• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG KETERTIBAN UMUM DAN KETENTERAMAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG KETERTIBAN UMUM DAN KETENTERAMAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

421

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 10 TAHUN 2014

TENTANG

KETERTIBAN UMUM DAN KETENTERAMAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SEMARANG,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan tata kehidupan masyarakat Kabupaten Semarang yang mandiri, tertib dan sejahtera, diperlukan adanya pengaturan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat yang mampu melindungi warga masyarakat, prasarana umum beserta kelengkapannya;

b. bahwa penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat menjadi urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten Semarang sehingga dalam pelaksanaannya harus dijalankan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku;

(2)

422

c. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang Nomor 22 Tahun 1977 tentang Kebersihan, Keindahan Dan Ketertiban Umum dan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang Nomor 8 Tahun 1987 tentang Penanggulangan Dan Rehabilitasi Wanita Tuna Susila tidak sesuai dengan kondisi dan perkembangan yang ada sehingga perlu ditinjau kembali;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Ketertiban Umum Dan Ketenteraman Masyarakat;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah;

3. Undang-Undang Nomor 67 Tahun 1958 tentang Perubahan Batas-batas Wilayah Kotapraja Salatiga Dan Daerah Swatantra Tingkat II Semarang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1652);

4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3029);

5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49,

(3)

423

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);

6. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 181, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3789);

7. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

8. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);

9. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);

10. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4386);

11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12

(4)

424

Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

12. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);

13. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan InternationalCovenant On Economic, Social And Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4557);

14. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights (Konvenan Internasional tentang Hak-hak Sipil Dan Politik) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4558);

15. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4674) sebagaimana telah diubah dengan Undang- undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik

(5)

425

Indonesia Tahun 2013 Nomor 232 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5479 );

16. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Undang-Undang Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

17. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851);

18. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 181, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4928);

19. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);

20. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967);

21. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025);

22. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112,

(6)

426

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);

23. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

24. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

25. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5168);

26. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan Dan Kawasan Pemukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188);

27. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

28. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1976 tentang Perluasan Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1976 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3079);

(7)

427

29. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3175);

30. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5245);

31. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1992 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga dan Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3500);

32. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3643);

33. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

(8)

428

2003 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4276);

34. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258);

35. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

36. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

37. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4855);

38. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan

(9)

429

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624);

39. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655);

40. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 80, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4736);

41. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

42. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);

43. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

44. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

(10)

430

2008 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4858);

45. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5094);

46. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 74, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 5230);

47. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan Dan Penyebarluasan Peraturan Perundang- undangan;

48. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2005 tentang Pedoman Prosedur Tetap Satuan Polisi Pamong Praja;

49. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah ;

50. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah ;

51. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2010 tentang Ketenteraman, Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat Dalam Rangka Penegakan Hak Asasi Manusia;

(11)

431

52. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2011 tentang Standar Operasional Prosedur Satuan Polisi Pamong Praja;

53. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang Nomor 10 Tahun 1988 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang Tahun 1988 Nomor 17 Seri D Nomor 11);

54. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Pengujian Kendaraan Bermotor (Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Tahun 2002 Nomor 36, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Nomor 36);

55. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Ijin Reklame (Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Tahun 2004 Nomor 28 Seri C Nomor 94, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Nomor 14);

56. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Ijin Bangunan (Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Tahun 2006 Nomor 16 Seri C Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Nomor 13);

57. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Barang Milik Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Tahun 2007 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Nomor 1);

58. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 10 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Semarang

(12)

432

Nomor 18 Tahun 2002 tentang Pengujian Kendaraan Bermotor (Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Tahun 2007 Nomor 10, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Nomor 8);

59. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 13 Tahun 2007 tentang Garis Sempadan (Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Tahun 2007 Nomor 13, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Nomor 10);

60. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Tahun 2008 Nomor 14, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Nomor 13);

61. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 16 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Semarang (Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Nomor14);

62. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 26 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Air Tanah (Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Tahun 2008 Nomor 26, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Nomor 23);

63. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan (Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Nomor 4);

(13)

433

64. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 1 Tahun 2010 tentang Irigasi Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Tahun 2010 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Nomor 1);

65. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 16 Tahun 2010 tentang Penataan Dan Pembinaan Pergudangan (Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Tahun 2010 Nomor 16, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Nomor 12);

66. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten SemarangTahun 2011-2031 (Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Tahun 2011 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Nomor 6);

67. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Ijin Penyelenggaraan Angkutan Di Jalan Dengan Kendaraan Bermotor Umum (Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Tahun 2013 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Nomor 2);

68. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 3 Tahun 2013 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan (Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Tahun 2013 Nomor 3,Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Nomor 3);

69. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 7 Tahun 2013 tentang Perijinan Usaha Jasa Konstruksi (Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Tahun 2013 Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Nomor 7);

(14)

434

70. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 8 Tahun 2013 tentang Surat Ijin Usaha Perdagangan (Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Tahun 2013 Nomor 8, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Nomor 8);

71. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pengawasan Dan Pengendalian Minuman Beralkohol (Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Tahun 2013 Nomor 9, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Nomor 9);

72. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Tahun 2014 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Nomor 1);

73. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima Kabupaten Semarang (Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Nomor 2);

74. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan di Kabupaten Semarang (Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Tahun 2014 Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Semarang Nomor 3);

(15)

435

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SEMARANG

dan

BUPATI SEMARANG MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG KETERTIBAN UMUM DAN KETENTERAMAN MASYARAKAT

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Semarang.

2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Kabupaten Semarang.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur Penyelenggara Pemerintahan Kabupaten Semarang.

5. Bupati Semarang yang selanjutnya disebut Bupati adalah Kepala Daerah Kabupaten Semarang.

(16)

436

6. Satuan Polisi Pamong Praja yang selanjutnya disingkat Satpol PP adalah bagian perangkat daerah dalam penegakan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.

7. Ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat adalah suatu keadaan dinamis yang memungkinkan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan tenteram, tertib dan teratur.

8. Kebersihan adalah keadaan bebas dari kotoran, termasuk diantaranya, debu, sampah, bau, virus, kuman penyakit dan bahan kimia berbahaya, serta sebagai salah satu tanda dari keadaan kesehatan dan lingkungan yang baik.

9. Keindahan adalah keadaan yang bagus untuk dipandang dan merupakan bagian dari estetika, sosiologi, psikologi sosial dan budaya serta menyebabkan ketenteraman.

10. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan/ atau air serta diatas permukaan air kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel.

11. Kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan barang dan/orang dengan dipungut bayaran.

12. Taman adalah sebidang tanah yang merupakan bagian dari ruang terbuka hijau yang mempunyai fungsi tertentu, ditata dengan serasi, lestari dengan menggunakan material taman, material buatan dan unsur-unsur alam dan mampu menjadi areal penyerapan air.

13. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan

(17)

437

lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

14. Pedagang kaki lima yang selanjutnya disingkat PKL adalah pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan dangan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan milik pemerintah dan/atau swasta yang bersifat sementara / tidak menetap.

15. Tuna Sosial adalah seseorang yang mempunyai penyimpangan dalam norma-norma sosial, termasuk pengemis, gelandangan, tuna susila, anak jalanan, pengamen, eks pengguna Napza, orang-orang terlantar.

16. Tuna Susila adalah seseorang yang melakukan hubungan seksual dengan sesama atau lawan jenis secara berulang- ulang dan bergantian diluar perkawinan yang sah dengan tujuan mendapatkan imbalan uang, materi atau jasa.

17. Asusila adalah suatu perbuatan dan tingkah laku yang melanggar norma kesopanan, norma agama dan norma lainnya yang berlaku di dalam kehidupan masyarakat.

18. Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta dimuka umum dengan pelbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain.

19. Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai mata pencaharian dan tempat tinggal yang tetap diwilayah tertentu serta hidup menggembara di tempat umum.

20. Anak jalanan adalah anak yang berusia 5 sampai dengan 18 tahun yang menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah dan/atau berkeliaran dijalanan maupun ditempat umum.

21. Pengamen adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih dengan alat musik tertentu untuk memperoleh imbalan jasa di tempat-tempat umum.

22. Parkir adalah keadaan kendaraan berhenti atau tidak bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan pengemudinya.

(18)

438

23. Hiburan adalah sesuatu atau perbuatan yang dapat menghibur hati dan melupakan kesedihan.

24. Pencemaran Lingkungan Hidup adalah masuk atau dimasukannya mahluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

25. Limbah adalah benda yang dibuang baik berasal dari alam atau dari hasil proses teknologi atau buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal dengan sampah) yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis.

26. Usaha adalah kegiatan yang dijalankan secara teratur dalam suatu bidang usaha tertentu dengan maksud mencari laba atau keuntungan.

27. Tempat Usaha adalah tempat untuk melaksanakan kegiatan yang dijalankan secara teratur dalam suatu bidang usaha tertentu dengan maksud mencari laba atau keuntungan.

28. Bangunan adalah suatu perwujudan fisik arsitektur yang digunakan sebagai wadah kegiatan manusia.

29. Kawasan Tanpa Rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan/ atau penggunaan rokok.

30. Tempat umum adalah sarana yang diselenggarakan oleh pemerintah, swasta atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan masyarakat.

31. Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.

32. Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/

atau proses alam yang berbentuk padat.

33. Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air didalamnya

(19)

439

mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan.

34. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut PPNS adalah Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan pemerintah daerah yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah dan peraturan pelaksanaannya.

BAB II RUANG LINGKUP

Pasal 2

Ruang Lingkup yang diatur dalam Peraturan Daerah ini meliputi:

a. maksud dan tujuan;

b. kewajiban dan wewenang Pemerintah Daerah;

c. hak dan kewajiban bagi Warga Masyarakat;

d. tertib tata ruang;

e. tertib jalan, tertib taman dan tempat umum;

f. tertib sungai, saluran air dan sumber air;

g. tertib lingkungan;

h. tertib usaha dan tempat usaha;

i. tertib bangunan;

j. tertib sosial;

k. tertib kesehatan;

l. tertib tempat hiburan dan keramaian;

m. tertib peranserta masyarakat;

n. pembinaan, pengendalian dan pengawasan;

o. sanksi administrasi;

p. ketentuan penyidikan;

q. ketentuan pidana; dan r. ketentuan penutup.

(20)

440 BAB III

MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 3

(1) Maksud disusunnya Peraturan Daerah ini adalah memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.

(2) Tujuan dari pengaturan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, adalah :

a. mewujudkan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan atas hak-hak warga dan masyarakat;

b. menumbuh kembangkan budaya disiplin masyarakat guna mewujudkan visi dan misi daerah; dan

c. memberikan pedoman dalam penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.

BAB IV

KEWAJIBAN DAN WEWENANG PEMERINTAH DAERAH Pasal 4

(1) Pemerintah Daerah berkewajiban untuk memberikan penyuluhan / pengertian, menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran masyarakat akan tanggung jawabnya terhadap ketertiban, kebersihan dan keindahan sebagai upaya memelihara ketertiban umum dan melestarikan lingkungan hidup .

(2) Setiap Instansi dan / atau Lembaga Pemerintah berkewajiban untuk memelihara ketertiban, kebersihan dan keindahan dalam lingkungan yang menjadi wewenangnya dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.

(21)

441

(3) Pemerintah Daerah berwenang mengatur ketertiban, ketenteraman, kebersihan dan keindahan Daerah.

BAB V

HAK DAN KEWAJIBAN BAGI WARGA MASYARAKAT

Pasal 5

(1) Ketertiban, ketenteraman, kebersihan dan keindahan adalah bagian yang takterpisahkan dengan lingkungan hidup, oleh karenanya menjadi haksetiap orang untuk menikmatinya.

(2) Setiap orang berkewajiban berperan serta terhadap ketertiban,ketenteraman, kebersihan dan keindahan .

(3) Setiap orang berkewajiban berperan serta mencegah terjadinya kerusakan dangangguan lingkungan .

BAB VI

TERTIB TATA RUANG Pasal 6

(1) Setiap orang atau badan yang akan menyelenggarakan kegiatan usaha wajib memenuhi ketentuan tata ruang yang telah ditetapkan.

(2) Setiap orang atau badan dalam kegiatan pemanfaatan ruang wilayah, wajib :

a. mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;

b. memanfaatkan ruang sesuai dengan ijin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang;

(22)

442

c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan ijin pemanfaatan ruang; dan

d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai hak milik umum.

BAB VII

TERTIB JALAN, TERTIB TAMAN DAN TEMPAT UMUM Bagian Kesatu

Tertib Jalan Pasal 7

(1) Setiap orang berhak menikmati kenyamanan berjalan dan berlalu lintas .

(2) Untuk melindungihak setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah Daerah melakukan penertiban penggunaan jalur lalu lintas, trotoar, bahu jalan, jembatan, dan melindungi kualitas jalan.

Pasal 8

Dalam rangka penertiban jalur lalu lintas Pemerintah Daerah melakukan pemasangan dan pengaturan rambu-rambu lalu lintas dan marka jalan.

Pasal 9

(1) Setiap pejalan kaki wajib berjalan di tempat yang telah ditentukan.

(2) Setiap pejalan kaki yang akan menyeberang jalan harus menggunakan sarana jembatan penyeberangan atau marka penyeberangan apabila terdapat jembatan penyeberangan orang atau marka penyeberangan (zebra cross).

(23)

443

(3) Setiap pejalan kaki dilarang menerobos atau melompat pagar pembatas jalan.

(4) Setiap orang atau Badan dilarang mengoperasikan sebagai angkutan umum kendaraan yang tidak sesuai standar berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Setiap orang dilarang melakukan pengaturan lalu lintas kendaraan pada persimpangan jalan, tikungan atau putaran jalan serta tempat-tempat tertentu kecuali oleh petugas.

(6) Setiap orang atau Badan dilarang mengalihkan fungsi jalan, jembatan, dan trotoar tanpa ijin.

Pasal 10

(1) Setiap pemakai jasa angkutan umum di jalan harus naik atau turun dari kendaraan di tempat pemberhentian yang telah ditetapkan.

(2) Setiap angkutan umum harus berjalan pada lajur jalan yang telah ditetapkan dan tidak diperbolehkan berhenti selain di tempat pemberhentian yang telah ditetapkan.

Pasal 11

Kecuali atas ijin pejabat yang berwenang, setiap orang atau Badan dilarang :

a. menutup jalan;

b. membangun portal permanen dan/ atau gundukan/tanggul pengaman di jalan umum;

c. menutup terobosan jalan / putaran jalan;

d. membongkar jalur pemisah jalan;

e. membongkar, memotong, merusak pagar pengaman jalan;

f. membongkar trotoar jalan; atau

g. melakukan perbuatan yang dapat berakibat merusak badan jalan atau membahayakan keselamatan lalu lintas.

(24)

444 Bagian Kedua

Tertib Taman dan Tempat Umum Pasal 12

(1) Setiap orang atau Badan dilarang mengubah/mengalihkan fungsi taman, tempat umum untuk kepentingan pribadi atau kelompok.

(2) Setiap orang dilarang membuang air besar/kecil dan sampah di lokasi taman/tempat umum.

(3) Setiap orang atau Badan dilarang menebang / memotong / mencabut / merusak tanaman yang ditanam oleh Pemerintah Daerah disepanjang jalan dan taman kecuali atas ijin pejabat yang berwenang.

Pasal 13

Setiap orang atau Badan dilarang menumpuk barang di lokasi tempat umum.

BAB VIII

TERTIB SUNGAI, SALURAN AIR DAN SUMBER AIR Pasal 14

(1) Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas pemanfaatan sungai, saluran irigasi, saluran air, saluran drainase dan pelestarian sumber air.

(2) Pemerintah Daerah bersama masyarakat memelihara, menanam dan melestarikan pohon pelindung di sempadan sungai, saluran air dan sumber air.

(3) Setiap orang atau Badan dilarang membangun bangunan permanen dan tidak permanen di atas saluran air, sungai, bantaran sungai, danau, rawa dan bendungan.

(25)

445

(4) Setiap orang atau Badan dilarang menangkap ikan dengan cara meracun, menggunakan aliran listrik dan bahan atau alat yang dapat merusak kelestarian lingkungan di sungai, danau, rawa, dan bendungan.

(5) Setiap orang atau Badan dilarang membuang limbah yang menggangu lingkungan ke sungai, danau, rawadan bendungan.

Pasal 15

Dalam menanggulangi bencana alam banjir PemerintahDaerah melaksanakan program penghijauan dan pengerukan sungai serta saluran air dengan mengikutsertakan masyarakat dan kelompok masyarakat pada lingkungan Rukun Tetangga dan Rukun Warga.

BAB IX

TERTIB LINGKUNGAN Pasal 16

Pemerintah Daerah melindungi setiap orang dari gangguan ketertiban lingkungan, baik yang datang dari luar maupun dari dalam Daerah.

Pasal 17

(1) Setiap orang yang berkunjung atau bertamu lebih dari 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam wajib melaporkan diri kepada pengurus Rukun Tetangga setempat.

(2) Setiap pemilik rumah, pemondokan dan / atau pengelola rumah susun wajib melaporkan penghuninya kepada

(26)

446

Kepala Desa / Lurah melalui pengurus Rukun Tetangga setempat secara periodik.

(3) Setiap penghuni rumah kontrak wajib melapor kepada Kepala Desa / Lurah melalui pengurus Rukun Tetangga setempat secara periodik.

Pasal 18

Setiap orang yang bermaksud tinggal dan menetap di Daerah wajib memenuhi persyaratan administrasi kependudukan sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 19

Dalam menyelenggarakan ketertiban lingkungan pemerintah Daerah mengikutsertakan peran masyarakat di lingkungan Rukun Tetangga dan Rukun Warga.

Pasal 20

(1) Setiap orang atau Badan dilarang memelihara, membunuh, menembak dan memperdagangkan hewan yang dilindungi oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Setiap orang atau Badan dilarang melepas hewan atau ternak di pasar, lingkungan sekitar dan tempat umum.

Pasal 21

(1) Setiap orang atau Badan harus membuang sampah di tempat sampah yang telah disediakan.

(2) Setiap orang atau Badan dilarang membakar sampah dan membuang sampah di tempat umum.

(27)

447 Pasal 22 Setiap orang atan Badan dilarang :

a. mengangkut bahan berdebu, berbau busuk dan mudah tercecer dengan menggunakan alat angkutan yang terbuka;

b. mengangkut bahan berbahaya dan beracun, tanpa dilengkapi dengan perijinan yang sah;

c. merusak sarana dan prasarana umum; atau

d. menyelenggarakan angkutan tanah tanpa dilengkapi dengan perijinan yang sah.

BAB X

TERTIB USAHA DAN TEMPAT USAHA Pasal 23

(1) Setiap orang atau badan yang melakukan kegiatan usaha wajib memiliki izin sesuai ketentuan Peraturan Perundang- undangan yang berlaku.

(2) Setiap orang atau badan melaksanakan kegiatan usaha sesuai dengan perijinan yang dimiliki dan pada tempat- tempat yang telah ditentukan.

(3) Setiap orang atau badan yang melakukan kegiatan usahanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus bertanggung jawab terhadap ketertiban, kebersihan dan menjaga kesehatan lingkungan serta keindahan di tempat usaha dan sekitar tempat usaha.

(28)

448 BAB XI

TERTIB BANGUNAN Pasal 24

(1) Pemerintah Daerah menyelenggarakan program tertib bangunan di Daerah.

(2) Setiap orang atau badan pemilik dan / atau pengguna bangunan atau rumah diwajibkan :

a. memelihara pagar pekarangan dan memotong pagar hidup yang berbatasan dengan jalan;

b. membuang bagian dari pohon, semak-semak dan tumbuh-tumbuhan yang dapat mengganggu keamanan dan / atau ketertiban;

c. memelihara dan mencegah pengrusakan bahu jalan atau trotoar;

d. memelihara ketertiban dan kenyamanan lingkungan.

(3) Setiap orang atau badan yang akan mendirikan bangunan wajib memiliki izin terlebih dahulu dan menggunakan bangunan miliknya sesuai dengan izin yang telah ditetapkan.

Pasal 25 (1) Setiap orang atau badan dilarang :

a. mendirikan bangunan atau benda lain yang menjulang, menanam atau membiarkan, tumbuh pohon atau tumbuh-tumbuhan lain di dalam kawasan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTET) pada radius sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan; dan

b. mendirikan bangunan pada ruang milik jalan, ruang milik sungai, ruang milik waduk, ruang milik danau, taman dan jalur hijau, kecuali untuk kepentingan dinas.

(29)

449

(2) Setiap orang atau badan wajib menjaga serta memelihara lahan, tanah, dan bangunan di lokasi yang menjadi miliknya.

Pasal 26

(1) Setiap orang atau badan dilarang membangun menara / tower komunikasi, kecuali mendapat izin dari Bupati atau pejabat yangberwenang.

(2) Pemilik / pengelola menara / tower komunikasi wajib menjamin keamanan dan keselamatan dari berbagai kemungkinan yang dapat membahayakan dan / atau merugikan orang lain dan / atau badan dan / atau fungsi menara / tower komunikasi tersebut.

BAB XII TERTIB SOSIAL

Pasal 27

(1) Pemerintah Daerah melakukan penertiban terhadap :

a. tuna social yang tidur dan membuat gubug untuk tempat tinggal di tempat-tempat umum serta tempat lain yang bukan peruntukannya;

b. tuna sosial yang mencari penghasilan di perempatan lampu lalu lintas (traffic light), tempat-tempat ibadah, di lingkungan perkantoran, lingkungan sekolah, rumah- rumah penduduk, dan pertokoan ;

c. tuna sosial yang mengamuk dan melakukan kerusuhan di tempat umum; dan

d. setiap orang atau Badan dan / atau perkumpulan yang menghimpun anak-anak jalanan, gelandangan dan pengemis untuk dimanfaatkan dengan cara meminta- minta / mengamen untuk ditarik penghasilannya.

(30)

450

(2) Setiap orang dilarang melanggar norma dan / atau berbuat asusila di jalan, jalur hijau, taman dan / atau tempat- tempat umum lainnya.

(3) Setiap orang dilarang meminum minuman beralkohol di tempat umum.

Pasal 28 Setiap orang dilarang :

a. menyediakan rumah / tempat usaha sebagai tempatyang digunakan untuk perbuatan asusila dan / atau sebagai tempat penampung tuna susila; dan

b. menyediakan dan / atau melakukan pornografi dan porno aksi;

c. melakukan kegiatan atau perbuatan yang melanggar norma- norma susila, norma agama dan menjadi penjaja seks komersial;

d. memberikan sejumlah uang atau barang kepada tuna sosial di fasilitas umum.

Pasal 29

(1) Pemerintah Daerah menyelenggarakan upaya preventif, represif dan rehabilitatif bagi tuna sosial.

(2) Pemerintah Daerah mengupayakan pemulangan tuna sosial dalam perjalanannya ke daerah asal.

Pasal 30

Pemerintah Daerah menutup tempat-tempat yang dipergunakan untuk melakukan perbuatan asusila, dan / atau kegiatan yang mengarah pada perbuatan asusila.

(31)

451 Pasal 31

Pemerintah Daerah atau pejabat yang ditunjuk melakukan tindak pencegahan terhadap berkembangnya perbuatan asusila melalui penertiban:

a. peredaran pornografi dan pornoaksi dalam segala bentuk;

dan

b. tempat hiburan dan tempat lainnya yang mengarah pada terjadinya perbuatan asusila.

BAB XIII

TERTIB KESEHATAN Pasal 32

Setiap orang dilarang :

a. membuang sampah yang mengganggu lingkungan;

b. menyelenggarakan dan / atau melakukan praktek pengobatan tradisional dan kebatinan tanpa izin; dan c. menyediakan, meracik dan menjual makanan dan

minuman yang membahayakan kesehatan.

d. merokok pada : 1. tempat kerja;

2. tempat ibadah;

3. tempat sarana pendidikan;

4. tempat pelayanan kesehatan;

5. arena kegiatan anak;

6. kendaraan angkutan umum; dan 7. tempat umum yang ditetapkan.

(32)

452 BAB XIV

TERTIB TEMPAT HIBURAN DAN KERAMAIAN Pasal 33

(1) Setiap orang atau Badan dilarang menyelenggarakan tempat usaha hiburan tanpa izin Bupati atau pejabat yang ditunjuk.

(2) Setiap penyelenggaraan tempat usaha hiburan yang sudah mendapat ijin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang melaksanakan kegiatan lain yang menyimpang dari izin yang dimiliki.

Pasal 34

Setiap penyelenggaraan kegiatan keramaian wajib memberitahukan dan / atau mendapat izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 35

(1) Pemerintah Daerah melakukan penertiban tempat-tempat hiburan atau tempat kegiatan yang mengganggu ketertiban dan ketenteraman masyarakat dan / atau dapat menimbulkan dampak yang merugikan bagi masyarakat.

(2) Untuk melindungi hak setiap orang dalam pelaksanaan peribadatan / kegiatan keagamaan, Pemerintah Daerah dapat menutup dan/ atau menutup sementara tempat- tempat hiburan atau kegiatan yang dapat mengganggu pelaksanaan peribadatan.

(33)

453 BAB XV

TERTIB PERANSERTA MASYARAKAT Pasal 36

(1) Masyarakat dapat berperan serta dalam membantu upaya penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.

(2) Masyarakat dapat melaporkan kepada pejabat yang berwenang apabila mengetahui adanya pelanggaran terhadap ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.

(3) Pemerintah Daerah wajib menindaklanjuti dan memberikan jaminan keamanan, kerahasiaan serta perlindungan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4) Setiap orang atau Badan dilarang menempatkan atau memasang lambang, simbol, bendera, spanduk, umbul- umbul maupun atribut lainnya pada pagar pemisah jembatan, pagar pemisah jalan, jembatan, jalan, halte, terminal, taman, tiang listrik / telepon, pohon dan tempat umum lainnya.

(5) Pemasangan lambang, simbol, bendera, spanduk, umbul- umbul maupun atribut lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan setelah mendapat ijin dari Bupati atau pejabat yang ditunjuk.

(6) Setiap orang atau Badan yang menempatkan dan memasang lambang, simbol, bendera, spanduk, umbul- umbul maupun atribut lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib mencabut serta membersihkan sendiri setelah habis masa berlakunya.

(34)

454 Pasal 37

Setiap orang atau Badan wajib memasang bendera Merah Putih pada peringatan hari besar nasional dan daerah pada waktu tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Pasal 38

(1) Setiap orang atau Badan dilarang merusak sarana dan prasarana umum termasuk pada waktu berlangsungnya penyampaian pendapat, unjuk rasa, rapat-rapat umum dan / atau pengerahan massa.

(2) Setiap orang atau Badan dilarang membuang benda-benda dan / atau sarana yang digunakan pada waktu penyampaian pendapat, unjuk rasa, rapat-rapat umum dan pengerahan massa di jalan dan tempat umum lainnya.

(3) Setiap orang dilarang membawa benda-benda yang dapat membahayakan diri dan orang lain pada waktu berlangsungnya penyampaian pendapat, unjuk rasa, rapat- rapat umum dan / atau pengerahan massa .

Pasal 39

Setiap orang atau Badan yang menyelenggarakan pengumpulan sumbangan uang atau barang harus mendapat ijin sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

(35)

455 BAB XVI

PEMBINAAN, PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN Pasal 40

Pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat dilakukan oleh Bupati, dilaksanakan oleh SKPD yang dalam tugas pokok dan fungsinya bertanggung jawab dalam bidang penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat bersama PPNS serta SKPD terkait dalam rangka mewujudkan perlindungan masyarakat .

Pasal 41

Pengawasan Peraturan Daerah ini dapat dilakukan oleh pemerintah daerah dan masyarakat.

BAB XVII

SANKSI ADMINISTRASI Pasal 42

(1) Setiap orang atau Badan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1),Pasal 9 ayat (3), Pasal 12 ayat (2), Pasal 17 ayat (1), Pasal 17 ayat (2), Pasal 17 ayat (3), Pasal 20 ayat (2), Pasal 32, Pasal 36 ayat (4), Pasal 36 ayat (6) dan Pasal 37 dapat dikenakan sanksi administratif.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa :

a. teguran lisan;

b. peringatan tertulis; dan c. denda.

(36)

456

(3) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, diberikan paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing peringatan 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal surat peringatan dikeluarkan oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk.

(4) Apabila setelah diberi Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Orang atau Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengabaikan, maka dapat dikenakan sanksi denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB XVIII

KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 43

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan dalam Peraturan Daerah ini, dan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang- undangan.

(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan pelanggaran ketentuan dalam Peraturan Daerah ini

(37)

457

agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;

b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi, atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan pelanggaran ketentuan dalam Peraturan Daerah ini;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan pelanggaran ketentuan dalam Peraturan Daerah ini;

d. memeriksa buku–buku, catatan–catatan dan dokumen- dokumen lain berkenaan dengan pelanggaran ketentuan dalam Peraturan Daerah ini;

e. melakukan penggelendahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen–dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan dalam Peraturan Daerah ini;

g. menyuruh berhenti dan / atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan berlangsung dan memeriksa identitas orang dan / atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud dalam huruf e;

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan pelanggaran ketentuan dalam Peraturan Daerah ini;

i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

j. menghentikan penyidikan; dan

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan dalam Peraturan Daerah ini menurut Ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya Penyidikan dan menyampaikan hasil penyelidikannya kepada Penuntut

(38)

458

Umum melalui Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang – Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.

BAB XIX

KETENTUAN PIDANA Pasal 44

(1) Setiap orang atau badan yang dengan sengaja melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), Pasal 6 ayat (2), Pasal 9ayat (4), Pasal 9 ayat (5), Pasal 10 ayat (1), 10 ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 ayat (1), Pasal 12 ayat (3), Pasal 13, Pasal 14 ayat (3), Pasal 14 ayat (4), Pasal 14 ayat (5), Pasal 20 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (2), Pasal 22, Pasal 23 ayat (1), Pasal 23 ayat (2), Pasal 24 ayat (2), Pasal 24 ayat (3), Pasal 25 ayat (1), Pasal 25 ayat (2), Pasal 26 ayat (1), Pasal 26 ayat (2), Pasal 27 ayat (2), Pasal 27 ayat (3), Pasal 28, Pasal 32, Pasal 33 ayat (1), Pasal 33 ayat (2), Pasal 34, Pasal 38 ayat (1), Pasal 38 ayat (2), Pasal 38 ayat (3) dan Pasal 39, dikenakan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelanggaran.

(3) Selain dapat dikenakan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat juga dikenakan pidana sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

(39)

459 BAB XX

KETENTUAN PENUTUP Pasal 45

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka:

a. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang Nomor 22 Tahun 1977 tentang Kebersihan, Keindahan Dan Ketertiban Umum (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang Seri C Nomor 2 Tahun 1978);

b. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang Nomor 8 Tahun 1987 tentang Penanggulangan Dan Rehabilitasi Wanita Tuna Susila (Lembaran Daerah

Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang Nomor 10 Tahun 1987 Seri C Nomor 1).

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 46

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan menempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Semarang.

Ditetapkan di Ungaran pada tanggal 10-06-2014

BUPATI SEMARANG, CAP TTD

MUNDJIRIN

(40)

460 Diundangkan di Ungaran

pada tanggal 10-06-2014 Plt. SEKRETARIS DAERAH

KABUPATEN SEMARANG Asisten Administrasi Umum,

CAP TTD BUDI KRISTIONO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2014 NOMOR 10

NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 52 TAHUN 2014

Salinan Sesuai Dengan Aslinya KEPALA BAGIAN HUKUM,

TTD

SUKATON PURTOMO PRIYATMO Pembina Tingkat I (IV/b) NIP. 19640404 199203 1 014

(41)

461

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 10 TAHUN 2014

TENTANG

KETERTIBAN UMUM DAN KETENTRAMAN MASYARAKAT I. UMUM

Sebagaimana diketahui bahwa salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah kabupaten adalah penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 13 ayat (1) huruf c Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah Kabupaten Semarang berkomitmen untuk menyelenggarakan urusan wajib dimaksud dalam rangka penegakan Peraturan Daerah,menjaga ketentraman dan ketertiban guna terwujudnya Kabupaten Semarang sebagai Kabupaten Jasa, Kabupaten Perdagangan dan Kabupaten Pariwisata yang masyarakatnya nyaman, aman dan tenteram.

Kondisi tersebut akan menjadi daya tarik bagi masyarakat regional maupun nasional untuk datang dan berkunjung serta menanamkan investasi yang pada akhirnya memberikan Kontribusi dalam Pengembangan dan Pembangunan Kabupaten Semarang.

Pengaturan mengenai Ketertiban Umum harus diarahkan guna pencapaian kondisi yang kondusif bagi seluruh aspek kehidupan masyarakat. Dinamika perkembangan dan kebutuhan masyarakat Kabupaten

(42)

462

Semarang yang dinamis dirasakan memerlukan Peraturan Daerah yang menjangkau secara seimbang antara subjek dan objek hukum yang diatur. Oleh karena itu, dalam upaya menampung persoalan dan mengatasi kompleksitas permasalahan dinamika perkembangan masyarakat diperlukan Peraturan Daerah tentang ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.

Dengan disusunnya Peraturan Daerah tentang ketertiban umum dan ketentraman masyarakatini, diharapkan implementasi terhadap penyelenggaraan ketentraman masyarakat dan ketertiban umum dapat diterapkan secara optimal guna menciptakan Ketentraman, Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan. Terkait dengan hal tersebut, maka dalam Peraturan Daerah ini mengatur substansi materi muatan sebagai berikut:

1. tertib tata ruang;

2. tertib jalan, taman dan tempat umum;

3. tertib sungai, saluran air dan sumber air;

4. tertib lingkungan;

5. tertib usaha dan tempat usaha;

6. tertib bangunan;

7. tertib sosial;

8. tertib kesehatan;

9. tertib tempat hiburan dan keramaian;

10. tertib peranserta masyarakat.

Peraturan Daerah ini mempunyai posisi yang sangat strategis dan penting untuk menambahkan motivasi dalam menumbuh kembangkan budaya disiplin masyarakat guna mewujudkan tata kehidupan Kabupaten Semarang yang lebih tenteram, tertib, nyaman, bersih dan indah yang dibangun berdasarkan partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat.

Upaya untuk mencapai kondisi tertib sebagaimana yang menjadi jiwa dari Peraturan Daerah ini tidak semata–mata

(43)

463

menjadi tugas dan tanggung jawab aparat, akan tetapi menjadi tugas dan tanggung jawab masyarakat, perorangan maupun badan untuk secara sadar ikut serta menumbuhkan dan memelihara ketertiban. Namun demikian, tindakan tegas terhadap pelanggar Peraturan Daerah dan Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang profesional sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 148 dan Pasal 149 Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Angka 1

Cukup Jelas.

Angka 2

Cukup Jelas.

Angka 3

Cukup Jelas.

Angka 4

Cukup Jelas.

Angka 5

Cukup Jelas.

Angka 6

Cukup Jelas.

(44)

464 Angka 7

Cukup Jelas.

Angka 8

Cukup Jelas.

Angka 9

Cukup Jelas.

Angka 10

Cukup Jelas.

Angka 11

Cukup Jelas.

Angka 12

Cukup Jelas.

Angka 13

Cukup Jelas.

Angka 14

Cukup Jelas.

Angka 15

Yang termasuk di dalam anak jalanan adalah anak punk.

(45)

465 Angka 16

Cukup Jelas.

Angka 17

Cukup Jelas.

Angka 18

Cukup Jelas.

Angka 19

Cukup Jelas.

Angka 20

Cukup Jelas.

Angka 21

Cukup Jelas.

Angka 22

Cukup Jelas.

Angka 23

Cukup Jelas.

Angka 24

Cukup Jelas.

(46)

466 Angka 25

Cukup Jelas.

Angka 26

Cukup Jelas.

Angka 27

Cukup Jelas.

Angka 28

Cukup Jelas.

Angka 29

Cukup Jelas.

Angka 30

Cukup Jelas.

Angka 31

Cukup Jelas.

Angka 32

Cukup Jelas.

Angka 33

Cukup Jelas.

(47)

467 Pasal 2

Cukup Jelas.

Pasal 3

Cukup Jelas.

Pasal 4

Cukup Jelas.

Pasal 5

Cukup Jelas.

Pasal 6

Cukup Jelas.

Pasal 7 Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Pasal 8

Cukup Jelas.

(48)

468 Pasal 9

Yang dimaksud dengan tempat yang telah ditentukan adalah trotoar, dengan maksud bahwa jalan yang dilengkapi dengan trotoar.

Pasal 10

Cukup Jelas.

Pasal 11

Yang dimaksud dengan Pejabat yang berwenang adalah pejabat sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang akan dimintakan ijin.

Pasal 12

Cukup Jelas.

Pasal 13

Cukup Jelas.

Pasal 14 Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

(49)

469 Ayat (3)

Yang dimaksud dengan bangunan permanen adalah bangunan yang dibuat dari bahan bangunan yang kuat dan tahan lama, seperti dari baja dan batu bata, yang ditinjau dari segi konstruksi dan umur bangunan dinyatakan lebih dari 15 (lima belas) tahun.

Bangunan tidak permanen atau bangunan sementara / darurat adalah bangunan yang dibuat dari bahan bangunan yang tidak kuat dan tidak tahan lama, yang ditinjau dari segi konstruksi dan umur bangunan dapat bertahan kurang dari 5 tahun.

Ayat (4)

Cukup Jelas.

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan Limbah adalah benda yang dibuang baik berasal dari alam atau dari hasil proses teknologi. Limbah dapat berupa tumpukan barang bekas, sisa kotoran hewan, tanaman, atau sayuran.

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal dengan sampah), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis.

Berdasarkan sumbernya, Limbah digolongkan menjadi :

(50)

470

a. Limbah Organik yang mudah busuk, misalnya, sisa sayuran, sisa makanan, dedaunan, potongan rumput, dan kotoran hewan;

b. Limbah Organik yang tidak mudah busuk, misalnya, kertas dan kayu;

c. Limbah Anorganik, misalnya, plastik, pecahan kaca, karet, kaca, botol dan besi;

d. Limbah berbahaya, misalnya paku, bekas lampu neon, sisa racun tikus atau serangga, obat kadaluarsa dan batu baterai bekas.

Berdasarkan sifatnya, Limbah digolongkan menjadi : a. Limbah yang dapat mengalami perubahan secara

alami (degradable waste / mudah terurai), yaitu limbah yang mengalami dekomposisi oleh bakteri dan jamur, seperti daun-daun, sisa makanan, kotoran, dan lain-lain;

b. Limbah Organik yang tidak akan / sangat lambat mengalami perubahan secara alami (nondegradable waste / tidak dapat terurai).

Misalnya, plastik, kaca, kaleng, dan sampah sejenisnya.

Berdasarkan karakteristiknya, Limbah digolongkan menjadi :

a. Limbah cair;

b. Limbah padat;

c. Limbah gas dan partikel;

d. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

Pasal 15

Cukup Jelas.

Pasal 16

Cukup Jelas.

(51)

471 Pasal 17

Cukup Jelas.

Pasal 18

Cukup Jelas.

Pasal 19

Cukup Jelas.

Pasal 20

Cukup Jelas.

Pasal 21

Cukup Jelas.

Pasal 22 Huruf a

Cukup Jelas.

Huruf b

Yang dimaksud dengan bahan berbahaya dan beracun adalah antara lain : bahan yang mudah terbakar, bahan peledak, bahan yang bisa berkarat, bahan beracun, dan bahan-bahan sejenis lainnya.

Huruf c

Cukup Jelas.

(52)

472 Huruf d

Cukup Jelas.

Pasal 23

Cukup Jelas.

Pasal 24

Cukup Jelas.

Pasal 25

Cukup Jelas.

Pasal 26

Cukup Jelas.

Pasal 27 Ayat (1)

Cukup Jelas.

Ayat (2)

Disamping itu tempat-tempat yang juga digunakan untuk perbuatan asusila adalah tempat hiburan dan lokalisasi.

Ayat (3)

Cukup Jelas.

(53)

473 Pasal 28

Huruf a

Cukup Jelas.

Huruf b

Cukup Jelas.

Huruf c

Cukup Jelas.

Huruf d

Yang dimaksud dengan tuna sosial pada huruf ini adalah pengemis dan pengamen.

Yang dimaksud dengan fasilitas umum adalah fasilitas yang diadakan untuk kepentingan umum.

Contoh dari fasilitas umum adalah seperti jalan termasuk perempatan jalan, persimpangan atau perempatan lampu lalu lintas (traffic light), tempat- tempat ibadah, lingkungan sekolah, dalam angkutan umum, jembatan penyeberangan, area perkantoran, halte, jalan tol, terminal, trotoar.

Pasal 29 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah menyelenggarakan upaya preventif, represif dan rehabilitatif bagi tuna sosial adalah Pemerintah Daerahmelaksanakan pencegahan bagi tuna sosial untuk melakukan kegiatan yang mengganggu

(54)

474

ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, melaksanakan penangkapan bagi tuna sosial yang melakukan kegiatan yang mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, serta memberikan pendidikan, pelatihan, dan ketrampilan bagi tuna sosial.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 30

Cukup Jelas.

Pasal 31

Cukup Jelas.

Pasal 32

Cukup Jelas.

Pasal 33

Cukup Jelas.

Pasal 34

Cukup Jelas.

Pasal 35

Cukup Jelas.

(55)

475 Pasal 36

Cukup Jelas.

Pasal 37

Cukup Jelas.

Pasal 38

Cukup Jelas.

Pasal 39

Cukup Jelas.

Pasal 40

Cukup Jelas.

Pasal 41

Yang dimaksud dengan Masyarakat adalah sejumlah manusia yang merupakan satu kesatuan golongan yang berhubungan tetap dan mempunyai kepentingan yang sama, seperti sekolah, keluarga, perkumpulan (termasuk di dalamnya Badan), Negara, dimana semuanya adalah masyarakat.

Pasal 42

Cukup Jelas.

Pasal 43 Ayat (1)

Cukup Jelas.

(56)

476 Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3) Huruf a

Cukup Jelas.

Huruf b

Cukup Jelas.

Huruf c

Cukup Jelas.

Huruf d

Cukup Jelas.

Huruf e

Cukup Jelas.

Huruf f

Cukup Jelas.

Huruf g

Cukup Jelas.

Huruf h

Cukup Jelas.

(57)

477 Huruf i

Cukup Jelas.

Huruf j

Cukup Jelas.

Huruf k

Yang dimaksud dengan "tindakan lain" adalah tindakan dari penyelidik untuk kepentingan penyelidikan dengan syarat :

1. tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;

2. selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannya tindakan jabatan;

3. tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;

4. atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa;

5. menghormati hak asasi manusia.

Pasal 44

Cukup Jelas.

Pasal 45

Cukup Jelas.

Pasal 46

Cukup Jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 10

Referensi

Dokumen terkait

Semua hidromakrofita perlakuan mampu meningkatkan kualitas air lindi, yang ditandai dengan peningkatan nilai DO serta penurunan turbiditas, nitrat, ortofosfat, dan

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui potensi sumber daya alam dalam mengembangkan sektor pariwisata di Indonesia baik yang sudah ada maupun yang masih tersembunyi

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005, Tambahan.. Lembaran Negara Republik Indonesia

“Ya Allah ..waktu mana kami kecil2..ayah kami mandikan kami dgn penuh kasih sayang dgn penuh kelembutan…jadi kami mandikan jenazah ayah kami ini maka Kau ampunkan dosanya

Sistem Pengendalian Intern yang dimaksud dalam PP 60 tahun 2008 merupakan suatu proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus

Oleh karena itu, seperti yang juga telah dilaksanakan pada 4 paket WINRIP sebelumnya, Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional III mengirimkan Surat Undangan

Dalam pembuatan kolam limbah yang akan digunakan untuk pengolahan limbah cair hingga siap dibuang untuk land application , harus sudah direncanakan terlebih dahulu

Berdasarkan berbagai perubahan-perubahan positif yang terjadi selama proses belajar mengajar dari siklus pertama hingga siklus ketiga, maka guru dan observer