• Tidak ada hasil yang ditemukan

LITERATURE REVIEW PENGATURAN RUANG PRAKTIK DOKTER GIGI YANG ERGONOMIS. Ni Kadek Fiora Rena Pertiwi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "LITERATURE REVIEW PENGATURAN RUANG PRAKTIK DOKTER GIGI YANG ERGONOMIS. Ni Kadek Fiora Rena Pertiwi"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

LITERATURE REVIEW

PENGATURAN RUANG PRAKTIK DOKTER GIGI YANG ERGONOMIS

Ni Kadek Fiora Rena Pertiwi

PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN GIGI DAN PROFESI DOKTER GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

BALI

2018

(2)

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widi Wasa karena atas berkat dan rahmat beliau penulis bisa atau dapat menyelesaikan makalah yang berjudul: “Pengaturan Ruang Praktik Dokter Gigi Yang ERgonomis” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Bila mana ada beberapa kesalahan yang terdapat dalam penulisan Literature Review ini penulis memohon maaf dengan setulus tulusnya. Untuk itu semua saran dan kritik sangat penulis harapkan agar di kemudian hari penulis bisa membuat Literature Review yang lebih sempurna lagi. Besar harapan penulis, semoga Literature Review ini dapat bermanfaat bagi pembaca ataupun penulis selanjutnya.

Denpasar, 7 Desember 2018

Penulis

(3)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar Daftar Isi

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penulisan 1.4 Manfaat Penulisan Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 Pengertian Ergonomis

2.2 Tujuan Menerapkan Ergonomis 2.3 Manfaat Menerapkan Ergonomis 2.4 Peralatan Kerja

2.5 Tata Ruang

2.5.1 Ruang Tunggu 2.5.2 Ruang Admisnistrasi 2.5.3 Ruang Tindakan 2.5.4 Toilet

Bab III Penutup

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

Daftar Gambar

Daftar Pustaka

(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ergonomi mungkin sangat asing bagi kita dalam kehidupan sehari-hari, tetapi sebenarnya ergonomi merupakan hal yang sangat penting untuk kelangsungan hidup kita kedepannya. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan manusia baik fisik maupun mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik (Tarwaka et al., 2004). Secara sederhana ergonomi adalah aturan kerja sedangkan tujuan dari ergonomi adalah sebagai ilmu yang merancang pekerjaan agar sesuai dengan pekerja yang diukur dari segala aspek seperti contohnya menyesuaikan tugas, alat dan peralatan kerja serta stasiun kerja dengan pekerjanya. Hal ini dapat mencegah tekanan yang akan diterima oleh pekerja jika memaksakan aspek ergonomi pada pekerja (OSHA, 2000). Secara lebih rinci ergonomi bertujuan untuk mencegah cedera dan penyakit kerja, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna serta menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi. (Tarwaka et al., 2004).

Menjadi tenaga kesehatan merupakan pekerjaan yang membawa resiko

besar, segala resiko penyakit ergonomis menjadi sebuah boomerang yang sangat

mengancam kesehatan kita untuk masa depan. Mulai dari akibat shift kerja, pola

makan dan tidur hingga pengaturan tata ruang yang tidak ergonomis. Pekerjaan

dokter gigi tentu tidak mudah dan jauh dari kata ergonomis dikarenakan kita

berhubungan langsung dengan dental unit yang tentu desainnya tidak selalu

ergonomis dalam penggunaanya sesuai. Oleh karena itu kitalah yang harus

mengatur tubuh kita agar egonomis dalam bekerja sehingga tidak ada cedera dan

penyakit yang ditimbulkan. Penyakit yang paling sering dialami seorang dokter

gigi adalah gangguan muskuloskeletal yang dikarenakan posisi kerja yang tidak

ergonomis. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya penelitian oleh Leggat,

(5)

Kedjarune dan Smith pada tahun 2007 yang meyatakan bahwa di Australia terjadi kasus Low Back Pain (Nyeri Punggung Bawah) pada dokter gigi sekitar 64%

sedangkan di Belgia terjadi sekitar 52%. Selanjutnya terjadi juga kasus Nyeri Bahu/Leher dengan kasus terbesar terjadi di negara Kanada sebesar 68,5% serta terdapat juga kasus Sindroma Terowongan Karpal terbesar terjadi di negara Amerika Serikat dengan persentase sebesar 76% (Soemarko, 2013).

Dari data diatas dapat dilihat bahwa keergonomisan sangat penting bagi setiap orang untuk mencegah cedera dan penyakit pada saat kerja. Selain posisi kerja, pengaturan ruang kerja juga sangat penting untuk mencegah cedera dan penyakit kerja. Selain kesehatan pasien, kesehatan pelayan kesehatan serta tenaga kesehatan juga harus diperhatikan. Pengaturan ruang kerja yang kondusif dapat menyebabkan pasien lebih nyaman serta membuat aman si tenaga kesehatan sehingga tidak akan timbul penyakit-penyakit seperti diatas (Giri, 2018).

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana pengaturan ruang praktik dokter gigi yang ergonomis?

1.3 Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui ruang praktik dokter gigi yang ergonomis sehingga dapat mencegah cederan dan penyakit kerja pada pasien maupun dokter gigi dan asistennya.

1.4 Manfaat Penulisan

Dengan adanya Literature Review ini dapat menambah pengetahuan

tentang tata ruang praktik yang ergonomis.

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Ergonomis

Pengertian Ergonomi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yakni dari kata ergon yang artinya kerja dan nomo yang berarti peraturan. Jadi secara erimologi ergonomi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara manusia dengan aspek-aspek lain dalam suatu sistem, serta profesi yang menggunakan teori, prinsip, data, dan metode dalam perancangan dan pengerjaanya untuk mengoptimalkan sistem agar sesuai dengan kebutuhan, kelemahan, dan keterampilan manusia serta tidak dapat menyebabkan cedera dan penyakit dalam penerapannya (Hedge, A. 2013).

2.2 Tujuan Menerapkan Ergonomi

Adapun tujuan dari diterapkannha prinsip ergonomi ketika bekerja adalah:

1. Ergonomi bertujuan meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental dengan car pencegahan cidera dan penyakiat akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, dan mengupayahkan promosi dan kepuasaan kerja.

2. Ergonomi bertujuan untuk peningkatakan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir secara tepat dan meningkatkan jaminan sosial selama kurun waktu usia produktif maupun juga setelah produktif.

3. Ergonomi bertujuan menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai macam aspek yakni aspek ekonomi, aspek teknis, antropologis dan juga budaya setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi (Hedge, A. 2013).

2.3 Manfaat Menerapkan Ergonomi

Manfaat yang didapatkan dengan menerapkan ergonomi yaitu mengerti

mengenai pengaruh dari suatu jenis pekerjaan pada diri pekerja dan kinerja

pekerja, dapat memperkirakan potensi pengaruh pekerjaan pada tubuh pekerja,

mengevaluasi kesesuaian antara tempat kerja dan peralatan kerja dengan pekerja

(7)

saat bekerja, meningkatkan produktivitas dan upaya untuk menciptakan kesesuaian antara kemampuan pekerja dengan persyaratan kerja, membangun pengetahuan dasar sehingga mendorong pekerja untuk meningkatkan produktivitas, mencegah dan mengurangi resiko timbulnya penyakit pada pekerja akibat kerja, meningkatkan faktor keselamatan kerja, meningkatkan pendapatan, keuntungan, keselamatan, dan kesejahteraan untuk individu dan institusi (Setyawan, 2012).

2.4 Peralatan Kerja

Peralatan kerja dalam kedokteran gigi biasa disebut dengan dental unit.

Peralatan ini wajib dimiliki oleh seorang dokter gigi (Briefing, 2018). Beberapa alat yang wajib dimiliki oleh seorang dokter gigi antara lain:

2.4.1 Dental Pinset

Dental pinset sebenarnya menyerupai pinset pada umumnya. Namun untuk dental pinset di desain menyesuaikan bentuk mulut agar nyaman ketika digunakan. Selain itu, bagian penahan dari dental pinset juga lebih kuat dari pinset umumnya. Hal ini karena fungsi dental pinset untuk menjepit kapas, kasa, yang digunakan untuk membersihkan gigi harus kuat dan tiak mudah terlepas.

2.4.2 Spiegel/Mirror Mouth

Spiegel merupakan alat kedokteran gigi yang berfungsi untuk mendiagnosa masalah oral pada gigi. Spiegel tools tersebut terdiri dari cermin kecil yang bisa dimasukkan ke dalam mulut. Cermin tersebutlah yang membantu dokter untuk melihat dan mengetahui bentuk fisik dari gigi yang sedang bermasalah sehingga dokter dapat dengan mudah mendiagnosa apa yang terjadi terhadap gigi tersebut.

Fungsi dari spiegel meliputi :

1. Mengetahui adanya tanda-tanda karang gigi, lubang gigi, ataupun debris pada gigi

2. Membantu dalam melihat permukaan gigi dan gusi yang sulit terlihat.

3. Mencari tahu adanya kelainan dan masalah pada gusi, lidah, rongga mulut

maupun palatum.

(8)

4. Membantu dokter dalam memperluas wilayah pekerjaan karena alat ini membantu dalam menahan lidah, bibir maupun pipi yang dapat menghalangi dokter dalam mengatasi permasalahan pada gigi.

5. Membantu dalam melihat hasil reparasi atau pengobatan yang sudah dilakukan sebelumnya.

2.4.3 Excavator

Excavator adalah alat kesehatan gigi yang bentuknya seperti alat pengeruk.

Sesuai dengan bentuk fisiknya, alat ini digunakan untuk mengeruk atau membongkar tumpatan sementara pada gigi, membersihkan karies gigi dengan jaringan lunak, dapat membersihkan dan menghilangkan kotoran yang melekat pada lubang gigi, serta dapat mengambil kelebihan amalgam, cement, maupun fletcher.

2.4.4 Scaler

Alat scaling gigi atau biasa dikenal dengan sebutan scaler ini sangat berperan penting dalam menangani masalah karang pada gigi. Alat ini sebenarnya bisa digunakan secara pribadi karena penggunaannya yang cukup mudah selama mengikuti petunjuk penggunaannya. Scaler terdiri dari berbagai model tergantung dengan fungsi yang dimiliki. Scaler terdiri dari file scaler, chisel scaler, hoe scaler, curret scaler, serta sickle scaler.

2.4.5 Dental Rontgen

Dental rontgen digunakan untuk melihat kondisi gigi yang tidak dapat dilihat oleh mata telanjang dengan lebih jelas. Dental rontgen bisa membantu dokter untuk menemukan masalah pada kelainan jaringan gigi seperti pada akar gigi, gusi, maupun jaringan di dalam gigi lainnya. Dental rontgen biasanya akan digunakan jika kondisi gigi pasien cukup parah dan sulit untuk di diagnosa.

2.4.6 Handpiece

Alat bor gigi biasanya berfungsi dalam menghilangkan atau mencabut gigi

yang sakit, namun tidak bisa dicabut menggunakan alat pencabut biasa. Gigi yang

(9)

dimaksud tersebut adalah gigi yang kondisinya berlubang, namun akar gigi masih kuat sehingga tidak memungkinkan untuk dicabut menggunakan alat pencabut biasa. Alat bor gigi ini tidak boleh sembarang digunakan karena dikhawatirkan dapat merusak saraf pada gusi.

2.4.7 Alat Cabut Gigi

Alat cabut gigi merupakan alat kedokteran gigi yang bentuknya menyerupai seperti tang namun dengan bentuk yang lebih kecil. Alat cabut gigi yang menyerupai tang ini berfungsi dalam menghantarkan tekanan pada gigi sehingga dapat mengakibatkan luksasi, dilatasi alveolus, serta pencabutan pada gigi. Desain alat ini harus dibuat senyaman dan seaman mungkin, baik bagi pasien maupun bagi dokter.

Alat ini terdiri dari berbagai desain tergantung kebutuhannya. Alat ini dibedakan pada masing-masing pengguanaannya. Seperti tang gigi bagi anak- anak, tentu berbeda dengan tang gigi bagi orang dewasa. Tang pencabut gigi geraham tentu berbeda dengan tang pencabut gigi bagi gigi lainnya. jika salah dalam menggunakan, alat ini dapat menyebabkan rasa sakit pada gigi dan ketidaknyamanan.

2.5 Tata Ruang 2.5.1 Ruang Tunggu

Sebelum pasien memasuki ruang tindakan, pasien terlebih dahulu menuju ruang tunggu. Ruang tunggu harus diatur menjadi ruangan yang nyaman untuk pasien agar tidak bosan dan tidak berkesan buruk bagi pasien. Faktor yang mempengaruhi penataan ruang tunggu pasien salah satunya adalah warna, penerangan, fasilitas tambahan dan yang paling penting adalah tempat duduk yang ergonomis (Tanuwidjaja et al., 2015). Warna yang cocok digunakan di ruang tunggu adalah warna hijau dan kuning. Warna hijau yang menggambarkan ketenangan dan warna kuning yang menggambarkan kegembiraan (Zein, 2013).

Yang terpenting dari ruang tunggu adalah kursi, kursi atau tempat duduk yang

digunakan harus ergonomis yang berisi backrest serta footrest mengingat pasien

harus duduk untuk menunggu gilirannya. Penambahan footrest bertujuan untuk

(10)

memperlancar peredaran darah di bagian kaki dan backrest pada kursi berfungsi untuk menopang seluruh tulang belakang dan beban punggung (Pardede, 2013).

Terakhir yaitu penerangan, di dalam ruang tunggu diperlukan pencahayaan yang baik agar dapat menarik minat pasien untuk datang dan tidak merasa bosan saat berada di ruang tunggu (Tanuwidjaja et al., 2015).

2.5.2 Ruang Administrasi

Ruang administrasi adalah ruang pertama yang didatangi pasien. Dalam ruangan ini disedikan segala kesiapan administrasi berupa alat tulis, telepon, meja dan kursi. dalam praktik pribadi dokter maupun dokter gigi, ruang administrasi biasanya cenderung tergabung dengan ruang tunggu. Untuk mencapai keselamatan kerja yang aman, nyaman dan produktif, meja dan kursi yang digunakan di ruang administrasi hendakknya dirancang agar ergonomis.

Perancangan meja yang ergonomis untuk petugas administrasi hendaknya disesuaikan dengan karakteristik petugas dan pekerjaannya. Diruang admisnistrasi petugas melakukan segala kegitanya dimulai dari mengetik, menulis, dan merapikan meja kerjanya. Bentuk meja hendaknya memudahkan petugas untuk bergerak dan tinggi meja disesuiakan dengan tinggi siku petugas, agar petugas nyaman dalam berkerja, sehingga hasilnya maksimal. Untuk kenyamaan dalam bekerja hendaknya meja dilengkapi dengan footrest agar petugas tidak cepat merasa kesemutan. Selain itu meja tentunya harus dibuat dari bahan yang kuat agar memberi rasa aman bagi penggunanya. Warnanya pun harus disesuikan dengan lingkungan kantor dan tidak memantulkan cahaya, misalnya dengan memberikan warna biru agar memberikan ketenangan pada petugas (Santoso, 2008).

Dalam meja administrasi tentu ada barang-barang yang berkaitan dengan

keperluan administrasi berupa alat tulis, telepon, dan yang paling utama adalah

computer yang tentunya harus dilakukan secara ergonomis. Dalam pentaaannya

alat-alat kelengkapan admistrasi tersebut hendaknya dapat dijangkau dengan

mudah oleh petugas, sehingga tidak terjadi kontraksi otot yang berlebih. Jika

dalam bekerja petugas administrasi menggunakan computer, hendaknya computer

harus diletakan dengan jarak 60 cm dari mata penggunanya. Bentuk keyboard

(11)

yang disarankan adalah yang membutuhkan sentuhan ringan. Selain itu penataan kabel juga harus dirapikan untuk menghindari terjadinya konsleting listri yang berakibat fatal. Sebaiknya kabel dilapisi dengan isolasi atau pipa dan letaknya tidak melintang dijalan, sehingga petugas dapat bekerja dengan nyaman (Puti, 2015).

Untuk perancangan kursi hendaknya yang dapat diatur tinggi rendahnya dengan memutar tiang sandaran kursi agar dapat disesuaikan dengan antropologi petugas. Kursi juga hendaknya dilengkapi dengan tempat sandaran agar pinggang dapat berelaksasi, tujuannya adalah untuk menghindari ketegangan otot yang terlalu lama sehingga akan menimbulkan kelelahan yang berlebih (Santoso, 2008).

2.5.3 Ruang Tindakan

Ruang tindakan merupakan tempat utama dalam praktek dokter gigi untuk melakukan pekerjaannya. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada ruang tindakan antara lain:

1. Jalur kerja dan pergerakan

Berdasarkan konsep Four Handed Dentistry dikenal konsep pembagian zona kerja disekitar Dental Unit yang biasa disebut Clock Concept. Clock Consept dibagi menjadi 4 zone diantaranya:

1.1 Static Zone

Static zone dimana zona saat kepala pasien dijadikan pusat dan jam 12 terletak tepat di belakang kepala pasien atau pada arah jam 11 sampai jam 2.

Static Zone merupakan daerah tanpa pergerakan dokter gigi maupun perawat gigi serta tidak terlihat oleh pasien, zona ini untuk menempatkan meja instrumen bergerak (Mobile Cabinet) yang berisi instrumen tangan serta peralatan lainnya.

1.2 Assisten’s Zone

Assisten’s Zone atau pada arah jam 2 sampai jam 4. Assistant’s Zone

adalah zona tempat pergerakan perawat gigi, pada Dental Unit di sisi ini biasanya

dilengkapi dengan semprotan air/angin dan penghisap ludah, serta light cure

unit pada dental unit yang lengkap.

(12)

1.3 Transfer Zone

Transfer Zone atau pada arah jam 4 sampai jam 8. Transfer Zone merupakan daerah tempat pertukaran alat dan bahan antara tangan dokter gigi dan tangan perawat gigi.

1.4 Operator’s Zone

Operator Zone atau pada arah jam 8 sampai jam 11. Operator’s zone sebagai tempat pergerakan dokter gigi selain pergerakan yang terjadi di seputar Dental Unit, pergerakan lain yang perlu diperhatikan ketika membuat desain tata letak alat kedokteran gigi. (Finkbeiner,2010)

2. Tata letak penempatan alat

Prinsip utama dalam desain tata letak penempatan alat kedokteran gigi di ruang praktek dokter gigi dengan menggunakan prinsip ergonomis, yaitu menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan manusia, baik fisik maupun mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik letak hanyalah salah satu faktor dalam ergonomis.

Berdasarkan Consideration in an Ergonomic Standard for Dentistry, ukuran minimal ruang tindakan untuk satu Dental Unit adalah 2,5 X 3,5 meter.

Didalam ruang tindakan ini dapat dimasukan satu buah Dental Unit, Mobile Cabinet, serta dua buah Dental Stool. Penunjang lain yang dapat dimasukan seperti audio-video atau televisi sebagai hiburan pasien yang sedang dirawat.

Hal utama dalam mendesain penempatan peralatan adalah terhadap dental unit. Pada saat posisi rebah panjang dental unit adalah sekitar 1,8-2 meter.

Dibelakang Dental Unit dibutuhkan ruang sebesar 1 Meter untuk Operator’s

Zone dan Static Zone, oleh karena itu jarak ideal antara ujung bawah Dental

Unit dengan dinding belakang atau Dental Cabinet yang diletakkan di belakang

adalah 3 Meter; sedangkan jarak antara ujung bawah Dental Unit dengan

dinding depan minimal 0,5 Meter. Umumnya Dental Unit memiliki lebar 0,9

meter, bila Tray dalam kondisi terbuka keluar maka lebar keseluruhan umumnya

1,5 cm. Untuk pergerakan di Operator’s Zone dan Asistant’s Zone, tiap sisi

minimal berjarak 0,8 meter. Mobile Cabinet sebagai tempat menyimpan bahan

(13)

dan alat yang akan digunakan pada saat perawatan diletakan di Static Zone. Zona ini tidak akan terlihat oleh pasien dan terletak diantara Operator’s Zone dan Assistant Zone sehingga baik dokter gigi maupun perawat gigi akan dengan mudah mengambil bahan maupun alat yang diperlukan dalam perawatan.

Jika Mobile Cabinet lebih dari satu, maka Mobile Cabinet kedua diletakan di Operator’s Zone. (Pendyala,2014)

Alat besar terakhir yang berada di ruang tindakan adalah Dental Cabinet sebagai tempat penyimpanan utama bahan maupun alat kedokteran gigi.

Umumnya berbentuk bufet setengah badan seperti Kitchen Cabinet dengan ketebalan 0,6-0,8 meter. Jika hanya satu sisi, lemari ini ditempatkan di Static Zone, sedangkan bila berbentuk L, ditempatkan di Static Zone dan Assistant’s Zone. Terdapat pula faktor lain yang merupakan unsur ergonomis dalam desain ruang tindakan seperti desain warna, pencahayaan, suhu, kebisingan, dan kualitas udara ruangan dll. (Pendyala,2014)

2.5.4 Toilet

Disaat seorang dokter gigi akan membuka ruang prakteknya sendiri, hal yang tidak kalah penting adalah tersedianya toilet bagi dokter gigi maupun pasiennya. Pada umumnya, toilet dokter dipisahkan dengan toilet pasien.

Walaupun terdengar sepele, namun toilet yang tersedia haruslah dijaga kebersihan dan kenyamanannya. Toilet harus dilengkapi dengan wastafel, tisu toilet, sanitasi dan ventilasi yang sangat baik karena merupakan daerah yang beresiko tinggi untuk menularkan penyakit. Hal yang tidak kalah penting juga ialah menyiapkan tempat sampah kecil di dekat kloset dan keset kaki di pintu masuk toilet. Toilet pasien biasanya terletak di dekat ruang tunggu. Hal ini dilakukan agar pasien tidak perlu berjalan lebih jauh menuju ke toilet saat sedang menunggu antriannya.

Sedangkan untuk toilet dokter gigi sendiri biasanya terletak di dekat runag

prakteknya agar dokter gigi dapat lebih leluasa dan efektif dalam menangani

pasien. Pencahayaan yang digunakan dalam toilet juga harus sesuai dengan lebar

toilet agar cahayanya tidak lebih maupun tidak kurang. Desain dan warna toilet

yang digunakan dapat disesuaikan dengan warna ruangan lainnya agar

menghasilkan keserasian antar ruangan. Untuk pasien dokter gigi anak, biasanya

(14)

desain dan warna toilet menggunakan warna-warna yang cerah dan karakter

karakter kartun atau film yang disukai anak-anak. Sedangkan untuk orang dewasa,

biasanya desain dan warna toilet yang digunakan adalah warna-warna yang

lembut atau warna pastel (Kusumadewi, 2018).

(15)

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Ergonomi adalah aturan kerja yang mempelajari tentang hubungan antar manusia dan lingkungan kerja serta aspek lainnya. Tujuan dari ergonomi ini adalah untuk mencegah adanya cedera dan penyakit akibat adanya kecelakaan kerja yang disebabkan ketidakergonomisan lingkungan kerja dan peralatan kerja. Sebagai seorang dengan pekerjaan yang memiliki resiko besar terkena dampak ketidakergonomisan yaitu gangguan muskuloskleta;, seorang dokter gigi harus mengatur ruang praktiknya sedemikian rupa sehingga baik pasien maupun operator bisa bekerja dengan sehat, aman, nyaman dan produktif.

3.2 Saran

3.2.1 Saran Kepada Mahasiswa

Sebagai seorang calon dokter gigi kita yang akan terlibat

langsung dengan cara kerja, lingkungan kerja maupun pasien kita harus mengetahui bagaimana ruang kerja yang ergonomis sehingga nantinya seperti tujuan penerapan ergonomis dapat tercapai sehingga gangguan muskuloskeletal dapat diminimalisir.

3.2.2 Saran Kepada Masyarakat

Masyarakat harus mengetahui posisi ergonomis sebagai seorang pasien dokter gigi agar ketika operator bekerja baik dokter maupun pasien dapat merasa aman, nyaman dn produktif sehingga

meminimalisir adanya kecelakaan kerja.

(16)

DAFTAR GAMBAR

1. Peralatan Kerja 1.1 Dental Pinset

Sumber : https://www.tokopedia.com/meditekreagent/pinset-dental-model-ujung- bengkok

1.2 Spiegel/Mirror Mouth

Sumber : https://www.tokopedia.com/halodentcom/halodent-dental-mouth-mirror-

kaca-mulut-dengan-gagang

(17)

1.3 Excavator

Sumber : https://medicom.co.id/collections/instrument-tambal-gigi

1.4 Scaler

Sumber : https://www.amazon.com/Anterior-Posterior-Periodontics-Instrument-

Jaquette/dp/B01ATLRSR2

(18)

1.5 Dental Rongent

Sumber : https://indonesian.alibaba.com/product-detail/mobile-dental-x-ray-unit- x-ray-dental-machine-price-60549819048.html

1.6 HandPiece

Sumber : https://www.ebay.com/bhp/dental-handpiece

(19)

1.7 Alat Cabut Gigi

Sumber : https://www.tokopedia.com/queendental/tang-cabut-gigi-dewasa

2. Tata Ruang

2.1 Ruang Tunggu dan Ruang Administrasi

Gambar ruang tunggu dan ruang adiministrasi

di klinik dokter gigi (Tanuwidjaja et al., 2015).

(20)

2.2 Ruang Tindakan 1. Operator’s Zone

Sumber : jaypeejournals.com 2. Tata Letak Penempatan Alat

Sumber : kjp.web.id

Sumber : pergerakan dalam ruang pemeriksaan ( Kilpatrick,1974)

(21)

2.4 Toilet

Sumber: https://www.elledecor.com/design-decorate/room-ideas/g1595/modern-

luxury-bathrooms/

(22)

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

1. American College of Prosthodontics. 2014. Facts and Figures. Available online at: http:// www.gotoapro.org/news/facts--figures/ (diakses 24 September 2014).

2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar:

Kementrian Kesehatan RI. Available onlineat: www.litbang.depkes.go.id (diakses 20September 2014).

3. Emini. Gigi tiruan dan perilaku ibadah, jurnal health quality. 2013:4(1):28-31.

4. Knezovic-Zlataric, Dubravka, 2001, The Influence of Kennedy’s Classification, Partial Denture Material and Construction on Patients’ Satisfaction.

ActaStomatol Croat; 35: 77-81

5. Hayu, Aditya. 2011. Penetapan Gigit pada Pembuatan Gigi Tiruan Lengkap.

Surabaya :Departemen Prostodonsia Universitas Airlangga. Diakses pada https://justanothersupergirl.files.wordpress.com/2011/01/penetapan-gigit-gtl1.pdf 6. Cahyono Yudianto 2015. Penetapan Gigit. Universitas Jember. April 2015.

7. Conti, ACFC, Oltramari, PVP., Navarro, RL., Almeida, MR. Examination of Temporomandibular Disorders in The Orthodontics Patient: A Clinical Guide. J Appl Oral Sci. 2007; 15(1): 77-82.

8. Ogus, H.D dan P.A. Toller. Gangguan Sendi Temporomandibula. Hipokrates.

1990. Jakarta.

9. Bhalajhi SI. Orthodontics The Art and Science, 6

th

Ed., New Delhi: Arya Publushing House; 2015.

10.Soeprapto A. Pedoman dan Tatalaksana Praktik Kedokteran Gigi,

Yogayakarta: Jembatan Merah; 2017.

(23)

11.Rahman F. Gigi Tiruan Lengkap. Padang: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Baiturahman; 2016.

12.W.H. Itjiningsih. 1993. Geligi Tiruan Lengkap Lepas. Jakarta: EGC. Pp : 62- 73

13.Zarb, George A. 2002. Buku Ajar Prostodonti untuk Pasien Tak Bergigi Menurut Boucher. Jakarta: EGC. Pp : 261-263

14.Watt, David M dan MacGregor, A. Roy. 1992. Membuat Desain Gigi Tiruan

Lengkap. Jakarta: Hipokrates. Pp : 187-197

Gambar

Gambar ruang tunggu dan ruang adiministrasi   di klinik dokter gigi (Tanuwidjaja et al., 2015)

Referensi

Dokumen terkait