• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Pemerintah Kota Bandung, dalam hal ini Walikota Ridwan Kamil serta Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya, telah menunjukkan pentingnya inovasi dalam dalam program penyelesaian permasalahan permukiman kumuh. Dengan adanya pendekatan yang inovatif, Pemerintah Kota Bandung pada masa Walikota Ridwan Kamil telah mulai berhasil menyelesaikan permasalahan permukiman kumuh yang merupakan permasalahan kompleks perkotaan dan seringkali gagal diselesaikan oleh pemerintah daerah lain. Hal ini kemudian menjadikan Pemerintah Kota Bandung memperoleh Penghargaan Adiupaya Puritama Tahun 2014, penghargaan di bidang permukiman yang diselenggarakan oleh Kementerian Perumahan Rakyat. Berdasarkan kajian awal mengenai program yang dianggap berhasil menyelesaikan permasalahan permukiman kumuh (lampiran 1), terdapat tiga program Pemerintah Kota Bandung yang dinilai berhasil, terutama yang memiliki keberpihakan langsung kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Ketiga program ini telah menunjukkan adanya inovasi dalam prosesnya.

Program pertama yaitu program penataan Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) permukiman padat penduduk di Babakan Ciamis (program jangka pendek).

Inovasi utama dari program pertama ini adalah Walikota memiliki keterlibatan langsung dalam program, mulai dari inisiasi hingga tataran teknis seperti mendesain taman. Hal ini belum pernah dilakukan sebelumnya di Kota Bandung ataupun di kota-kota lain di Indonesia. Selain itu, terdapat penekanan kolaborasi kuat pemerintah-masyarakat dengan berbasis gotong-royong penuh dan berdampak pada penyelesaian permasalahan kompleks yang tidak hanya aspek

123

(2)

fisik lingkungan semata, namun juga aspek sosial seperti peningkatan modal sosial setelah program.

Program kedua, penataan kawasan permukiman kumuh di sempadan sungai di Babakan Surabaya (program jangka menengah), memiliki inovasi utama yaitu adanya gagasan langsung Walikota Ridwan Kamil bertemu dengan adanya komitmen komunitas Punggawa Cidurian dalam upaya meningkatkan kualitas lingkungan sempadan sungai. Hal tersebut mewujudkan adanya kolaborasi penuh antara pemerintah, Komunitas Punggawa Cidurian, dan masyarakat. Hal yang menjadi inovasi dalam hal ini adalah keterlibatan komunitas tak sekedar hanya melaksanakan program, namun hingga pendelegasian penuh dari Pemerintah Kota Bandung kepada komunitas Punggawa Cidurian untuk mengkoordinasikan program dan mengambil keputusan dengan komunikasi bersama masyarakat.

Keterlibatan komunitas dan masyarakat hingga pendelegasian pengambilan keputusan inilah yang belum pernah dilakukan oleh pemerintah Kota Bandung sebelum Walikota Ridwan Kamil dan pemerintah kota lainnya. Biasanya, komunitas atau masyarakat hanya terlibat dalam memberi masukan saja atau terlibat dalam pelaksanaan program, tidak sampai mengambil keputusan. Tak hanya itu inovasinya, dalam proses program juga terdapat upaya modernisasi birokrasi pemerintah, misalnya dalam hal Walikota Ridwan Kamil yang langsung menemui ke lapangan atau beberapa kali menghubungi Komunitas Punggawa Cidurian untuk memonitoring program, tidak perlu menunggu laporan dari Dinas Tata Ruang dan Ciptakarya. Hal tersebut merupakan bentuk ‘memotong’ alur birokrasi yang panjang dan membutuhkan waktu lama.

Dalam program ketiga, program apartemen rakyat dan revitalisasi kawasan

“membangun tanpa menggusur” di Babakan Siliwangi (program jangka panjang), inovasi utama yang paling menonjol dilakukan adalah inovasi gagasan mengenai konsep apartemen rakyat dalam upaya menyediakan hunian layak bagi MBR yang sangat terjangkau (sekitar 40-45 juta rupiah), upaya penghilangan kawasan kumuh (relokasi masyarakat yang menghuni kawasan kumuh ke apartemen rakyat), penyediaan hunian massal untuk pengurangan angka backlog, yang akhirnya berupaya meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan secara menyeluruh. Tak

124

(3)

hanya dalam gagasan, inovasi juga dapat dilihat dari strategi yang dilakukan dalam pembangunan apartemen rakyat agar terjangkau bagi MBR, yaitu penggunaan lahan milik Pemkot Bandung, sistem harga subsidi silang bagi penghuni dan pencampuran fungsi hunian-komersial, serta adanya kerjasama dengan swasta dan menargetkan tidak ada APBD digunakan. Selain itu, inovasi yang juga tak kalah penting adalah perluasan kolaborasi dan penekanannya terhadap komunikasi langsung, mulai dari komunikasi Walikota kepada MBR Babakan Siliwangi yang akan direlokasi, kemitraan perusahaan, kerjasama dengan perguruan tinggi, pengkomunikasian kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Wakil Presiden, bahkan hingga hal detil sebelum dibangunannya apartemen rakyat melalui workshop pengkajian konsep apartemen rakyat (antara Pemerintah Kota Bandung, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi lain, perbankan, dan BUMN). Peran Walikota Ridwan Kamil sebagai inisiator dan aktor utama dalam melakukan ‘komando’ mengenai apartemen rakyat ini juga tak bisa diabaikan sebagai suatu inovasi yang ditemukan di Kota Bandung saat ini.

Dari keseluruhan program tersebut, dapat ditarik dua inovasi utama yang paling menonjol di antara inovasi-inovasi lainnya. Pertama, adanya peran penting Walikota Bandung, Ridwan Kamil terkait keterlibatan langsung dalam program.

Dalam hal ini, faktor kepemimpinan (leadership) dari Walikota Ridwan Kamil sangat menonjol dalam keseluruhan proses program, mulai dari inisiator, sikap turun ke lapangan, hingga pemotongan birokrasi dalam program. Hal yang penting di sini, Walikota Ridwan Kamil berupaya memulai program dengan membangun kepercayaan (trust) masyarakatnya melalui komunikasi langsung.

Dengan begitu, masyarakat sepenuhnya percaya dan mau berkolaborasi penuh dalam pelaksanaan program. Hasilnya, permasalahan permukiman kumuh yang sulit diselesaikan selama bertahun-tahun, khususnya di Kota Bandung, dapat mulai diselesaikan ketika Ridwan Kamil menjadi Walikota melalui pembangunan rasa saling percaya bersama masyarakat. Selain itu, peran Walikota yang terlibat penuh menunjukkan adanya pemahaman Walikota Bandung dalam permasalahan permukiman dan komitmen serius untuk merubah Kota Bandung menjadi lebih

125

(4)

baik. Terlebih lagi, gagasan dan pendekatan yang dilakukan menunjukkan adanya prinsip keadilan ruang dan sosial dengan adanya keberpihakan kepada MBR.

Inovasi utama selanjutnya dalam keseluruhan program yaitu adanya kolaborasi, kerjasama kuat berbagai stakeholder, dan pemberdayaan masyarakat atau komunitas secara penuh melalui komunikasi yang intensif. Hal ini jarang dilakukan di daerah lain. Biasanya, walaupun pendekatan kolaborasi dan pemberdayaan masyarakat secara penuh ini tertuang dalam dokumen rencana program di daerah, namun pada kenyataannya masih sangat jauh dari adanya hal tersebut, bahkan seringkali tidak ada kolaborasi dan komunikasi sama sekali di masyarakat. Oleh karena itu, wajar jika sebelumnya di Kota Bandung atau di kota- kota lain di Indonesia program pemerintah dalam penyelesaian permukiman kumuh sulit ditangani karena minimnya kolaborasi tersebut. Pada program yang menjadi unit amatan di Kota Bandung ini, kolaborasi dilakukan mulai dari antar sektor terkecil seperti komunitas lokal ataupun antar Dinas di Kota Bandung, hingga sampai kolaborasi dengan perguruan tinggi, pemerintah pusat dan swasta nasional. Namun, tak lupa tetap memandang masyarakat sebagai subyek utama pembangunan. Oleh karena itu masyarakat tidak hanya diberi program, namun didelegasikan melalui pembelajaran bersama untuk menjalankan dan menjaga keberlanjutan program.

Hal-hal di atas menunjukkan bahwa Pemerintah Kota Bandung telah melakukan inovasi-inovasi dalam konteks program permukiman untuk menyelesaikan permasalahan permukiman kumuh, khususnya yang memiliki keberpihakan kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Inovasi tersebut dapat menjadi contoh terbaik (best practice) atau preseden bagi pemerintah daerah lain dalam menyelesaikan permukiman kumuh yang merupakan permasalahan kompleks perkotaan yang sebelumnya sulit diselesaikan. Hal ini juga sebagai upaya mewujudkan kualitas lingkungan permukiman perkotaan yang lebih baik.

126

(5)

6.2. Saran

6.2.1. Saran Bagi Pemerintah Kota Bandung

Pemerintah Kota Bandung telah sangat baik dalam menyelenggarakan program permukiman, bahkan telah berinovasi mengenai program yang berpihak kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dalam menyelesaikan permasalahan permukiman kumuh. Namun terdapat beberapa saran untuk semakin mewujudkan penyelenggaraan permukiman yang lebih baik di Kota Bandung, yaitu:

1) Peran Walikota Bandung sangat menonjol dalam melakukan inovasi program.

Dalam hal ini, perlu dilakukan pendifusian mengenai pemahaman, budaya kreatif, budaya kolaborasi, komitmen memperbaiki kota, serta penekanan prinsip keadilan ruang dan sosial (dalam kaitannya dengan keberpihakan terhadap MBR dan penyelesaian permukiman kumuh) agar dapat tersebar tak hanya Walikota sendiri, namun juga kepada seluruh jajaran pemerintah di Kota Bandung dan pemerintah daerah lain serta masyarakat luas secara umum.

Selain itu, perlu diperhatikan keberlanjutan program, keterkaitan antar waktu jangka panjang mengenai program-program inovasi jika masa kepemimpinan Walikota telah berakhir.

2) Perlu diperkuatnya keterkaitan wilayah antara Kota Bandung dengan daerah- daerah di sekitarnya dalam mewujudkan integrasi program jangka panjang.

3) Pada pertengahan tahun 2015 ini, program jangka panjang masih dalam tahap rencana. Secara konseptual, banyak terobosan-terobosan inovasi dalam tataran gagasan. Sarannya dalam hal ini yaitu agar gagasan tersebut dapat diimplementasikan dengan baik, tidak hanya selesai sampai sekedar gagasan dan rencana. Oleh karena itu, perlu dukungan dan kawalan berbagai pihak dalam mewujudkan inovasi-inovasi gagasan tersebut.

4) Dalam program yang menjadi unit amatan, hasil dan dampaknya kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) lebih banyak bersifat pro-fisik, pro- sosial, dan pro-lingkungan. Aspek pro-ekonominya masih kurang ditekankan.

127

(6)

Contohnya seperti upaya peningkatan kesejahteraan dan pendapatan bagi masyarakat selain dari peningkatan kualitas hidup dari hunian.

6.2.2. Saran Pembelajaran bagi Daerah Lain

Dalam menyelenggarakan program, pemerintah daerah lain dapat mengadopsi aspek pembelajaran yang dilakukan Pemerintah Kota Bandung.

Adapun aspek pembelajaran yang bersifat lebi rinci dan teknis dari Pemerintah Kota Bandung untuk dapat dipelajari daerah lain dalam penyelenggaraan program antara lain:

1) Penggagasan program didasarkan pada permasalahan nyata di lapangan, tidak ada kepentingan pihak-pihak tertentu.

2) Program tidak dilihat hanya dalam pandangan sempit, tujuan program harus berdampak pada peningkatan kualitas perkotaan secara luas dan jangka panjang dengan prinsip keadilan ruang dan sosial.

3) Ketika menginisiasi program atau kegiatan, penting untuk melihat dan memperluas pemangku kepentingan yang memiliki peran strategis. Pemangku kepentingan yang dilibatkan harus berperan penuh, konsisten, dan efektif dalam proses membuat keputusan. Contoh stakeholder yang memiliki peran strategis, seperti:

a. peran swasta atau perusahaan untuk pendanaan;

b. peran komunitas, gerakan, atau relawan untuk pelaksanaan;

c. peran masyarakat membangun kepercayaan dan pembelajaran bersama;

d. peran perguruan tinggi dalam kerjasama kajian studi, identifikasi masalah perkotaan, perencanaan pembangunan, atau evaluasi pembangunan.

4) Pelibatan stakeholder seharusnya sudah dilakukan pada tahapan awal atau inisiasi program untuk menentukan peran masing-masing dan membuat proses lebih efektif dan efisien. Pelibatan stakeholder bukan pada tahapan akhir program yang biasanya hanya untuk konfirmasi atau “pemberitahuan”

mengenai program.

128

(7)

5) Dalam program permukiman, perlunya mencari alternatif sumber pendanaan program diluar APBD, seperti kemitraan dengan swasta terutama kontraktor, pengembang perumahan, dan perusahaan.

6) Perlunya memperkuat integrasi program permukiman antar Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Daerah Lain, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Nasional, atau Agenda Internasional.

7) Perlunya memperkuat budaya kreatif dan inovatif pada seluruh tingkatan atau level Pemerintah an dalam melaksanakan manajemen perkotaan di bidang permukiman, dapat melalui workshop yang konsisten, kerjasama intensif, diskusi memunculkan ide baru, atau gerakan bersama kepada semua pihak untuk terlibat dalam permasalahan perkotaan.

8) Perlunya memperkuat sistem informasi permukiman, melibatkan media massa untuk menginformasikan di bidang permukiman rakyat, hingga meningkatkan penggunaan sosial media di semua tingkatan SKPD dalam melakukan sosialisasi, persuasi pelibatan, gerakan relawan, dan agenda program kepada masyarakat luas.

9) Perlunya memperhatikan aspek berkelanjutan dan keberlanjutan program.

10) Dalam proses membuat keputusan, sebisa mungkin harus inklusif melalui pendekatan yang komunikatif dan kolaboratif antar seluruh pemangku kepentingan, terutama masyarakat agar terlibat dalam pelaksanaan.

11) Pelibatan, kemitraan, dan pengorganisasian peran stakeholder seharusnya dilakukan dan difasilitasi oleh pemerintah setempat agar proses pengambilan keputusan dapat legal, efektif, dan dapat langsung diimplementasikan.

Namun, peran pemerintah disini hanya sebagai fasilitator dan konsultasi, bukan sebagai penentu utama pengambilan keputusan.

12) Proses yang dilakukan harus partisipatif dan menjadi pembelajaran bersama masyarakat. Penekanan prosesnya adalah masyarakat ikut sebagai subyek sekaligus obyek program, tidak hanya sebagai obyek semata.

13) Kebakuan atau kekakuan proses perencanaan harus dihindari, seperti hirarki formal tingkatan pemerintah, birokrasi yang berbelit-belit, atau bahkan minimnya partisipasi karena dibatasi aspek hukum yang berlaku.

129

(8)

14) Proses partisipasi harus dilihat sebagai bagian dari demokrasi yang mengizinkan masyarakat untuk berpendapat mengenai kotanya dalam hal permasalahan lingkungan, konflik yang timbul, nilai-nilai yang ada, kebiasaan yang berkembang dalam masyarakat, ataupun aturan-aturan baik formal maupun non-formal yang perlu dikembangkan untuk menyelesaikan permasalahan perkotaan, khususnya permukiman kumuh.

15) Keberlangsungan program dalam keseluruhan prosesnya harus kontekstual dan mengangkat kearifan lokal di wilayah masing-masing.

6.2.3. Saran Bagi Penelitian Selanjutnya

Adapun saran bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian ini adalah:

1) Penelitian ini berfokus di bidang permukiman untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), selanjutnya dapat dilakukan penelitian mengenai inovasi di bidang permukiman secara umum atau bidang-bidang lain dalam menyelesaikan permasalahan perkotaan lainnya seperti transportasi, lingkungan hidup, dan tata ruang, baik di Kota Bandung atau daerah-daerah lainnya di Indonesia.

2) Penelitian ini memiliki cakupan luas dalam keseluruhan program, selanjutnya dapat dilakukan penelitian yang berfokus pada salah satu aspek proses program, seperti dikhususkan perencanaan kolaborasi dan komunikasi, kemitraan dengan komunitas atau swasta, pemberdayaan masyarakat, atau evaluasi program.

3) Penelitian ini tidak terlalu berfokus pada teori-teori, selanjutnya dapat dilakukan penelitian yang difokuskan pada penguatan teori-teori, khususnya yang berkaitan dengan teori inovasi, komunikasi, atau tentang manajemen perkotaan dan pemerintahan.

4) Khususnya dalam unit amanatan dan analisis penelitian ini mengenai inovasi program jangka panjang, inovasinya masih bersifat gagasan. Penelitian selanjutnya dapat melihat ‘jalannya’ gagasan-gagasan tersebut.

130

Referensi

Dokumen terkait

pandangan pemilik, kontraktor, dan konsultan adalah faktor tenaga kerja.. (83,33%), dan faktor yang terrendah adalah faktor diluar

Kader partai hanya menerima ideologi partai, visi misi partai serta program dan kepentingan partai politik tanpa daya kritisi dari masing- masing elite politik.Mereka

Dengan konsep ini diharapkan produk lain yang ingin mensupport acara ini bisa tetap masuk untuk mempublikasikan produknya namun tetap dalam bentuk Program

Oleh karena itu, rangkaian pelaksanaan program yang terdiri atas pengelolaan sampah mandiri dan pengolahan air limbah dilakukan dalam rangka mencapai beberapa tujuan yang

Dilarang untuk me-reproduksi dokumen ini tanpa diketahui oleh Program Studi Teknik Informatika 2.2.1.13 Fungsi Tampil Data Jenis Makanan..

Berdasarkan data dan review yang diperoleh dari 30 responden yang bergerak pada bidang teknik sipil ( Pemerintah DPU, Konsultan, Pengembang, Kontraktor),

Dalam pelaksanaan Program Kemitraan ini, pelibatan masyarakat/usaha kecil perajin kulit ini dimulai dari pengajuan proposal pinjaman (di mana calon mitra binaan

9 Peluang kerja tidak berfungsi sebagai variabel intervening pada pengaruh citra pemakai terhadap keputusan pemilihan program studi ilmu administrasi bisnis STIAMAK Barunawati