tersebut dalam mengoperasikan kredit tersebut mendapat keuntungan dalam usahanya,

sedangkan apabila nasabah merugi dalam usahanya maka pihak bank tidak akan memperoleh

keuntungan sebagaimana diperjanjikan.5

4

Dhani Gunawan Idat, “Perbankan Syariah Indonesia Menuju Milenium Baru: Prospek Dan Tantangan

Majalah Pengembangan Perbankan ,Edisi No. 80 , November-Desember 1999,hlm.47-49.

5

(9)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, masalah yang akan diidentifikasi adalah sebagai

berikut:

Bagaimana mekanisme perbankan dalam sistem Bank Syariah diperbandingkan dengan sistem

Referensi

Dokumen terkait

KPR atau Kredit Pemilikan Rumah merupakan salah satu jenis pelayanan kredit yang diberikan oleh bank kepada para nasabah yang menginginkan pinjaman khusus untuk memenuhi

selisih antara bunga, bagi hasil atau margin dari sumber-sumber dana dengan.. bunga, dan bagi hasil atau margin yang diterima dari alokasi

mudharib , atau nasabah) yang bertindak selaku pengelola dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang di tuangkan dalam akad, sedangkan kerugian

Kedua, Status hukum nasabah setelah terjadinya perubahan bank konvensional menjadi bank syariah, yaitu nasabah beralih status ke bank syariah dengan syarat nasabah

H 1 : Bagi kelompok n1 (nasabah muslim yang hanya menabung di bank syariah) suku bunga bank konvensional tidak berpengaruh positif mau- pun negatif terhadap probabilitas menabung

Bank konvensional cenderung mentransfer risiko kepada nasabah agar nasabah tetap membayar bunga tiap bulan sesuai dengan jumlah pinjamannya beserta pinjamannya dan bank

Imam Malik berpendapat, dinamakan syirkah mufawadah ialah persekutuan antara dua orang atau lebih dalam modal dan keuntungan, dengan ketentuan masing- masing angota

1) Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank