• Tidak ada hasil yang ditemukan

[RANCANGAN PENGAWETAN BERBASIS EDIBLE COATING GEO (GARLIC ESSENTIAL OIL) TERHADAP IKAN TUNA]

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "[RANCANGAN PENGAWETAN BERBASIS EDIBLE COATING GEO (GARLIC ESSENTIAL OIL) TERHADAP IKAN TUNA]"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

KELAS : A KELOMPOK : 2

NAMA (NIM) : 1. Alifah Rifdah Rosyidah (H0919003) 2. Anselma Ika Satyawati (H0919017) 3. Azizah Zahroh Ihsaniah (H0919024) 4. Indah Ardityas Siwi (H0919051) 5. Livy Febria Tedjamulia (H0919059) 6. Sheilla Maya Safira (H0919092)

[RANCANGAN PENGAWETAN BERBASIS EDIBLE COATING GEO (GARLIC ESSENTIAL OIL) TERHADAP IKAN TUNA]

A. IKAN TUNA

Ikan tuna merupakan ikan laut (Thunnus sp) yang memiliki banyak kandungan gizi yang bermanfaat bagi manusia. Daging ikan tuna kaya akan protein dan nutrisi penting seperti mineral selenium, magnesium, dan potassium, vitamin B kompleks, dan omega-3. Kadar protein dalam ikan tuna hampir mencapai dua kali kadar protein pada telur dimana selama ini dikenal sebagai pangan sumber protein utama. Kadar protein ikan tuna yaitu sebesar 22 gram per 100 gram nya.

Ikan tuna juga kaya akan kandungan iodium yaitu 28 kali lebih besar dibanding kandungan iodium pada ikan tawar umumnya. Iodium ini sangat bermanfaat untuk mencegah penyakit gondok. Selain itu, ikan tuna kandungan selenium yaitu sebesar 52,9% dari 100 gram. Enzim Selenium berperan dalam penangkal radikal bebas penyebab berbagai jenis penyakit kanker. Ikan tuna juga bermanfaat untuk kesehatan jantung dan pembuluh darah karena mengandung rasio kalium dan natrium minimal 5:1. Selain itu, ikan tuna dapat memenuhi 43,6% kebutuhan tubuh akan vitamin A setiap hari. Vitamin A bermanfaat dalam pemeliharaan sel epitel, peningkatan imunitas tubuh, pertumbuhan, dan penglihatan. Ikan tuna juga merupakan makanan sumber vitamin B6 dan asam folat yang dapat menurunkan level homosistein. Homosistein merupakan komponen yang berbahaya bagi pembuluh arteri karena dapat menyebabkan penyakit jantung. Kadar kolesterol pada ikan tuna digolongkan sangat rendah dibanding pangan hewani lainnya yaitu sebesar 38- 45mg per 100gr daging, sehingga aman untuk penderita kolesterol.

(2)

Konsumsi ikan tuna 2-4 kali setiap minggu, sangat bermanfaat untuk mereduksi 27% risiko penyakit stroke (Rugaya dkk., 2021).

Berdasarkan data Pondokdadap (2021), produksi ikan tuna mengalami peningkatan pada bulan juli 2021 yaitu sebesar 1.273.268 kg. Seperti pada tahun- tahun sebelumnya, produksi ikan tuna pada tahun 2016 memasok lebih dari 16%

total produksi dunia dengan rata-rata mencapai 1,2 juta ton/tahun. Menurut KKP (2020), konsumsi ikan di Indonesia pun meningkat pada tahun 2020 yaitu sebesar 56,39 kg/kapita dibanding pada tahun sebelumnya yaitu sebesar 54,5 kg/kapita.

Oleh karena itu, potensi dan peluang pasar ikan tuna di Indonesia cukup besar.

Ikan tuna memiliki umur simpan tiga hingga lima hari pada suhu dingin dihitung dari waktu pengambilan dari pemasok. Ikan tuna mudah mengalami kerusakan karena sifatnya yang perishable. Kerusakan ikan tuna diakibatkan oleh faktor biologis dan non-biologis. Faktor biologis meliputi spesies, umur, ukuran, tingkat kematangan seksual, dan adanya parasit atau penyakit, sedangkan faktor- faktor non-biologis adalah metode penangkapan, teknik penanganan, teknik pendinginan, dan teknik penyimpanan. Ikan tuna merupakan sumber protein dan memiliki kadar air yang tinggi sehingga dapat meningkatkan potensi kemunduran mutu. Pada jenis ikan tuna tertentu juga mengandung mioglobin danhemoglobin yang bersifat prooksidan dan kaya kandungan lemak sehingga mudah mengalami ketengikan. Selain itu, ikan tuna banyak mengandung senyawa asam amino histidin yang mudah mengalami dekarbolasi menjadi senyawa histamine. Kadar histamin ini menjadi indikator kemunduran mutu pada ikan tuna. Histamin merupakan senyawa yang terdapat pada daging ikan yang telah membusuk. Semakin tinggi kadar histamin pada ikan tuna, maka kerusakan ikan semakin tinggi pula (Damongilala, 2009).

Kerusakan ikan tuna yang disebabkan karena adanya aktifitas enzim yang terjadi pada ikan itu sendiri maupun yang berasal dari mikroba, sehingga perlu adanya upaya untuk menekan kemunduran ikan tuna tersebut. Pengawetan ikan bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga bakteri tidak memiliki kesempatan untuk berkembang biak. Metode yang biasa digunakan pada pengawetan ikan tuna yaitu pembekuan, penggaraman, pengeringan matahari, pengeringan dengan oven, dan pengasapan. Pengasapan menjadi metode pengawetan ikan tuna yang biasa digunakan. Metode ini merupakan metode tradisional yang murah dan mudah. Pengawetan dengan pengasapan merupakan

(3)

teknik pengawetan gabungan antara metode penggaraman, pengeringan, dan pemberian asap. Akan tetapi, metode pengasapan ini masih sangat manual sehingga sanitasi dan hygiene masih kurang diperhatikan dalam penanganannya.

Pengawetan secara tradisional mudah terkontaminasi mikroba patogen, jamur, maupun racun (Mailoa dkk., 2019). Sehingga perlu adanya metode pengawetan yang dapat memperpanjang umur simpan ikan tuna tanpa merusak nutrisi dan mutu dalam ikan.

B. RANCANGAN INOVASI PENGAWETAN BERBASIS EDIBLE COATING GEO (GARLIC ESSENTIAL OIL) TERHADAP IKAN TUNA

Gambar 1. Pembuatan Minyak Atsiri Bawang Putih

Berdasarkan Gambar 1., Pembuatan minyak atsiri dari bawang putih dimulai dari, pengupasan umbi bawang putih (Allium sativum), kemudian umbi dilakukan pencacahan hingga tekstur halus. Setelah itu, dilakukan proses destilasi air dengan alat tipe Clevenger selama 3 jam. Minyak atsiri yang diperoleh kemudian dikeringkan di atas natrium sulfat (Na2SO4) dan disimpan di tempat gelap pada lemari pendingin (4°C) sampai digunakan (Esmaeili, et al., 2020).

Bawang putih

Pengupasan

Pencacahan hingga halus

Destilasi dengan pelarut air selama 3 jam

Minyak atsiri bawang putih

(4)

Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Larutan Edible Coating ekstrak bawang putih

Berdasarkan Gambar 2., Pembuatan edible coating ekstrak bawang putih dimulai dengan penambahan pati ubi kayu sebanyak 2 gram dan gliserol 20% lalu dilarutkan dengan menggunakan akuades. Setelah itu dilakukan pemanasan dengan hot plate pada suhu 75°C. Kemudian minyak atsiri bawang putih ditambahkan sehingga menjadi larutan edible coating ekstrak bawang putih (Moulia, et al., 2019).

Pati ubi kayu, gliserol 20%, akuades

Pemanasan T = 75°C

Penambahan

Larutan edible coating ekstrak bawang putih

Minyak atsiri bawang putih

(5)

Berdasarkan Gambar 3., pada fillet Ikan Tuna dilakukan perendaman ke dalam larutan asam asetat selama 15 menit. Setelah itu, keempat sampel dilakukan pengolesan dengan larutan edible coating sebanyak dua kali. Terdapat 4 taraf perlakuan pada fillet ikan tuna, yaitu sampel kontrol dengan 0% edible coating minyak atsiri (Kode A), 1%

edible coating minyak atsiri (Kode B), 2% edible coating minyak atsiri (Kode C), dan 4% edible coating minyak atsiri (Kode D). Setelah dilakukan pengolesan, sampel dilakukan proses pengeringan. Kemudian sampel diletakkan ke dalam styrofoam dan

Fillet Ikan Tuna

Gambar 3. Perlakuan Asam Asetat, Minyak Atsiri, dan Edible Coating pada Fillet Ikan Tuna Larutan asam

asetat

Perendaman ke dalam larutan asam asetat selama 15 menit

Pengolesan dengan larutan edible coating sebanyak dua kali

Pengeringan

Peletakan sampel ke dalam styroform dan penutupan dengan plastik wrap

Penyimpanan sampel pada refrigerator dengan suhu 4°C ± 1

Pengamatan Larutan edible

coating

Kontrol (A) Tidak diberi edible coating

Kontrol (B) Diberi edible

coating 1%

Kontrol (C) Diberi edible

coating 2%

Kontrol (D) Diberi edible

coating 4%

(6)

ditutup dengan plastik wrap. Setelah itu, sampel disimpan pada refrigerator dengan suhu 4ºC dan dilakukan analisis pengamatan pada hari ke-0, 4, 8, dan 12 (Al Hakim, 2016).

Berdasarkan rancangan inovasi di atas, dilakukan beberapa level aplikasi konsentrasi edible coating minyak esensial bawang putih terhadap ikan tuna yakni 0%

(sampel kontrol A), 1% (sampel B), 2% (sampel C), dan 4% (sampel D). Secara keseluruhan, ikan yang diberikan perlakuan edible coating minyak atsiri bawang putih terbukti memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan sampel kontrol. Hal ini disajikan seperti pada gambar berikut.

Gambar 4. Perubahan Aktivitas Mikroba pada Sampel Ikan dengan Perlakuan Edible Coating Minyak Esensial Bawang Putih (Kuzgun, 2019).

Berdasarkan gambar di atas, AB (aerobic bacteria), PB (psychrophilic bacteria), LAB (lactic acid bacteria), serta yeast dan mold memiliki aktivitas yang terkontrol secara signifikan dengan perlakuan konsentrasi bawang putih pada edible coating. Seiring bertambahnya konsentrasi, umur simpan menjadi semakin panjang.

Hal ini dibuktikan pada grafik AB yang menunjukkan bahwa sampel kontrol A mengalami kenaikan bakteri aerob secara signifikan dan mampu disimpan hanya selama 6 hari. Dibandingkan dengan sampel B, C, dan D, umur simpan sampel kontrol lebih rendah 3, 6, dan 9 hari. Apabila umur simpan produk ikan segar ini semakin panjang, dapat dipastikan jumlah mikroba yang beraktivitas rendah. Pada grafik PB,

(7)

sampel kontrol pada hari ke-6 sudah mengalami kenaikan mikroba hingga menjadi kisaran 6 log kob/g yang baru dialami oleh sampel B, C, dan D masing-masing pada hari ke-9. Pada grafik LAB serta grafik yeast dan mold, sampel perlakuan kontrol memberikan pengaruh penyimpanan juga hanya selama 6 hari, dengan sampel B, C, dan D berturut-turut adalah 9, 12, dan 15 hari. Oleh karena itu, sampel ikan yang diberikan edible coating bawang putih dengan konsentrasi 4% mampu bertahan selama 9 hari lebih lama dibandingkan sampel kontrol yang hanya 6 hari penyimpanan. Dengan demikian, perlakuan ini dapat ditetapkan sebagai perlakuan terbaik untuk mengawetkan ikan tuna dengan bahan alami dari minyak esensial bawang putih (Kuzgun, 2019).

Selain berfungsi untuk menghambat pertumbuhan mikroba, perlakuan pengawetan ini juga dapat memberikan dampak bagi TVB-N (total volatile basis nitrogen) dan TBA (thiobarbituric acid). Hal ini disajikan sesuai gambar berikut.

Gambar 5. Perubahan Kimia pada Sampel Ikan dengan Perlakuan Edible Coating Minyak Esensial Bawang Putih Selama Penyimpanan (Kuzgun, 2019).

Berdasarkan gambar di atas, nilai TVB-N pada sampel mula-mula adalah 12,97+-2,33 mg/100 gram. Setelah diberi perlakuan coating, nilai tersebut berubah dari skala 9,79+-4,01 mg/100 gram hingga 45,01+-5,01 mg/100 gram. Sampel dengan perlakuan pemberian coating terdeteksi menghasilkan kenaikan di atas standar TVB-N sejak hari ke-9 dan 12 untuk sampel B, C dan D. Sementara terhadap TBA, nilainya bertambah seiring lama waktu penyimpanan dengan sampel perlakuan ter-coating

(8)

dapat dipertahankan lebih lama untuk mencapai nilai TBA yang sama dengan sampel kontrol.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Al Hakim, Muhammad Luqman, Rofandi Hartanto, dan Edhi Nurhartadi. 2016.

PengaruhPenggunaan Asam Asetat dan Edible Coating Ekstrak Bawang Putih Terhadap Kualitas Fillet Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) Selama Penyimpanan Suhu Dingin.Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. 9(1): 24-33.

Esmaeili, Hossein., et al. 2020. Incorporation of Nanoencapsulated Garlic Essential Oil into Edible Films: A Novel Approach for Extending Shelf Life of Vacuum- Packed Sausages. Meat Science. 166, 1-9.

Mailoa, M. N., Lokollo, E., Nendissa, D. M., dan Harsono, P. I. 2019. Karakteristik Mikrobiologi Dan Kimiawi Ikan Tuna Asap. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 22(1): 89-99.

UPT PPP. 2021. Produksi Ikan Tuna. http://infopondokdadap.com/bulan-juli-2021- produksi-ikan-tuna-sirip-kuning-meningkat-123/. diakses 29 November 2021.

Kuzgun, N. K. 2019. Effect of Garlic (Allium sativum L.) essential oils on Oncorhynchus mykiss fillets during storage. Progress in Nutrition. 21 (3): 709- 714.

Damongilala, L. J. 2009. Kandungan Histamin Beberapa Jenis Komoditi Ikan Tuna. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis, (3):20-23.

Serosero, R. H., dan Djamhur, M. 2021. Pemanfaatan Ikan Tuna Menjadi Siomay untuk Meningkatkan Pendapatan Keluarga. Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA, 4(4):1-6

Moulia, Mona Nur, et al. 2019. Aplikasi Edible Coating Bionanokomposit Untuk Produk Pempek Pada Penyimpanan Suhu Ruang. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 30(1): 11-19.

Gambar

Gambar 1. Pembuatan Minyak Atsiri Bawang Putih
Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Larutan Edible Coating ekstrak bawang  putih
Gambar 3. Perlakuan Asam Asetat, Minyak Atsiri,  dan Edible Coating pada Fillet Ikan Tuna Larutan asam
Gambar 4. Perubahan Aktivitas Mikroba pada Sampel Ikan dengan Perlakuan Edible  Coating Minyak Esensial Bawang Putih (Kuzgun, 2019)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Volume 8, Nomor 2 Januari 2011 Jurnal Administrasi Bisnis 9 saat ini, sentra usaha kecil makanan ringan ini menjadi usaha tetap kelompok ini untuk menopang kehidupan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengembangan worksheet berorientasi guided inquiry valid dan efektif untuk melatih dan membentuk habits of mind

Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah metode analisis FTIR yang dikombinasikan dengan analisis kemometrika melalui pemodelan PCA dan PLS-DA mampu

[r]

Misalnya hujan rencana dengan periode ulang 5 tahun (Xs):10 mm, tidak berarti hujan sebesar 10 mm akan terjadi secara periodik 1 kali setiap 5 tahun, melainkan setiap

Dalam hal ini, maka desain untuk menarik minat para konsumen/pembeli pun sangat penting, pada awalnya para konsumen pasti akan tertuju pada bentuk promosi, cover,

Pertanyaan ketiga dan terakhir datang dari Cakra dari UPN Veteran Jakarta, yang bertanya apakah terdapat peluang bagi mahasiswa yang bukan lulusan HI dan sastra

Menimbang, bahwa selain itu juga mengenai penentuan status barang bukti yang diajukan dalam perkara ini, Majelis Hakim Tingkat Banding dengan memperhatikan fakta yang