• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kelarutan yang buruk, karena mempunyai struktur hidrofobik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kelarutan yang buruk, karena mempunyai struktur hidrofobik"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ibuprofen merupakan salah satu obat yang sukar larut dalam air dan menunjukkan kelarutan yang buruk, karena mempunyai struktur hidrofobik (Bushra dan Aslam, 2010; Mansouri, et al., 2011). Selain itu ibuprofen mempunyai daya kohesifitas yang tinggi sehingga menghasilkan daya alir yang jelek (Bushra dan Aslam, 2010). Ibuprofen termasuk salah satu dari golongan obat antiinflamasi non steroid (AINS) yang banyak digunakan sebagai analgesik, antiinflamasi dan antipiretik (Abraham, 2005). Ibuprofen dosis rendah sama efektifnya dengan aspirin dan parasetamol untuk indikasi sebagai antipiretik (Wood, et al., 2003), dan juga sama efektifnya dengan indometasin (Bushra dan Aslam, 2010). Ibuprofen R dan S (+) enansiomer terutama digunakan dalam pengobatan nyeri ringan sampai sedang (Rehman, et al., 2008). Para dokter gigi lebih sering memberikan ibuprofen untuk menangani nyeri pada mulut baik akut maupun kronik (Moore dan Hersh, 2011).

Rute pemberian obat secara oral adalah metode yang paling umum dan disukai karena kenyamanan dan kemudahan dalam pemakaian. Ditinjau dari sudut pandang pasien, menelan bentuk sediaan oral merupakan hal yang nyaman dan biasa dalam mengkonsumsi obat, sehingga pasien lebih patuh dan karenanya terapi obat biasanya lebih efektif dibandingkan dengan rute-rute pemberian lain, misalnya melalui rute parenteral. Biasanya bioavailabilitas obat oral bergantung pada kelarutan dan atau kecepatan disolusi (Nugroho, et al., 2010).

(2)

Laju disolusi atau kecepatan melarut obat yang relatif tidak larut dalam air telah lama menjadi masalah pada industri farmasi. Ibuprofen termasuk senyawa model Biopharmaceutical Classification System (BCS) II, permeabilitas tinggi kelarutan rendah (Dahan dan Amidon, 2009). Obat-obat yang mempunyai kelarutan rendah, laju disolusi merupakan tahap penentu pada proses absorpsi obat (Shargel dan Yu, 1988; Leuner dan Dressman, 2000). Pada sebagian obat, disolusi merupakan langkah penentu kecepatan onset of action dan aktivitas terapetik, oleh karenanya upaya untuk meningkatkan disolusi suatu obat sering diperlukan (Nugroho, et al., 2010).

Pengaruh ukuran partikel obat terhadap laju disolusi dan bioavailabilitas secara komprehensif diperlihatkan oleh obat-obat yang laju absorpsi saluran cerna dibatasi oleh disolusi, dan pengurangan ukuran partikel umumnya dapat meningkatkan laju absorpsi serta bioavailabilitas total. Hal ini umum terjadi pada obat-obat yang sukar larut dalam air (Chiou dan Riegelman, 1971). Salah satu diantaranya adalah ibuprofen, yang bersifat sukar larut dalam air dan daya alir yang lambat, karena mempunyai struktur hidrofobik dan daya kohesifitas yang tinggi (Bushra dan Aslam, 2010; Mansouri, et al., 2011).

Langkah yang dapat dilakukan untuk memperbesar laju disolusi salah satunya adalah dengan memperkecil ukuran partikel ibuprofen dalam skala nano. Partikel berukuran demikian sering disebut dengan istilah nanopartikel. Nanopartikel dapat diperoleh dengan berbagai metode yaitu crushing (penghancuran), grinding (penggilingan), spray drying (pengeringan semprot) dan freeze drying (pengeringan beku) (Mansouri, et al., 2011). Metode paling umum

(3)

adalah media mill yang merupakan suatu teknologi pengurangan ukuran partikel dan telah dibuktikan kehandalannya (Junghanns dan Muller, 2008).

Beberapa penelitian terhadap obat-obat yang bersifat sukar larut dalam air, telah dilakukan dengan membuat menjadi bentuk nanopartikel. Bentuk preparat nanopartikel adalah zat padat dengan partikel-partikel berukuran rata-rata antara 200-500 nm, oleh sebab itu disebut nanopartikel. Beberapa penelitian ibuprofen nanopartikel yang telah dilakukan yaitu dengan mengurangi ukuran partikel ibuprofen sehingga untuk mempercepat pelarutan dan memperbesar luas permukaan efektif. Nanopartikel ibuprofen dibuat dengan metode pelarut/antisolvent. Nanodrug disiapkan untuk menentukan kecepatan laju disolusi dalam pelarut air yang dibandingkan dengan obat baku, struktur kimia ibuprofen nanopartikel tidak berubah tetapi ukuran kristal dikurangi menjadi 300-400 nm. Penurunan ukuran partikel ibuprofen juga menghasilkan peningkatan 2,33 kali dari kelarutan dalam air murni pada 30 menit pertama (Mansouri, et al., 2011).

Perubahan karakter fisik ibuprofen setelah proses penurunan ukuran partikel diduga kuat juga akan mengubah profil bioavailabilitasnya (Hickey, et al., 2007), dan berbagai hasil penelitian menyebutkan bahwa perubahan ukuran partikel mempengaruhi potensi dan bioavailabilitas. Bioavailabilitas merupakan kunci parameter farmakokinetik yang menjelaskan jumlah obat yang diberikan secara rute nonvascular untuk mencapai ke sirkulasi sitemik. Tingkat penyerapan obat dapat ditentukan dari beberapa parameter seperti Cmaks,Tmaks dan AUC (Toutain

dan Bousquet-Me´lou, 2004). Tujuan availabilitas obat antara lain agar suatu produk obat mampu memberikan suatu efek terapi optimal kepada pasien.

(4)

Availabilitas dilakukan baik terhadap bahan obat aktif yang telah disetujui maupun yang belum disetujui oleh FDA (Food and Drug Administration) untuk dipasarkan. Formula baru dari bahan obat aktif atau bagian terapeutik sebelum dipasarkan harus disetujui oleh FDA, dimana produk obat tersebut harus aman dan efektif sesuai label indikasi penggunaan. Selain itu, produk obat juga harus memenuhi seluruh standar yang digunakan dalam identitas, kekuatan, kualitas dan kemurnian, sehingga untuk meyakinkan bahwa standar-standar tersebut telah dipenuhi, FDA menghendaki studi availabilitas dan bila perlu persyaratan ekuivalensi untuk semua produk (Shargel dan Yu, 1988).

Berdasarkan uraian di atas maka tertarik untuk diteliti mengenai pembuatan ibuprofen nanopartikel dan karakterisasinya serta melakukan uji efek analgetik dengan metode hot plate yang nantinya akan dilihat waktu respons nyeri dan dibandingkan dengan ibuprofen baku (Corsini, et al., 2005).

Penelitian berikut ini juga bertujuan untuk mengamati bioavailabilitas pemberian oral dari ibuprofen nanopartikel yang dibandingkan dengan ibuprofen baku. Hasil pengujian bioavailabilitas dianalisis dengan menggunakan uji statistik beda antar dua rata-rata dan korelasi in vitro dengan in vivo menggunakan uji IVIVC Level A.

1.2 Kerangka Pikir Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka pembuatan nanopartikel ibuprefen bertujuan untuk memperkecil ukuran partikel yang dapat meningkatkan kecepatan efek antiinflamasi dan analgetik dibandingkan dengan ibuprofen baku. Pengamatan dilakukan terhadap pembuatan nanopartikel dan karakterisasinya dengan SEM (Scanning Electron Microscopy), XRD (X-Ray Diffraction), DTA

(5)

(Diffrential Thermal Analyzer), PSD (Particle Size Distribution), uji disolusi, uji bioavailabilitas dan uji efek analgetik. Secara skematis kerangka pikir penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.1 sebagai berikut:

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian

Bentuk partikel Ukuran partikel Pola difraksi Titik lebur Kecepatan disolusi Cmaks, Tmaks,

AUC dan efek analgetik Bioavailabilitas Ibuprofen Baku Ibuprofen Nanopartikel Karakteristik pH 1,2 dan pH 7,2 Disolusi Korelasi in vitro dan in vivo Uji efek analgetik

(6)

1.3 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Apakah terdapat perbedaan karakteristik partikel ibuprofen baku berukuran mikro dengan ibuprofen nanopartikel berukuran nano

b. Apakah terdapat pengaruh perbedaan ukuran partikel ibuprofen baku berukuran mikro dengan ibuprofen nanopartikel berukuran nano terhadap kecepatan disolusi.

c. Apakah terdapat pengaruh perbedaan ukuran partikel ibuprofen baku berukuran mikro dengan ibuprofen nanopartikel berukuran nano terhadap hasil pengujian bioavailabilitas.

d. Apakah terdapat pengaruh perbedaan konsentrasi ibuprofen baku dengan ibuprofen nanopartikel di dalam plasma terhadap efek analgetik.

e. Apakah terdapat korelasi hasil pengujian in vitro dengan in vivo.

1.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah penelitian di atas, maka dapat diambil hipotesis sebagai berikut:

a. Terdapat perbedaaan hasil karakterisasi partikel ibuprofen baku berukuran mikro dengan ibuprofen nanopartikel berukuran nano.

b. Terdapat pengaruh perbedaan ukuran partikel ibuprofen baku berukuran mikro dengan ibuprofen nanopartikel berukuran nano terhadap kecepatan disolusi. c. Terdapat pengaruh perbedaan ukuran partikel ibuprofen baku berukuran mikro

(7)

d. Terdapat pengaruh perbedaan konsentrasi ibuprofen baku dengan ibuprofen nanopartikel di dalam plasma terhadap efek analgetik.

e. Terdapat korelasi hasil pengujian in vitro dengan in vivo.

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

a. Untuk mengetahui perbedaaan hasil karakterisasi partikel ibuprofen baku berukuran mikro dengan ibuprofen nanopartikel berukuran nano.

b. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan ukuran partikel ibuprofen baku berukuran mikro dengan ibuprofen nanopartikel berukuran nano terhadap kecepatan disolusi.

c. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan ukuran partikel ibuprofen baku berukuran mikro dengan ibuprofen nanopartikel berukuran nano terhadap hasil bioavailabilitas.

d. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh konsentrasi ibuprofen baku dengan ibuprofen nanopartikel di dalam plasma terhadap efek analgetik.

e. Untuk mengetahui korelasi hasil pengujian in vitro dengan in vivo.

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan bentuk sediaan farmasi, sehingga obat-obat NSAID seperti ibuprofen dapat dikembangkan menjadi sediaan nanopartikel yang lebih efektif dan aman.

Gambar

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian

Referensi

Dokumen terkait

1. Dengan ini menyatakan bersedia menjadi calon Gubernur/Wakil Gubernur *) secara berpasangan dengan calon Gubernur/Wakil Gubernur *) atas nama ………... dari perseorangan dalam

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa pengaruh antara terpaan dari Instagram sebagai media sosial terhadap ekuitas merek adalah positif dan signifikan..

Berdasarkan konsep pendidikan karakter Ki Hajar Dewantara dalam proses pembelajaran dimana peserta didik dijadikan pusat pembelajaran sedangkan guru hanya membimbing

Salah satu penyebabnya adalah sistem pendaftaran domain name yang menerapkan prinsip first come first serve (pendaftar pertama sebagai pemilik). Dalam ketentuan hukum merek

Minyak atsiri adalah zat berbau dalam tanaman yang disebut juga sebagai.. minyak menguap, minyak eteris, atau minyak esensial, karena pada

Gambar 6.20 Grafik Hasil Kalibrasi Volume Arus Lalu Lintas arah Utara – Selatan

5 finalis Lomba Beton Nasional akan melakukan kompetisi tahap 2 (final) meliputi pembuatan benda uji beton silinder serta melakukan presentasi dihadapan dewan juri.

Casing shoe berfungsi sebagai sepatu dan pemandu untuk memudahkan pemasukan rangkaian casing (running casing), agar tidak terjadi sangkutan pada dinding lubang bor, shoe