39 |
SINDIRAN DALAM BAHASA JAWA
YANG LAZIM DIGUNAKAN DALAM PRAKTIK BERKOMUNIKASI
Syihaabul Hudaa1, Nuryani2, Ahmad Bahtiar3
1Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan
2,3UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pos-el: [email protected]
Abstrak
Sindiran menjadi suatu hal yang menarik untuk dikaji. Hal itu disebabkan oleh masyarakat Indonesia yang mengutamakan kesantunan dalam berbahasa. Pada era digital dan modern seperti saat ini media, seperti Instagram, Facebook, atau Twitter, dapat menjadi sarana menyampaikan sindiran. Selain menjadi suatu budaya masyarakat, sindiran dapat menjadi kritik agar seseorang berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Tujuan penulisan artikel ini ialah untuk mengkaji bentuk sindiran dalam akun Instagram @filosofi_jawa dan @jawakalem_. Dua akun itu dipilih karena memiliki banyak pengikut dan aktif berbagi kata-kata dalam bahasa Jawa dengan pelbagai macam makna. Penelitian ini termasuk ke dalam jenis kualitatif deskriptif dengan menggunakan studi pustaka dan analisis isi. Peneliti mengumpulkan data dari dua akun Instagram tersebut dan mengklasifikasikannya berdasarkan tujuan dan maknanya. Berdasarkan analisis yang dilakukan ditemukan berbagai macam jenis sindiran, yaitu ironi, satire, sarkasme, sinisme, dan innuendo.
Kata kunci: stilistika, sindiran dalam bahasa Jawa, media sosial
PENDAHULUAN
Pada era modern seperti saat ini bahasa memiliki peran penting dalam berkomunikasi. Bahasa dalam praktik komunikasi membantu penutur menyampaikan pesan kepada mitra tutur. Saat menyampaikan pesan, seseorang perlu memperhatikan diksi yang digunakan. Hal itu bertujuan agar pesan yang disampaikan terkomunikasikan dengan baik (Saddhono, 2015).
Bahasa Jawa sering kali digunakan oleh masyarakat multikultural yang ada di Indonesia, khususnya di Jakarta. Selain itu, di dalam media sosial pun bahasa Jawa lebih mendominasi dan lebih nyaman digunakan masyarakat multikultural untuk melakukan sindiran. Hal itu disebabkan oleh adanya tingkatan dalam bahasa Jawa yang dikenal dengan istilah ngoko, madya, dan kromo (Christian & Rustono, 2016). Selain adanya tingkatan bahasa, bahasa Jawa dianggap lazim untuk menyampaikan sindiran kepada rekan sejawat yang sudah dikenal.
Beberapa kata dalam bahasa Jawa yang familier dalam masyarakat multikultural di antaranya rek, mas, mba, ayu, dan tenan. Bahkan ada kata-kata yang sering digunakan walaupun terkesan memiliki makna yang kurang baik, seperti jancuk, edan, wedus, celeng, gatel, dan asu. Kata-kata tersebut tidak asing bagi masyarakat Indonesia saat ini. Walaupun beberapa di antaranya memiliki makna negatif, kata-kata itu justru sering digunakan di antara rekan sejawat.
Pada era digital saat ini, media sosial, seperti Instagram, Facebook, atau Twitter, dan media lainnya menjadi sarana berkomunikasi antara satu orang dan orang lain. Bahkan, beberapa akun di Instagram sering membagikan unggahan yang mengandung sindiran terhadap pemerintah, diri sendiri, atau orang lain. Dari unggahan itu, pemiliki akun Instagram tersebut mendapatkan banyak respons dari warganet. Ada yang mengatakan pengalaman pribadi, pernah terjadi di dalam kehidupan warganet, dan ada juga yang menghubungkan dengan kehidupan anak muda saat ini.
e-ISBN 978-623-5769-07-3 p-ISBN 978-623-5769-06-6
Prosiding Seminar Internasional Bahasa dan Sastra Daerah I (Sinar Bahtera I) 40 | Gaya bahasa merupakan suatu bentuk cara seseorang dalam menyampaikan pikirannya melalui teks yang digunakan (Culpeper, 2002). Di dalam praktiknya, gaya bahasa memiliki beberapa jenis, yaitu gaya bahasa perbandingan, gaya bahasa pertentangan, gaya bahasa sindirian, dan gaya bahasa penegasan (Semino, 2020). Setiap gaya bahasa digunakan sesuai dengan kebutuhan tujuan pengguna gaya bahasa tersebut (Lomax, 1977). Dalam penelitian ini, peneliti fokus pada gaya bahasa sindiran yang terdapat di dalam akun Instagram @filosofi_jawa dan @jawakalem_.
Beberapa penelitian pernah dilakukan terkait dengan sindiran dalam bahasa Jawa. Salah satunya oleh Untari (Untari, 2017) dalam tesisnya “Gaya Bahasa Sindiran sebagai Kritik Sosial dalam Wacana Meme Berbahasa Jawa di Akun Intagram Dagelan_Jowo (Kajian Stilistika Pragmatik)”. Dari penelitian Untari ditemukan bahwa sindiran halus banyak digunakan dalam akun Dagelan_Jowo.
Selain itu, ada pula bentuk sinisme, sarkasme, ironi, dan satire. Diksi yang digunakan dalam akun tersebut menggunakan dialek Banyuwangi.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Mahmudah (Mahmudah, 2017) dengan judul tesis “Sindiran kepada Birokrat dalam Teks Kartun Editorial Clekit Jawa Pos: Kajian Analisis Wacana Kritis”. Dalam penelitian itu ditemukan sindiran pada teks kartun Clekit Jawa Pos, antara lain parpol, korupsi, hukum, fasilitas hukum, dan pemerintah. Strategi sindiran yang digunakan meliputi strategi off record memberi petunjuk, memberi petunjuk dengan berasosiasi, perkiraan atau persangkaan, menyatakan sesuatu dengan samar-samar, dan mengecilkan lawan tutur. Dalam suatu karya seperti kartun, penulis leluasa mengkritik atau menyindir orang lain secara intrinsik. Hal itu disebabkan oleh kartun memiliki esensi humor yang bertujuan untuk menghibur.
Beberapa penelitian di atas menunjukkan bahwa sindirian merupakan suatu bentuk kritik dalam berbahasa yang lazim dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Selain bentuknya yang dihaluskan melalui praktik berbahasa, sindirian tidak langsung tertuju kepada objeknya.
Penyampaiannya pun bisa melalui karikatur, kartun, teks, atau pantun yang dibuat semenarik mungkin oleh pembuatnya. Tujuannya tentu saja agar sindiriannya tersampaikan secara universal kepada masyarakat pembacanya. Selain itu, beberapa cara pun dapat dilakukan dalam melakukan sindirian, yaitu sindiran langsung dan sindiran tidak langsung. Bentuk sindirian tidak langsung banyak ditemukan di media sosial.
Tujuan penulisan artikel ini ialah untuk mengkaji bentuk gaya bahasa sindiran dalam akun Instagram @filosofi_jawa dan @jawakalem_. Gaya bahasa sindiran yang dituliskan penulis akun tersebut akan diklasifikasikan berdasarkan jenis gaya bahasanya. Setelah diklasifikasikan, sindiran yang masih dituliskan dalam bahasa Jawa akan dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia.
Tujuannya agar pembaca yang tidak memahami bahasa Jawa dapat memahami apa yang disampaikan.
Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif deskriptif menyampaikan hasil penelitiannya menggunakan teks secara detail (Moleong, 2017).
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah analisis isi dan studi kepustakaan (Emzir, 2017). Dengan melakukan analisis isi dan studi kepustakaan, peneliti fokus pada teks yang dikaji. Selain itu, studi kepustakaan membantu peneliti apabila dalam penelitian ditemukan kebingungan. Pertama-tama peneliti mengikuti akun @filosofi_jawa dan @jawakalem_ untuk membaca unggahan dalam akun tersebut. Selanjutnya peneliti menelaah setiap unggahan dalam akun tersebut dan mengklasifikasikannya berdasarkan jenis gaya bahasa sindiran yang digunakan.
PEMBAHASAN
Media sosial berperan penting dalam perkembangan bahasa pada era modern seperti saat ini. Hal itu disebabkan oleh media sosial yang dapat menjangkau luas masyarakat pengguna bahasa dalam
Hudaa dkk.: Sindiran dalam Bahasa Jawa ….
41| praktik berkomunikasi (Hudaa, 2018). Media sosial saat ini digunakan oleh pemelajar dan pengajar yang ada di Indonesia. Pengguna media sosial tidak selalu dari kalangan mahasiswa, tetapi juga siswa sekolah dasar hingga tingkat universitas (Firdausya, 2021).
Beberapa media sosial yang banyak digunakan saat ini ialah Youtube, Instagram, Twitter, Facebook, Telegram, dan Whatsapp. Akan tetapi, media sosial yang berfungsi membagikan teks, saling mengikuti, dan berkomentar ialah Instagram, Facebook, dan Twitter. Media sosial Instagram dipilih oleh peneliti sebagai objek penelitian karena jumlah penggunanya paling banyak saat ini.
Selain itu, fitur Instagram selalu dimutakhirkan mengikuti kebutuhan penggunanya.
Gambar 1 Media Sosial Paling Banyak Digunakan Sumber: (Clinten, 2021)
Dua akun Instagram dipilih peneliti berdasarkan jumlah pengikut dan unggahannya dan disesuaikan dengan tujuan penelitian yang dilakukan. Akun @filosofi_jawa dan @jawakalem_ merupakan dua akun yang sering mengunggah kata-kata berbahasa Jawa di media sosial Instagram. Berikut tampilan beranda dua akun tersebut di Instagram.
e-ISBN 978-623-5769-07-3 p-ISBN 978-623-5769-06-6
Prosiding Seminar Internasional Bahasa dan Sastra Daerah I (Sinar Bahtera I) 42 |
Dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti, ditemukan penggunaan gaya bahasa sindiran dalam dua akun tersebut. Peneliti mengklasifikasikan gaya bahasa sindiran berdasarkan kategori temuan data, yaitu ironi, satire, sarkasme, sinisme, dan inuendo. Berikut temuan data penelitian yang ditemukan peneliti dalam dua akun Instagram tersebut.
Ironi Satire Sarkasme Sinisme Innuendo
Percuma nduwe montor apik-apik nek ora tau ono sing mbonceng.
‘Percuma punya motor bagus- bagus, kalau tidak ada yang dibonceng’.
Biaya urip sebenere murah, sik larang biaya pamer.
‘Biaya hidup sebenarnya murah, yang mahal biaya pamer’.
Sing ganteng dan pinter biasane ora nduwe duit. Sing ganteng dan duwe duit akeh biasane goblok. Sing pinter dan duwe duit akeh, biasane rupane elek.
‘Yang ganteng dan pintar biasanya tidak punya uang, yang ganteng dan punya duit banyak biasanya goblok, yang pinter dan
Aku sing
ngutangi, aku yo sing nagih. Aku sing ora penak, aku yo sing njalok ngapuro.
‘Aku yang minjemin, aku juga yang nagih, aku yang tidak enak, aku juga yang minta maaf’.
Rupane elek ra masalah, sing penting tumindakmu becik.
‘Wajahmu jelek tidak masalah, yang penting kelakukanmu baik’.
Hudaa dkk.: Sindiran dalam Bahasa Jawa ….
43| punya duit banyak
biasanya jelek’.
Rupane sangar, atine ambyar.
‘Rupanya seram, hatinya hancu’.)
Malang duwe bakso. Jogja duwe Gudeg.
Aku duwe WA mu, tapi ora duwe atimu.
‘Malang punya bakso, Jogja punya gudeg. Aku punya WA mu, tetapi tidak punya hatimu’.
Ojo grusa-grusu mengko ndak malah koyo asu.
‘Jangan grasak- grusuk nanti malah kayak anjing’.
Urip ko gampang ambyar. Kowe ki menungso opo ndok bebek.
‘Hidup kok gampang galau.
Kamu ini manusia apa telur bebek’.
Sakabot-abote beban uripmu, isih luwih abot tresnaku marang kowe.
‘Sesulit-sulitnya beban hidupmu, masih lebih berat cintaku padamu’.
Kudu belajar ikhlas, soale awakmu kuwi ora prioritas.
‘Harus belajar ikhlas, soalnya kamu bukan prioritas’.
Dadio konco sing gelem nerimo opo onone, orak mung isone mbacoti wae.
‘Jadi teman yang mau nerima apa adanya, jangan cuma bisanya ngomongin saja’.
Neng chat kemplinti, nak ketemu koyok banci.
‘Diobrolan sok jago, kalau ketemu seperti banci’.
Jebul susah yo dadi wong elek.
Sitik-sitik sayang, sitik- sitik nyaman, sitik-sitik ditinggal lungo.
‘Ternyata susah jadi orang jelek, dikit-dikit sayang, dikit- dikit nyaman, dikit-dikit ditinggal pergi’.
Lungomu ninggal kenanga, tekomu ngirim undangan.
‘Pergimu meninggalkan kenangan, datangmu mengirim undangan’.
Mendung durung tentu udan, PDKT suwi durung tentu jadian.
‘Mendung belum tentu hujan, PDKT belum tentu jadian’.
Cah wedok nak kumpul, bahase kuwi nak orak panganan, yo lanangan.
‘Anak perempuan kalau kumpul yang dibahas
e-ISBN 978-623-5769-07-3 p-ISBN 978-623-5769-06-6
Prosiding Seminar Internasional Bahasa dan Sastra Daerah I (Sinar Bahtera I) 44 | makanan
kalau gak laki-laki’.
Tuku kadal kleru mrico, wes cedak jebul mung dadi konco.
‘Beli kadal keliru merica, sudah dekat ternyata hanya berteman saja’.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti ditemukan 3 gaya bahasa ironi, 6 satire, 3 sarkasme, 3 sinisme, dan 3 innuendo. Gaya bahasa sindiran yang ditulis pemilik akun Instagram
@filosofi_jawa dan @jawakalem_ merefleksikan masa saat ini. Sebagai contoh sindiran “Percuma nduwe montor apik-apik nek ora tau ono sing mbonceng- @filosofi_jawa.” Kalimat sindiran tersebut ditujukan kepada generasi milenial yang memiliki kekayaan berkecukupan dan memiliki kendaraan yang bagus, tetapi masih jomlo (karena tidak ada yang membonceng).
Dua akun tersebut sama-sama menggunakan gaya bahasa sindiran dalam unggahannya.
Penggunaan bahasa sindiran dilakukan sebagai upaya menghaluskan pesan yang disampaikan.
Selain itu, bahasa sindiran pada era modern seperti saat ini digunakan oleh masyarakat untuk melakukan interaksi secara tidak langsung, terutama di media sosial yang terbuka untuk umum.
PENUTUP
Dari analisis yang dilakukan oleh peneliti ditemukan bahwa dua akun @filosofi_jawa dan
@jawakalem_ menggunakan gaya bahasa sindiran dalam unggahannya. Gaya bahasa sindiran yang ditemukan ialah 3 gaya bahasa ironi, 6 satire, 3 sarkasme, 3 sinisme, dan 3 innuendo. Penggunaan gaya bahasa dalam dua akun tersebut mendapatkan respons yang baik dari pengikut akun. Hal itu terlihat dari banyaknya komentar yang diunggah sesaat setelah pemilik akun mengirim konten.
DAFTAR PUSTAKA
Christian, T., & Rustono, R. (2016). Akulturasi Budaya dalam Pilihan Bahasa Pedagang Etnis Tionghoa pada Ranah Perdagangan di Kota Salatiga. Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dfan Sastra Indonesia. https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/seloka/article/view/12749
Clinten, B. (2021). Pengguna Medsos di Indonesia Habiskan 25 Jam Per Bulan untuk Nonton YouTube. Tekno Kompas. https://tekno.kompas.com/read/2021/02/24/17020027/pengguna- medsos-di-indonesia-habiskan-25-jam-per-bulan-untuk-nonton-youtube
Culpeper, J. (2002). A cognitive stylistic approach. Cognitive Stylistics: Language and Cognition in Text https://books.google.com/books?hl=en%5C&lr=%5C&id=O1R79-
TsVKoC%5C&oi=fnd%5C&pg=PA251%5C&dq=stylistic%5C&ots=Is88DHdkoO%5C&sig=iR1et ENisge-9muZwr3nnqOvMsw
Emzir. (2017). Metodologi penelitian pendidikan kuantitatif & kualitatif. In Metodologi penelitian
Hudaa dkk.: Sindiran dalam Bahasa Jawa ….
45| pendidikan kuantitatif & kualitatif.
Firdausya, I. (2021). Survei: 87% Anak Indonesia Main Medsos sebelum 13 Tahun. Media Indonesia. https://mediaindonesia.com/humaniora/398511/survei-87-anak-indonesia-main- medsos-sebelum-13-tahunhttps://mediaindonesia.com/humaniora/398511/survei-87-anak- indonesia-main-medsos-sebelum-13-tahun
Hudaa, S. (2018). Optimalisasi Bahasa: Penggunaan Bahasa yang Baik, Logis, dan Santun di Media Massa. Dialektika: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. 5(1), 62--74 . https://doi.org/10.15408/dialektika.v5i1.5953
Lomax, A. (1977). A stylistic analysis of speaking1. Language in Society.
https://www.cambridge.org/core/journals/language-in-society/article/stylistic-analysis-of- speaking1/6F68C309B27273C53BACF70C1185E1D7
Mahmudah, N. (2017). Sindiran Kepada Birokrat dalam Teks Kartun Editorial Clekit Jawa Pos: Kajian Analisis Wacana Kritis. repository.um-surabaya.ac.id. http://repository.um- surabaya.ac.id/id/eprint/2123
Moleong, L. J. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). In PT. Remaja Rosda Karya.
Saddhono, K. (2015). Integrating culture in Indonesian language learning for foreign speakers at Indonesian universities. Journal of Language and Literature, 6(2), 273–276.
https://doi.org/10.7813/jll.2015/6-2/58
Semino, E. (2020). A cognitive stylistic approach to mind style in narrative fiction. The Language and Literature Reader.
https://www.taylorfrancis.com/chapters/edit/10.4324/9781003060789-29/cognitive-stylistic- approach-mind-style-narrative-fiction-elena-semino
Untari, D. (2017). Gaya Bahasa Sindiran sebagai Kritik Sosial dalam Wacana Meme Berbahasa Jawa di Akun Instagram Dagelan_Jowo (Kajian Stilistika Pragmatik). digilib.uns.ac.id.
https://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/68128/Gaya-Bahasa-Sindiran-Sebagai-Kritik-Sosial- Dalam-Wacana-Meme-Berbahasa-Jawa-Di-Akun-Instagram-Dagelan_Jowo-Kajian-Stilistika- Pragmatik