• Tidak ada hasil yang ditemukan

ARTIKEL ILMIAH ANALISIS PROSES BERPIKIR KRITIS SISWA DENGAN KECERDASAN LOGIS-MATEMATIS DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA DI KELAS XI IPA SMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ARTIKEL ILMIAH ANALISIS PROSES BERPIKIR KRITIS SISWA DENGAN KECERDASAN LOGIS-MATEMATIS DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA DI KELAS XI IPA SMA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Wahid Hidayat : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 1 ARTIKEL ILMIAH

ANALISIS PROSES BERPIKIR KRITIS SISWA DENGAN KECERDASAN LOGIS-MATEMATIS DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA DI KELAS XI IPA SMA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI

AGUSTUS, 2017

ANALISIS PROSES BERPIKIR KRITIS SISWA DENGAN KECERDASAN LOGIS-MATEMATIS DALAM

(3)

Wahid Hidayat : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 2 MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA DI KELAS XI IPA SMA

Oleh : Wahid Hidayat

(Pendidikan Matematika Jurusan PMIPA FKIP Universitas Jambi) Dosen Pembimbing I : Dra. Roseli Theis, M.S

Dosen Pembimbing II : Drs. Husni Sabil, M.Pd

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya berpikir kritis dalam mempelajari matematika. Terutama dalam hal pemecahan masalah yang masih dianggap sulit oleh sebagian besar peserta didik. Salah bentuk kecerdasan yang berkaitan dengan berpikir kritis menurut teori Multiple Intelligences (MI) adalah kecerdasan logis-matematis.

Untuk meganalisis proses berpikir kritis siswa dapat diketahui melalui ketercapaian indikator-indikator keterampilannya dalam setiap tahapan pemecahan masalah.

Sedangkan untuk mengetahui jenis kecerdasan setiap siswa dapat melalui identifikasi karakteristiknya.

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis proses berpikir kritis siswa dengan kecerdasan logis-matematis dalam memecahkan masalah matematika berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah menurut Goerge Polya.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Tanjung Jabung Timur yang berkecerdasan logis-matematis. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penulis sendiri, angket tes 8 jenis kecerdasan, lembar tes pemecahan masalah matematika, dan pedoman wawancara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa dengan kecerdasan logis-matematis pertama (SLM1) dan ketiga (SLM3) mampu melewati proses berpikir kritis pada setiap langkah pemecahan masalah matematika menurut Goerge Polya. Kecuali pada bagian pengetahuan mengenai alternatif lain untuk memecahkan masalah nomor 1 tahap I. Dan pada bagian menyimpulkan hasil pemecahan masalah, subjek SLM1 dan SLM3 hanya mampu menjelaskan secara lisan pada saat wawancara untuk semua tes di kedua tahap.

Sementara siswa dengan kecerdasan logis-matematis kedua (SLM2) pada dasarnya memiliki kemampuan berpikir kritis yang lebih baik daripada subjek SLM1 dan SLM3.

Hanya saja dalam hal menyimpulkan hasil pemecahan masalah, subjek SLM2 sama persis dengan subjek SLM1 dan SLM3.

Dari hasil penelitian ini disarankan agar dalam proses pembelajaran ataupun dalam memberikan soal-soal latihan, guru (terutama guru matematika) senantiasa mengasah atau memancing siswa untuk berpikir kritis. Dan kepada siswa, khususnya siswa dengan kecerdasan logis-matematis untuk senantiasa menigkatkan kemampuannya dalam berpikir kritis. Karena kemampuan berpikir kritis sangat menunjang kemampuan menalar dan berpikir logis yang sangat membantu dalam memecahkan masalah, terutama masalah matematika.

Kata Kunci : proses, berpikir kritis, kecerdasan logis-matematis, memecahkan masalah matematika

ANALISIS PROSES BERPIKIR KRITIS SISWA DENGAN KECERDASAN LOGIS-MATEMATIS DALAM

(4)

Wahid Hidayat : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 3 MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA DI KELAS XI IPA SMA

Oleh : Wahid Hidayat

(Pendidikan Matematika Jurusan PMIPA FKIP Universitas Jambi) Dosen Pembimbing I : Dra. Roseli Theis, M.S

Dosen Pembimbing II : Drs. Husni Sabil, M.Pd PENDAHULUAN

Berpikir tidak terlepas dari aktivitas manusia, berpikir pada umumnya didefinisikan sebagai proses mental yang dapat menghasilkan perngetahuan. Proses berpikir dalam penyelesaian soal pada umumnya terdapat keterkaitan antara kemampuan dan kreativitas. Dimana kemampuan digunakan dalam proses berpikir yang lebih mendalam.

Kemampuan berpikir merupakan kemampuan kognitif untuk memperoleh pengetahuan dan memecahkan masalah.

Bigs’s & Collis pada tahun 1982 mengembangkan sebuah alat evaluasi pembelajaran yang didasarkan pada tingkat kemampuan berpikir siswa dalam merespon (baca : menjawab) permasalahan yang diberikan. Taksonomi ini diberi nama Taksonomi SOLO (Structure of the Observed Learning Outcomes) yang dikategorikan menjadi 5 tingkatan kemampuan yaitu prastruktural, unistruktural, multistruktural, relasional, dan abstrak diperluas (Hook and Mills, 2011:6).

Dengan kemampuan berpikir yang baik , maka seseorang semakin mampu untuk mendapatkan pemahanam terhadap materi pembelajarannya(Huda,2013:44).

Kemampuan berpikir perlu dikembangkan di dalam proses pembelajaran matematika terutama digunakan untuk menyelesaikan soal. Seseorang akan sangat baik jika melakukan atau menyelesaikan apa yang dipikirkan dengan menggunakan kemampuan berpikirnya. Sehingga kemampuan berpikir merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari siswa dalam mempelajari matematika.

Didalam memahami pembelajaran selain kemampuan berpikir seorang guru sebaiknya juga memperhatikan karakteristik peserta didiknya di dalam belajar. Cakupan karakteristik siswa sangat luas. Salah satu karakteristik siswa yang perlu diperhatikan guru yang akan melaksanakan proses belajar dan pembelajaran yaitu berkenaan dengan gaya belajar siswa. Secara sederhana, gaya belajar siswa dapat diartikan sebagai karakteristik kognitif, afektif, dan perilaku psikologis seorang siswa tentang bagaimana dia memahami sesuatu, berinteraksi dan merespons lingkungan belajarnya.

Intuition adalah salah satu tipe gaya belajar yang terdapat dalam gaya belajar MBTI (Myers Brig Type Indicator) siswa dengan tipe ini dikatakan sebagai orang yang cenderung menghubungkan sesuatu yang dianggap ada hubungan atau menciptakan pola dan menemukan hipotesis dalam mencermati informasi, sosok yang imajinatif, menyukai hal abstrak. Individu dengan tipe ini memiliki kelebihan dalam memahami berbagai sajian informasi serta merangkumnya dalam suatu format yang logis, singkat, dan jelas. Biasanya individu ini lebih menyukai ide serta konsep yang abstrak, dan juga mereka cenderung lebih teoritis.

Dalam situasi pembelajaran individu ini mudah bosan dan selalu berusaha mencari variasi tentang apa yang mereka pelajari.

Dan salah satu mata pelajaran yang memerlukan kemampuan berpikir lebih adalah pelajaran matematika. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Marlina (2013:43) matematika merupakan salah satu ilmu yang mempunyai peranan penting dalam

(5)

Wahid Hidayat : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 4 membentuk pola pikir siswa karena di

dalam matematika siswa dibekali beberapa kemampuan yang didalamnya termasuk kemampuan berpikir. Selain itu pembelajaran matematika juga merupakan pembelajaran dimulai dari permasalahan konkret kemudian ke semi konkret dan akhirnya abstraksi permasalahan. Sehingga pelajaran matematika seharusnya sangat disukai dan sejalan dengan tipe siswa intuition.

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru matematika kelas X SMA Negeri 6 Kota Jambi, menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar siswa terutama pada materi trigonometri tidak bagus, hal ini berarti kemampuan berpikir matematika siswa kelas X masih rendah, hal tersebut juga dikatakan oleh Ekawati (2013:103) bahwa rata-rata kemampuan berpikir siswa sekolah menengah masih rendah yaitu hanya sampai level unistruktural dan multistruktural saja. Padahal seharusnya tingkat kemampuan berpikir untuk siswa SMA sudah mencapai kemampuan berpikir tingkat tinggi. Sebagaimana menurut Piaget (Daryanto,2010:11) bahwa anak usia 11-18 tahun sudah mampu berpikir abstrak dan logis, mampu bekerja secara efektif dan sistematis, menganalisis secara kombinasi, serta menarik generalisasi.

Sehingga penulis ingin melihat bagaimana tingkatan kemampuan berpikir menurut taksonomi SOLO yaitu tingkat prestruktural, unistruktural, multistruktural, relasional dan abstrak diperluas siswa intuition dalam menyelesaikan soal trigonometri, apakah siswa dengan gaya belajar intuition menggunakan kemampuan berpikir sampai respon tertinggi dengan baik dalam menyelesaikan soal trigonometri berdasarkan tingkatan taksonomi SOLO.

Dimana secara teoritis siswa dengan gaya belajar intuition cendrung kuat dalam menghubungkan sesuatu yang dianggap ada hubungan atau melalui menciptakan pola-pola.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kemampuan Berpikir Berdasarkan Taksonomi SOLO Siswa Gaya Belajar Intuition dalam Menyelesaikan soal Trigonometri Kelas X SMA Negeri 6 Kota Jambi”

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis proses berpikir kritis siswa dengan kecerdasan logis-matematis dalam memecahkan masalah matematika berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah menurut Goerge Polya di Kelas XI IPA SMA.

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif.

Menurut Sugiyono (2012:13) penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif yaitu data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka. Hal yang dideskripsikan dalam penelititan ini adalah tingkat kemampuan berpikir siswa. Tingkat kemampuan berpikir siswa yang dilihat adalah berdasarkan ranah kognitif taksonomi SOLO. Pendeskripsian ini akan ditelusuri melalui pengamatan langsung, yaitu dengan menganalisis hasil tes yang dikerjakan oleh subjek penelitian (siswa dengan gaya belajar intuition) serta hasil wawancara yang dilakukan. Wawancara dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesalahan yang dialami subjekyang tingkat kemampuan berpikirnya masih rendah dalam menyelesaikan soal trigonometri.

Data dalam penelitian ini adalah siswa dengan karakteristik gaya belajar intuition ,deskripsi kemampuan berpikir siswa intuiton dalam menyelesaikan soal trigonometri, kesulitan dan faktor penyebab rendahnya kemampuan berpikir siswa kelas X SMA N 6 Kota Jambi pada penyelesaian soal trigonometri. Instrumen

(6)

Wahid Hidayat : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 5 dalam penelitian kualitatif adalah yang

melakukan penelitian ini, yaitu peneliti sendiri, sugiyono (2012:305). Instrumen pendukung penelitian yang lainnya adalah:

angket gaya belajar untuk menentukan subjek penelitian, lembar penyelesaian soal matematika materi trigonometri untuk mengungkap tingkatan kemampuan berpikir siswa berdasarkan taksonomi SOLO dan Pedoman wawancara yang digunakan untuk mengetahui letak kesalahan dan faktor penyebab siswa dalam menyelesaikan soal trigonometri.

Prosedur penelitian yang dilaksanakan dalam penelitian ini mengacu pada tahap atau prosedur penelitian menurut Bogdan yang dimodifikasi oleh Moleong (2010:127). Tahap penelitian tersebut meliputi: (1) tahap pra-lapangan;

(2) tahap pekerjaan lapangan; dan (3) tahap analisis data.

Adapun prosedur pengumpulan data dilakukan dengan memberikan tes kemampuan berpikir berdasarkan Taksonomi SOLO pada materi trigonometri sebanyak dua tahap yaitu tahap I dan tahap II. Untuk melihat validasi data pada penelitian ini uji kredibilitas data yang dilakukan adalah dengan menggunakan triangulasi sumber dan waktu yaitu pengulangan pengulangan kemampuan berpikir berdasarkan taksonomi SOLO pada sumber dan waktu yang berbeda dan pemberian wawancara untuk mencari kesesuaian data yang bersumber daari dua masalah yang setara pada waktu yang berbeda.

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil tes penyelesaian soal dan wawancara, catatan lapangan dan bahan lain dengan mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesis, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri atau orang lain.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes gaya belajar dengan menggunakan angket, tes kemampuan berpikir berdasarkan taksonomi SOLO, dan pedoman wawancara.

Hasil Tes Gaya Belajar

Pengumpulan data pertama di- lakukan dengan memberikan angket gaya belajar kepada siswa kelas X-4 SMA N 6 Kota Jambi yang berjumlah 41 siswa.

Penulis membagikan angket ke semua siswa setelah itu penulis memberikan arahan kepada siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah disediakan. Tes melalui angket gaya belajar ini dilakukan untuk menentukan siswa yang berkarakteristik intuition di kelas X-4 SMA Negeri 6 Kota Jambi. Tes ini dilakukan pada 5 Maret 2015. Penilaian terhadap hasil tes gaya belajar dilakukan peneliti dengan berpedoman pada petunjuk penilaian dari teori MBTI dengan diketahui dan disetujui oleh validator bidang psikologi yang telah memvalidasi instrument angket gaya belajar. Hasil angket gaya belajar juga dikonfirmasi peneliti kepada validator dan guru matematika yang mengajar dikelas X-4.

Berdasarkan penilaian terhadap hasil tes pada angket gaya belajar siswa kelas X-4 SMAN 6 Kota Jambi diperoleh hasil 9 orang dengan gaya belajar intuition, 19 orang dikategorikan sensing-intuition dan 13 orang masuk dalam kategori sensing.

Berikut rekapitulasi hasil angket gaya belajar siswa kelas X-4 SMAN 6 Kota Jambi.

Gaya Belajar Frekuensi Persentase

Intuition 9 21,95 %

Intuition- sensing 19 46,34 %

Sensing 13 31,71%

Total 41 100%

Dari hasil tes gaya belajar tersebut terlihat bahwa jumlah siswa yang terkategorikan bergaya belajar intuition adalah 9 orang. Oleh karena keterbatasan

(7)

Wahid Hidayat : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 6 penelitian maka peneliti mengambil 4

orang sampel dengan nilai tertinggi yang selanjutnya ke-4 subjek tersebut diberi pengkodingan sebagai berikut :

Si1 = Subjek intuition pertama Si2 = Subjek Intuition kedua Si3 = Subjek Intuition ketiga Si4 = Subjek Intuition keempat

Hasil Tes Lembar Tugas Penyelesaian Soal

Setelah didapat 4 orang subjek penelitian, selanjutnya subjek tersebut diberikan lembar tugas penyelesaian soal materi trigonometri tahap I pada tanggal 12 Maret 2015 yang terdiri dari 5 soal yang telah divalidasi oleh para ahli matematika/pendidikan matematika dan telah dinyatakan valid. Setelah 1 minggu, selanjutnya ke-empat subjek ini diberikan lembar tugas penyelesaian soal materi trigonometri tahap II yaitu sebagai triangulasi dari tahap I.

Berdasarkan hasil tes yang dilakukan didapatkan bahwa tingkat kemampuan berpikir yang dimiliki siswa intuition dalam menyelesaikan soal trigonometri masih tergolong rendah, persentase tertinggi hanya sampai tingkat unistruktural disusul oleh kemampuan tingkat prastruktural.

Kemampuan Berpikir

Si1 Si2 Si3 Si4 %

Memenuhi

I II I II I II I II

Prastruktural TM TM TM TM TM M TM TM 12,5

Unistruktural M M M M M M M M 100

Multistruktural M M M M M TM M M 87,5

Relasional TM TM TM M M TM TM TM 25

Abstrak

Diperluas TM TM TM TM M TM TM TM

12,5

Keterangan : Sii = Subjek ke-

I = Soal tes tahap I M = Memenuhi II = Soal Tes Tahap II TM = Tidak Memenuhi

Data kemampuan berpikir berdasarkan taksonomi SOLO siswa intuition secara keseluruhan berdasarkan hasil rata-rata adalah sebagai berikut:

Kemampuan Berpikir

Nilai Rata-rata

(%)

Kategori Prastruktural 12,5 Sangat Rendah

Unistruktural 100 Sangat Tinggi Multistruktural 87,5 Tinggi

Relasional 25 Rendah

Abstrak Diperluas 12,5 Sangat Rendah

Pada soal kemampuan prastruktural (soal 1), subjek diminta mengubah bentuk derajat ke bentuk radian dan sebaliknya.

Pada level ini hanya subjek Si3 yang memenuhi indikator pada taksonomi SOLO karena tidak dapat menyelesaikan soal dengan informasi yang dimilikinya.

Pada level ini kemampuan berpikir subjek dikategorikan rendah karena pada level ini subjek belum dapat memahami masalah, sehingga jawaban yang di tulis tidak mempunyai makna atau konsep apapun atau bahkan subjek tidak memberikan jawaban terhadap soal yang diberikan. Hal ini sejalan dengan penelitian Zuroidah (2010:50) tentang respon siswa terhadap masalah matematika sintesis bahwa respon siswa yang berada pada level prastruktural adalah (1) siswa tidak menggunakan satupun informasi yang diberikan dari soal, (2) dia bingung dengan apa yang harus dibuktikan, sehingga tidak dapat menyelesaikan masalah.

Pada kemampuan unistruktural Kemampuan berpikir subjek yang berada pada level ini pada tes secara keseluruhan adalah 100%. Artinya seluruh subjek mampu memenuhi seluruh indikator sehingga dapat dikatakan bahwa rata-rata kemampuan berpikir subjek berada pada level unistruktural. Kemampuan unistruktural ini dikategorikan kemampuan berpikir tingkat rendah karena untuk menjawab soal subjek hanya menggunakan informasi yang langsung dari soal. Hal yang sama juga diungkapkan Zuroidah (2010:52) tentang respon siswa terhadap masalah matematika sintesis bahwa respon siswa yang berada pada level unistruktural adalah siswa hanya menggunakan satu informasi dari soal yang diberikan.

Untuk kemampuan level multistruktural pada soal nomor 3 Kemampuan berpikir subjek pada level ini juga tergolong tinggi. Karena hasil rata-

(8)

Wahid Hidayat : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 7 rata kemampuan menunjukkan subjek

memenuhi 87,5% indikator pada level multistruktural ini. Soal level ini, subjek diminta menentukan nilai hubungan perbandingan trigonometri. Dalam hal ini subjek dituntut menggunakan pengetahuan konseptual. Pada level ini kemampuan berpikir subjek dikategorikan sedang karena pada level ini subjek sudah dapat memahami soal, dan mampu membuat hubungan antar informasi yang ada, sehingga jawaban yang di tulis mempunyai makna atau konsep. Hal ini juga selajan dengan hasil penelitian Ekawati (2013:106) tentang respon siswa dalam pemecahan masalah matematika bahwa respon siswa yang berada pada level multistruktural adalah siswa hanya menggunakan dua informasi yang diberikan sehingga dapat membuktikan pernyataan.

Pada level relasional kemampuan berpikir subjek yang berada pada level relasional pada tes, secara keseluruhan adalah 25%, ini berarti subjek yang dapat melewati level ini hanya satu orang yaitu subjek Si4. Sementara subjek Si1 pada level ini hanya mampu memenuhi indikator unistruktural baik pada tahap I maupun tahap II. Adapun subjek Si2 memenuhi level unistruktural pada tahap I dan multistruktural pada tahap II. Dan subjek Si3 tidak mampu memberikan jawaban atas dasar informasi dan pemahaman yang dimilikinya sehingga dikategorikan pada level prastruktural.

Pada level ini kemampuan berpikir subjek dikategorikan tinggi karena pada level ini subjek dapat memahami masalah dan mampu menghubungkan beberapa informasi yang saling behubungan.

Pada level kelima yaitu abstrak diperluas. Level ini menuntut kemampuan berpikir tingkat tinggi dimana siswa harus menjawab soal dan dapat melakukan generalisasi dari informasi yang diberikan soal. Kemampuan berpikir subjek yang berada pada level ini pada tes secara keseluruhan adalah 12,5%. Dari keempat subjek yang dijadikan subjek penelitian

hanya subjek Si4 yang mampu memberikan jawaban sesuai dengan kriteria jawaban dari level ini, dan itupun terjadi pada tahap II dalam penyelesaian soal. Adapun kriteria jawaban subjek pada level abstrak diperluas adalah : (1) siswa menggunakan beberapa data/ informasi sehingga didapat kesimpulan yang relevan, (2) siswa berpikir secara konseptual dan dapat melakukan generalisasi pada suatu pengetahuan lain. Kemampuan abstrak diperluas ini merupakan kemampuan tingkat tertinggi yang memang jarang bias dilewati siswa, rata-rata siswa hanya mampu mencapai level unistruktural dan multistruktural saja (Ekawati:2013).

Jenis-Jenis Kesalahan yang dialami siswa intuition yang kemampuan berpikirnya masih rendah dalam menyelesaikan soal trigonometri

Berdasarkan hasil penelitian, jenis- jenis kesalahan yang dialami oleh subjek dalam menyelesaikan soal trigonometri baik pada tahap I dan tahap II secara umum hampir sama. Adapun jenis-jenis kesalahan subjek dalam menjawab soal adalah 1) Kesalahan Fakta (KF), 2) Kesalahan Konsep (KK), 3) Kesalahan Prinsip, 4) Kesalahan Operasi.

Berikut disajikan kesalahan siswa dalam bentuk tabel :

Level Jenis

Kesalahan

Si1 Si2 Si3 Si4

I II I II I II I II

Multi struktural

KF x x

KK x

KP x x x

KO x

Relasional

KF x x

KK x x x

KP x x x

KO x x x x

Abstrak Diperluas

KF x

KK x x x x x x

KP x

KO x x x

Kesalahan-kesalahan tersebut terjadi pada kemampuan berpikir level multistruktural sampai dengan Abstrak diperluas karena memang pada level ini

(9)

Wahid Hidayat : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 8 diperlukan pemahaman yang lebih

mengenai soal dan informasi yang diberikan soal ataupun informasi yang dimiliki oleh subjek. Adapun jenis-jenis kesalahan yang dialami subjek berdasarkan hasil penelitian adalah sebagai berikut:

a) Pada level multistruktural

Pada level ini jenis kesalahan yang dilakukan subjek adalah bervariasi. Subjek Si1 melakukan kesalahan fakta (KF) karena kurang menuliskan simbol matematika pada tahap I. begitu juga dengan subjek Si3. Dan kesalahan prinsip (KP) dilakukan oleh subjek Si1 baik tahap I maupun tahap II, hal ini terjadi karena tidak menggunakan data yang seharusnya dipakai. Dan kesalahan operasi (KO) dan konsep (KP) dilakukan oleh subjek Si3 pada tahap I. kesalahan operasi terjadi karena subjek mendapatkan hasil yang tidak relevan karena salah perhitungan matematis. Menurut Rifai (2012) kesalahan operasi dapat terjadi ketika siswa memilih jalan yang tidak tepat yang mengarah ke jalan buntu yang dapat berupa ketidaktahuan siswa dalam memilih prosedur yang tepat dalam menyelesaikan operasi yang ada.

b) Pada level relasional

Pada level kemampuan relasional kesalahan yang umum terjaadi adalah kesalahan konsep (KK) dan kesalahan operasi (KO). Kesalahan konsep berhubungan dengan kurangnya pengetahuan konseptual sehingga subjek salah dalam memahami dan menerapkan konsep. Sementara kesalahan operasi adalah kesalahan dalam melakukan pengerjaan hitung matematika meliputi kekeliruan hitung dan pengerjaan aljabar.

Subjek Si1 dan Si2 salah dalam memahami dan menerapkan konsep.

Subjek tidak tahu konsep dan salah dalam menerapkannya sehingga tidak dapat mengevaluasi penyelesaian soal.

Sedangkan kesalahan yang dihadapi subjek Si3 subjek tidak dapat memahami

maksud tujuan soal sehingga subjek Si3 tidak mampu menyelesaikan soal.

Rata-rata kesalahan yang dialami subjek dikarenakan pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural yang kurang. Pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural sangat diperlukan dalam menyelesaikan masalah matematika. Pengetahuan konspetual yang tidak didukung oleh pengetahuan prosedural akan mengakibatkan siswa mempunyai intuisi yang baik tentang suatu konsep tetapi tidak mampu menyelesaikan suatu masalah. Di lain pihak, pengetahuan prosedural yang tidak didukung oleh pengetahuan konseptual akan mengakibatkan siswa mahir memanipulasi simbol-simbol tetapi tidak memahami dan mengetahui makna dari simbol tersebut.

Kondisi ini memungkinkan siswa dapat memberikan jawaban dari suatu soal (masalah) tanpa memahami apa yang mereka lakukan, (Zainal Abidin,2012).

Subjek Si1 dan Si2 melakukan kesalahan operasi pada soal nomor 4 baik itu pada tahap I maupun tahap II.

Kesalahan yang terjadi adalah subjek salah dalam melakukan operasi matematika yaitu operasi pecahan. Menurut Rifai (2012) kesalahan operasi dapat terjadi ketika siswa memilih jalan yang tidak tepat yang mengarah ke jalan buntu yang dapat berupa ketidaktahuan siswa dalam memilih prosedur yang tepat dalam menyelesaikan operasi yang ada.

c) Pada level abstrak diperluas

(10)

Wahid Hidayat : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 9 pada level ini subjek yang

mengalami kesalahan adalah subjek Si1,Si2, dan Si3. Dimana kesalahan yang terjadi adalah kesalahan konsep (KK) untuk subjek si1 dan Si3 dan kesalahan prinsip (KP) bagi subjek Si2. Subjek Si1 dan Si3 menolak untuk memberikan jawaban karena kurangnya pengetahuan konseptual yang mereka miliki. Hal ini memperlihatkan bahwa subjek Si1, Si2 dan Si3 tidak mampu menerapkan konsep dan keterampilannya untuk menyelesaikan masalah. Sebagaimana yang dijelaskan Zainal Abidin (2012), bahwa konsep merupakan dasar bagi proses-proses untuk memecahkan suatu masalah. Sementara subjek Si2 melakukan kesalahan prinsip berupa tidak menggunakan data yang seharusnya dipakai dalam menyelesaikan soal tes. Kesalahan prinsip dilakukan subjek Si2 terjadi karena kurang runtut dalam menyelesaikan soal meskipun dapat memberikan jawaban meskipun belum sepenuhnya menggunakan informasi yang diberikan. Subjek Si2 kurang mengaplikasikan kemampuan prosesnya dalam menyelesaikan masalah. Indrawati (dalam Susanto:2013:9) keterampilan proses merupakan keseluruhan kemampuan ilmiah yang terarah yang digunakan untuk menemukan suatu konsep/prinsip untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya.

Faktor Penyebab Apa Saja yang Dialami Siswa Kemampuan Berpikirnya Masih Rendah dalam Menyelesaikan Soal Trigonometri

Dengan mengacu pada jenis-jenis kesalahan yang dialami subjek dalam menyelesaikan soal trigonometri, adapun faktor-faktor penyebab kesalahan bila ditinjau dari kesulitan dan kemampuan belajar dapat di uraikan sebagai berikut : 1. Waktu belajar siswa yang kurang

memadai disekolah (WBS).

2. Metode mengajar guru yang monoton (MMM).

3. Kesiapan siswa dalam belajar (KSB).

4. Tidak fokus saat belajar karena kurangnya minat terhadap pelajaran matematika atau ketidakseriusan dalam menjalani pelajaran. (TFB).

5. Siswa tidak belajar dirumah walaupun ada tes atau ulangan (STB).

6. Lupa rumus yang akan digunakan dalam menyelesaikan soal (LRD).

7. Fasilitas belajar yang kurang (FBK) 8. Tergesa-gesa dan kurangnya berlatih

menyelesaikan soal (KBS).

Adapun faktor penyebab yang dialami oleh siswa berdasarkan hasil wawancara , diantaranya yaitu :

Abstrak Diperluas

WBS MMM

KSB x

TFB x

STB x

LRD FBK

KBS x x x x x x x

1) Kesiapan siswa dalam belajar

Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap subjek penelitian tampak bahwa beberapa siswa tidak siap dalam pelaksanaan tes padahal sudah ada pemberitahuan sebelumnya sehingga ada soal yang tidak dapat dikerjakan dengan

Level Faktor

penyebab

Si1 Si2 Si3 Si4

I II I II I II I II

Multi struktural

WBS

MMM x

KSB

TFB x x x

STB x

LRD x x x x

FBK

KBS x

Relasional WBS

MMM x

KSB x x

TFB x x x x

STB x

LRD x x x x

FBK KBS

(11)

Wahid Hidayat : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 10 baik. Susanto (2013:15) menyebutkan

dalam proses belajar kesiapan ini sangat menentukan keberhasilan dalam belajar tersebut. Jadi dalam hal ini, peneliti menyimpulkan bahwa agar siswa mampu menyelesaikan soal matematika, maka terlebih dahulu harus dipastikan bahwa siswa memiliki kesiapan untuk belajar.

2) Tidak Mengulangi Pelajaran di rumah Salah satu faktor penyebab berdasarkan hasil penelitian adalah subjek tidak pernah mengulang belajar dirumah sehingga subjek tidak mengetahui dengan pasti konsep perbandingan trigonometri pada segitiga siku-siku. Hal ini terlihat pada transkip wawancara dan hampir setiap subjek tidak mengulangi pelajaran dirumah dengan alasan tidak adanya buku penunjang. Hal ini tidak menunjukkan kedisiplinan siswa dalam belajar padahal sudah disebutkan bahwa tugas utama seorang siswa adalah belajar. Salah satu tugas guru yang sulit adalah membuat anak menjadi mau belajar (Susanto:2013:16).

3) Lupa penggunaan rumus

Menurut peneliti, lupa adalah hal yang paling umum disebutkan oleh subjek saat wawancara. Subjek mengaku bahwa mereka tidak hapal rumus perbandingan trigonometri dikarenakan lupa. KBBI mendefinisikan lupa sebagai ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang pernah dipelajari atau dialami. Kelupaan yang dialami sebagian subjek disebabkan karena mereka jarang mengulang atau mengerjakan latihan-latihan soal yang terkait dengan

kemampuan mengaplikasikan

perbandingan trigonometri.

`4) Metode Mengajar

Metode belajar yang dilakukan pengajar dalam prosesnya adalah dengan metode ceramah saja sehingga ini dapat mempengaruhi hasil belajar subjek.

Didalam kelas subjek akan merasa bosan, mengantuk, pasif dan hanya mencatat saja.

Agar siswa dapat hasil belajar dengan baik maka metode mengajar harus diusahakan yang tepat, efisien dan seefektif mungkin.

Susanto (2013:17) menyebutkan bahwa model penyajian materi yang menyenangkan dan tidak membosankan, menarik dan mudah dimengerti oleh para siswa tentunya berpengaruh secara positif terhadap keberhasilan belajar siswa.

5) Kurangnya berlatih soal level tinggi Salah satu faktor yang membuat kemampuan berpikir siswa masih rendah adalah kurangnya berlatih mengerjakan atau diberikan soal dengan kategori level tinggi. Biasanya siswa hanya diberikan soal yang sesuai dengan contoh yang diberikan guru. Hal ini berarti siswa tidak pernah di berikan soal level tinggi sebagai latihan. Jika seorang siswa dituntut untuk mampu mengaplikasikan berbagai konsep secara hamper otomatis, maka mereka memerlukan banyak latihan dan ulangan (Mulyono:2012:219)

Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono. 2012. Anak Berkesulitan Belajar : Teori ,Diagnosis, dan Remediasinya. Jakarta.

Rineka Cipta.

Biggs, J. 2011. Bigg’s Structure of the Observed Learning Outcome (SOLO) Taxonomy. (online). Diakses pada 11 Oktober 2014.

Daryanto. 2010. Belajar dan Mengajar.Bandung :YramaWidya.

Ekawati, Rosyida, dkk. 2013. Studi Respon Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Pemecahan Masalah Matematika Berdasarkan Taksonomi SOLO. Unnes Journal of Mathematics Education

(12)

Wahid Hidayat : Mahasiswa FKIP Universitas Jambi Page 11 Research. UniversitasNegeri

Semarang, Volume 2, No2 : 101-107.

Hook, Pam dan Mills, Julie. 2011. SOLO Taxonomy: A Guide for School A common language of learning. United Kingdom. Essential Resource.

Marlina,Leni. 2013. Penerapan Langkah Polya dalam Menyelesaikan Soal Cerita Keliling dan Luas Persegi Panjang. Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika Tadaluko, Volume 01, No 01: 43-50.

Moleong. 2013. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung. Alfabeta.

Susanto Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar.Jakarta. Prenadamedia Group.

Zuroidah. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2014. Analisis Respon Siswa Terhadap Masalah Matematika Sintesis Pada Materi Lingkaran di Kelas IX SMP Zainuddin Dipandang dari Taksonomi SOLO.

Referensi

Dokumen terkait

White (2010: 15) membagi 4 tahapan proses berpikir kritis, meliputi: (1) Pengenalan ( Recognition ) yaitu siswa memahami masalah kemudian menentukan pokok permasalahan

Dari hasil perhitungan melalui persamaan regresi parsial dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara berpikir kritis (X 2 ) terhadap prestasi belajar matematika

Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pada kelompok tinggi, siswa yang memiliki skor tertinggi mampu melakukan 4 indikator, yaitu mampu

Kesimpulan yang diperoleh pada penelitian ini adalah antisipasi siswa yang mempunyai kecerdasan linguistik tinggi dan kecerdasan logis-matematis tinggi dalam

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, proses berpikir kritis peserta didik berkemampuan tinggi dalam memecahkan masalah matematika dapat disimpulkan sebagai

White (2010: 15) membagi 4 tahapan proses berpikir kritis, meliputi: (1) Pengenalan (Recognition) yaitu siswa memahami masalah kemudian menentukan pokok permasalahan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi bagi para guru bahwa keberhasilan siswa dalam belajar tidak hanya diperhatikan dari metode pembelajaran yang

Persentase Tiap Kategori Kemampuan Berpikir Krtis Siswa Indikator Persentase Indikator Tiap Kategori Tinggi Sedang Rendah Interpretasi 100 % 74 % 25 % Analisis 75 % 57 %