14
A. Makna Birr Al-Walidain
Dalam kamus Al-Munawir kalimat Birr Al-Walidain terdiri dari dua kata yaitu al-Bir dan al-Walidain berasal dari kata Barra-barran-wabarratan yang artinya taat berbakti, bersikap baik, dan sopan.
1Dalam kamus Al-Bisri Barra- barran-wabarratan yang mempunyai arti taat berbakti, bersikap baik, dan sopan.
2Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berbakti adalah a) pernyataan tunduk dan hormat, perbuatan yang menyatakan setia (kasih, hormat, tunduk) kepada Tuhan YME dan tunduk kepada orang tuanya. Dan b) memperhambakan diri setia: sebagai tanda (kepada manusia, kepada bangsa) ia berusaha berprestasi sebaik-baiknya.
3Berbakti adalah berbuat ihsan kepadanya dengan menyelesaikan yang wajib atas sang anak terhadap orang tua baik dalam segi moral maupun spiritual sesuai ajaran agama Islam.
4Secara istilah Birr Al-Walidain adalah berbakti kepada orang tua dengan menyampaikan kebaikan kepada kedua orang tua semampu kita dan bila memungkinkan mencegah segala gangguan terhadap keduanya. Dan menurut Ibnu Athiyah setiap pribadi individu wajib menaati kedua orang tua kita dalam hal yang mubah, menaati perintah dan menjauhi segala larangannya.
5Berbakti kepada kedua orang tua tentunya mempunyai etika atau adab sendiri.
Arti kata adab sendiri secara etimologi dalam kamus bahasa indonesia adalah
1
A.W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Edisi Kedua, (Surabaya, Pustaka Progresif, 1997), hlm. 73
2
K. H. Adib bisri K.H. Munawwir A.f, Kamus Arab-Indonesia, Cet 1, (Surabaya, Pustaka Progresif, 1999) hlm. 29
3
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa, Edisi Keempat, (Jakarta, Penerbit Pt Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm. 123
4
Umar Hasyim, Anak Shaleh, (Surabaya, Bina Ilmu, 1980), hlm. 22
5
Yazid Bin Abdul Qadir Jawas, Birul Walidain Berbakti Kepada Orang Tua, (Jakarta, Darul
Qolam, t.Th), hlm. 8
kehalusan budi pekerti dan kesopanan. Sedangkan beradab yaitu mempunyai budi pekerti yang baik.
6Adab secara terminologi adalah ilmu tentang tujuan mencari pengetahuan. Sedangkan mencari pengetahuan dalam Islam ialah menanam kebaikan dalam diri manusia dan menjadi individu yang lebih baik.
7Adab dalam pandangan al-Mawardi adalah kebaikan manusia, seperti kerendahan hati, sikap yang baik, kesederhanaan, kontrol diri, amanah, dan terbebas dari iri hati, serta kebaikan sosial, seperti menjaga ucapan yang baik, menjaga rahasia iffah (lidah) sabar dan tabah, memberi nasihat yang baik, menjaga kepercayaan dan keputusan dimana dalam bahasa arab adab anak terhadap orang tua disebut dengan Birr Al- Walidain.
8Dalam bukunya Supriadi “Etika Dan Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia” dikatakan bahwa etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (ahlak). Dalam kaitannya dengan kata etika tersebut, Bartens menjelaskan etika berasal dari bahasa yunani kuno yaitu ethos dalam bentuk tunggal yang berarti adat kebiasaan, adat istiadat, ahlak yang baik.
Bentuk jamak dari ethos adalah ta etha artinya adat kebiasaan. Dari bentuk jamak ini terbentuklah istilah etika yang oleh filsuf yunani, Aristoteles sudah dipakai untuk menunjukan filsafat moral.
9Ahlak berarti budi pekerti atau perangai. Dalam berbagai literatur Islam, ahlak diartikan sebagai (1) pengetahuan yang menjelaskan arti baik dan buruk, tujuan perbuatan, serta pedoman yang harus diikuti; (2) Pengetahuan yang meliputi perjalan hidup manusia sebagai parameter perbuatan, perkataan, dan ihwal kehidupannya; (3) sifat permanen dalam diri seseorang yang melahirkan perbuatan secara mudah tanpa memerlukan proses berpikir; (4) sekumpulan nilai yang menjadi pedoman berperilaku dan berbuat.
106
Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 2005), hlm. 6
7
Abdul Haris, Etika Hamka, (Yogyakarta, Lkis Yogyakarta, 2010), hlm. 63
8
Dedi Supriadi, Pengantar Filsafat Islam, (Bandung, Cv Pustaka, 2010), hlm. 321
9
Supriadi, S.H M,Hum, Etika Dan Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia, Cet 6(Jakarta, Sinar Grafika, 2016), hlm. 7
10
Rois Mahfud, Al-Islam Pendidikan Agama Islam, (Tk, Penerbit Erlangga, 2011), hlm. 96
B. Birul Walidain dalam Al-Qur’an
1. Berbakti Kepada Orang Tua Kandung a. Berbakti Dengan Tenaga atau Perbuatan
Q.S al-Isra, 17:23
Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.
jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
Allah berwasiat kepada kita semua bahwa mereka mutlak harus berbuat baik kepada orang tua mereka, betapapun keadaan orang tua itu. Dan itu difirmankan jelas dalam kitab suci Al-Qur‟an yakni “dan kami wasiatkan kepada manusia hendaknya mereka berbuat baik kepada orang tua (QS al-Ahqaf :15). Ada dua tempat lain yaitu QS al-Ankabut 8 dan QS Luqman 14. yang disana dinyatkan bahwa berbuat baik kepada orang tua adalah wasiat Tuhan.
11Ini menunjukan betapa pentingnya ajaran itu dalam pandangan Tuhan. Selain sebagia wasiat Allah SWT. ajaran itu dalam kitab suci juga banyak dinyatakan dalam bentuk perintah. Disuatu ayat disebutkan sebagai “keputusan Tuhan” yakni dalam QS al-Isra ayat 23 bahwa kewajiban berbuat baik kepada orang tua itu di senafaskan dalam satu firman, merupakan kewajiban kedua setelah kewajiban manusia untuk hanya menyembah Allah saja. Mengapa demikian? Tentu saja karena kita semua adalah anak dari orang tua kita dan kalau disebut anak disini tidak hanya dalam artian biologis semata kita adalah anak orang tua kita selain secara biologis juga secara psikologis dan spiritual. Ini tidak berarti bahwa yang biologis tidak penting. Bahkan berkenaan dengan peran ibu, kewajiban berbuat baik kepada ayah. Ini dijelaskan
11
Dr Murcholis Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, Cet III (Jakarta, Paramadina, 1995) hlm. 136
dalam kitab suci karena peran ibu sebagai yang melahirkan dan membesarkan kita dalam artian biologis, secara langsung dan dramatis.
12b. Berbakti Dengan Doa QS al-Isra ayat 24
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil".
Selain memperlakukan mereka dengan rasa hormat dan mulia hendaklah seorang anak mendoakan orang tuanya sebagai salah satu bentuk terimakasih anak terhadap kedua orang tuanya. Ayat di atas menjelaskan hendaklah anak-anak dalam segala kesempatan tidak lupa berdo‟a untuk memohonkan rahmat dan berkah Allah SWT bagi orang tua Allah SWT berfirman seperti ayat di atas: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil"
1312
Ibid, hlm 136
13
Sayid Sabiq, Islam Dipandang Dari Segi Rohani-Moral Sosial, Penerjemah Zainudin Dkk, Cet
1, (Jakarta, Pt Rineka Cipta, 1994), hlm. 256
c. Berbakti Dengan Nafkah (Harta) Q.S al Baqarah, 2:215
Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." dan apa saja kebaikan yang kamu buat, Maka Sesungguhnya Allah Maha mengetahuinya.
Memenuhi hak orang yang di nafkahi ialah memenuhi keperluan belanja, baik untuk makan, untuk minum, maupun keperluan-keperluan lainnya yang dibutuhkan oleh orang yang menerima nafkah itu. Islam menuntut supaya para muslim masing- masingnya memberikan nafkah yang cukup kepada mereka yang berhak menerima nafkah darinya.
14Seseorang anak diwajibkan memberikan nafkah kepada ibu-bapaknya sebagaimana seorang qarib wajib memberikan nafkah kepada kerabatnya. Apabila seseorang ayah atau ibu tak sanggup dengan usaha sendiri dan tidak mempunyai harta agama, mewajibkan sang anak memberikan nafkahnya dan mencukupi segala keperluannya menurut kesanggupan sang anak itu. Dan hendaklah seorang anak mendahulukan nafkah ibu atas nafkah ayahnya.
15Memang Tuhan telah membenarkan para ayah dan ibu menerima nafkah dari anak-anaknya dan Tuhan menyatakan pula dengan lisan Nabi-Nya bahwa sebaik-baik usaha sesudah usaha diri sendiri ialah usaha para anak-anak.
162. Berbakti kepada Orang Tua Asuh
Kasih sayang seorang ibu tak mengenal anak kandung atau anak asuh. Begitu juga dengan berbakti kepada orang tua tidak dibatasi apakah orang tua kandung atau orang tua asuh karena selayaknya seorang anak berbakti kepada orang tua yang telah merawatnya sejak ia lahir hingga tumbuh dewasa. Masih banyak anak-anak yang
14
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Al-Islam, cet 2, (Semarang, Pustaka Rizki Putra, 1998), hlm. 321
15
Ibid, hlm 324
16
Ibid
hidupnya dalam kondisi ekonomi yang memprihatinkan, bahkan banyak dalam kasus ditemukan banyak bayi yang ditelantarkan. Dalam kondisi seperti itulah selayaknya mereka ditolong, sikap pembiaran tidak sejalan dengan ajaran agama Islam. Mengapa harus ditolong? Karena mereka tergolong manusia yang “lemah” yang butuh nafkah, perlindungan dan pendidikan dari orang yang “mampu”. terkait dengan penyebutan, anak asuh yang dibesarkan oleh bukan orang tua kandungnya tersebut disebut dengan anak pungut atau anak angkat dalam bahasa arabnya disebut (tabanni) dan orang yang memungut atau mengakatnya disebut dengan orang tua asuh (mutabanni).
17Anak pungut adalah anak yang dijadikan sebagai anak asuh yang tidak diketahui siapa nasabnya (ibu-bapaknya) dalam bahasa arabnya disebut al-laqith seperti anak yang dipungut dari tempat pembuangan. Sedangkan anak angkat adalah anak yang dijadikan sebagai anak asuh yang diketahui nasab kedua orang tuanya, ada semacam
“serah terima” yang resmi dari kedua orang tua asli kepada orang tua angkat. Dengan demikian tidak dapat dibenarkan bagi orang tua asuh untuk menasabkan anak angkatnya kepada dirinya karena pengangkatan anak dalam Islam bukan bertujuan untuk menghilangkan nasab, tapi untuk menolong dan memberikan bekal pendidikan.
Dalam bahasa arab menjadikan anak sebagai anak asuh disebut tabanni atau bahasa inggrisnya anak adopsi. Mengangkat anak dalam Islam memiliki tujuan yang jelas yaitu untuk menolong dan mengasuh serta mendidik sebagaimana orang tua melakukam itu semua kepada anak kandungnya. Tapi yang perlu diingat bahwa anak angkat tetaplah anak angkat. Mereka tidak memiliki hak-hak seperti yang dimiliki anak kandung.
18a. Ayat Al-Qur'an Anjuran Mengangkat Anak
Berikut ini adalah ayat-ayat Al-Qur'an yang menganjurkan agar “mengangkat anak” sebagai salah satu ajaran kepedulian sosial yang dapat dijalankan oleh umat Islam. QS al-Maidah 5:2, QS al-Insan 76:8, QS al-Ma‟un 107:1-3. QS al-Fajr 89:17- 18. Dalam hadis Rasulullah SAW Allah SWT memberikan ganjaran surga pada orang yang tulus ikhlas memberikan bantuan kepada orang yang tidak mampu seperti anak yatim
19b. Mengangkat Anak Sebelum Islam
17
Dr. H. Saipudin Shidiq, M.Ag, Fikih Kontemporer, Cet 1, (Jakarta, Pernada Media Group, 2016), hlm. 83
18
Ibid, hlm 84
19
Ibid , hlm 87
Sebelum Islam datang orang-orang jahilia telah mempraktikan pengangkatan anak, namun ketika itu masih merupakan sebuah budaya jahiliah. Seperti peristiwa pengangkatan Zaid bin Haritsah sebagai anak angkat menjadi titik pangkal keharaman pengangkatan ala jahiliah itu. Zaid adalah anak angkat Nabi dia adalah seorang pemuda arab yang tertawan sejak kecil pada suatu peperangan. Kemudian Hakim bin Hazam membelinya dan diserahkan kepada Khadijah. Kemudian Khadijah menikah dengan Nabi Muhammad maka diserahkanlah Zaid bin Haritsah kepada Nabi Muhammad SAW kemudian bapak dan pamannya mengetahui posisi Zaid Nabi menyuruh Zaid untuk memilih diasuh oleh bapaknya atau oleh Nabi. Tetapi Zaid lebih memilih Nabi melihat hal seperti itu bapak dan pamannya merelakannya. Maka Nabi memerdekakannya dan mengangkatnya sebagai anak angkat peristiwa ini disaksikan oleh kaum muslimin ketika itu. Ketika itu pula orang-orang jahiliah memanggil Zaid dengan Zaid bin Muhammad. Peristiwa itu menjadi sebab diperintahkannya Nabi untuk menerapkan hukum Islam yang baru dan menghilangkan kebiasaan mengangkat anak pada zaman jahiliah yang menisbatkan nasab kepada bapak angkatnya. Turunlah ayat al-Ahzab 33:4-5.
{4}Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. dan Allah mengatakan yang Sebenarnya dan dia menunjukkan jalan (yang benar).
{5.}Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-
bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak
mengetahui bapak-bapak mereka, Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-
saudaramu seagama dan maula-maulamu. dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
20Di dalam ayat lain juga ditegaskan bahwa seorang bapak angkat boleh menikahi bekas istri anak angkatnya. Hal ini lebih menguatkan lagi bahwa posisi anak angkat itu adalah bukan anak asli oleh karena itu sah untuk dinikahi. Hal ini menghapus budaya yang berlaku dikalangan kaum jahiliah. Peristiwa ini langsung dicontohkan oleh Nabi dengan menikahi Zainab binti Jahsin (anak bibi Nabi) Zainab adalah bekas istri Zaid (anak angkat Nabi) yang dicerai oleh Zaid karena tidak ada kecocokan diantara keduanya. Lalu Zainab dinikahi oleh Rasulullah SAW seperti dijelaskan dalam firman Allah SWT surat al-Ahzab 33:37.
21c. Anjuran dan Tujuan Pengangkatan Anak
Pengangkatan anak dalam Islam adalah pekerjaan yang sangat mulia, merupakan bagian dari amal baik yang dianjurkan sebab di dalamnya terdapat unsur tolong menolong yang dapat mendekatkan diri pelakunya kepada Allah SWT maka sudah menjadi keharusan bagi orang Islam yang kaya atau orang yang belum dianugerahi anak atau siapa saja untuk mengambil bagian dalam pekerjaan mulia itu.
22Di indonesia ditemukan beberapa kecenderungan seseorang dalam pengangkatan anak. Ada yang bermotif agar keluarga yang tidak mempunyai anak itu memperoleh anak (dijadikan anak kandung) untuk meneruskan garis keturunannya, yang seperti ini diharamkan dalam Islam. Ada juga yang cenderung untuk dijadikan sebagai pancingan bagi orang tua angkatnya yang dalam waktu cukup lama belum dianugerahi anak. Dan ada juga yang cenderung ingin mendapatkan tenaga kerja atau merasakan kasihan terhadap nasib anak. Kedua macam kecenderungan yang tersebut terakhir ini dapat dibenarkan dalam Islam selama tidak menjadikannya sebagai anak kandung.
23Disekeliling kita banyak anak yatim, anak-anak yang orang tuanya fakir dan miskin, anak jalanan, dan sebagainya. Mereka membutuhkan orang tua asuh yang mampu menolong kehidupan mereka dengan memberikan nafkah, kasih sayang, dan
20
Bachtiar Surin, Al-Kanz Terjemah Dan Tafsir Al-Qur’an, (Bandung, Titian Illmu Bandung, 2002)
hlm. 1417-1418
21Ibid
22Ibid
23ibid
pendidikan. Demi kelanjutan hidup anak angkat dibolehkan memberikan jaminan bagi orang tua sebelum meninggal berupa wasiat hibah kepada anak angkatnya. Hal ini dilakukan karena anak angkat tidak berhak mendapat waris dari orang tua angkatnya.
Alasan bahwa Islam memerintahkan umatnya untuk mengangkat anak karena Islam merupakan agama yang sarat dengan ajaran kepedulian terhadap sosial, maka tidak dibenarkan seseorang yang hidup rakus, egois, dan tidak peduli terhadap lingkungannya. Hal yang penting untuk ditegaskan kembali adalah persoalan status hukum antara anak dan bapak angkat. Karena jika status anak angkat disamakan haknya dengan anak sendiri berarti kembali kepada budaya jahiliah. telah ditegaskan oleh Syekh Yusuf Qardhawi merupakan hal yang sia-sia artinya hal itu pasti akan terbongkar juga. Sebab kebohongan perkataan manusia tidak dapat menutupi kebenaran, tidak dapat mengubah realitas sebenarnya. Kebohongan tidak akan menjadikan orang luar menjadi anak kandung. Dan yang ajaib tidak akan ada di dalam dada bapak angkat sifat kebapakan seperti bapak kandung terhadap anak kandungnya.
Dan tidak juga ditemukan perasaan anak sebagai anak kandung dalam diri anak angkat terhadap bapak angkatnya serta si anak tidak mewarisi sifat-sifat tertentu dari bapak angkatnya.
24Tujuan mengangkat anak dalam Islam tidak lain kecuali dalam rangka menolong, memberi nafkah lahir batin serta mendidik agama anak. Dengan demikian, staus anak angkat jika dihubungkan dengan orang tua angkat adalah orang lain yang berdampak konsekuensi hukum sebagai berikut:
a. Orang tua angkat tidak boleh mengganti nasab anak angkat dengan dirinya sendiri(orang tua angkat)
b. Anak angkat tidak berhak mendapat waris jika orang tua angkatnya meninggal karena tidak ada hubungan darah, tidak terjadi hubungan pernikahan dan tidak ada hubungan saudara. Namun orang tua angkat dapat memberikannya hibah atau wasiat sebagian hartanya untuk kesejahteraan anak angkatnya.
c. Hubungan anak angkat dengan orang tua angkat dan keluarga orang tua angkat tidak menghilangkan kemahraman. Yang diharamkan oleh Allah SWT adalah mengawini anak kandung bukan anak angkat. Maka boleh saja orang tua angkat
24
Ibid
mengawini anak angkatnya atau bekas suami/isteri anak angkatnya. Juga dibolehkan anak angkatnya menikah dengan anak kandung bapak angkat.
25d. Timbal Balik Anak Angkat Terhadap Orang Tua Angkatnya
Hal yang diperhatikan jika anak angkat sudah dewasa, telah mandiri dan sejahtera hidupnya dikemudian hari maka secara agama dan manusiawi tidak boleh anak angkat melupakan orang tua angkatnya yang telah berjasa membesarkan dan mendidiknya anak angkat wajib menghormati membina silaturrahmi dan jika diperlukan anak angkat bisa memberikan hibah sebagian harta kepada orang tua angkatnya untuk kesejahteraan bapak angkatnya kelak. Hal ini sewajarnya harus dilakukan oleh anak angkat meskipun bukan didasari oleh hukum, tapi pertimbangan moral yang tinggi.
2625
Ibid, hlm. 88
26
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqiey. Al-Islam, cet 2, (Pustaka Rizki Putra, Semarang,
1998), hlm. 291
3. Berbakti kepada Orang Tua Didik (Guru) a. Pengertian Guru
Guru adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan. Unsur manusia lainnya adalah anak didik guru dan anak didik berada dalam satu relasi kejiwaan.
Keduanya berada dalam satu interaksi edukatif dengan tugas dan peranan yang berbeda. Guru yang mengajar dan mendidik dan anak didik yang belajar menerima bahan pembelajaran dari guru kelas. Mengajar adalah tugas guru untuk menuangkan sejumlah bahan pelajaran ke dalam otak anak didik. Guru yang mengajar dan murid yang belajar.
27Orang yang melakukan kegiatan seperti ini bisa di jumpai di mana dan kapan saja. Di rumah yang melakukan kegiatan dan tugas ini adalah kedua orang tua.
Disekolah, tugas tersebut dilakukan oleh guru, dan di masyarakat dilakukan oleh organisasi-organisasi kependidikan. Atas dasar ini pendidik itu bisa kedua orang tua, guru, tokoh masyarkat, tokoh agama, tokoh pemuda dan sebagainya. Dan ayat Al- Qur‟an yang lainnya yang menjelaskan pendidik yakni: QS ar-Rahman 55:1-4, QS Luqman 31:13, QS al-Kahfi 18:66, QS ali-Imran 3:79 dan QS „Abasa 80:1-3.
28Kedua orang tua sebagai guru dijelaskan pada QS at-Tahrim 66:6
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat- malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah SWT terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
29Ada beberapa penafsiran mengenai Quu Anfusikum Wa Ahlikum Naraa At-Tsauri menafsirkannya dengan didik dan ajarilah semua anggota keluarga. Ali bin Abi Thalib mengatakan maksud ayat itu adalah taatlah kalian semua kepada perintah Allah SWT janganlah berbuat dosa serta suruhlah keluargamu untuk selalu mengingat Allah.
27
Psikologi Belajar, opcit., hlm. 79
28
Dra. Rohmalina Wahab M.Pd.I, Psikologi Belajar, Cet 2. (Jakarta, Rajawali Pres, 2016), hlm.
88
29Bachtiar Surin, Al-Kanz Terjemah Dan Tafsir Al-Qur’An, Juz 21-30, (Bandung, Titian Illmu
Bandung, 2002), hlm. 1965
Mujahid berkata:”bertakwalah kalian kepada Allah SWT dan suruhlah segenap anggota keluargamu untuk melaukakan hal yang sama dengan kalian!” ad-Dahahak dan Muqatil mengatakan bahwa hak seorang muslim adalah mengajarkan kepada seluruh anggota keluarga dan kerabatnya tentang kewajiban berikut keharamannya.
30Ayat diatas memberikan penegasan bahwa pendidikan di sekolah tidak mungkin berhasil optimal apabila tidak dimulai dari pendidikan dari diri dan keluarga.
Pendidikan diri adalah pendidikan terhadap pribadi-pribadi yang memikul tanggung jawab keluarga. Orang pertama yang bertanggung jawab terhadap keluarga adalah ayah dan ibu. Dari kedua orang inilah pendidikan harus dimulai. Keberhasilan pendidikan tingkat paling awal ini akan membawa pada keberhasilan pendidikan di sekolah dan masyarakat.
31Kunci pembangunan masa mendatang bagi bangsa indonesia adalah pendidikan, sebab dengan pendidikan diharapakan setiap individu dapat meningkatkan kualitas keberadaannya dan mampu berpartisipasi dalam gerak pembangunan. Salah satu komponen penting dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional adalah adanya guru yang berkualitas, preofesional dan berpengetahuan. Guru tidak hanya sebagai pengajar, namun guru juga mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik.
32b. Fungsi dan Tanggung Jawab Guru
Tugas guru sebenarnya bukan hanya di sekolah saja, tetapi bisa dikatakan di mana saja mereka berada. Di rumah, guru sebagai orang tua atau ayah-ibu adalah pendidik dari putra-putrinya. Di dalam masyarakat sekitar yaitu masyarakat kampung desa tempat tinggalnya guru sering kali terpandang sebagai tokoh suri tauladan bagi orang-orang di sekitarnya baik dalam sikap dan perbuatannya misalnya cara dia berpakaian, berbicara dan bergaul. Maupun pandangan-pandangannya. Peters Amstrong membagi tugas dan tanggung jawab guru menjadi lima kategori yaitu:
a. Guru bertanggung jawab dalam pengajaran
b. Guru bertanggung jawab dalam memberikan bimbingan c. Guru bertanggung jawab dalam mengambangkan kurikulum d. Tanggung jawab dalam mengembangkan profesional guru
30
ibid hlm. 89
31
Ibid hlm. 90
32
Psikologi Belajar, op cit., hlm. 77
e. Tanggung jawab dalam membina hubungan dengan masyarakat
33c. Adab Terhadap Guru
Dalam kitab ta’lim muta’lim dijelaskan para pelajar tidak akan memperoleh ilmu dan tidak akan dapat mengambil manfaatnya tanpa mau menghormati ilmu dan guru.
Karena ada yang mengatakan bahwa orang-orang yang telah berhasil ketika menuntut ilmu mereka sangat menghormati hal tersebut dan orang-orang yang tidak berhasil menuntut ilmu karena merkea tidak mau menghormati atau memuliakan ilmu dan guru-gurunya ada yang mengatakan bahwa menghormati itu lebih baik dari pada menaati karena manusia tidak dianggap menjadi kufur karena bermaksiat tapi dia menjadi kufur karena tidak menghormati atau memuliakan perintah Allah SWT.
34Hendaknya selaku murid saat bertemu dengan pendidiknya maka alangkah baiknya mengucapkan salam, mencium tangannya, berbicara dengan baik dan sopan, bersikap tawadhu‟, ketika berjalan bersamanya berusaha untuk berjalan dibelakangnya.
33
Psikologi Belajar, opcit., hlm. 85
34