• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEANEKARAGAMAN IKAN DI SUNGAI PEUSANGAN, KABUPATEN ACEH TENGAH, PROVINSI ACEH SKRIPSI RIRIN PUSPITA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KEANEKARAGAMAN IKAN DI SUNGAI PEUSANGAN, KABUPATEN ACEH TENGAH, PROVINSI ACEH SKRIPSI RIRIN PUSPITA"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)KEANEKARAGAMAN IKAN DI SUNGAI PEUSANGAN, KABUPATEN ACEH TENGAH, PROVINSI ACEH. SKRIPSI. RIRIN PUSPITA 140805066. PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(2) KEANEKARAGAMAN IKAN DI SUNGAI PEUSANGAN, KABUPATEN ACEH TENGAH, PROVINSI ACEH. SKRIPSI. Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains. RIRIN PUSPITA 140805066. PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(3) PERNYATAAN ORISINALITAS. KEANEKARAGAMAN IKAN DI SUNGAI PEUSANGAN, KABUPATEN ACEH TENGAH, PROVINSI ACEH. SKRIPSI. Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.. Medan, 9 Juli 2019. Ririn Puspita 140805066. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(4) PENGESAHAN SKRIPSI. Judul. : Keanekaragaman Ikan di Sungai Peusangan, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh. Kategori. : Skripsi. Nama. : Ririn Puspita. Nomor Induk Mahasiswa. : 140805066. Program Studi. : Sarjana S-1 Biologi. Fakultas. : MIPA – Universitas Sumatera Utara. Disetujui di Medan, Juli 2019. Ketua Program Studi. Pembimbing,. Dr. Saleha Hannum, M.Si NIP. 197108312000122001. Dr. Hesti Wahyuningsih, M.Si NIP. 196910181994122002. i UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(5) KEANEKARAGAMAN IKAN DI SUNGAI PEUSANGAN, KABUPATEN ACEH TENGAH, PROVINSI ACEH. ABSTRAK. Penelitian mengenai keanekaragaman ikan di Sungai Peusangan, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh telah dilaksanakan pada September hingga Oktober 2018 dengan tujuan untuk menganalisis indeks keanekaragaman ikan dan hubungannya terhadap faktor fisik kimia peraairan. Metode penelitian yang digunakan yaitu Purposive Sampling dengan menentukan empat stasiun pengambilan sampel berdasarkan aktivitas di sekitar stasiun tersebut. Analisis data meliputi kepadatan, kepadatan relatif, frekuensi kehadiran, indeks keanekaragaman dan indeks keseragaman. Parameter fisik-kimia perairan yang diukur meliputi suhu, kecepatan arus, intensitas cahaya, penetrasi cahaya, pH, Dissolved Oxygen (DO), Biochemical Oxygen Demand (BOD), nitrat, dan fosfat. Sepuluh jenis ikan yang diperoleh diklasifikasikan ke dalam 4 ordo (Perciformes, Cypriniformes, Cyprinodontiformes, Siluriformes) dan 6 famili (Cichilidae, Channidae, Cyprinidae, Poecilidae, Clariidae, Loricariidae). Kepadatan tertinggi diperoleh spesies Xiphophorus hellerii sebanyak 1 individu/m2. Indeks keanekaragaman tertinggi diperoleh pada stasiun 2 dengan nilai 1,89 dan terendah pada stasiun 4 dengan nilai 1,52. Fosfat dan kecepatan arus memiliki nilai korelasi yang kuat terhadap keanekaragaman ikan. Kata Kunci: Ikan, Keanekaragaman, Sungai Peusangan. ii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(6) FISH DIVERSITY IN PEUSANGAN RIVER, MIDDLE ACEH DISTRICT, ACEH PROVINCE. ABSTRACT. Research on fish diversity in Peusangan River, Middle Aceh District, Aceh Province has been observed from September until October 2018 aiming to analyze the diversity indices of fishes and relationship to chemical-physical of water. The research method was “Purposive Sampling” by determining the four stations of enforcement stations based on activities around the station. Data analysis includes density, relative density, frequency of attendance, diversity indices and evenness indices. The parameters of the chemical-physical of the water including the temperature, pH, light intensity, light penetration, dissolved oxygen, biochemical oxygen demand, nitrate and phosphate content. Ten species of fishes that obtained from observation sites were classified into 4 ordines (Perciformes, Cypriniformes, Cyprinodontiformes, Siluriformes) and 6 families (Cichilidae, Channida, Cyprinidae, Poecilidae, Clariidae, Loricariidae). The highest population was Xiphophorus hellerii with value 1 individuals/m2. The highest diversity indices was found in station 2 with value 1.89 and the lowest diversity indices was found in station 4 with value 1.52. River flow and phosphate content were strongly correlated to the diversity of fishes. Keywords: Fish, Diversity, Peusangan River. iii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(7) PENGHARGAAN. Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Keanekaragaman Ikan di Sungai Peusangan, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh”. Terimakasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Hesti Wahyuningsih, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulisan skripsi ini agar menjadi lebih baik. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ing. Ternala A. Barus, M.Sc selaku dosen penguji I dan Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku dosen penguji II yang telah memberikan banyak masukan dan arahan dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Saleha Hannum, M.Si selaku ketua program studi Biologi dan Bapak Riyanto Sinaga, S.Si., M.Si selaku sekretaris program studi Biologi dan dosen penasehat akademik. Penulis juga menyampaikan rasa terimakasih kepada dosen-dosen serta staf pegawai program studi Biologi FMIPA USU yang telah membantu penulis menjalankan masa perkuliahan. Ucapan terimakasih terbesar penulis sampaikan kepada Ayahanda Ramzi Jalal dan Ibunda Adriana Siregar yang tanpa henti memberikan doa, semangat, dan kasih sayang kepada penulis agar dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Kakanda Dedi Fahrozi yang tanpa henti memberikan dukungan kepada penulis. Selanjutnya penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Sujodno dan Ibu Agustina Siregar yang telah menjaga dan menyayangi penulis dengan sepenuh hati selama masa perkuliahan ini. Tak lupa pula penulis mengucapkan terimakasih atas dukungan yang luar biasa dari keluarga besar Syamaun Harun dan keluarga besar Suwel Siregar. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Zuhri dan keluarga yang telah menolong penulis dalam melaksanakan penelitian di Sungai Peusangan. Penulis juga menyampaikan rasa terimakasih kepada Nauratul Iqramah, Fadhil Ramadhan, Balhqis Aisyah sebagai sahabat yang selalu. iv UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(8) mendukung penulis dalam suka maupun duka. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada para sahabat selama perkuliahan Yuli Andriani, Dita Isnaini Rambe, Mutia Muharani, Raysa Zahra, Alvina Sucia dan teman-teman Genom 2014 lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah menemani perjalanan penulis dari semester satu hingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih penulis sampaikan kepada rekan-rekan Asisten Laboratorium Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan tahun 2017-2019. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada kakak asuh stambuk 2012 dan adik asuh stambuk 2016 yang telah memberikan dukungan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan naskah skripsi ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat dan memberikan informasi yang berguna bagi semua pihak. Medan, Juli 2019. Ririn Puspita. v UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(9) DAFTAR ISI. Halaman LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK ABSTRACT PENGHARGAAN DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB 1. BAB 2. BAB 3. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Penelitian. i ii iii iv vi viii ix x. 1 2 3 3. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EkosistemSungai 2.2 Keanekaragaman Ikan di Sungai 2.3 Ikan Sebagai Bioindikator 2.4 Pengelompokan Ikan 2.4.1 Berdasarkan Klasifikasi 2.4.2 Berdasarkan Kebiasaan Makan 2.4.3 Berdasarkan Habitat Hidupnya 2.5 Faktor Fisik-Kimia Perairan 2.5.1 Suhu 2.5.2 Intensitas Cahaya 2.5.3 Oksigen Terlarut 2.5.4 BOD5 2.5.5 pH (Derajat Keasaman) 2.5.6 Penetrasi Cahaya 2.5.7 Kecepatan Arus 2.5.8 Nitrat (NO3) dan Fosfat (PO4). 4 5 6 7 7 8 9 10 10 11 11 11 11 11 12 12. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Deskripsi Area 3.2.1 Stasiun I 3.2.2 Stasiun II 3.2.3 Stasiun III 3.2.4 Stasiun IV. 13 13 13 14 14 15. 3.3. 15. Metode Penelitian. vi UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(10) 3.4. BAB 4. BAB 5. 3.3.1 Pengambilan Sampel 3.3.2 Pengukuran Faktor Fisik-Kimia Perairan Analisa Data 3.4.1 Kepadatan (K) 3.4.2 Kepadatan Relatif (KR) 3.4.3 Frekuensi Kehadiran (FK) 3.4.4 Indeks Keanekaragaman Diversitas ShannonWiener (H’) 3.4.5 Indeks Equitabilitas/Indeks Keseragaman (E) 3.4.6 Analisis Korelasi. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis-Jenis Ikan 4.2 Kepadatan, Kepadatan Relatif, Frekuensi Kehadiran Ikan 4.3 Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Ikan 4.4 Faktor Fisik Kimia Perairan 4.4.1 Suhu 4.4.2 Intensitas Cahaya 4.4.3 Penetrasi Cahaya 4.4.4 Kecepatan Arus 4.4.5 pH 4.4.6 Dissolved Oxygen (DO) 4.4.7 Biochemical Oxygen Demand (BOD) 4.4.8 Kejenuhan Oksigen 4.4.9 Nitrat (NO3) 4.4.10 Fosfat (PO4) 4.5 Analis Korelasi Pearson KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN. 15 16 18 18 18 18 19 19. 20 26 29 30 30 31 31 32 32 32 33 34 34 35 35. 37 37 38 40. vii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(11) DAFTAR TABEL. Nomor Tabel 3.1 4.1 4.2. 4.3. 4.4 4.5. Judul. Halaman. Alat dan Satuan yang digunakan dalam pengukuran faktor fisik-kimia perairan Klasifikasi dan jenis-jenis Ikan yang diperoleh pada Sungai Peusangan Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran Ikan di Sungai Peusangan Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Ikan yang diperoleh di Sungai Peusangan, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh Faktor Fisik-Kimia perairan di Sungai Peusangan, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh Hubungan antara Indeks Keanekaragaman Ikan dan Faktor fisik-kimia Perairan. 17 20 26. 29. 30 35. viii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(12) DAFTAR GAMBAR. Nomor Gambar 3.1 3.2 3.3 3.4 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10. Judul. Halaman. Stasiun I di Desa Bale Atu, Kecamatan Lut Tawar Stasiun II di Desa Kayu Kul, Kecamatan Pegasing Stasiun III di Desa Lenga, Kecamatan Bies Stasiun IV di Desa Semelit Mutiara, Kecamatan Silih Nara Oreochromis niloticus Channa striata Osteochillus kappenii Osteochillus vittatus Rasbora sumatrana Poropuntius tawarensis Poecilia reticulata Xiphophorus hellerii Clarias batrachus Liposarcus pardalis. 13 14 14 15 21 21 22 22 23 23 24 24 25 25. ix UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(13) DAFTAR LAMPIRAN. Nomor Lampiran 1 2 3 4 5 6 7 8 9. Judul. Halaman. Peta lokasi penelitian Bagan kerja metode winkler untuk mengukur DO Bagan kerja metode winkler untuk mengukur BOD5 Tabel kelarutan oksigen Data Mentah dan Contoh perhitungan Hasil pengukuran nitrat Hasil pengukuran fosfat Analisis korelasi SPSS Ver 22.00 Foto Alat dan Cara Kerja Penelitian. 41 42 43 44 45 47 48 52 54. x UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(14) 1. BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang Indonesia yang merupakan negara megabiodiversity nomor dua setelah. Brasil, memiliki 1300 jenis ikan air tawar dengan kepadatan 0,72 jenis/1000 km 2. Habitat-habitat yang kaya akan air tawar mencakup sungai-sungai di pegunungan dan dataran rendah, rawa-rawa gambut dan danau-danau. Kekayaan jenis (species richness) dan endemisitas (endemism) merupakan dua atribut yang sangat penting dalam biodiversitas. Biodiversitas ekosistem air tawar kurang mendapat perhatian dalam proses pembangunan. Akibatnya berbagai aktivitas pembangunan mengancam kelestarian kekayaan biota perairan tawar (Wargasasmita, 2002). Sungai Peusangan merupakan salah satu sungai terbesar di Aceh dengan panjang sungai 128 km. Sungai Peusangan melewati 5 kabupaten/kota, yaitu Aceh Tengah, Bener Meriah, Bireun, Aceh Utara dan Kota Lhoseumawe (Khasanah et al., 2010). Sungai yang memiliki nama Wih Peusangan di bagian hulu dan Krueng Peusangan di bagian hilir ini merupakan sumber kehidupan masyarakat yang hidup disekitarnya. Masyarakat masih memanfaatkan air Sungai Peusangan untuk keperluan sehari-hari seperti Mandi, Cuci dan Kakus (MCK) dan irigasi lahan pertanian. Selain air sungai, masyarakat sekitar juga mengonsumsi biota air tawar yang hidup di dalam Sungai Peusangan salah satunya adalah ikan. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan sifat ekologi sungai. Ikan merupakan salah satu komponen biotik dalam perairan yang rentan terhadap perubahan lingkungan terutama yang diakibatkan oleh aktivitas manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Setiap jenis ikan memiliki toleransi yang berbeda terhadap lingkungan untuk dapat hidup dan berkembang biak dengan baik (Fachrul, 2007). Kondisi dan karakteristik habitat perairan termasuk kualitas air sangat berpengaruh terhadap pola persebaran, keanekaragaman dan kelimpahan ikan di dalam suatu perairan. Keanekaragaman jenis biota air tawar dalam suatu perairan menunjukkan kondisi perairan tersebut. Salah satu indikator dari optimal dan lestarinya kondisi. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(15) 2. perairan adalah stabilnya struktur dan komposisi serta tingkat keanekaragaman fauna yang dimiliki oleh perairan tersebut. Keanekaragaman jenis merupakan parameter yang digunakan dalam mengetahui suatu komunitas, parameter ini mencirikan kekayaan jenis dan keseimbangan dalam suatu komunitas. Ekosistem dengan keanekaragaman rendah adalah tidak stabil dan rentan terhadap pengaruh tekanan dari luar dibandingkan dengan ekosistem yang memiliki keanekaragaman yang tinggi. Beberapa penelitian mengenai Sungai Peusangan telah dilakukan, diantaranya kajian hidrologi Sungai Peusangan oleh Husnah et al. (2012) dan studi potensi air sungai oleh Azizah (2012). Menurut Husnah et al.(2012) sungai peusangan telah mengalami proses degradasi ringan hingga moderat. Mencermati pentingnya keberadaan ikan dalam suatu perairan sebagai sumberdaya bagi kebutuhan manusia baik untuk pemenuhan gizi maupun kegiatan perekonomian, mendorong manusia untuk mengeksploitasi sumberdaya tersebut secara berlebihan. Beberapa hasil kajian menunjukkan bahwa intensitas pemanfaatan sumberdaya ikan yang terus meningkat, dengan sedikit upaya pengelolaan telah menyebabkan terjadinya kehilangan yang cukup besar terhadap keanekaragaman sumberdaya ikan dan habitatnya (Wargasasmita, 2002).. 1.2. Rumusan Permasalahan Sungai Peusangan merupakan sungai yang melintasi 5 kabupaten/kota di. provinsi Aceh dengan bagian hulu sungai berada di kabupaten Aceh Tengah dan hilir sungai berada di kabupaten Bireun. Sungai Peusangan sering dimanfaatkan oleh masyarakat lokal untuk keperluan sehari-hari maupun oleh industri-industri yang berada disekitarnya. Saat ini Sungai Peusangan mengalami degradasi ringan hinggamoderat dikarenakan adanya aktifitas masyarakat seperti pertanian dan pertambangan di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) yang menyebabkan kondisi perairan terganggu dan mempengaruhi stabilitas ekosistem perairan tersebut serta mengancam keberadaan biota yang hidup di sungai Peusangan, salah satunya adalah ikan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian keanekaragaman ikan di Sungai Peusangan untuk melihat kondisi perairan di Sungai Peusangan.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(16) 3. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:. a. Untuk menganalisis keanekaragaman ikan di Sungai Peusangan, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh. b. Untuk menganalisis hubungan indeks keanekaragaman ikan dan faktor fisik kimia perairan di Sungai Peusangan, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh.. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian. ini. diharapkan. dapat. memberikan. informasi. terkait. keanekaragaman ikan serta hubungannya terhadap faktor fisik kimia perairan di Sungai Peusangan, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(17) 4. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Ekosistem Sungai Sungai merupakan suatu perairan terbuka yang memiliki arus, perbedaan. gradien lingkungan, serta masih dipengaruhi daratan. Sungai memiliki beberapa ciri antara lain : memiliki arus, waktu tinggal air, organisme yang ada memiliki adaptasi khusus, substrat umumnya berupa batuan, kerikil, pasir, dan lumpur, tidak terdapat stratifikasi suhu dan oksigen, serta sangat mudah mengalami pencemaran dan mudah pula menghilangkannya (Odum, 1994). Ditinjau dari segi hidrologi, sungai mempunyai fungsi utama menampung curah hujan dan mengalirkannya sampai ke laut (Azizah, 2012). Sungai dapat digunakan juga untuk berjenis-jenis aspek seperti pembangkit tenaga listrik, pelayaran, pariwisata, perikanan dan lain-lain. Dalam bidang pertanian sungai itu berfungsi sebagai sumber air yang penting untuk irigasi (Fachrul, 2007). Ekosistem sungai dibagi menjadi beberapa zona dimulai dengan zona krenal (mata air) yang umumnya terdapat di daerah hulu. Selanjutnya zona rithral yaitu aliran dari beberapa mata air yang membentuk aliran sungai (Barus, 2004). Sungai dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu bagian hulu dan bagian hilir. Bagian hulu dicirikan dengan volume air kecil, dangkal, berbatu-batu, suhu rendah, dan organisme hidup yang terbatas. Sedangkan bagian hilir dicirikan dengan volume air besar, arus lambat, dasar sungai berpasir sampai berlumpur dan organisme yang hidup beragam (Dalfit, 2012). Menurut Barus (2004), adanya perbedaan keterjalan dari topografi aliran sungai menyebabkan kecepatan arus mulai dari daerah hulu sampai ke hilir akan bervariasi. Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Peusangan merupakan DAS utama di provinsi Aceh dengan luas 238,550 ha. Degradasi hutan yang terjadi di DAS Krueng Peusangan sebagian besar disebabkan oleh aktivitas penebangan kayu dan kebakaran hutan. Banjir, abrasi tepian sungai selama musim penghujan dan turunnya debit sungai selama musim kering dan turunnya volume danau merupakan permasalahan yang muncul akibat degradasi hutan (Khasanah et al., 2010).. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(18) 5. Hulu Krueng Peusangan terletak di Kabupaten Aceh Tengah, yaitu Danau Laut Tawar sebagai sumber air. Saat ini penurunan debit air Danau Laut Tawar sudah dirasakan oleh masyarakat. Selain itu, eksploitasi sumberdaya alam di bidang pertambangan pada wilayah DAS Krueng Peusangan bagian hulu akan berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas air sungai (Ichwana et al., 2012).. 2.2. Keanekaragaman Ikan di Sungai Secara ekologi diasumsikan bahwa keanekaragaman spesies yang tinggi. menunjukkan keseimbangan ekosistem yang lebih baik dan memiliki elastisitas terhadap berbagai bencana, seperti penyakit, predator, dan lainnya. Sebaliknya keanekaragaman rendah menunjukkan sistem stress atau sistem yang sedang mengalami kerusakan misalnya bencana alam, polusi, dan lain-lain (Gonawi, 2009). Keanekaragaman spesies merupakan karakteristik yang unik dari tingkat komunitas dalam organisasi biologi. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi apabila terdapat banyak spesies dengan jumlah individu masing-masing spesies yang relatif merata (Barus, 2004). Ikan merupakan salah satu keanekaragaman hayati yang menyusun ekosistem sungai. Keanekaragaman hayati berperan sebagai kestabilan ekosistem, sumber plasma nutfah dan sumber ekonomi. Hilang atau punahnya salah satu keanekaragaman hayati dapat menyebabkan terganggunya kestabilan ekosistem. Keanekaragaman ikan pada suatu kawasan menggambarkan kekayaan ikan di kawasan tersebut (Wahyuni dan Zakaria, 2018). Ikan-ikan di sungai tropika pada umumnya mempunyai ciri kemampuan beradaptasi yang besar terhadap dua faktor lingkungan terpenting di sungai, yaitu arus sungai yang deras dan oksigen terlarut yang rendah saat musim kemarau. Adaptasi terhadap arus kuat dicapai dengan tiga mekanisme yaitu, memiliki struktur untuk melekat pada vegetasi, memiliki kemampuan bersembunyi di ceruk-ceruk batu, dan kemampuan untuk berenang dengan cepat (Gonawi, 2009). Menurut Leveque et al. (2008) distribusi ikan air tawar yang ada saat ini terbentuk sejak jutaan tahun lalu akibat adanya perubahan iklim. Banyak ekosistem air tawar yang sebelumnya ada kemudian menghilang. Hilangnya ekosistem air tawar menyebabkan hilangnya spesies ikan, beberapa spesies beradaptasi untuk bertahan.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(19) 6. Keberadaan ikan air tawar sangat rentan terganggu dikarenakan ikan dan air tawar merupakan kebutuhan manusia. Tiga ancaman yang mengancam ekosistem air tawar serta keberadaan ikan yaitu eksploitasi secara berlebihan, pengrusakan habitat, invasi spesies asing.. 2.3. Ikan sebagai Bioindikator Di perairan terdapat kelompok organisme yang tidak toleran terhadap bahan. pencemar. Organisme yang dapat dijadikan sebagai indikator biologi pada perairan tercemar adalah organisme yang dapat memberikan respon terhadap sedikitbanyaknya bahan pencemar dan meningkatkan populasi organisme tersebut. Terjadinya perubahan faktor fisika, kimia, dan biologi pada perairan menyebabkan jenis biota air yang mempunyai daya toleransi tinggi akan mengalami peningkatan dan penyebaran yang luas. Sebaliknya, jenis biota air yang tidak toleran tersebar pada perairan tertentu (Fachrul, 2007). Secara genetis setiap jenis organisme sudah mempunyai kisaran toleransi tertentu terhadap perubahan yang terjadi dalam faktor-faktor lingkungan tersebut. Apabila perubahan suatu faktor lingkungan lebih besar daripada kisaran toleransi yang dapat diterima oleh suatu organisme, maka organisme tersebut tidak dapat bertahan hidup. Kisaran toleransi dari setiap organisme, baik hewan maupun tumbuhan, terhadap berbagai perubahan yang terjadi pada faktor-faktor lingkungan tidak sama (Barus, 2004). Menurut Harman (1974) dalam Fachrul (2007) organisme yang dijadikan sebagai indikator biologi harus memiliki sifat sebagai berikut: mudah dikenali oleh peneliti yang bukan spesialis, sebaran yang luas di dalam lingkungan perairan, jangka waktu hidup relatif lama, memperlihatkan daya toleransi yang hampir sama pada kondisi lingkungan perairan yang sama, dan tidak cepat berpindah tempat bila lingkungannya dimasuki bahan pencemar. Salah satu organisme yang dapat dijadikan bioindikator adalah ikan. Ikan-ikan tertentu akan menghindarkan diri dari kondisi perairan yang mengalami perubahan lingkungan yang mengganggu kehidupannya, misalnya telah terjadi pencemaran asam atau sulfida, tetapi tidak menghindar pada perairan yang mengandung amonia dan tembaga. Akan tetapi, ikan mempunyai kemampuan yang. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(20) 7. terbatas untuk memilih daerah yang aman bagi kehidupannya, karena hal tersebut tergantung dari sifat dan kadar pencemar atau ketoksikan suatu perairan (Fachrul, 2007).. 2.4. Pengelompokan Ikan Ikan memiliki keanekaragaman bentuk, ukuran, habitat serta distribusi jenis. berdasarkan perbedaan ruang dan waktu sehingga membutuhkan pengetahuan tentang pengelompokan atau pengklasifikasian ikan. Pada umumnya bentuk tubuh ikan berkaitan erat dengan habitat dan cara hidupnya. Secara umum bentuk tubuh ikan adalah simetris bilateral, yang berarti jika ikan tersebut dibelah pada bagian tengah-tengah tubuhnya akan terbagi menjadi dua bagian yang sama antara sisi kanan dan sisi kiri (Bhagawati et al., 2013).. 2.4.1. Berdasarkan klasifikasi Menurut Eschmeyer (1998) ikan dikelompokkan kedalam 6 kelas, yaitu. Myxini,. Cephalospidomorphi,. Elasmobranchii,. Holocephali,. Sarcopterygii,. Actinopterygii. 2.4.1.1 Myxini Bentuk seperti ular, tidak memiliki tulang belakang, tidak mempunyai rahang, mata rudimenter. Tidak memiliki sirip yang berpasangan serta tidak memiliki sirip dorsal. Nostril dibagian depan kepala. Usus tidak bersilia, telur berukuran besar.. 2.4.1.2 Cephalospidomorphi Bentuk seperti ular, vertabrae terdiri atas tulang rawan. Tidak memiliki rahang. Mata berkembang dengan baik, tanpa sungut. Nostril terdapat dibagian atas kepala. Tidak memiliki sirip yang berpasangan, namun memiliki sirip dorsal satu atau dua. Telur berukuran kecil dengan kait.. 2.4.1.3 Elasmobranchii Ikan ini umum disebut sebagai ratfish karena ekornya yang ramping dan memanjang serta kepala yang meruncing. Rahang atas menyatu dengan kranium.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(21) 8. Jumlah insang ada empat pasang dan celah insang satu pasang. Tidak memiliki spirakel dan kloaka. Ikan jantan memiliki penyalur sperma disebut tenakulum.. 2.4.1.4 Elasmobranchii Vertebra yang terdiri atas tulang rawan. Memiliki rahang. Jumlah insang dan celah insang berkisar 5-7 pasang, yang setiap pasangnya memiliki sekat pelat insang. Lengkung insang berupa tulag rawan yang di dalamnya terdapat arteri insang dan saraf insang. Spirakel terletak di deppan celah insang. Ikan memiliki sirip yang berpasangan. Memiliki nostril. Bersisik plakoid atau tidak bersisik. Ikan jantan memiliki penyalur sperma yang disebut klapper.. 2.4.1.5 Sarcopterygii Ikan yang termasuk kedalam kelas ini memiliki ciri memiliki sirip yang berdaging dibagian pangkalnya, sirip memiliki banyak tulang dan otot, sirip sangat fleksibel dan bermanfaat untuk menopang tubuh di darat, memiliki nostril yang bermuara ke mulut. Gigi memiliki enamel. Tipe sisik kosmoid.. 2.4.1.6 Actinopterygii Ikan yang termasuk kedalam kelas ini memiliki ciri, notokorda seperti rangkaian manik, memiliki rahang, rangka terdiri atas tulang sejati. Memiliki sirip yang berpasangan, memiliki sepasang nostril. Sisik umumnya memiliki tipe sikloid dan stenoid. Memiliki gelembung gas.. 2.4.2. Berdasarkan kebiasaan makan. 2.4.2.1Ikan pemangsa (predators) Ikan jenis ini adalah ikan yang memiliki kebiasaan memakan hewan yang berukuran makro. Ikan predator biasanya memiliki gigi yang tajam dan kuat yang berfungsi untuk menahan dan memegang mangsanya. Ikan jenis ini memiliki lambung yang dapat mensekresi asam yang kuat, saluran pencernaannya lebih pendek dibandingkan dengan ikan herbivora. Ikan predator umumnya lebih aktif memburu mangsanya, namun sebagian ikan yang berkelompok memilih untuk. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(22) 9. menunggu mangsanya. Contoh ikan pemangsa adalah Ikan Hiu (Squalus sp.) (Lagler et al., 1977).. 2.4.2.2 Ikan penyaring (strainers) Ikan jenis ini adalah ikan yang mengambil makanannya dengan cara menyaring air, objek makanan dipilih berdasarkan ukuran dan bukan berdasarkan jenis. Ikan jenis ini akan membuka mulutnya serta membiarkan air masuk ke dalam mulutnya. Dalam waktu singkat, beberapa sentimeter kubik plankton akan tersaring, umumnya diatom dan krustaceae. Ketika mulutnya dikatup, air akan keluar lewat celah insang, sedangkan plankton akan tertahan oleh tulang tapis insang yang termodifikasi untuk ditelan masuk ke dalam kerongkongan. Contoh ikan penyaring adalah Ikan Hiu Paus (Rhincodon typus) (Lagler et al., 1977).. 2.4.2.3 Ikan penggerogot (grazers) Ikan jenis ini adalah ikan yang mengambil makanan dengan cara memunguti sedikit demi sedikit secara berkelompok maupun satu per satu. Karakter ikan penggerogot adalah makan plankton atau organisme dasar. Beberapa ikan muda akan berkembang menjadi predator. Contoh ikan penggerogot adalah Ikan Kakap (Lepomis macrochirus) (Lagler et al., 1977).. 2.4.2.4 Ikan pengisap (suckers) Ikan jenis ini adalah ikan yang mengambil makanannya dengan jalan mengisap lumpur atau pasir di dasar perairan. Makanannya terdiri dari organisme penghuni dasar atau detritus yang mengendap. Beberapa spesies jenis ini ada yang memisahkan antara bahan makanan dan bukan makanannya. Spesies yang tidak dapat memisahkan bahan makanannya akan menelan semua bahan yang terisap, termasuk lumpur. Contoh ikan pengisap adalah Ikan Lele (Clarias sp.) (Lagler et al., 1977).. 2.4.2.5 Ikan parasit (parasites) Ikan jenis ini adalah ikan yang mendapatkan makanannya dengan cara mengisap sari makanan dari dalam tubuh ikan atau hewan lain dalam keadaan hewan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(23) 10. inang (hospes) masih hidup. Contoh ikan parasit adalah Ikan Lamprey (Petomyzon sp.) (Lagler et al., 1977).. 2.4.3. Berdasarkan habitat hidupnya Menurut Lagler et al. (1977), ikan diperairan dibedakan menjadi dua. kelompok, yaitu ikan pelagis dan ikan demersal.. 2.4.3.1 Ikan pelagis Ikan pelagis adalah ikan yang hidup di permukaan sampai kolom perairan. Ikan pelagis biasanya membentuk gerombolon (schooling) dan melakukan migrasi sesuai daerah migrasinya. Bentuk dari ikan pelagis umumnya bagian punggungnya berwarna kehitaman atau kebiruan dengan bagian bawah perut keputih-putihan. Ikan kelompok ini umumnya memiliki bentuk tubuh yang stream line.. 2.4.3.2 Ikan demersal Ikan demersal adalah jenis ikan yang habitatnya berada di bagian dasar perairan. Ikan jenis ini umumnya hidup secara soliter. Lingkungan hidup ikan demersal umumnya berupa lumpur, pasir, dan bebatuan. Ikan demersal mengandung lebih sedikit minyak di tubuhnya. Ikan demersal dapat dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu ikan benthic yang menghabiskan sebagian besar hidupnya di dasar laut, dan ikan benthopelagic yang dapat berenang naik namun tetap berada dekat dengan dasar perairan.. 2.5 Faktor Fisik-Kimia Perairan 2.5.1. Suhu Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur. proses kehidupan dan penyebaran organisme. Pengukuran temperatur air merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua aktivitas biologis-fisiologis di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh temperatur(Barus, 2004).. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(24) 11. 2.5.2. Intensitas cahaya Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-. sifat optis dari air. Bagi organisma air, intensitas cahaya berfungsi sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidupan organisma di dalam habitatnya. (Barus, 2004).. 2.5.3. Oksigen terlarut Oksigen adalah gas tak berbau, tak berasa dan hanya sedikit larut alam air.. Untuk mempertahankan hidupnya, makhluk yang tinggal dalam air, baik tumbuhan maupun hewan, bergantung kepada oksigen yang terlarut ini. Kadar oksigen terlarut dapat dijadikan ukuran untuk menentukan kualitas air (Kristanto, 2002).. 2.5.4. BOD5 Nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) menyatakan jumlah oksigen yang. dibutuhkan oleh mikroorganisme aerob dalam proses pengurairan senyawa organik, yang diukur pada temperatur 20oC. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengukuran BOD adalah jumlah senyawa organik yang akan diuraikan, tersedianya mikroorganisme aerob yang mampu menguraikan seenyawa organik tersebut dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses penguraian (Barus, 2004).. 2.5.5. pH (Derajat Keasaman) Semakin lama air yang berada di suatu badan air maka akan mengubah air. menuju ke kondisi asam dan sebaliknya apabila air dalam keadaan segar biasanya air dari pegunungan maka pH-nya akan lebih tinggi dan bersifat basa. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya bahan-bahan organik yang membebaskan CO2 jika mengalami proses penguaraian (Kristanto, 2002).. 2.5.6. Penetrasi cahaya Kemampuan daya tembus sinar matahari ke dalam perairan sangat ditentukan. oleh kandungan bahan-bahan organik maupun anorganik yang tersuspensi dalam perairan. Kekeruhan yang tinggi akan menurunkan kecerahan perairan serta. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(25) 12. mengurangi penetrasi cahaya matahari yang masuk ke dalam air, sehingga akan membatasi proses fotosintesis dan proses produktivitas perairan (Nuriya et al., 2010).. 2.5.7. Kecepatan arus Arus mempunyai peranan yang sangat penting terutama pada perairan. mengalir (lotik). Hal ini berhubungan dengan penyebaran organisme air, gas-gas terlarut dan mineral yang terdapat di dalam air. Kecepatan aliran air yang mengalir akan bervariasi secara vertikal. Arus air akan semakin lambat bila semakin dekat ke bagian dasar sungai (Barus, 2004).. 2.5.8. Nitrat (NO3) dan fosfat (PO4) Zat hara yang utama di lingkungan perairan adalah nitrat dan fosfat. Zat hara. merupakan zat-zat yang diperlukan dan mempunyai pengaruh terhadap proses dan perkembangan hidup organisme. Unsur nitrat dan fosfat memiliki peran penting bagi pertumbuhan alga dan fitoplankton di perairan (Utami et al., 2016). Menurut Risamasu dan Prayitno (2011) peningkatan jumlah zat hara di dalam perairan memiliki dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif dari peningkatan nitrat dan fosfat adalah meningkatnya jumlah fitoplankton di perairan sedangkan dampak negatifnya adalah munculnya jenis fitoplankton yang berbahaya yang dapat menurunkan jumlah oksigen terlarut di dalam perairan.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(26) 13. BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1. Waktu dan Tempat Survei penelitian telah dilaksanakan pada bulan Februari 2018. Penelitian ini. dilaksanakan pada September hingga Oktober 2018 di Sungai Peusangan, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh dan Laboratorium Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Universitas Sumatera Utara, Medan.. 3.2. Deskripsi Area Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode Purposive Sampling. dengan menentukan empat stasiun pengambilan sampel berdasarkan aktivitas di sekitar stasiun tersebut.. 3.2.1. Stasiun I Stasiun I merupakan daerah hulu sungai yang terletak di Desa Bale Atu,. Kecamatan Lut Tawar. Stasiun I terletak pada titik koordinat 4o37’3,2” LU dan 96o51’1,4” BT.Dapat dilihat pada Gambar 3.1 dibawah ini.. Gambar 3.1 Stasiun I di Desa Bale Atu, Kecamatan Lut Tawar. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(27) 14. 3.2.2. Stasiun II Stasiun II merupakan daerah pemukiman warga yang terletak di Desa Kayu. Kul, Kecamatan Pegasing. Stasiun II terletak pada titik koordinat 4o37’3,8” LU dan 96o50’50,5” BT. Dapat dilihat pada Gambar 3.2 di bawah ini.. Gambar 3.2 Stasiun II di Desa Kayu Kul, Kecamatan Pegasing. 3.2.3. Stasiun III Stasiun III merupakan daerah pertanian yang terletak di Desa Lenga,. Kecamatan Bies. Stasiun II terletak pada titik koordinat 4o35’46,6” LU dan 96o47’18,5” BT. Dapat dilihat pada Gambar 3.3 di bawah ini.. Gambar 3.3 Stasiun III di Desa Lenga, Kecamatan Bies. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(28) 15. 3.2.4. Stasiun IV Stasiun IV merupakan daerah pengembangan PLTA Peusangan IIyang. terletak di Desa Semelit Mutiara, Kecamatan Silih Nara. Stasiun II terletak pada titik koordinat 4o35’20,3” LU dan 96o45’50,7” BT. Dapat dilihat pada Gambar 3.4 di bawah ini.. Gambar 3.4 Stasiun IV di Desa Semelit Mutiara, Kecamatan Silih Nara. 3.3. Metode Penelitian. 3.3.1. Pengambilan sampel Pengambilan sampel ikan dilakukan dengan menggunakan jaring yang. berukuran 5 × 1 meter dengan mata jaring berukuran 1 inch sebanyak 2 kali ulangan dalam 24 jam, yaitu pukul 17.00 WIB hingga pukul 06.00 WIB kemudian dari pukul 07.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB. Ikan yang diperoleh dimasukkan ke dalam kantung plastik berisi alkohol 70% dan diberi label yang memuat tentang data lokasi dan spesifikasi sampel. Dilakukan pengukuran faktor fisik kimia air pada masingmasing stasiun. Spesimen ikan sebelum diawetkan terlebih dahulu dipotret dan dicatat nama lokalnya, terutama bagi spesies ikan yang telah memiliki nama lokal. Ikan hasil koleksi dibawa ke Laboratorium Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PSDAL), Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara untuk diidentifikasi mengacu pada Kottelat et al. (1993).. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(29) 16. 3.3.2. Pengukuran faktor fisik-kimia perairan. 3.3.2.1 Suhu (oC) Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan termometer Hg dengan skala 0-100. Termometer ini dimasukkan ke badan air dan dibiarkan beberapa saat lalu dibaca atau dilihat skala pada termometer tersebut dan dicatat hasil yang tertera di skala termometer.. 3.3.2.2 pH (Potential of Hydrogen) Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi kemudian dimasukkan ke badan air lalu di baca nilainya dan dicatat hasil yang tertera pada skala pH meter.. 3.3.2.3 Intensitas cahaya Pengukuran intensitas cahaya dilakukan dengan menggunakan Lux meter. Lux meter diletakkan pada daerah dengan intensitas cahaya yang maksimum. Biarkan beberapa saat dan dicatat hasil yang tertera pada Lux meter.. 3.3.2.4 Penetrasi cahaya Pengukuran penetrasi cahaya dilakukan dengan menggunakan keping sechii yang dimasukkan ke dalam perairan hingga tidak terlihat dari permukaan. Dihitung panjang tali sebagai kedalaman penetrasi cahaya.. 3.3.2.5 Kecepatan arus Pengukuran kecepatan arus dilakukan dengan menggunakan bola ping pong dan stopwatch. Bola ping pong dihanyutkan sejauh 10 meter. Dihitung waktu yang dibutuhkan bola ping pong untuk bergerak sejauh 10 meter menggunakan stopwatch.. 3.3.2.3 DO (Dissolved Oxygen) Pengukuran oksigen terlarut (DO) dilakukan dengan menggunakan metode winkler. Dapat dilihat pada Lampiran 2.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(30) 17. 3.3.2.4 BOD5 (Biochemical Oxygen Demand) Pengukuran BOD5 dilakukan dengan metode inkubasi. Sampel air yang diambil dari dalam perairan diinkubasi selama 5 hari pada suhu 20 oC kemudian diukur nilainya dengan menggunakan metode Winkler. Dapat dilihat pada Lampiran 3.. 3.3.2.7 Kadar nitrat (NO3) dan fosfat (PO4) Pengukuran kadar Nitrat dan fosfat dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometer di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Sumatera Utara (BTKL).. 3.3.2.8 Kejenuhan oksigen Nilai kejenuhan oksigen (%) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Kejenuhan O2 = Keterangan : DO [U] : Nilai konsesntrasi oksigen yang diukur (mg/l) DO [T] : Nilai konsesntrasi oksigen pada tabel sesuai besarnya suhu. Dapat dilihat pada Lampiran 4. Alat dan satuan yang digunakan dalam pengukuran faktor fisik-kimia perairan dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini. Tabel 3.1 Alat dan Satuan yang digunakan dalam Pengukuran Faktor Fisik- Kimia Perairan No. Parameter Alat Ukur Satuan Perlakuan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.. Suhu Intensitas Cahaya Penetrasi Cahaya Kecepatan Arus pH DO BOD5. 8.. NO3 dan PO4. Termometer Lux Meter Keping Sechi Bola Pingpong pH meter Botol Winkler Botol Winklerinkubator Spektrofotometer. o. C Cd m m/s mg/L. In-situ In-situ In-situ In-situ In-situ In-situ. mg/L. Laboratorium. mg/L. Laboratorium. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(31) 18. 3.4. Analisa Data Data Ikan yang diperoleh dianalisa dengan menghitung nilai Kepadatan ikan,. Kepadatan Relatif, Frekuensi Kehadiran, Indeks Keanearagaman dan Indeks Keseragaman. 3.4.1 Kepadatan (K) K= (Michael, 1994). 3.4.2 Kepadatan relatif (KR) KR (%) =. × 100% (Krebs, 1985). 3.4.3 Frekuensi kehadiran (FK) FK =. × 100% (Michael, 1994). Apabila nilai FK :. 0-25%. = Kehadiran sangat jarang. 25-50%. = Kehadiran jarang. 50-75%. = Kehadiran sering. 75-100%. = Kehadiran absolut (sangat sering) (Michael, 1994). 3.4.4. Indeks Keanekaragaman Diversitas Shannon-Wiener (H’) H’ = -. Dimana: H’. = indeks diversitas Shannon – Wiener. Pi. = proporsi spesies ke-i. ln. = logaritma Nature. pi. =. (Perhitungan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis). UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(32) 19. 3.4.5. Indeks equitabilitas/Indeks keseragaman (E) E=. Dimana: H’. = indeks diversitas Shannon –Wienner. H max = keanekaragaman spesies maximum = ln S (dimana S banyaknya genus) (Krebs, 1985). 3.4.6. Analisis korelasi Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui keterkaitan hubungan antara. indeks keanekaragaman ikan dengan faktor fisik kimia perairan di Sungai Peusangan, Kabupaten Aceh Tengah. Analisis korelasi dihitung menggunakan Analisis Korelasi Pearson dengan metode komputerisasi SPSS Ver. 22.00. Keterangan: 0,00-0,199 : Sangat rendah 0,20-0,399 : Rendah 0,40-0,599 : Sedang 0,60-0,799 : Kuat 0,80-1,00 : Sangat kuat (+) : Jika hubungan antara indeks keanekaragaman dan faktor fisik lingkungan searah (-) : Jika hubungan antara indeks keanekaragaman dan faktor fisik lingkungan tidak searah. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(33) 20. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1. Jenis-jenis Ikan Jenis-jenis ikan yang diperoleh pada setiap stasiun penelitian di Sungai. Peusangan, Kabupaten Aceh Tengah terdiri dari 4 Ordo, 6 famili, 10 spesies ikan, seperti yang terlihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Klasifikasi dan Jenis-jenis Ikan yang Diperoleh pada Sungai Peusangan Ordo. 1.. Cypriniformes. Famili. 1.. Cyprinidae. Spesies. 1. 2. 3.. 2.. Siluriformes. 3.. Cyprinodontiformes. 4.. Perciformes. 2. 3. 4.. Clariidae Loricariidae Poeciliidae. 4. 5. 6. 7. 8.. 5. 6.. Channidae Cichilidae. 9. 10.. Osteochillus kappenii Osteochillus vittatus Poropuntius tawarensis Rasbora sumatrana Clarias batrachus Liposarcus pardalis Poecilia reticulata Xiphophorus hellerii Channa striata Oreochromis niloticus Total. Stasiun I. II. III. IV. +. +. -. -. -. +. +. +. +. +. -. -. + + +. + + + +. + + + -. + + -. +. -. + +. + +. 6. 7. 6. 5. Berdasarkan Tabel 4.1 jenis ikan yang paling banyak ditemukan berasal dari famili Cyprinidae sebanyak 4 jenis ikan. Ikan dari famili Cyprinidae merupakan ikan yang dapat hidup pada berbagai kondisi lingkungan perairan. Menurut Wahyuni dan Zakaria (2018) ikan dari famili Cyprinidae dapat hidup baik pada sungai yang berarus kuat maupun berarus lemah dengan kualitas air yang baik sehingga sering ditemukan pada perairan tawar. Menurut Mutiara (2014) jenis ikan dari famili Cyprinidae menyukai perairan yang mengalir dan air yang tidak terlalu dalam, sehinga ikan-ikan jenis ini banyak ditemukan di sungai. Cyprinidae merupakan ikan air tawar yang sangat besar dan tersebar hampir di seluruh penjuru dunia (Kottelat et al., 1993). Menurut Putri et al. (2014) banyaknya spesies dari famili Cyprinidae menunjukkan kemampuan famili ini untuk beradaptasi dan berkembang biak secara cepat.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(34) 21. 4.1.1. Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Ikan memiliki panjang total 165 mm, panjang standar 130 mm. Lebar badan. 55 mm, lebar kepala 35 mm dengan bukaan mulut 11 mm. Panjang sirip dorsal 80 mm, panjang sirip anal 35 mm, panjang sirip dada 10 mm, panjang sirip pelvis 15 mm. Jumlah sirip keras 18 dan sirip lunak 9. Jumlah sisik pada linea lateralis sebanyak 26 sisik. Tipe ekor tegak (truncate). Posisi mulut terminal, tidak memiliki sungut. Memiliki corak pada sirip ekor dan tubuh ikan. Ikan yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 4.1.. Gambar 4.1 Oreochromis niloticus. 4.1.2. Ikan Gabus (Channa striata) Ikan memiliki panjang total 100 mm, panjang standar 80 mm. Lebar badan. 70 mm, lebar kepala 55 mm dengan bukaan mulut 15 mm. Panjang sirip dorsal 90 mm, panjang sirip anal 40 mm, panjang sirip dada 20 mm, panjang sirip pelvis 25 mm. Jumlah sirip lunak sebanyak 40 di sepanjang punggung ikan. Jumlah sisik pada linea lateralis sebanyak 49 sisik. Tipe ekor membundar (rounded). Posisi mulut superior, tidak memiliki sungut. Ikan memiliki kepala yang menyerupai kepala ular. Ikan yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 4.2.. Gambar 4.2 Channa striata. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(35) 22. 4.1.3. Ikan Peres (Osteochillus kappenii) Ikan memiliki panjang total 178 mm, panjang standar 135 mm. Lebar badan. 56 mm, lebar kepala 34 mm dengan bukaan mulut 8 mm. Panjang sirip dorsal 44 mm, panjang sirip anal 11 mm, panjang sirip dada 7 mm, panjang sirip pelvis 11 mm. Jumlah sirip lunak bercabang 15 di sepanjang punggung ikan. Jumlah sisik pada linea lateralis sebanyak 30 sisik. Tipe ekor bercagak (forked). Posisi mulut terminal, memiliki sepasang sungut. Ikan memiliki warna tubuh bagian atas kecoklatan dan bagian perut bawah kekuningan. Ikan yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 4.3.. Gambar 4.3 Osteochillus kappenii. 4.1.4. Ikan Peres (Osteochillus vittatus) Ikan memiliki panjang total 180 mm, panjang standar 140 mm. Lebar badan. 58 mm, lebar kepala 27 mm dengan bukaan mulut 12 mm. panjang sirip dorsal 50 mm, panjang sirip anal 20 mm, panjang sirip dada 8 mm, panjang sirip pelvis 13 mm. Jumlah sirip lunak bercabang 18 di sepanjang punggung ikan. Jumlah sisik pada linea lateralis sebanyak 32 sisik. Tipe ekor bercagak (forked). Posisi mulut terminal, memiliki sepasang sungut. Tubuh ikan berwarna keperakan dan terdapat noktah pada pangkal ekor. Ikan yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 4.4.. Gambar 4.4 Osteochillus vittatus. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(36) 23. 4.1.5. Ikan Relo (Rasbora sumatrana) Ikan memiliki panjang total 80 mm, panjang standar 64 mm. Lebar badan 15. mm, lebar kepala 9 mm dengan bukaan mulut 4 mm. panjang sirip dorsal 6 mm, panjang sirip anal 5 mm, panjang sirip dada 3 mm, panjang sirip pelvis 3 mm. Jumlah sirip keras 2 dan sirip lunak 4. Jumlah sisik pada linea lateralis sebanyak 28 sisik. Tipe ekor cagak (forked). Posisi mulut superior, tidak memiliki sungut. Punggung ikan berwarna kehitaman dan perut berwarna putih. Ikan yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 4.5.. Gambar 4.5 Rasbora sumatrana. 4.1.6. Ikan Kepras (Poropuntius tawarensis) Ikan memiliki panjang total 140 mm, panjang standar 112 mm. Lebar badan. 40 mm, lebar kepala 25 mm dengan bukaan mulut 9 mm. panjang sirip dorsal 20 mm, panjang sirip anal 10 mm, panjang sirip dada 5 mm, panjang sirip pelvis 9 mm. Jumlah sirip keras 1 dan sirip lunak 7. Jumlah sisik pada linea lateralis sebanyak 23 sisik. Tipe ekor bercagak (forked). Posisi mulut terminal, memiliki sepasang sungut. Tubuh ikan berwarna perak dan terdapat garis samar di atas garis lateral. Ikan yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 4.6.. Gambar 4.6 Poropuntius tawarensis. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(37) 24. 4.1.7. Ikan Guppy (Poecilia reticulata) Ikan memiliki panjang total 48 mm, panjang standar 30 mm. Lebar badan 10. mm, lebar kepala 5 mm dengan bukaan mulut 3 mm. Panjang sirip dorsal 10 mm, panjang sirip anal 8 mm, panjang sirip dada 2 mm, panjang sirip pelvis 1 mm. Jumlah sirip lunak 6 disepanjang punggung ikan. Jumlah sisik pada linea lateralis sebanyak 30 sisik. Tipe ekor membundar (rounded). Posisi mulut terminal, tidak memiliki sungut. Badan ikan berwarna kebiruan dan sirip anal berwarna kemerahan. Ikan yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 4.7.. Gambar 4.7 Poecilia reticulata. 4.1.8. Ikan Mas Pedang (Xiphophorus hellerii) Ikan memiliki panjang total 70 mm, panjang standar 54 mm. Lebar badan 20. mm, lebar kepala 15 mm dengan bukaan mulut 4 mm. panjang sirip dorsal 25 mm, panjang sirip anal 20 mm, panjang sirip dada 2 mm, panjang sirip pelvis 2 mm. Jumlah sirip lunak 13 di sepanjang punggung ikan. Jumlah sisik pada linea lateralis sebanyak 24 sisik. Tipe ekor membundar (rounded) . Posisi mulut terminal, tidak memiliki sungut. Pada linea lateralis terdapat garis berwarna kecoklatan dari ujung kepala sampai pangkal ekor. Ikan memiliki sirip anal yang memanjang melewati sirip ekor. Ikan yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 4.8.. Gambar 4.8 Xiphophorus hellerii. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(38) 25. 4.1.9. Ikan Lele jawa (Clarias batrachus) Ikan memiliki panjang total 210 mm, panjang standar 205 mm. Lebar badan. 35 mm, lebar kepala 37 mm dengan bukaan mulut 22 mm. panjang sirip dorsal 125 mm, panjang sirip anal 85 mm, panjang sirip dada 10 mm, panjang sirip pelvis 5 mm. Jumlah sirip lunak bercabang 22 dan sirip lunak 17. Tipe ekor membundar (rounded). Posisi mulut terminal, memiliki 3 pasang sungut. Badan ikan tidak bersisik. Ikan yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 4.9.. Gambar 4.9 Clarias batrachus. 4.1.10 Ikan Sapu-sapu (Liposarcus pardalis) Ikan memiliki panjang total 80 mm, panjang standar 62 mm. Lebar badan 20 mm, lebar kepala 15 mm dengan bukaan mulut 10 mm. panjang sirip dorsal 25 mm, panjang sirip anal 6 mm, panjang sirip dada 6 mm, panjang sirip pelvis 5 mm. Jumlah sirip keras 6 dan sirip lunak 4. Jumlah sisik pada linea lateralis sebanyak 25 sisik. Tipe ekor sabit (lunate). Posisi mulut sub-terminal, tidak memiliki sungut. Ikan ini ditandai dengan mulut berbentuk cakram dan badan ditutupi sirip tulang.Ikan yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 4.10.. Gambar 4.10 Liposarcus pardalis. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(39) 4.2 Kepadatan, Kepadatan Relatif, Frekuensi Kehadiran Ikan Nilai Kepadatan (K), Kepadatan Relatif (KR), dan Frekuensi Kehadiran (FK) Ikan pada setiap stasiun penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini: Tabel 4.2 Kepadatan, Kepadatan Relatif, Frekuensi Kehadiran Ikan di Sungai Peusangan, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh Keterangan Stasiun : Stasiun I : Desa Bale Atu, Kecamatan Lut Tawar Jenis. Stasiun 1 Stasiun 2 K KR FK K KR 2 2 (ind/m ) (%) (%) (ind/m ) (%) Oreochromis niloticus 0,83 21,95 100 Channa striata Osteochillus kappenii 0,56 14,47 83,3 0,63 16,93 Osteochillus vittatus 0,3 8,06 Rasbora sumatrana 0,53 14,02 100 Poropuntius tawarensis 0,2 5,29 33,3 0,36 9,68 Poecilia reticulata 0,66 17,46 83,3 0,7 18,81 Xiphophorus hellerii 1 26,45 100 0,8 21,50 Clarias batrachus 0,43 11,55 Liposarcus pardalis 0,5 13,44 3,78 99,64 3,72 99,97 Jumlah Stasiun II : Desa Kayu Kul, Kecamatan Pegasing Stasiun III : Desa Lenga, Kecamatan Bies Stasiun IV : Desa Semelit Mutiara, Kecamatan Silih Nara. FK (%) 100 50 66,6 83,3 100 66,6 83,3. Stasiun 3 K KR 2 (ind/m ) (%) 0,46 14,64 0,36 11,46 0,43 13,69 0,73 23,24 0,70 22,29 0,46 14,64 3,14 99,96. FK (%) 100 83,3 83,3 100 100 66,6. Stasiun 4 K KR FK 2 (ind/m ) (%) (%) 0,56 22,04 83,3 0,23 9,05 50 0,53 20,86 66,6 0,86 33,85 100 0,36 14,17 100 2,54 99,97. 26 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(40) 27. Berdasarkan Tabel 4.2 pada stasiun 1 dan stasiun 2 nilai K, KR, dan FK tertinggi adalah spesies Xiphophorus hellerii. Pada stasiun 3 dan stasiun 4 nilai K, KR, dan FK tertinggi adalah spesies Poecilia reticulata. Kedua jenis ikan ini umumnya hidup berkelompok disepanjang bantaran sungai. Ikan Mas Pedang cenderung menyukai air yang lebih jernih dan dasar sungai yang berpasir, sedangkan ikan Guppy dapat hidup pada berbagai kondisi perairan. Ikan Guppy (Poecilia reticulata) dapat ditemukan pada setiap stasiun penelitian karena ikan ini mudah untuk berkembang biak dan beradaptasi dengan kondisi lingkungannya. Menurut Panjaitan et al. (2015) ikan Guppy mudah berkembang biak dengan perkawinan pada umur 3 bulan. Seekor ikan Guppy dapat menghasilkan anakan mencapai ratusan ekor anakan selama hidupnya. Ikan Guppy termasuk golongan ikan yang mampu bertahan di lingkungan yang tidak menguntungkan, dan tidak memerlukan lokasi khusus untuk berkembang biak. Ikan Mas Pedang (Xiphophorus hellerii) merupakan salah satu spesies ikan hias yang memiliki bentuk yang unik. Ikan jantan akan mengembangkan pedang pada bagian bawah sirip ekor. Ikan ini tidak ditemukan pada stasiun 3 dan 4 karena kondisi lingkungan yang kurang mendukung seperti penetrasi cahaya yang lebih rendah, air yang lebih keruh dan arus air yang lebih cepat. Menurut Maddern et al. (2011) ikan Mas Pedang dapat hidup pada suhu 18-25oC namun masih dapat bertahan pada suhu yang lebih rendah pada daerah subtropis. Ikan ini menyukai perairan yang jernih dan berarus tenang. Jumlah populasi Ikan Mas Pedang akan lebih rendah jika ditemukan ikan pemangsa seperti ikan nila dan ikan gabus. Nilai K, KR, dan FK terendah adalah spesies Poropuntius tawarensis. Kepadatan populasi yang rendah disebabkan ikan ini umumnya hidup pada perairan yang lentik seperti danau dan hanya sesekali dapat ditemukan di sungai yang berarus lambat. Jumlah spesies ikan yang ditemukan pada setiap stasiun berbeda, hal ini tergantung pada kemampuan ikan beradaptasi terhadap faktor fisik kimia perairan. Menurut Muchlisin et al. (2010) ikan Kawan (Poropuntius tawarensis) merupakan ikan endemik Danau Laut Tawar. Ikan ini hidup pada zona sub-pelagik sampai zona demersal. Sebagian besar ikan ini ditemukan di sekitar tanaman air dekat tepi danau. Ikan Relo (Rasbora sumatrana) hanya ditemukan pada stasiun 1. Ikan ini memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil. Tidak ditemukannya Ikan Relo pada. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(41) 28. stasiun penelitian yang lainnya disebabkan adanya predator yang memangsa ikan Relo. Menurut Idris et al. (2017) sedikitnya ikan Rasbora sumatrana. yang. ditemukan dikarenakan adanya ikan predator Channa striata yang memangsa ikan kecil, serangga, dan berbagai hewan air lainnya. Ikan Gabus merupakan salah satu jenis ikan karnivora air tawar. Ikan Gabus memiliki kepala yang agak pipih dan bentuknya seperti ular (snake head). Ikan gabus tidak ditemukan pada stasiun 1 dan stasiun 2 karena kondisi lingkungan yang kurang mendukung untuk tempat hidup ikan. Ikan gabus lebih menyukai daerah yang dangkal dan berlumpur. Menurut Listyanto dan Andriyanto (2009) ikan Gabus umumnya hidup pada perairan dangkal seperti sungai dan rawa, cenderung memilih tempat gelap, dan berlumpur. Ikan ini memangsa berbagai ikan kecil, serangga, dan berbagai hewan air termasuk berudu dan kodok. Ikan Nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar namun dapat tetap hidup pada air payau. Ikan Nila memiliki toleransi yang tinggi terhadap suhu. Menurut Grammer et al. (2012) ikan nila dapat hidup pada berbagai kondisi perairan. Ikan Nila dapat hidup pada suhu 11oC sampai dengan suhu 42oC. Banyaknya jumlah ikan Nila pada suatu perairan dapat menyebabkan turunnya jumlah spesies ikan lokal. Ikan Sapu-sapu merupakan salah satu invasive species. Invasive species dapat menjadi predator maupun kompetitor terhadap spesies asli. Ikan Sapu sapu lebih banyak ditemukan pada stasiun 2 karena kandungan fosfat yang tinggi pada stasiun 2 menyebabkan pertumbuhan alga secara signifikan yang mana merupakan makanan utama dari ikan Sapu-sapu. Menurut Wu et al. (2011) ikan Sapu-sapu hidup pada dasar perairan sebagai pemakan alga. Ikan ini dapat menjadi kompetitor ikan lokal pemakan alga. Ikan ini juga memangsa telur ikan sehingga menurunkan jumlah populasi ikan lokal. Ikan peres (Osteochillus sp) merupakan ikan air tawar yang dapat hidup pada zona benthopelagic dengan substrat berpasir sampai berlumpur. Ikan peres ditemukan pada setiap stasiun penelitian dikarenakan ketersediaan makanan yang cukup pada perairan. Menurut Setiawan et al. (2018) Genus Osteochillus merupakan ikan herbivora yang pada fase larva sampai dewasa memanfaatkan plankton sebagai. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(42) 29. sumber makanannya pada Osteochillus hasselti dan 48% isi perut teridentifikasi sebagai tumbuhan pada Osteochillus vittatus. Ikan lele tidak ditemukan pada stasiun 1 dikarenakan substrat dasar pada stasiun 1 berupa pasir dan tidak adanya batuan untuk tempat persembunyian ikan pada siang hari. Ikan Lele termasuk ke dalam golongan ikan demersal, sehingga jarang terjebak pada jaring. Menurut Ratnasari (2011) ikan Lele (Clarias batrachus) menyukai habitat dengan perairan yang relatif tenang dan berlumpur. Ikan Lele termasuk golongan ikan nokturnal, sehingga pada siang hari ikan ini cenderung sulit ditemukan karena bersembunyi dibalik bebatuan atau penghalang lainnya di dasar perairan. Nilai Frekuensi Kehadiran (FK) ikan pada setiap stasiun berbeda. Nilai FK berkisar antara 33% sampai dengan 100%. Nilai FK sebesar 100% menandakan kehadiran ikan sangat sering dan nilai FK sebesar 33,3 % menandakan kehadiran ikan jarang. Menurut Michael (1994) nilai FK 0-25% menandakan kehadiran ikan sangat jarang, nilai FK 25-50% menandakan kehadiran ikan jarang, nilai FK 50-75% menandakan kehadiran ikan sering, nilai FK 75-100% menandakan kehadiran ikan absolut (sangat sering).. 4.3. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Ikan Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Ikan pada setiap. stasiun penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut ini: Tabel 4.3 Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Ikan yang diperoleh di Sungai Peusangan, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh Stasiun 1 2 3 4 1,67 1,89 1,76 1,52 Keanekaragaman (H’) 0,94 0,97 0,98 0,95 Keseragaman (E) Berdasarkan Tabel 4.3 nilai Indeks keanekaragaman berkisar antara 1,52 sampai dengan 1,89. Menurut Krebs (1985), nilai indeks keanekaragaman (H’) dibawah 2,302 tergolong keanekaragaman yang rendah. Menurut Wahyuni dan Zakaria (2018), tinggi rendahnya nilai indeks keanekaragaman tergantung oleh variasi jumlah individu tiap spesies ikan yang berhasil ditangkap. Semakin besar. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(43) 30. jumlah spesies ikan dan variasi jumlah individu tiap spesies maka tingkat keanekaragaman ikan dalam suatu ekosistem perairan akan semakin besar. Nilai indeks keseragaman pada setiap stasiun relatif sama. Nilai indeks keseragaman (E) berkisar antara 0,94 sampai dengan 0,98. Menurut Krebs (1985), nilai indeks keseragaman mendekati 1 menyatakan bahwa pembagian individu sangat seragam dan merata. Hal ini menyebabkan tidak adanya suatu spesies yang mendominasi pada perairan tersebut.. 4.4. Faktor fisik-kimia perairan Hasil pengukuran Faktor fisik-kimia perairan di Sungai Peusangan,. Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini. Tabel 4.4 Faktor Fisik-Kimia Perairan di Sungai Peusangan, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh No. Parameter Fisik Satuan Stasiun Kimia 1 2 3 4 o 1. Suhu C 24,1 23,7 25,3 24,9 2. Intensitas Cahaya Cd × 100 314 344 325 380 3. Penetrasi Cahaya m 1,8 1,5 1,2 1,4 4. Kecepatan Arus m/s 0,31 0,24 0,42 0,47 5. pH 7,57 7,31 7,21 7,19 6. DO mg/L 6,2 6,6 5,8 6,4 7. BOD5 mg/L 1,4 2,2 2,8 1,8 8. Kejenuhan 75,33 79,61 71,87 78,72 % Oksigen 9. NO3 mg/L 0,1766 0,1533 0,4426 0,3734 10. PO4 mg/L 0,04 4,87 0,11 0,03 Keterangan Stasiun : Stasiun I : Desa Bale Atu, Kecamatan Lut Tawar Stasiun II : Desa Kayu Kul, Kecamatan Pegasing Stasiun III : Desa Lenga, Kecamatan Bies Stasiun IV : Desa Semelit Mutiara, Kecamatan Silih Nara 4.4.1. Suhu Suhu pada setiap stasiun penelitian berkisar antara 23,7-25,3oC. Suhu. tertinggi diperoleh pada stasiun 3 sebesar 25,3 oC, sedangkan suhu terendah diperoleh pada stasiun 2 sebesar 23,7oC. Perbedaan suhu pada setiap stasiun dipengaruhi oleh intensitas cahaya, arus, dan kedalaman. Menurut Barus (2004) suhu dapat dipengaruhi oleh musim, ketinggian dari permukaan laut, sirkulasi udara, arus, intensitas cahaya dan kedalaman. Temperatur di suatu ekosistem air berfluktuasi baik. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(44) 31. harian maupun tahunan terutama mengikuti pola temperatur udara lingkungan sekitarnya. Fluktuasi temperatur air sungai akan mengikuti aliran air mulai dari hulu menuju hilir sungai. Menurut Kenconojati et al. (2016) suhu untuk pertumbuhan ikan berkisar antara 20-30oC. Perbedaan suhu siang dan malam pada daerah tropis cenderung lebih kecil sebesar <5oC.. 4.4.2. Intensitas cahaya Intesitas cahaya tertinggi diperoleh pada stasiun 4 sebesar 380 × 100 Candella. dan yang terendah pada stasiun 1 sebesar 314 × 100 Candella. Perbedaan intensitas cahaya pada stasiun penelitian dipengaruhi oleh vegetasi yang terdapat di sekitar aliran sungai. Menurut Barus (2004) vegetasi yang ada di sepanjang aliran air dapat mempengaruhi intensitas cahaya yang masuk ke dalam air, karena tumbuh-tumbuhan tersebut juga mempunyai kemampuan untuk mengabsorbsi cahaya matahari. Bagi organisma air, intensitas cahaya berfungsi sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidupan organisma tersebut dalam habitatnya. Organisma air yang mempunyai aktivitas maksimum pada siang hari disebut diurnal dan yang aktif pada malam hari disebut nocturnal. Perbedaan ini akan mengurangi kompetisi antar spesies dalam memperebutkan bahan makanan yang tersedia (Barus, 2004).. 4.4.3. Penetrasi cahaya Penetrasi cahaya tertinggi diperoleh pada stasiun 1 sebesar 1,8 m dan. terendah pada stasiun 3 sebesar 1,2 m. Perbedaan penetrasi cahaya. disebabkan. jumlah padatan terlarut di dalam perairan. Pada stasiun 3 terdapat aktivitas pertanian yang menyebabkan aliran air yang mengandung padatan terlarut yang berasal dari sawah mengalir ke sungai. Menurut Suin (2002) penetrasi cahaya dipengaruhi oleh jumlah padatan terlarut yang berada di dalam perairan. Sungai atau badan air dengan padatan terlarut yang tinggi menyebabkan air menjadi keruh sehingga penetrasi cahaya berkurang. Menurut Barus (2004) kedalaman penetrasi cahaya akan berbeda pada setiap ekosistem air yang berbeda. Pada batas akhir penetrasi cahaya konsentrasi karbondioksida dan oksigen berada dalam keadaan konstan.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(45) 32. 4.4.4. Kecepatan arus Kecepatan arus tertinggi terdapat pada stasiun 4 dengan nilai 0,47 m/s dan. kecepatan arus terendah terdapat pada stasiun 2 dengan nilai 0,24 m/s. Perbedaan kecepatan arus sangat dipengaruhi oleh perbedaan topografi pada tiap stasiun. Menurut Barus (2004) kecepatan arus di suatu ekosistem berflukuasi dari waktu ke waktu tergantung dari fluktuasi debit dan aliran air serta kondisi subtrat yang ada. Menurut Suin (2002) kecepatan arus mempengaruhi organisme yang berada di dalam perairan. Organisme harus mempunyai adaptasi morfologis yang spesifik untuk dapat berthan hidup pada habitat yang berarus. Umumnya ikan memiliki bentuk tubuh streamline untuk hidup pada perairan yang berarus. Menurut Barus (2004) organisma air akan mencari perlindungan untuk menghindarkan diri dari ancaman hanyut, terutama pada subtrat batuan. 4.4.5. pH Berdasarkan Tabel 4.4 derajat keasaman (pH) pada setiap stasiun relatif sama. berkisar antara 7,19 – 7,57. Perbedaan pH ini dapat dipengaruhi oleh kandungan senyawa organik yang berada di dalam perairan. pH yang diperoleh pada stasiun penelitian tergolong netral dan dapat menunjang kehidupan ikan di dalam perairan. Menurut Barus (2004) organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. Menurut Kristanto (2002) nilai pH pada suatu perairan dipengaruhi oleh kandungan organik di dalam perairan. Nilai pH akan semakin rendah menuju asam ketika jumlah bahan organik di dalam perairan meningkat. Perubahan keasaman pada air, baik ke arah alkali (pH naik) maupun ke arah asam (pH turun) akan sangat mengganggu kehidupan ikan dan hewan air.. 4.4.6. Dissolved Oxygen (DO) Oksigen terlarut (DO) pada setiap stasiun berkisar antara 5,8 – 6,6 mg/L. DO. tertinggi terdapat pada stasiun 2 dan terendah terdapat padat stasiun 3. Perbedaan kelarutan oksigen dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya perbedaan suhu pada kedua stasiun. Pada stasiun 2 suhu perairan lebih rendah sehingga DO lebih. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(46) 33. tinggi. Oksigen merupakan senyawa yang sangat penting bagi kehidupan organisme terutama untuk proses pernafasan, metabolisme, dan fotosintesis. Keberadaan oksigen terlarut di perairan menjadi faktor penting untuk kelangsungan hidup semua organisme. Menurut Kenconojati et al. (2016) kadar DO yang baik bagi pertumbuhan ikan adalah di atas 5 mg/L. Konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu rendah akan mengakibatkan ikan-ikan dan binatang air mati. Sebaliknya konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu tinggi juga akan mengakibatkan pengkaratan semakin cepat karena oksigen akan mengikat hidrogen yang melapisi permukaan logam. Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara, dan dari proses fotosintesis. Selanjutnya air kehilangan oksigen melalui pelepasan dari permukaan ke atmosfer dan melalui kegiatan respirasi dari semua organisma air. Konsumsi oksigen bagi organisma air berfluktuasi dan akan meningkat pada proses reproduksi (Barus, 2004).. 4.4.7. Biochemical Oxygen Demand (BOD) Berdasarkan Tabel 4.4 nilai BOD5 tertinggi terdapat pada stasiun 3 sebesar. 2,8 mg/L dan BOD5 terendah terdapat pada stasiun 1 sebesar 1,4 mg/L.Perbedaan ini disebabkan kandungan senyawa organik yang berasal dari limbah domestik dan pertanian. Menurut Santoso (2018) BOD juga menyatakan jumlah bahan organik mudah terurai (biodegradable organics) yang ada di perairan. Nilai BOD dipengaruhi jumlah TSS dan zat organik yang terlarut. Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Kelas II, nilai baku mutu untuk BOD adalah sebesar 3 mg/L. Menurut Kristanto (2002) nilai BOD yang masih dapat menunjang kehidupan organisma air berkisar antara 1-3 ppm. Nilai BOD >5 ppm dikhawatirkan tidak dapat menunjang kehidupan organisma. Nilai BOD yang tinggi disebabkan oleh kandungan organik yang tinggi yang berasal dari limbah domestik maupun limbah pabrik. Faktor-faktor yang dapat memengaruhi pengukuran BOD adalah jumlah senyawa organik yang akan diuraikan, tersedianya mikroorganisme aerob yang mampu menguraikan senyawa organik tersebut dan tersedianya oksigen.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(47) 34. 4.4.8. Kejenuhan oksigen Berdasarkan Tabel 4.4 kejenuhan Oksigen pada setiap stasiun relatif sama. berkisar antara 71-79%. Perbedaan kejenuhan oksigen dipengaruhi limbah organik serta organisme yang berada di dalam perairan. Menurut Patty (2018) kejenuhan oksigen dipengaruhi oleh aktivitas metabolisme serta fotosintesis di dalam perairan. Badan air dianggap memiliki kejenuhan oksigen yang rendah jika nilai kejenuhan oksigen dibawah 100% begitu pula sebaliknya. Pengukuran kejenuhan oksigen bertujuan untuk mengetahui apakah kelarutan oksigen di dalam perairan sudah maksimum atau tidak. Kehadiran senyawa organik akan. menyebabkan. terjadinya. proses. penguraian. secara. aerobik,. artinya. mikroorganisme membutuhkan oksigen dan akan mengurangi kandungan oksigen di dalam perairan. Kondisi ini menyebabkan defisit oksigen sehingga kejenuhan oksigen tidak lagi mencapai 100% (Barus, 2004).. 4.4.9. Nitrat (NO3) Berdasarkan Tabel 4.4 kadar NO3 (Nitrat) pada setiap stasiun berkisar antara. 0,1 – 0,4 mg/L. Kadar Nitrat tertinggi pada stasiun 3 dan terendah pada stasiun 2 disebabkan aktivitas disekitar stasiun penelitian seperti kegiatan pertanian yang dapat memengaruhi kadar nitrat pada perairan. Menurut Kenconojatiet al. (2016) kadar nitrat dalam suatu perairan menandakan kesuburan perairan tersebut. Nitrat yang terbentuk akan digunakan oleh fitoplankton dan tumbuhan air untuk asimilasi makanan. Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Kelas II, nilai baku mutu untuk NO 3 adalah sebesar 10 mg/L. Nitrogen sebagai sumber nitrat terbanyak terdapat di udara, yaitu sebesar 78% volume udara. Hanya sedikit organisme yang dapat langsung memanfaatkan nitrogen udara. Pengubahan dari nitrogen bebas di udara menjadi nitrat dapat dilakukan secara biologis maupun kimia. Kandungan nitrogen yang terlalu tinggi di dalam air akan mengakibatkan pertumbuhan ganggang yang tidak terkontrol (Kristanto, 2002).. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(48) 35. 4.4.10 Fosfat (PO43-) Berdasarkan Tabel 4.4 kadar PO4 (Fosfat) tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 4,87 mg/L dan terendah pada stasiun 4 sebesar 0,03 mg/L. Nilai fosfat yang sangat tinggi pada stasiun 2 disebabkan oleh limbah domestik dari rumah tangga, pasar, serta perternakan yang dibuang langsung ke dalam perairan. Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Kelas II, nilai baku mutu untuk PO4 adalah sebesar 0,2 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa kadar fosfat pada stasiun 2 cenderung melebihi baku mutu air. Menurut Mustofa (2015) kadar fosfat yang tinggi menandakan suatu perairan yang eutrofik (subur). Fosfat dan Nitrat di dalam perairan berasal dari perairan itu sendiri yaitu melalui dekomposisi tumbuh-tumbuhan dan dan sisa-sisa organisme mati. Selain itu dapat pula berasal dari daratan di sekitar perairan yang menyumbangkan limbah yang mengandung senyawa organik (Patty et al., 2015).. 4.5. Analisis korelasi pearson Hubungan antara indeks keanekaragaman ikan dan faktor fisik kimia dapat. diketahui melalui Analisis Korelasi Pearson menggunakan SPSS Ver 22.00 dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini. Tabel 4.5 Hubungan antara Indeks Keanekaragaman dan Faktor Fisik-Kimia Perairan Parameter Suhu pH Intensitas Cahaya Penetrasi Cahaya Kecepatan Arus DO BOD5 Kejenuhan Oksigen NO3 PO4. Nilai Korelasi -0,529 0,177 -0,539 0,013 -0,814 0,095 -0.255 -0,031 -0,482 0,768. Berdasarkan Tabel 4.5 nilai korelasi fosfat dan kecepatan arus terhadap indeks keanekaragaman (H’) tergolong kuat. Nilai korelasi suhu, intensitas cahaya, dan nitrat tergolong sedang dan nilai korelasi pH, penetrasi cahaya, DO, BOD, dan kejenuhan oksigen tergolong lemah. Nilai korelasi yang tertinggi adalah kecepatan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(49) 36. arus sebesar -0,814. Nilai korelasi yang tinggi menandakan kecepatan arus sangat berpengaruh terhadap indeks keanekaragaman. Nilai korelasi yang negatif (-) menunjukkan korelasi yang berlawanan. Semakin tinggi kecepatan arus, maka semakin rendah indeks keanekaragaman ikan. Menurut Barus (2004) arus yang terlalu deras dapat menghanyutkan ikan, sehingga ikan akan menghindar dengan cara bersembunyi dibalik bebatuan. Nilai korelasi fosfat terhadap indeks keanekaragaman sebesar 0,768 menandakan korelasi yang kuat. Nilai yang positif, menunjukkan semakin tinggi nilai fosfat maka indeks keanekaragaman akan semakin besar. Fosfat di dalam perairan merupakan zat hara yang penting bagi pertumbuhan dan metabolisme organisme air, khususnya fitoplankton. Menurut Patty et al. (2015) fitoplankton merupakan indikator kesuburan suatu perairan. Semakin banyak keberadaan fitoplankton di dalam perairan, menandakan semakin subur perairan tersebut sehingga biota perairan akan semakin banyak. Namun bila konsentrasi fosfat terlalu besar di perairan dapat terjadi eutrofikasi yang menyebabkan kematian pada biota air. Nilai korelasi terendah adalah penetrasi cahaya sebesar 0,013. Hal ini menandakan. penetrasi. cahaya. tidak. terlalu. berpengaruh. terhadap. indeks. keanekaragaman ikan. Nilai korelasi yang positif (+) menunjukkan korelasi yang searah. Semakin tinggi penetrasi cahaya, maka semakin tinggi pula indeks keanekaragaman ikan. Menurut Nuriya et al. (2010), penetrasi cahaya merupakan faktor penting bagi proses fotosintesis dan produksi primer dalam suatu perairan. Semakin tinggi kekeruhan suatu perairan maka semakin rendah penetrasi cahaya yang menyebabkan berkurangnya produktivitas primer dalam perairan.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(50) 37. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 5.1. Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah. a. Jenis- jenis ikan yang diperoleh pada empat stasiun penelitian di Sungai Peusangan, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh terdiri dari 4 Ordo, 6 Famili, dan 10 Spesies ikan. Ikan yang paling banyak ditemukan berasal dari famili Cyprinidae sebanyak 4 Spesies. b. Nilai Indeks Keanekaragaman Ikan (H’) tergolong rendah dengan nilai 1,52 sampai dengan 1,89. Nilai Indeks Keseragaman Ikan (E) mendekati 1 yaitu sebesar 0,94 - 0,98 menyatakan bahwa penyebaran ikan dalam perairan relatif seragam dan merata. c. Fosfat dan kecepatan arus menunjukkan korelasi yang kuat terhadap indeks keanekaragaman ikan di Sungai Peusangan.. 5.2. Saran Saran dari penelitian ini adalah sebaiknya peneliti selanjutnya menggunakan. alat tangkap yang berbeda serta dilakukan penelitian mengenai struktur komunitas ikan dari hulu sampai hilir di Sungai Peusangan.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(51) 38. DAFTAR PUSTAKA. Azizah C, 2012. Studi Potensi Air Sungai di Kabupaten Bireun. Variasi. 3 (9):1-10 Barus TA, 2004. Pengantar Limnologi Studi Kasus Tentang Ekosistem Air Daratan. USU Press. Medan. Bhagawati D, Abulias MN, Amurwanto A, 2013. Fauna Ikan Siluriformes dari Sungai Serayu, Banjaran, dan Tajum di Kabupaten Banyumas. Jurnal MIPA. 36 (2): 112-122. Dalfit, 2012. Keanekaragaman Jenis Ikan Air Tawar di Sungai-Sungai Yang Berasal Dari Gunung Salak. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Eschmeyer WN, 1998. Catalog of Fishes Volume 1-3. California Academy of Sciences. California. Fachrul MF, 2007. Metode Sampling Bioekologi. PT Bumi Aksara. Jakarta. Fauziah P, Purnama AA, Yolanda R, Karno R, 2017. Keanekaragaman Ikan (Pisces) di Danau Sipogas Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau. Jurnal Biologi Udayana. 21(1):17-20. Grammer GL, Slack WT, Peterson MS, Dugo MA, 2012. Nile Tilapia Oreochromis niloticus (Linnaeus, 1758) Establishment in Temperate Mississippi, USA: Multi-year Survival Confirmed by Otolith Ages. Aquatic Invasions. 7 (3): 367-376. Gonawi GJ, 2009. Habitat dan Struktur Komunitas Nekton di Sungai CihedeungBogor, Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Husnah, Fahmi Z, Said A, Marini M, Apriyadi, Juniarto RS, Rusma, Mersi, Rosidi, 2012. Laporan Tahunan Potensi Produksi dan Karakteristik Sumberdaya Ikan di Krueng Peusangan, Provinsi Aceh. Kementrian Kelautan dan Perikanan. Ichwana, Sumono, Delvian, 2012. Karakteristik Lokasi dan Pola Resapan: Data, Analisis dan Respon. Jurnal Teknik Pertanian. 5 (2):347-354 Idris S, Nurhadi, Wati M, 2017. Jenis-jenis Ikan yang Tertangkap di Sungai Batang Kariang Nagari Air Amo Kecamatan Kamang Baru Kabupaten Sijunjung Provinsi Sumatera Barat. Artikel Ilmiah. Kenconojati H, Suiyono, Budi DS, Ulkhaq MF, Azhar MH, 2016. Inventarisasi Kenakearagaman Jenis Ikan di Sungai Bendo Desa Kampung Anyar Kabupaten Bayuwangi. Jurnal AGROVETERINER. 5 (1):89-97. Kottelat M, Whitten AJ, Kartikasari SN, Wirjoatmodjo S, 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Edition. Singapore. Khasanah N, Mulyoutami E, Ekodinata A, Asmawan T, Tanika L, Said Z, Noorwidjk MV, Leimona B, 2010. Kaji Cepat Hidrologi di Daerah Aliran Sungai Krueng Peusangan, NAD, Sumatra. World Agroforestry Centre. Bogor. Krebs CJ, 1985. Ecology:The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Harper & Row Publishing. New York. Kristanto P, 2002. Ekologi Industri. Penerbit ANDI. Yogyakarta. Lagler KF, Bardach JE, Miller RR, Passino DRM, 1977. Ichthyology Second Edition. John Wiley & Sons. New York. Listyanto N, Andriyanto S, 2009. Ikan Gabus (Channa striata) Manfaat Pengembangan dan Alternatif Teknik Budidayanya. Media Akuakultur. 4 (1):18-30.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(52) 39. Maddern MG, Gill HS, Morgan DL, 2011. Biology and Invasive Potential of The Introduced Swordtail Xiphophorus hellerii Heckel (Poeciliidae) in Western Australia. Aquatic Conservation: Marine and Freshwater Ecosystem. John Wiley and Sons. Michael P, 1994. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. UI Press. Jakarta. Muchlisin ZA, Musman M, Azizah MNS, 2010. Length-Weight Relationships and Condition Factors of Two Threatened Fishes, Rasbora tawarensis and Poropuntius tawarensis, Endemic to Lake Laut Tawar, Aceh Province, Indonesia. Journal of Applied Ichtyology. 26 (2):949-953. Mustofa A, 2015. Kandungan Nitrat dan Posfat Sebagai Faktor Tingkat Kesuburan Perairan Pantai. Jurnal DISPROTEK. 6 (1):13-19. Mutiara D, 2014. Klasifikasi Jenis Ikan Familia Cyprinidae di Sungai Pangi Desa Pengumbuk Kecamatan Rantau Bayur Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal Sainmatika. 11 (1):37-41. Nuriya H, Hidayah Z, Syah AF, 2010. Analisis Parameter Fisika Kimia di Perairan Sumenep Bagian Timur dengan Menggunakan Citra Landsat TM 5. Jurnal Kelautan. 3 (2):132-138. Odum EP, 1994. Dasar-Dasar Ekologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Panjaitan KY, Sucahyo, Semuel F, Rondonuwu, 2015. Struktur Populasi Ikan Guppy (Poecilia reticulata) di Sungai Gajah Putih, Surakarta, Jawa Tengah. Bonorowo wetlands. 6 (2): 103-109. Patty SI, Arfah H, Abdul MS, 2015. Zat Hara (Fosfat, Nitrat), Oksigen Terlarut dan pH Kaitannya dengan Kesuburan di Perairan Jikumerasa, Pulau Buru. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis. 1 (1): 43-50 Patty SI, 2018. Oksigen Terlarut dan Apparent Oxygen Utilization di Perairan Selat Lembeh, Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax. 6 (1):54-60. Putri DSJ, Abulias MN, Bhagawani D, 2014. Studi Kekerabatan Ikan Familia Cyprinidae yang Tertangkap di Sungai Serayu Kabupaten Banyumas. Jurrnal Scripta Biologica. 1(2):129-135. Ratnasari D, 2011. Teknik Pembesaran Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus). [Skripsi]. Surabaya: Universitas Airlangga, Program Sarjana. Risamasu FJL, Prayitno HB, 2011. Kajian Zat Hara Fosfat, Nitrit, Nitrat dan Silikat di Perairan Kepulauan Matasiri, Kalimantan Selatan. Ilmu Kelautan. 16 (3): 135-142. Santoso AD, 2018. Keragaan Nilai DO, BOD dan COD di Danau Bekas Tambang Batu Bara. Jurnal Teknologi Lingkungan. 19 (1):89-96. Setiawan J, Kurniawan A, Sari SP, Kurniawan A, Fakhrurrozi Y, 2018. Fitoplankton pada Habitat Ikan Cempedik (Osteochillus spilurus) di Sungai Lenggang, Belitung Timur. Jurnal Ilmu Perikanan. 9 (2):45-52. Suin NM, 2002. Metode Ekologi. Penerbit Universitas Andalas. Padang. Utami TMR, Maslukah L, Yusuf M, 2016. Sebaran Nitrat (NO3) dan Fosfat (PO4) Di Perairan Karangsong Kabuppaten Indramayu. Buletin Oseanografi Marina. 5 (1): 31-37. Wahyuni TT, Zakaria A, 2018. Keanekaragaman Ikan di Sungai Luk Ulo Kabupaten Kebumen. Biosfera. 35 (1): 23-28. Wargasasmita S, 2002. Ikan Air Tawar Endemik Sumatra yang Terancam Punah. Jurnal Iktiologi Indonesia. 2 (2): 41-49.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(53) 40. Wu LW, Liu CC, Lin SM, 2011. Identification of Exotic Saiflin Catfih Species (Pterygoplichtys, Loricariidae) in Taiwan Based on Morphology and mtDNA Sequences. Zoological studies. 50 (2):235-246.. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(54) 41. Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(55) 42. Lampiran 2. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur DO Sampel Air 1 ml MnSO4 1 ml KOHKI Dihomogenkan Didiamkan Sampel Endapan Putih/Cokelat 1 ml H2SO4 Dihomogenkan Didiamkan Larutan Sampel Berwarna Cokelat Diambil 100 ml Dititrasi Na2S2O3 0,00125 N Sampel Berwarna Kuning Pucat Ditambah 5 tetes Amilum Sampel Berwarna Biru. Dititrasi Na2S2O3 0,00125 N Sampel Bening Dihitung volume Na2S2O3 yang terpakai Hasil. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi yang berjudul “Keanekaragaman Jenis Serangga Air di Sungai Samin Kabupaten Karanganyar dan Sukoharjo Provinsi Jawa Tengah” ini adalah karya penelitian saya

Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian mengenai keanekaragaman ikan dan menganalisis hubungan keanekaragaman terhadap faktor fisik-kimia perairan di Sungai

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas lingkungan perairan sungai dan kemelimpahan, keanekaragaman serta dominansi ikan di Sungai Pelus Wilayah Kabupaten

Menurut nelayan di sekitar Sungai Belumai keanekaragaman jenis ikan yang ada cukup tinggi seperti ikan Jurung, Baung, Lemeduk, Hampala, Siakap,. Paitan

Keanekaragaman ikan di Sungai Silang, kecamatan Baktiraja, kabupaten Humbang Hasundutan telah diteliti pada Mei 2016.. Penentuan titik lokasi penelitian

Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian mengenai keanekaragaman ikan dan menganalisis hubungan keanekaragaman terhadap faktor fisik-kimia perairan di Sungai

Oleh karena itu, penelitian mengenai “Keanekaragaman Jenis Ikan dan Keterkaitannya dengan Parameter Kualitas Perairan Sungai Bah Bolon Kabupaten Serdang Bedagai

Bentuk Media Pendukung Pembelajaran Biologi pada Materi Keanekaragaman Hayati dari Hasil Penelitian Tentang Keanekaragaman Jenis Ikan di Danau Laut Tawar Sebagai