• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI. Metode pengambilan data yang dipakai adalah metode kualitatif. Metode

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODOLOGI. Metode pengambilan data yang dipakai adalah metode kualitatif. Metode"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

42

BAB III

METODOLOGI

3.1. Metodologi Pengumpulan Data

Metode pengambilan data yang dipakai adalah metode kualitatif. Metode kualitatif berupa wawancara ahli ke dua narasumber dan forum group discussion. Dokumentasi wawancara dan forum group discussion dilakukan dengan merekam video wawancara pada aplikasi zoom dengan izin dari narasumber.

3.1.1. Wawancara

3.1.1.1. Wawancara dengan pihak Cikananga Wildlife Center

Gambar 3.1. Foto Wawancara dengan Ade Imansyah

Wawancara dilakukan terhadap Ade Imansyah, selaku education and

officer dari Cikananga Wildlife Center, untuk mendapatkan data mengenai

materi edukasi pengenalan satwa ke anak-anak. Wawancara dilakukan lewat zoom, tanggal 18 September 2020 pukul 14.00 WIB. Ade Imansyah menjelaskan bahwa target pendidikan konservasi Cikananga Wildlife

Center, dari tingkat SD sampai SMA. Materi pendidikan untuk tingkat SD

(2)

43 masih berupa pengenalan satwa, sedangkan SMA sudah membahas isu-isu seputar lingkungan.

Ade Imansyah juga menjelaskan bahwa Cikananga Wildlife Center memiliki dua program sosialisasi, yaitu in class dan out class. Untuk in

class memakai buku aktivitas. Buku ini berisi pembahasan yang beragam,

jadi satu buku bisa digunakan berminggu-minggu, tidak dibahas semuanya pada sekali pertemuan. Kontennya beragam dari pengenalan Cikananga

Wildlife Center sampai sheet aktivitas pengamatan burung. Dalam buku ini

juga terdapat rantai makanan, penjelasan morfologi burung, dan jenis burung dari makanannya. Sedangkan untuk out class, pengamatan burung langsung dengan binocular. Dari hasil pembahasan, Ade Imansyah menyatakan bahwa untuk memperkenalkan burung ke anak-anak, penjabaran morfologi sudah cukup bagi anak agar dapat membedakan satu spesies burung dengan spesies lainnya. Penjelasan morfologinya dapat berbentuk ciri khas, warna, cakar, paruh. Lalu perlu juga untuk mencatumkan tingkat keterancaman jenis tersebut agar anak-anak mengerti kalau tidak boleh memelihara atau menangkapnya. Selain itu, berdampak juga ke orang tuanya nanti ketika anak berinteraksi dan memberikan informasi yang didapatkan dari sekolah kepada mereka. Dengan demikian, harapannya adalah agar kasus-kasus menangkap dan memelihara burung itu berkurang. Yang terakhir, Ade Imansyah juga memberikan informasi bahwa sebenarnya tidak terlalu penting untuk mengenalkan nama latin burung kepada anak-anak karena nama latin

(3)

44 tersebut hanya sebagai pembeda antar spesies jadi susah untuk dihafal. Cukup memberikan nama Indonesia (bukan nama lokal) dan nama inggris dari burung.

3.1.1.2. Wawancara dengan Ryan Sucipto

Gambar 3.2. Foto Wawancara dengan Ryan Sucipto

Wawancara dilakukan terhadap Ryan Sucipto untuk mendapatkan insight mengenai perancangan board game yang efektif ke anak dan market board

game sekarang. Wawancara dilakukan lewat zoom, tanggal 18 September

2020 pukul 15.00 WIB. Insight yang didapat dari Ryan Sucipto adalah bahwa kelebihan board game terletak pada interaksi sosialnya, contohnya seperti bisa melihat ekspresi pemain lain saat memainkan permainan tersebut. Kekurangan board game ini juga terletak pada interaksi sosialnya, khususnya keadaan pandemi sekarang yang membatasi aktivitas berkumpul. Selain itu juga, dari pengamatan Ryan Sucipto sejauh ini dan juga dari keadaan market di Indonesia, penjualan akan lebih mudah untuk

game-game yang party atau family game dibandingkan game euro atau

game strategy. Game party atau casual yang populer di Indonesia contohnya Uno, Monopoly, dan Werewolf.

(4)

45 Untuk mengetahui jenis permainan yang disukai anak-anak, Ryan Sucipto memberikan saran untuk memperhatikan usia atau rentang usianya karena behaviour tiap rentang usia berbeda. Selain itu juga mungkin bisa membaca tentang octalysis gamification yang berisi faktor-faktor yang mendorong pemain. Kemudian tips untuk visual, tetap terpaku pada user. Ryan Sucipto menjelaskan sambil menggunakan desain kartu wilah sebagai contoh, dalam proses ia mendesain ia membuat personifikasi dari tiap sampah agar anak tidak jijik dan pemilihan warna kartunya juga jelas agar anak dapat membedakan satu kartu dengan kartu yang lainnya. Penentuan lama bermain atau playing time hanya dapat ditentukan dari play test. Yang terakhir, yang diperhatikan dari rulebook untuk anak-anak adalah penggunaan bentuk booklet yang simpel, full visual, dan berisi ilustrasi.

3.1.2. Forum Group Discussion

(5)

46

Forum Group Discussion dilakukan untuk mengetahui selera visual dan

permainan anak usia 8-11 tahun. FGD dilakukan lewat google meet tanggal 14 Oktober 2020 pukul 14.00 WIB dengan 5 anak yang berdomisili di Jakarta. FGD ini merupakan FGD gabungan, dilakukan bersama mahasiswi lain karena target user yang serupa yaitu anak usia 8-11 tahun yang berdomisili di Jakarta. Namun, sesi pertanyaan untuk pembahasan media masing-masing dipisah.

Hasil Forum Group Discussion menunjukan bahwa sebagian besar anak-anak menyukai kartun spongebob karena lucu. Selain itu, mereka menyukai permainan yang dapat dimainkan dengan teman mereka dan bersifat kompetitif. Permainan yang biasanya mereka mainkan adalah Uno dan Monopoli. Sebagian besar anak-anak lebih suka membaca peraturan permainan tersebut sendiri.

3.1.3. Burung Endemik Insektivora Indonesia

Burung-burung di bawah ini adalah burung insektivora yang terancam kritis (critically endangered) dan terancam (endangered) dalam data birdlife

International. Terdapat 9 jenis burung yang terancam kritis (critically endangered) dan 11 jenis burung yang terancam (endangered). Data

masing-masing burung diambil dari Website Birds of the world: the cornell lab of

(6)

47 1. Black-chinned Monarch (Symposiachrus boanensis)

Gambar 3.4. Black-chinned Monarch (Sutton, 2019)

Nama Indonesia: Kehicap Boano

Tingkat Keterancaman: Kritis atau critically endangered Identifikasi:

Besarnya 16 cm. Disebut black-chinned monarch karena bulu bagian dagunya hitam. Bagian pipi, leher, dan perut sampai kebawah ekor berwarna putih. Bagian tubuh sisanya berwarna hitam. Paruh dan kaki berwarna abu-abu kebiruan.

Habitat: Pulau boano, Maluku.

2. Cerulean Paradise-Flycatcher (Eutrichomyias rowleyi)

Gambar 3.5. Cerulean Paradise-Flycatcher (Eaton, n.d.)

(7)

48 Nama Indonesia: Seriwang Sangihe

Tingkat Keterancaman: Kritis atau critically endangered Identifikasi:

Besarnya 18 cm. memiliki setengah lingkaran putih di sekitar mata. Sebagian besar tubuhnya berwarna cerulean blue. Bagian dada dan perut berwarna putih kebiruan. Kakinya berwarna biru keabu-abuan. Habitat: Kepulauan Sangihe

3. Javan green magpie (Cissa thalassina)

Gambar 3.6. Javan Green Magpie (Richter, n.d.)

Nama Indonesia: Ekek Geling

Tingkat Keterancaman: Kritis atau critically endangered Identifikasi:

Besarnya 31 cm. Sebagian besar tubuh berwarna hijau, terdapat garis hitam di sekitar mata dan samping kepalanya yang menyerupai kacamata. Ujung sayapnya berwarna coklat kemerahan, paruh merah, dan kaki berwarna merah terang sampai merah oranye.

(8)

49 4. Rufous-fronted Laughingthrush (Garrulax rufifrons)

Gambar 3.7. Rufous-fronted Laughingthrush

(https://www.cikanangawildlifecenter.com/wp-content/uploads/2013/06/Garrulax-rufifrons-rufifrons-and-the-probably-last-individual-Garrulax-rufifrons-slamatensis-1024x548.jpg, n.d.)

Nama Indonesia: Poksai Kuda

Tingkat Keterancaman: Kritis atau critically endangered Identifikasi:

Besarnya 27 cm. Sebagian besar tubuhnya berwarna coklat keabu-abuan, bagian jidatnya berwarna coklat chestnut, Irisnya berwarna kuning-oranye, paruh hitam, dan kaki berwarna coklat keabu-abuan. Habitat: Jawa barat dan jawa tengah.

5. Sangihe White-eye (Zosterops nehrkorni)

Gambar 3.8. Sangihe White-eye (Pratt, n.d.)

(9)

50 Nama Indonesia: Kacamata Sangihe

Tingkat Keterancaman: Kritis atau critically endangered Identifikasi:

Besarnya 10.5–12 cm. Terdapat lingkaran putih yang khas di sekitar mata, bulu di punggungnya berwarna hijau olive terang sedangkan bulu di perut berwarna putih. Selain itu, bulu sekitar jidat dan daerah mata berwarna hitam. Daerah dagu, bawah leher, dan bawah ekor berwarna kuning. Paruh dan kaki berwarna oranye.

Habitat: Kepulauan Sangihe, pada ridgetop forest atau hutan sekitar gunung.

6. Sumatran Ground-cuckoo (Carpococcyx viridis)

Gambar 3.9. Sumatran Ground-cuckoo (Watelet, 2016)

Nama Indonesia: Tokhtor Sumatra

Tingkat Keterancaman: Kritis atau critically endangered Identifikasi:

(10)

51 Besarnya 55 cm. Bagian sekitar mata berwarna biru dan lilac. Bagian atas berwarna abu-abu kehijauan, Bagian bawah badan berwarna

cinnamon. Bagian sisanya berwarna hijau kecokelatan yang gelap.

Paruh berwarna hitam dan kaki berwarna abu-abu. Habitat: Barat Selatan Sumatera

7. Javan Lapwing (Vanellus macropterus)

Gambar 3.10. Javan Lapwing

(https://s2r.iucnredlist.org/sis2_images/781980353.jpg, n.d.)

Nama Indonesia: Trulek Jawa

Tingkat Keterancaman: Kritis atau critically endangered Identifikasi:

Besarnya 27–29 cm. Terdapat gelambir berwarna kuning pada atas paruh. Bagian kepala dan perut berwarna hitam. Bagian tubuh sisanya berwarna coklat tua. Paruh berwarna hitam. Kaki berwarna kuning. Habitat: Jawa Barat dan Timur.

(11)

52 8. Banggai Crow (Corvus unicolor)

Gambar 3.11. Banggai Crow

(https://www.speciesonthebrink.org/wp-content/uploads/2015/12/Banggai-Crow-Corvus-unicolor-featured.jpg, n.d.)

Nama Indonesia: Gagak Banggai

Tingkat Keterancaman: Kritis atau critically endangered Identifikasi:

Besarnya 40 cm. Seluruh tubuhnya berwarna hitam dengan gloss kebiruan atau kehijauan. Ekor dan paruhnya relatif kecil.

Habitat: Sulawesi.

9. Sangihe Whistler (Coracornis sanghirensis)

Gambar 3.12. Sangihe Whistler (Eaton, 2015)

(12)

53 Nama Indonesia: Anis-bentet sangihe

Tingkat Keterancaman: Kritis atau critically endangered Identifikasi:

Besarnya 17–19 cm. Bagian atas tubuhnya berwarna olive keabu-abuan. Bagian dadanya berwarna abu-abu pucat dan perutnya berwarna kuning kehijauan. Irisnya berwarna abu-abu gelap. Paruh bagian atas berwarna abu tua, paruh bagian bawah berwarna abu-abu muda. Kakinya berwarna abu-abu-abu-abu.

Habitat: Kepulauan Sangihe.

10. Sumatran Laughingthrush (Garrulax Bicolor)

Gambar 3.13. Sumatran Laughingthrush

(https://www.cikanangawildlifecenter.com/wp-content/uploads/2013/06/Sumatran-Laughing-Thrushes-Garrulax-bicolor%C2%A9Iryantoro-iing.jpg, n.d.)

Nama Indonesia: Poksai Sumatra

Tingkat Keterancaman: Terancam atau endangered Identifikasi:

(13)

54 Besarnya 24–28 cm. Bagian kepala hingga dada berwarna putih. Terdapat garis hitam yang menyambungkan kedua mata menyerupai kacamata. Bagian tubuh sisanya berwarna hitam kecoklatan. Kaki dan paruh berwarna hitam.

Habitat: Pegunungan di Sumatera.

11. Lompobattang Flycatcher (Ficedula bonthaina)

Gambar 3.14. Lompobattang Flycatcher (Spencer, 2019)

Nama Indonesia: Sikatan Lompobattang

Tingkat Keterancaman: Terancam atau endangered Identifikasi:

Besarnya 10–11 cm. Bagian jidat hingga dada berwarna oranye. Bagian tubuh lainnya berwarna olive-brown. Ekor berwarna coklat tua

chestnut. Daerah perut hingga bawah ekor berwarna putih. Paruh dan

kaki berwarna abu-abu tua. Habitat: Barat Selatan Sulawesi

(14)

55 12. Elegant Sunbird (Aethopyga duyvenbodei)

Gambar 3.15. Elegant Sunbird (Eaton, 2015)

Nama Indonesia: Burung-madu sangihe

Tingkat Keterancaman: Terancam atau endangered Identifikasi:

Besarnya 12 cm. Bagian atas kepalanya berwarna hijau metalik, kadang terlihat kebiruan. Bagian leher atas berwarna merah marun. Bagian mantle dan punggung berwarna hijau olive. Bagian sayap berwarna biru kehijauan yang glossy. Bagian bawah tubuh berwarna kuning terang. Ekor berwarna coklat tua chestnut. Daerah perut hingga bawah ekor berwarna putih. Paruh dan kaki berwarna kehitaman. Habitat: Kepulauan Sangihe.

13. Biak Monarch (Symposiachrus brehmii)

Gambar 3.16. Biak Monarch (Balley, 2018)

(15)

56 Nama Indonesia: Kehicap Biak

Tingkat Keterancaman: Terancam atau endangered Identifikasi:

Besarnya 17 cm. Bagian tubuhnya bercorak hitam kuning. Bagian atas tubuh sampai punggung berwarna hitam. Bagian bawah tubuh berwarna kuning. Paruh dan kaki berwarna abu-abu.

Habitat: Pulau Biak, Papua. 14. Flores Crow (Corvus florensis)

Gambar 3.17. Flores Crow (Bates, 2019)

Nama Indonesia: Gagak Flores

Tingkat Keterancaman: Terancam atau endangered Identifikasi:

Besarnya 40 cm. Ekornya panjang dan lebar. Bulu pada tubuhnya berwarna hitam keunguan. Iris berwarna coklat gelap. Paruh dan kaki berwarna hitam.

(16)

57 15. White-rumped Woodpecker (Meiglyptes tristis)

Gambar 3.18. White-rumped Woodpecker (Sloan, 2017)

Nama Indonesia: Caladi Batu

Tingkat Keterancaman: Terancam atau endangered Identifikasi:

Besarnya 17–18 cm. Ekornya pendek. Kepala, leher, dan dada berwarna coklat keabu-abuan dengan corak garis-garis. Bagian atas tubuh bercorak hitam putih. Paruh berwarna hitam. Kaki berwarna abu-abu.

Habitat: Jawa.

16. Moluccan Woodcock (Scolopax rochussenii)

Gambar 3.19. Moluccan Woodcock

(17)

58 Nama Indonesia: Berkik-gunung maluku

Tingkat Keterancaman: Terancam atau endangered Identifikasi:

Besarnya 32–40 cm. Paruh panjang. Bagian atas tubuh berwarna hitam dengan corak kuning kecoklatan. Bagian bawah tubuh berwarna kuning kecoklatan.

Habitat: Pulau Ternate and Halmahera 17. Flores Monarch (Symposiachrus sacerdotum)

Gambar 3.20. Flores Monarch (Beadle, 2018)

Nama Indonesia: Kehicap Flores

Tingkat Keterancaman: Terancam atau endangered Identifikasi:

Besarnya 15.5 cm. Dahi, wajah, dan dagu berwarna hitam. Bagian kepala hingga tubuh bagian atas berwarna abu-abu tua. Bagian bawah tubuh berwarna putih.

(18)

59 18. White-tipped Monarch (Symposiachrus everetti)

Gambar 3.21. White-tipped Monarch (Hutchinson, 2011)

Nama Indonesia: Kehicap tanahjampea

Tingkat Keterancaman: Terancam atau endangered Identifikasi:

Besarnya 14 cm. Kepala, wajah, dan bagian atas tubuh berwarna hitam. Bagian ujung ekor berwarna putih. Bagian bawah tubuh dari dada hingga bawah ekor berwarna putih. Paruh dan kaki berwarna abu-abu tua.

Habitat: Sulawesi Selatan.

19. Matinan Flycatcher (Cyornis sanfordi)

Gambar 3.22. Matinan Flycatcher (Woods, 2017)

(19)

60 Nama Indonesia: Sikatan Matinan.

Tingkat Keterancaman: Terancam atau endangered Identifikasi:

Besarnya 14.5 cm. Bagian atas kepala hingga leher atas berwarna abu-abu. Bagian atas tubuh hingga ekor berwarna coklat keabu-abuan. Bagian bawah tubuh berwarna abu-abu muda. Paruh dan kaki berwarna hitam.

Habitat: Sulawesi Utara.

20. Least Boobook (Ninox sumbaensis)

Gambar 3.23. Least Boobook (Eaton, 2010)

Nama Indonesia: Pungguk Sumba.

Tingkat Keterancaman: Terancam atau endangered Identifikasi:

Besarnya 23 cm. Bagian bulu di atas mata berwarna putih menyerupai alis. Bagian atas tubuh bercorak coklat tua dan hitam. Bagian dada hingga bawah tubuh bercorak sama namun lebih terang. Paruh dan kaki berwarna kuning.

(20)

61 3.1.4. Studi Eksisting

1. Game Kartu Kuartet Burung-Burung Indonesia

Gambar 3.24. Game Kartu Kuartet Burung-Burung Indonesia (https://cf.shopee.co.id/file/ba959df3910e32d82a86da7b5e16c829, n.d.)

a. Pemain

Usia pemain 7 tahun ke atas. b. Mekanisme Game

Mekanisme permainan ini adalah set collection dan trading. Set

collection mengacu pada mekanisme pemain yang perlu

mengoleksi kartu sesuai golongan. Trading mengacu pada mekanisme pertukaran kartu yang dilakukan pemain.

c. Komponen

Gambar 3.25. Tampilan Kartu

(21)

62 Terdapat 64 kartu dengan 16 golongan burung. Dalam masing-masing golongan ada 4 kartu. Setiap golongan burung dibedakan dengan warna pada bagian atas kartu. Kartu menampilkan golongan burung, gambar burung yang terdapat pada kartu merupakan burung yang termasuk jenis golongan tersebut. Pada kartu juga menampilkan list nama-nama burung yang termasuk dalam golongan tersebut, dan identitas burung yang ada pada gambar ditandai dengan teks bold berwarna merah. Terdapat penjelasan singkat mengenai jenis burung yang ditampilkan gambar.

Pada bagian bawah penjelasan kartu terdapat ikon, terdapat 4 jenis ikon yang dibedakan dengan warna. Warna merah melambangkan jenis burung yang terancam punah. Warna biru melambangkan burung yang dilindungi undang-undang RI. Warna hijau melambangkan jenis yang hanya dapat ditemukan di Indonesia.Warna kuning melambangkan jenis migran atau pendatang ketika musim migrasi.

d. Objektif

Mengumpulkan 4 kartu dengan 1 tema sebanyak-banyaknya. Pemain dengan kartu tema terbanyak adalah pemenangnya.

e. Gameplay

Kartu dikocok. Masing-masing pemain dibagikan 4 kartu dengan keadaan tertutup (kartu dibalik), lalu sisa kartu ditumpuk ditengah

(22)

63 pemain. Pemain kemudian dapat membalikkan dan melihat kartu mereka. Pemain pertama menunjuk salah satu pemain lalu menyebutkan judul kartu dan isi kartu. Jika lawan pemain memiliki kartu tersebut, ia harus memberikan kartu pada pemain yang meminta. Jika tidak memiliki kartu yang diminta, pemain harus mengambil satu kartu di tengah. Jika 4 kartu golongan sudah terkumpul, taruhlah 4 kartu tersebut di meja. Game ini akan berlangsung terus sampai kartu tumpukan di tengah habis. Pemain yang mengumpulkan kartu tema terbanyak adalah pemenangnya. f. Peraturan

Jika kartu di tangan pemain habis, pemain harus mengambil 4 kartu dari tumpukan di tengah, masing-masing pemain harus menyembunyikan kartu tangan mereka, dan jumlah kartu di tangan pemain dari awal sampai akhir harus ada 4.

g. Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan dari permainan kartu ini adalah mekanismenya yang mengedukasi pemain mengenai golongan burung dan jenis-jenis burung dari golongan tersebut. Penggunaan warna yang berbeda pada tiap golongan memudahkan pemain untuk membedakan golongan satu dengan yang lainnya dan memudahkan pemain untuk mengelompokkan jenis-jenis burung sesuai golongannya.

Kekurangan dari permainan ini adalah lokasi penempatan nama jenis burung yang ditampilkan pada gambar. Penempatan

(23)

64 nama pada list jenis-jenis burung yang terdapat pada suatu golongan kurang menonjolkan nama burung pada gambar walaupun sudah ditekankan dengan teks bold berwarna merah. Selain itu, mekanisme set-collection yang identik dengan kepemilikan, kurang sejalan dengan pesan bahwa tidak diizinkan untuk memiliki burung-burung yang terancam punah, endemik, dan dilindungi oleh peraturan Indonesia.

2. Board Game Animal upon Animal

Gambar 3.26. Animal Upon Animal

(https://cf.geekdo-images.com/5RHnNYBqmNXYvDtIeJw3pA__itemrep/img/xPYFpZOamVphr3P3s Met3Zu8EGI=/fit-in/246x300/filters:strip_icc()/pic403502.jpg, n.d.)

a. Pemain

Usia 4 tahun ke atas. Jumlah pemain 2 sampai 4. b. Mekanisme Game

Mekanisme permainan ini adalah dice-rolling dan stacking atau

balancing. Pemain mengocok dadu kemudian menyusun pion

(24)

65 b. Komponen

Terdapat 8 pion hewan, yaitu buaya, monyet, ular, domba, burung, penguin, kadal, dan landak serta 1 dadu.

c. Objektif

Objektif game ini adalah menyusun piramida dari pion-pion hewan tersebut. Pemain yang berhasil menghabiskan stok hewannya duluan menjadi pemenang.

d. Gameplay

Pada tahap setup, pion buaya diletakkan di tengah. Lalu pion-pion hewan lain dibagikan ke masing-masing pemain. Setiap pemain harus memiliki 1 jenis hewan dari tiap jenis. Contoh untuk 1 stok hewan adalah monyet, ular, domba, burung, penguin, kadal, dan landak. Untuk menentukan pemain pertama, para pemain berdiri dengan satu kaki. Pemain yang bertahan paling lama adalah pemain pertama. Lalu, pemain melempar dadu. Angka yang tertera pada dadu adalah jumlah hewan yang harus disusun di atas pion buaya. Jika dadu menampilkan gambar buaya, maka pemain mengambil hewan apapun dan menyusunnya dengan menempelkan pion tersebut menempel di mulut atau di ekor pion buaya. Jika dadu menampilkan gambar tangan, maka pemain memberikan pion kepada pemain lain dan pemain tersebut yang menyusun hewan itu di atas piramida. Jika dadu menampilkan gambar tanda tanya,

(25)

66 maka pemain lain menentukan hewan apa yang harus disusun di atas piramida.

Permainan selesai saat salah satu pemain telah menghasbiskan stok pion hewannya.

e. Peraturan

Pemain hanya boleh menggunakan satu tangan saja saat menyusun. Jika pemain menjatuhkan pion-pion hewan pada piramida dan jumlah yang terjatuh hanya 1 atau 2, maka pemain menambahkan pion tersebut ke dalam stok hewannya. Jika pion yang jatuh lebih dari 2, maka pemain mengambil 2 pion dan sisa pion yang terjatuh dikembalikan ke dalam box.

f. Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan dari permainan ini adalah dapat dinikmati segala usia karena simpel dan menantang. Selain itu, komponen dari board

game ini tidak hanya terpaku pada papan dan kartu, namun

menggunakan pion yang menyerupai hewan.

Kekurangan dari permainan ini adalah kurang ada unsur edukasi hewan di dalam permainannya.

(26)

67 3.1.5. Studi Referensi

1. Board Game Linimasa tautan tokoh

Gambar 3.27. Board Game Linimasa

(https://i1.wp.com/boardgame.id/wp-content/uploads/2018/11/header-promo-linimasa-card-game-board-game-sejarah-indonesia.png?w=626&ssl=1, n.d.)

Terdapat 3 jenis permainan dalam board game Linimasa, yaitu tautan tokoh, memori waktu, dan kalayuda. Usia pemain 8 tahun ke atas dengan jumlah pemain 1 sampai 4.

Komponen kartu terdiri dari 20 kartu peristiwa dengan 2 sisi. Sisi satu adalah sisi pertanyaan dan sisi satu lagi adalah sisi jawaban. Selain itu, terdapat 20 kartu tokoh dan 12 kartu pemain yang berfungsi sebagai nyawa.

Kelebihan dari board game ini adalah Permainan ini mengedukasi pemain mengenai peristiwa sejarah, alur waktu peristiwa, dan tokoh yang berkaitan dengan peristiwa tersebut. Dalam permainan, khususnya tautan tokoh, cara game ini mengedukasi pemain adalah dengan menebak alur waktu suatu peristiwa dan mencocokkan tokoh dengan gambar pada kartu pertiwa. Pemain mendapatkan feedback atau validasi jawaban dari belakang kartu peristiwa (sisi jawaban), dengan begitu pemain dapat

(27)

68 belajar lewat metode trial and error. Seiring memainkan permainan ini, pemain akan semakin hafal peristiwa dan tokoh yang berkaitan.

Kekurangan dari board game ini adalah ketika pemain sudah menghafal materi yang diberikan lewat permainan, pemain mungkin saja tidak ingin memainkan permainan ini lagi (playability rendah). Oleh karena kurangnya unsur uncertainty yang membuat game sulit untuk ditebak alurnya.

2. Kartu Uno

Gambar 3.28. Kartu Uno

(https://cf.geekdo-images.com/SU- OL7XWn7BOiSYevyTThw__itemrep/img/x8QFLzHoiduG0Egt5rtqdBeApTI=/fit-in/246x300/filters:strip_icc()/pic981505.jpg, n.d.)

a. Pemain

7 tahun ke atas. Jumlah pemain 2 sampai 10. b. Mekanisme

Take that, hand management, lose a turn, dan matching.

c. Komponen

Total terdapat 108 kartu. Terdiri atas 76 kartu biasa dan 32 kartu spesial. Kartu biasa terdiri dari 19 kartu angka per warna. Terdapat

(28)

69 4 warna, yaitu merah, kuning, biru, dan hijau. Kartu angka terdiri dari angka 0 hingga 9, untuk kartu angka 1 hingga 9, terdapat 2 kartu per warna. Kartu spesial atau aksi terdiri atas 8 kartu +2 (2 kartu per warna), 8 kartu reverse (2 kartu per warna), 8 kartu skip (2 kartu per warna), 4 kartu +4, dan 4 kartu wild.

Kartu spesial atau aksi dapat mengubah jalannya permainan. Kartu spesial memiliki fungsinya masing-masing. Fungsi kartu +2 adalah membuat pemain giliran berikutnya untuk mengambil 2 kartu dari tumpukkan. Fungsi kartu reverse adalah membalikkan arah permainan. Fungsi kartu skip adalah melewati pemain giliran selanjutnya sehingga pemain tersebut tidak mendapat giliran. Fungsi kartu +4 adalah membuat pemain selanjutnya untuk mengambil 4 kartu dari tumpukkan. Selain itu, pemain yang mengeluarkan kartu spesial ini menentukan warna selanjutnya. Fungsi kartu wild adalah menggantikan kartu angka digunakan apabila pemain tidak memiliki kartu yang sama dengan kartu di tengah.

d. Goal

Menghabiskan kartu tangan. Pemain dengan sisa 1 kartu tangan harus mengucapkan uno.

e. Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan permainan ini adalah mekanisme yang membuat permainan menjadi kompetitif dan menyenangkan. Penggunaan

(29)

70 kartu spesial yang dapat mengubah alur permainan secara tiba-tiba (unsur uncertainty). Oleh karena unsur uncertainty ini, permainan tidak membutuhkan strategi yang tinggi dan mengandalkan keberuntungan dari pemain. Playability permainan ini yang tinggi. Kekurangan dari permainan ini adalah peraturannya yang tidak memiliki visual, tidak terlihat seperti how to play. Oleh karena itu, pemain cenderung malas membaca peraturannya sehingga peraturan biasanya dipelajari dari pemain yang pernah memainkannya.

3.2. Metodologi Perancangan

Menurut Macklin dan Sharp (2016) dalam bukunya yang berjudul “Games,

design, and play: A Detailed Approach to Iterative Game Design”, perancangan game dibagi menjadi 4 tahap proses desain iteratif, sebagai berikut:

1. Conceptualize

Tahap ini meliputi pencarian ide dan pembentukan konsep. Ide dan konsep kemudian akan diubah menjadi desain yang lebih terarah, dengan memasukkan design values. Design values berguna untuk menetapkan konsep, tujuan, dan emosi yang ingin dicapai.

2. Prototype

Dalam tahap ini, ide, konsep, dan desain value dibuat menjadi desain yang nyata atau berwujud. Tahap prototype adalah tahap yang terdapat banyak iterasi atau perbaikan. Satu hal yang perlu diperhatikan dalam tahap ini

(30)

71 adalah selalu mendokumentasikan tiap prototype, baik sebelum maupun setelah iterasi.

3. Playtest

Setelah prototype selesai, game tersebut akan diuji lewat playtest untuk mengetahui performa dan kesalahan dari game tersebut. Playtest dibagi menjadi 2 macam, Internal dan eksternal. Dalam playtest internal, pembuat dan timnya yang menguji game, sedangkan playtest eksternal melibatkan orang di luar tim. Dalam tahap ini, pembuat game harus mempersiapkan pertanyaan yang akan diberikan kepada user untuk menguji keberhasilan.

4. Evaluate

Setelah selesai melakukan playtest, pembuat kemudian mengevaluasi hasil atau feedback untuk dijadikan acuan dalam perbaikan. Setelah tahap ini, proses akan terus diiterasi hingga tepat.

3.2.1. Analisis Metodologi Perancangan

3.2.1.1. Conceptualize

Pada tahap ini meliputi pencarian ide dan pembentukan konsep. Penulis mengumpulkan insight dan data dari hasil pengambilan data dan membuat mind map.

(31)

72

Gambar 3.29. Mindmap

Dari hasil mind map tersebut ditemukan keyword menarik yang meliputi witty,

adventurous, dan vivid. Kata witty atau diambil dari salah satu penjabaran sifat

anak SD. Kata adventurous diambil dari penjabaran kegiatan pengamatan di alam. Yang terakhir, kata vivid diambil dari penjabaran representasi visual anak-anak bagian warna. Kemudian dibentuk beberapa big idea. Big idea yang dipilih adalah board game edukatif dikemas dengan storytelling yang jenaka dan vivid untuk mengenalkan jenis burung insektivora endemik Indonesia. Terdapat 3 tone of

voice yang diambil dari big idea ini, yaitu Witty, Tropical, dan journey.

1. Moodboard

Setelah menentukan tone of voice, masing-masing tone of voice akan dibagi menjadi tiga bagian moodboard, yaitu tipografi, ilustrasi, dan warna. Berikut adalah moodboard yang dibuat dari masing-masing

(32)

73 Gambar 3.30. Moodboard Witty

Witty memiliki arti jenaka, lucu, jahil. Oleh karena itu setiap

gambar perlu mewakili kesan tersebut. Pemilihan tipografi witty mengacu pada kesan luwes dan playful. Pemilihan ilustrasi witty sebagian besar ekspresif, bergaya luwes, dan tidak kaku. Yang terakhir untuk pemilihan warna, warna-warna playful dipilih karena mewakili kesan playful dan fun dari kata witty itu sendiri.

(33)

74 Gambar 3.31. Moodboard Tropical

Tropical dalam tone of voice ini mengacu pada hutan tropis,

bukan pantai, karena hutan tropis adalah habitat sebagian besar burung-burung insektivora endemik. Pemilihan tipografi sebagian besar berbentuk tegak bersambung atau dekoratif. Pemilihan ilustrasi

tropical sebagian besar memperlihatkan tanaman hutan tropis dan

ilustrasi hewan yang memiliki kesan tropis. Yang terakhir untuk pemilihan warna, warna-warna tropikal yang cerah dan vibrant.

(34)

75 Gambar 3.32. Moodboard Journey

Journey dalam tone of voice ini memiliki arti perjalanan,

arah, jalan. Pemilihan tipografi sebagian besar diatur sehingga menunjukan arah, contohnya tipografi “sweep” disusun mengikuti arah gerak karakter sehingga terkesan memiliki arah pergerakan. Pemilihan ilustrasi sebagian besar memperlihatkan perjalanan dan elemen di dalamnya yang disusun sehingga terkesan memiliki arah. Yang terakhir untuk pemilihan warna, menggunakan colour pick dari gambar journey.

Moodboard-moodboard di atas kemudian digabungkan untuk

membentuk moodboard baru yang memiliki 3 tone of voice untuk tiap bagian.

(35)

76 Gambar 3.33. Moodboard Typography

Moodboard tipografi disusun dari kumpulan gambar tipografi

pada moodboard sebelumnya yang mewakili tone of voice witty,

tropical, dan journey.

(36)

77

Moodboard ilustrasi disusun dari kumpulan gambar ilustrasi

pada moodboard sebelumnya yang mewakili tone of voice witty,

tropical, dan journey.

Gambar 3.35. Moodboard Colour

Moodboard warna disusun dari kumpulan gambar ilustrasi pada moodboard sebelumnya yang mewakili tone of voice witty, tropical,

dan journey.

Selain itu, Moodboard board game ditambahkan sebagai referensi visual board game yang mewakili kesan tropical, witty, dan journey. Unsur tropical sebagian besar diwakili oleh tanaman-tanaman dan warna yang cerah. Unsur witty diwakili oleh ilustrasi yang luwes dan ekspresif. Contohnya pada board game Tahiti.

(37)

78 Gambar 3.36. Moodboard Board Game

2. Pengembangan Ide

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Cikananga Wildlife Center, cara mengedukasi burung ke anak usia sekolah dasar adalah dengan mengenalkan jenis burung lewat ciri-ciri morfologinya. Terdapat beberapa unsur yang penting untuk dimasukkan yaitu ciri-ciri morfologi, tingkat keterancaman, dan nama Bahasa Indonesia. Ciri-ciri morfologi dijabarkan menjadi warna tubuh, kaki, paruh, ciri khas. Selain itu, karena jenis burung insektivora endemik memiliki pulau endemiknya masing-masing, maka wilayah endemiknya akan ditambahkan menjadi salah satu unsur.

Berdasarkan uraian di atas maka tujuan dari permainan ini adalah mengenalkan jenis burung kepada anak-anak sehingga goal permainan ini adalah agar anak-anak dapat mengenal jenis burung insektivora endemik dari segi ciri-ciri morfologi. Tema permainan

(38)

79 akan diabstraksi dari kegiatan nyata yang dilakukan oleh Cikananga Wildlife Center, yaitu pengamatan burung untuk tujuan pengenalan.

Board game ini akan berseri, seri burung insektivora endemik

terancam kritis (critically endangered) dan seri kedua yaitu burung insektivora endemik terancam (endangered). Seri yang akan diangkat kali ini adalah seri burung insektivora endemik yang terancam kritis. Kesembilan jenis burung tersebut adalah kehicap boano, seriwang sangihe, ekek geling, poksai kuda, kacamata sangihe, tokhtor Sumatra, trulek jawa, gagak banggai, dan anis-bentet sangihe.

3. Konsep Board Game

Penentuan konsep, tujuan, dan emosi yang ingin dicapai dilakukan dengan memasukkan design values, sebagai berikut:

a. Experience

Edukasi pengenalan jenis burung dilakukan lewat pemain mencocokkan kartu ciri-ciri ke jenis burung. Kartu jenis burung akan mencantumkan informasi yang menjadi hint dari kartu ciri yang terkait. Agar pemain dapat tahu apakah kartu ciri-ciri yang mereka taruh benar atau salah (feedback jawaban), bagian belakang kartu jenis burung akan menampilkan kartu ciri-cirinya. Selain itu, pemain harus membacakan informasi yang terdapat pada kartu jenis secara lantang agar pemain lain sama-sama ikut belajar. Agar pemain familiar dengan nama

(39)

80 jenisnya, pemain harus membaca nama jenis burung pada kartu jenis sebelum menaruh token di atasnya.

Kartu aksi ditambahkan untuk memberikan unsur kompetitif dari permainan ini. Kartu-kartu aksi akan berupa penggambaran skenario jenaka yang sesuai dengan fungsi kartu tersebut. Kartu aksi berfungsi untuk membantu pemain menang atau menghambat pemain lain. Jumlah kartu aksi akan dibatasi agar tidak mendominasi permainan.

Cara kerja permainan ini adalah dengan memberikan informasi mengenai jenis-jenis burung insektivora endemik Indonesia lewat gameplay nya yang mengharuskan pemain untuk mencocokkan kartu ciri-ciri sesuai dengan jenis burungnya. Dengan demikian, seiring pemain bermain, mereka juga dapat menghafal nama jenis burung dan membedakan burung satu dengan yang lainnya. Selain itu, akan terdapat qr code pada rulebook yang menunjukkan informasi tambahan mengenai tingkat keterancaman IUCN, informasi ciri-ciri masing-masing burung (pengulangan dari kartu), dan perbandingan ukuran burung.

b. Theme

Pengamatan burung. Terinspirasi dari program pengamatan yang diadakan Cikananga Wildlife Center.

(40)

81 Permainan ini bercerita tentang petualangan menebak burung insektivora endemik Indonesia. Sudut pandang yang dipakai untuk kartu-kartu permainan adalah sudut pandang orang pertama sehingga terkesan seperti pemain berada di dalam hutan tersebut. Selain itu, unsur petualangannya akan diwakili dengan visual hutan tropis sehingga menambah kesan seperti pemain sedang berada dalam hutan.

d. Challenge

Rintangannya berupa

• Karena kartu tangan yang diberikan secara acak dan dengan jumlah yang terbatas, maka belum tentu pemain mendapatkan kartu ciri-ciri setiap burung. Selain itu, jumlah kartu ciri-ciri untuk 1 jenis burung yang dimiliki pemain belum tentu setara.

• Beberapa burung memiliki ciri-ciri yang serupa.

• Pemain dapat menggunakan kartu aksi yang dapat menghambat pemain lain untuk menang. Namun jumlah kartu aksi dibatasi.

e. Decision Making

Decision making terdapat pada penggunaan kartu aksi. Pemain

(41)

82 Mengingat usia pemain yang muda, unsur decision making dibuat sesederhana mungkin, bahkan hampir tidak ada.

f. Skill, Strategy, Chance, and Uncertainty

Skill yang dibutuhkan adalah ketelitian mencocokkan ciri-ciri

ke jenis burung. Unsur strategy terdapat pada penggunaan kartu aksi. Unsur chance atau peluang terdapat pada fungsi kartu aksi yang memberikan kesempatan bagi pemain untuk melampaui pemain lain. Unsur uncertainty terdapat pada kartu ciri-ciri dan kartu aksi yang keluar bersifat random.

g. Context

Permainan ini dimainkan dalam bentuk game analog, yaitu board game. Permainan akan dimainkan lebih dari satu orang. Permainan terdiri dari kartu bermain dan token.

h. Emotions

Emosi yang ingin disampaikan ke pemain adalah perasaan kompetitif, seru, dan lucu.

Kemudian penulis menjabarkan elemen board game, yaitu sebagai berikut:

a. Actions

(42)

83 • Pemain menaruh kartu ciri-ciri yang sesuai dengan kartu jenis yang terpampang. Pemain mencocokkan visual dan teks kartu ciri-ciri dengan kartu jenis.

• Pemain dapat mengambil kartu dari tumpukkan.

• Pemain dapat menggunakan kartu aksi, yang meliputi menukar 2 kartu tangan dengan pemain lain, menggeser token pemain lain, dan melindungi diri dari kartu aksi jahil. • Pemain membaca nama jenis burung sebelum menaruh

token.

• Pemain menaruh token miliknya di atas kartu jenis.

b. Goals

Tujuan dari permainan ini adalah mencocokkan jenis burung sebanyak-banyaknya lewat ciri-ciri. Pemain yang menaruh kartu ciri-ciri terbanyak pada 1 jenis memenangkan jenis tersebut. Setelah itu, pemain menaruh tokennya di atas kartu jenis burung. Pemain pertama yang menaruh token di atas 3 jenis adalah juara 1.

c. Rules

• Pemain harus membaca penjelasan ciri-ciri dan nama burung pada kartu jenis sebelum menaruh kartu.

(43)

84 • Pemain harus menyebutkan (membaca) nama jenis burung yang tertera pada kartu sebelum menaruh token diatas kartu tersebut.

• Pemain harus menyebutkan nama kartu aksi saat menggunakannya.

• Pemain hanya dapat melakukan 1 aksi pada gilirannya. Antara menaruh kartu ciri-ciri, menggunakan kartu aksi, atau mengambil 1 kartu dari tumpukkan.

• Kartu aksi yang sudah digunakan dikembalikan ke bawah tumpukkan kartu.

d. Objects

Kartu ciri-ciri, kartu jenis burung, kartu aksi, token pemain.

e. Playspace

Playspace dapat berupa di atas meja atau di lantai. Pemain

sebaiknya duduk mengelilingi kartu agar semua pemain mempunyai jarak jangkauan yang sama.

f. Players

Kira-kira 2-4 pemain, usia 8 tahun ke atas. Ditargetkan pada anak usia 8 hingga 11 tahun, tetapi usia di atas rentang tersebut dapat memainkannya juga.

(44)

85 3.2.1.2. Prototype.

Dalam tahap ini, konsep dibuat menjadi desain yang nyata atau berwujud. Berikut adalah proses dari sketsa hingga tampilan final dari masing-masing burung.

Gambar 3.37. Proses Ilustrasi Burung

Tiap burung diposisikan dalam angle yang memperjelas bentuk dan siluet objek. Contohnya kepala burung dihadapkan kesamping agar bentuk paruh dan kepala terlihat jelas sehingga pemain dapat lebih mudah membedakan masing-masing burung. Oleh karena warna hasil color pick dari foto terlihat gelap dan kusam, maka penulis mengikuti deskripsi warna masing-masing burung dari website Birds

of the world: the cornell lab of ornithology. Lalu diatur saturasinya

(45)

86 agar penjelasan ciri-ciri pada kartu lebih jelas dan mudah untuk dipahami.

Berikut ini adalah proses prototype komponen beserta dengan analisis dari tiap komponen.

1. Kartu Jenis

Gambar 3.38. Sketsa Alternatif Kartu Jenis

Background kartu jenis dibuat penuh dengan tanaman

agar menonjolkan hutan tropis yang merupakan habitat burung-burung insektivora endemik Indonesia. Namun setelah diaplikasikan, ukuran burung terkesan terlalu kecil. Mengingat tujuan permainan ini, yaitu mengenal bentuk burung, maka burung perlu terlihat jelas. Maka dari itu, penulis membuat sketsa baru dengan bentuk landscape atas

(46)

87 pertimbangan bentuk burung yang memanjang secara horizontal.

Gambar 3.39. Proses Perancangan Kartu Jenis

Bagian depan kartu jenis menampilkan ilustrasi burung secara keseluruhan. Di samping ilustrasi terdapat penjelasan ciri-ciri dan nama dari burung. Penambahan teks penjelasan ciri-ciri memudahkan pemain untuk mencocokkan ciri-ciri. Elemen visual tumbuhan pada kartu ini membantu memvisualisasikan hutan habitat burung ini. Penggambaran visual hutan dibagi menjadi foreground dan background. Penggambaran tanaman pada foreground dibuat lebih cerah dan detail, sedangkan background dibuat gelap dan buram. Hal tersebut dilakukan agar tercipta ilusi kedalaman dan

(47)

88 memusatkan fokus pada ilustrasi burung yang terdapat pada

foreground.

Bagian belakang kartu merupakan sisi jawaban, dimana saat pemain sudah menaruh kartu, pemain mencocokkan kartu mereka dengan jawaban di belakang kartu jenis. Dengan demikian, bila pemain salah menaruh, ia mendapat feeback jawaban yang benar. Seiring bermain pemain lama kelamaan akan belajar dari kesalahan tersebut.

Untuk jenis font yang dipilih adalah Arial karena penulis mempertimbangkan aspek keterbacaan dan kejelasan pada ukuran media yang kecil. Font Arial yang digunakan pada teks ciri-ciri sebesar 9 pt dan masih dapat terbaca. Untuk nama burung menggunakan font Raleway untuk membedakan antara teks nama burung dengan teks ciri-ciri. Hal tersebut kemudian diperjelas dengan menambahkan oval hijau sebagai background dari teks nama. Pemilihan warna hitam pada teks meningkatkan legibility dari teks tersebut karena warna hitam kontras dengan background biru terang.

Berikut adalah seluruh prototype dari 9 kartu jenis. Ukuran kartu jenis adalah sebesar 11 x 8 cm. Kartu bagian atas adalah tampilan depan kartu dan kartu di bawahnya merupakan tampilan belakang kartu.

(48)

89 Gambar 3.40. Prototype Kartu Jenis

Background untuk jenis burung tokhtor sumatera dan trulek

jawa berbeda dengan jenis lain karena kedua burung tersebut lebih sering berada di atas tanah, khususnya trulek jawa yang biasanya ditemukan dekat perairan.

(49)

90 Gambar 3.41. Alternatif Sketsa Kartu Ciri

Tampilan dari kartu ciri dibuat agar terkesan seperti burung-burung tersebut tersembunyi dan hanya dapat dilihat beberapa bagian tubuhnya saja. Sketsa yang dipilih adalah sketsa sebelah kanan. Alasan pemilihan sketsa tersebut adalah karena siluet burung lebih terlihat jelas. Selain itu dari pertimbangan bahwa sulit untuk mencocokkan bagian tubuh spesifik dengan jenis burungnya karena beberapa burung memiliki bagian tubuh yang serupa. Oleh karena itu, keputusan yang diambil adalah mengubah kartu ciri-ciri yang menunjukkan ciri spesifik menjadi kartu ciri yang menunjukkan per bagian tubuh, yang meliputi kepala, badan, kaki, dan wilayah.

(50)

91 Gambar 3.42. Proses Perancangan Kartu Ciri

Bagian depan kartu ciri-ciri memperlihatkan bagian tubuh burung yang dikelilingi dedaunan. Hal ini memberikan kesan bahwa burung tersebut tersembunyi dan hanya dapat dilihat beberapa bagian tubuhnya saja. Pemilihan warna biru muda pada background kartu disamakan dengan kartu jenis agar terlihat selaras antar komponen. Selain itu, warna biru muda yang lebih terang dari warna burung yang gelap membuat siluet burung tersebut lebih terlihat. Pulau pada kartu ciri bagian wilayah di trace dari peta dan bagian pulau yang menjadi habitat burung di outline kuning dan diberi tanda panah yang menunjukkan nama agar memperjelas pulau tersebut dan membuatnya menjadi fokus dari kartu. Penambahan ikon tanda tanya disamping ciri-ciri mengindikasi pertanyaan atau unsur “tebak-tebakan” pada

(51)

92 kartu, dimana kartu ciri merupakan beberapa bagian dari kartu jenis.

Font yang digunakan pada kartu tetap Arial, namun dengan ukuran yang lebih besar dari teks kartu jenis, yaitu 11 pt.

Berikut adalah tampilan final 36 kartu ciri-ciri. Tiap kartu jenis terdapat 4 kartu ciri-ciri yang terkait dengan jenis tersebut. Kartu pada pojok kanan adalah tampilan dari belakang kartu. Ukuran kartu ini adalah 7 x 10 cm, mengikuti ukuran kartu main pada umumnya.

Gambar 3.43. Prototype Kartu Ciri-Ciri

Gambar di bawah adalah salah satu kartu jenis burung yaitu burung kehicap boano dan di bawah kartu jenis tersebut

(52)

93 terdapat 4 kartu ciri-ciri yang terkait dengan burung kehicap boano. Empat kartu ciri-ciri terdiri atas bagian kepala, badan, kaki, dan wilayah tempat tinggal.

Gambar 3.44. Tampilan Kartu Kehicap Boano

3. Kartu Aksi dan Token Pemain

Gambar 3.45. Sketsa Kartu Aksi

Tampilan dari kartu aksi dibuat agar mewakili kesan witty dengan nama kartu yang jenaka dan ilustrasi karakter yang

(53)

94 mewakili fungsi kartu tersebut. Sketsa yang dipilih adalah sketsa sebelah kanan karena sketsa kiri terkesan terlalu kaku dengan penggunaan kotak pada ilustrasi.

Gambar 3.46. Sketsa Karakter Kartu Aksi

Karakter pada kartu aksi mengambil referensi dari foto kegiatan pengamatan burung anak-anak di atas, dimana alat yang biasanya dibawa adalah binokular dan memakai topi.

(54)

95 Gambar 3.48. Prototype Kartu Aksi dan Token

Kartu aksi berfungsi untuk menghambat atau melampaui pemain lain. Terdapat 2 fungsi kartu aksi, yaitu kartu jahil dan kartu tameng. Kartu jahil terdiri dari kartu “minggir minggir” dan “kasi sini!”. Kartu minggir-minggir berfungsi untuk menggeser token pemain yang sudah diletakkan di atas kartu jenis. Kartu kasi sini berfungsi untuk menukarkan 2 kartu tangan pemain dengan 2 kartu tangan lawan. Kartu jangan macam macam berfungsi sebagai kartu yang melindungi pemain dari efek kartu minggir minggir dan kasi sini.

Ilustrasi dari kartu aksi menggambarkan gestur yang mewakili fungsi kartu tersebut. Kartu minggir-minggir diwakili ilustrasi karakter pengamat yang mendorong

(55)

96 karakter lain. Kartu jangan macam macam diwakili ilustrasi karakter pengamat yang memperlihatkan gestur mengancam. Kartu kasi sini diwakili ilustrasi karakter pengamat yang memperlihatkan gestur meminta. Lalu, lambang dari masing-masing fungsi kartu ditambahkan agar kartu jahil dan kartu tameng dapat dibedakan. Kartu jahil dilambangkan dengan ilustrasi wajah usil, sedangkan kartu tameng dilambangkan dengan ilustrasi tameng. Ukuran kartu aksi sebesar kartu ciri-ciri, yaitu 7 x 10 cm. Ukuran font pada teks sebesar 9 pt.

Token pemain ada 4 warna, sebanyak jumlah maksimal pemain. Warna masing-masing token dibedakan agar menandakan token tersebut milik pemain mana. Setiap pemain mendapatkan 3 token dari warna yang dipilih.

Berikut adalah mock up seluruh komponen di atas.

(56)

97

3.2.1.3. Playtest.

Setelah prototype selesai, game tersebut diuji lewat playtest untuk mengetahui performa dan kesalahan dari game tersebut. Playtest dilakukan saat prototype day dan di luar dari prototype day. Playtest dilakukan secara online dengan menggunakan tabletopia. Oleh karena jumlah pemain yang terbatas, yaitu 4 pemain, penulis menampilkan permainan lewat share screen agar user lain dapat melihat. Sesi di luar

prototype day juga berlangsung dengan cara yang serupa hanya tanpa share screen. Setelah proses playtest selesai, user diberikan kuisioner

melalui google form untuk memberikan pandangan dan masukan terhadap board game yang dirancang. Oleh karena menggunakan media online seperti tabletopia, pemain harus diajari dulu mengenai cara mengontrol aksi dalam tabletopia dan sebagian besar pemain kesulitan untuk memahami kontrol sehingga alur permainan terkadang terhambat.

3.2.1.4. Evaluate.

Setelah selesai melakukan playtest, hasil atau feedback dari prototype day kemudian dievaluasi untuk dijadikan acuan dalam perbaikan.

Feedback dan error yang penulis temui saat melakukan playtest adalah

sebagai berikut:

1. Seiring permainan kartu tangan menipis sehingga peluang pemain untuk mengeluarkan kartu ciri-ciri makin sulit. Maka dari itu solusinya berupa menetapkan kartu tangan pemain menjadi

(57)

98 minimal 5 kartu. Setelah pemain menaruh kartu ciri (setelah sesi menebak selesai), pemain mengambil kartu sampai kartu tangannya berjumlah 5.

2. Permainan terkesan datar karena kartu aksi terbatas. Selain itu, perbandingan kartu jahil dan tameng keliru (kartu tameng lebih banyak dari kartu jahil) sehingga kartu jahil kurang memberikan efek pada permainan. Oleh karena itu solusinya adalah menambah jumlah kartu aksi dan membuat jumlah kartu jahil lebih banyak dari kartu tameng.

3. Tekankan sesi cek jawaban kartu setiap selesai menebak 1 kartu jenis, terkadang user keliru menaruh kartu ciri-ciri yang tidak sesuai. Oleh karena itu perlu menekankan feeback agar mereka belajar bahwa kartu ciri-ciri tersebut salah.

4. Kartu ciri-ciri yang ditaruh user terkadang jumlahnya sama sehingga perlu ditentukan pemain mana yang dapat menaruh token. Oleh karena itu, solusinya adalah pemain yang menaruh kartu ciri-ciri dengan jumlah yang sama harus suit (jika 2 orang) dan hompimpa (jika lebih dari 2 orang).

5. Pada akhir permainan, saat sisa 2 pemain, perlu ada solusi untuk menentukan pemenangnya bila token masing-masing pemain seri

(58)

99 6. Tekankan penyebutan nama kartu aksi saat menggunakannya agar

permainan tidak terasa sepi.

7. Kartu yang sudah digunakan awalnya ditaruh di tumpukan terpisah dan tidak dapat digunakan lagi. Kartu deck cepat habis, jadi aksi menyusun kartu deck lagi sedikit mengganggu alur permainan. Oleh karena itu, kartu yang sudah digunakan, baik kartu ciri-ciri maupun aksi, dimasukkan lagi kedalam deck dan dikocok.

8. Terdapat kelebihan titik hijau pada teks ciri-ciri dalam kartu jenis burung ekek geling, tokhtor sumatera, dan seriwang sangihe. 9. Fungsi bertukaran kartu dalam Kartu “kasi sini!” sedikit rancu

dengan kata “kasi sini”. Selain itu, aksi tukar kartu tidak terlalu berpengaruh pada permainan. Oleh karena itu, nama kartu akan tetap menjadi “kasi sini!”, namun fungsi kartunya akan diubah dari bertukar 2 kartu menjadi mengambil 2 kartu dari kartu tangan pemain lawan.

3.2.1.5. Desain Perbaikan

Berikut adalah hasil perbaikan komponen sesuai masukan dari alpha test dan bimbingan. Tipografi pada komponen secara keseluruhan diganti dari Raleway dan Arial menjadi Badaga dan Sassoon Primary agar menyesuaikan dengan konsep witty dan lebih ramah ke user yang merupakan anak-anak karena bentuknya yang cenderung bulat.

(59)

100 Gambar 3.50. Badaga dan Sasson Primary

1. Kartu Jenis

(60)

101 Kartu jenis sebelumnya kurang fokus pada ilustrasi burung karena

background daun mengganggu siluet ilustrasi. Informasi terlalu redundan

karena teks pada kartu jenis dapat ditemukan pada kartu ciri-ciri.

Gambar 3.52. Proses perbaikan Kartu Jenis

Selain itu, penambahan teks tersebut sebagai hint mengalihkan perhatian pemain dari ilustrasi bentuk burung tersebut karena terlalu fokus dengan teks. Background dari burung selain tokhtor sumatera dan trulek jawa kurang memperlihatkan habitat ciri khas burung tersebut.

(61)

102

Background kartu jenis diganti dengan warna blok kuning cerah. Pemilihan

warna kuning cerah didasari atas pertimbangan bahwa sebagian besar burung cenderung berwarna gelap sehingga butuh warna cerah yang kontras sehingga memperjelas siluet dari burung tersebut. Background habitat tiap burung divariasikan sesuai dengan habitatnya, referensi habitat ini disesuaikan dengan tanaman pada foto-foto burung dalam website Birds of the world: the cornell

lab of ornithology. Ilustrasi burung juga dibuat semi realis agar penggambaran

burung lebih akurat. Proses perbaikan ilustrasi burung tidak diulang dari sketsa, melainkan memperbaiki siluet dari ilustrasi final dan melukis ulang dengan pewarnaan yang lebih detail di atas layer tersebut. Teks penjelasan ciri dihilangkan agar pemain fokus ke bentuk visual burung dan diganti dengan ilustrasi pulau yang menjadi habitat burung tersebut. Ilustrasi pulau ditambahkan agar pemain dapat menebak kartu ciri bagian wilayah. Selain itu, kartu diberi margin agar menghindari kesalahan pada cutting. Font yang digunakan untuk nama burung dan teks jawaban adalah Badaga. Ukuran teks nama adalah 18 pt. Ukuran teks “Jawaban” adalah 36 pt. Perbaikan ini berlaku untuk semua kartu jenis.

(62)

103 2. Kartu Ciri-ciri

Gambar 3.55. Tampilan Seluruh Komponen Revisi Kartu Ciri

Background biru muda pada kartu ciri kurang memperlihatkan siluet

burung. Kartu ciri bagian wilayah kurang terlihat seperti bagian dari kartu ciri-ciri. Warna keseluruhan dari kartu kurang memperlihatkan kesan witty dan

fun. Penambahan garis kuning pada border pulau kurang menonjolkan bagian

pulau yang menjadi habitat burung.

(63)

104 Background dari revisi kartu diganti menjadi putih agar mengemfasis siluet tiap burung. Warna daun divariasikan dengan menambahkan bunga tropis berwarna kuning.

Gambar 3.57. Tampilan Dekat Revisi Kartu Ciri Bagian Wilayah

Kartu wilayah ditambahkan elemen daun agar terlihat seperti bagian dari kartu ciri-ciri. Bagian wilayah yang menjadi habitat diwarnai kuning agar lebih terlihat. Warna biru laut diganti menjadi biru cerah agar kontras dengan pulau sehingga pulau lebih terlihat jelas. Ilustrasi pulau dan daun diberi tekstur agar selaras dan seimbang dengan tampilan ilustrasi burung yang semi realis. Perbaikan ini berlaku untuk seluruh kartu ciri.

(64)

105 3. Kartu Aksi

Kartu Aksi sebelumnya terlalu banyak elemen yang menjadi fokus, seperti ikon, penjelasan, ilustrasi, teks pada ilustrasi, dan teks nama kartu. Teks nama kartu terdapat pada ilustrasi dan kotak hijau sehingga perlu dihilangkan karena redundan. Ikon dinilai membingungkan dan tidak terlalu menjelaskan fungsi dari kartu. Tidak ada pembeda antara ketiga kartu aksi sehingga pemain kesulitan untuk membedakan masing-masing kartu.

Gambar 3.59. Proses Perbaikan Kartu Aksi

Layout diganti menjadi lebih terstruktur agar informasi dalam kartu jelas terlihat dan tidak membingungkan. Penempatan seluruh elemen diletakkan di tengah dan diberi margin di sekitar kartu agar menghindari kesalahan saat

cutting. Teks nama kartu hanya satu dan diletakkan pada bagian atas kartu

dengan ukuran font yang lebih besar agar terlihat jelas. Ikon dihilangkan dan hanya difokuskan pada ilustrasi jenaka yang menggambarkan fungsi kartu.

(65)

106 Gambar 3.60. Tampilan Seluruh Komponen Revisi Kartu Aksi

Elemen pada kartu aksi dibuat simpel dan padat, hanya terdapat teks nama, ilustrasi, dan teks penjelasan. Warna baju dari karakter antar kartu dibedakan agar pemain dapat membedakan masing-masing kartu, tanpa menghilangkan kesan kesatuan dari ketiga kartu aksi tersebut. Background kartu aksi disamakan dengan kartu ciri-ciri namun opacity diturunkan agar tidak menjadi fokus dari kartu. Teks Judul dibuat lebih terkesan witty dengan memisahkan tanda seru, meletakkannya disamping teks, dan memperbesar ukuran agar sejajar dengan kedua teks di sebelahnya. Font yang digunakan untuk judul adalah Badaga. Font yang digunakan untuk penjelasan fungsi kartu ciri adalah Sassoon primary dengan ukuran 11 pt.

(66)

107 4. Komponen tambahan

Berikut adalah komponen tambahan yang sebelumnya belum ditambahkan dalam alpha test.

• Rulebook

Rulebook dilipat dengan bentuk accordion fold. Dari hasil alpha test,

responden bingung mengenai fungsi kartu aksi sehingga penjelasan kartu aksi dan cara menggunakannya ditambahkan dalam rulebook.

Gambar 3.62. Sketsa Rulebook

Pada tahap sketsa, ditentukan jumlah bagian per lembar sebanyak tiga bagian. Namun, setelah masuk dalam tahap digital, penulis menemukan bahwa ukuran gambar tiap komponen terlalu kecil. Selain itu, ukuran teks dan ilustrasi pada bagian cara bermain yang banyak sehingga tidak cukup untuk diletakkan pada 1 bagian. Oleh karena itu, penulis menambahkan jumlah

(67)

108 bagian menjadi 4, dimana terdapat 2 bagian masing-masing untuk komponen dan cara main.

Gambar 3.63. Proses Perancangan Rulebook

Penempatan elemen yang disusun ke bawah membuat pembaca mudah membaca teks karena tidak terlalu panjang secara horizontal. Selain itu, mereka dapat mengenali per bagian dengan adanya alur tersebut. Pada bagian komponen, penulis menyusun nya dengan mengatur ukuran tiap komponen agar jelas terlihat. Kemudian tanaman ditambahkan pada rulebook untuk menyelaraskannya dengan komponen-komponen lain sehingga terlihat seperti satu bagian.

(68)

109 Gambar 3.64. Tampilan Rulebook Bagian Depan

Bagian Depan Rulebook berisi cara main, peraturan, QR-Code, dan

cover. Cara main berisi langkah-langkah cara memainkan permainan ini.

Langkah-langkah tersebut didampingi dengan ilustrasi agar memperjelas visualisasi dari teks. Bagian QR-Code yang dapat discan untuk melihat informasi tambahan mengenai burung-burung tersebut.

(69)

110 Bagian Belakang Rulebook berisi komponen board game, cara menang, dan persiapan bermain. Bagian cara menang berisi penjelasan

goal permainan dan cara memenangkan permainan ini. Bagian cara

menang dan persiapan didampingi dengan ilustrasi agar memperjelas visualisasi dari teks.

Gambar 3.66. Mock Up Rulebook

• Informasi QR-Code

Informasi ini dapat diakses dengan cara meng-scan QR-Code yang terdapat pada rulebook. Informasi ini berbentuk pdf dan dapat didownload oleh pemain. Informasi yang terdapat di dalamnya adalah seputar fun fact dan perbandingan ukuran burung.

(70)

111 Gambar 3.67. Proses Perancangan PDF Informasi Tambahan

Pada tahap awal, penulis menetapkan ukuran PDF sebesar ukuran layar ponsel pada umumnya, yaitu 720 x 1280 px. Lalu, penulis membuat pdf untuk mengetes ukuran teks, gambar, dan margin pada tampilan layar ponsel. Ukurannya sebesar 720 x 2850 px, dimana panjangnya dua kali lipat sehingga dapat di scroll kebawah. Dari hasil percobaan tersebut, ditemukan bahwa ukuran teks, gambar, dan margin cukup. Namun, pemotongan PDF oleh tampilan layar kurang tepat. Selanjutnya, layout dibuat sesuai hasil percobaan. Teks pada nama tiap bagian seperti “Fun Facts” dan “Perbandingan Ukuran Burung” adalah Badaga dengan ukuran 36 pt. Body text menggunakan Badaga dengan ukuran 24 pt. Teks untuk penamaan tiap tingkat IUCN adalah Badaga dengan ukuran 12 pt.

(71)

112 Gambar 3.68. Tampilan PDF Informasi Tambahan QR-Code

Informasi pertama pada fun fact menjelaskan bahwa burung-burung dalam permainan ini adalah burung pemakan serangga dan menjelaskan istilah lain dari hewan pemakan serangga yaitu insektivora. Informasi kedua pada fun fact memperlihatkan indikator keterancaman IUCN beserta penjelasan IUCN. Selain itu, terdapat penjelasan bahwa burung-burung dalam permainan ini termasuk critically endangered dan arti dari kata critically endangered. Bagian di bawah fun fact adalah bagian perbandingan ukuran burung. Bagian ini berisi ilustrasi masing-masing burung yang diatur ukurannya sehingga menyesuaikan perkiraan ukuran burung jika dibandingkan satu dengan yang lainnya. Masing-masing

(72)

113 burung diberi nama dan dicantumkan ukuran asli burung yang diambil dari website Birds of the world: the cornell lab of ornithology. Bagian paling bawah menampilkan burung terbesar dan burung terkecil dari kelompok tersebut.

Gambar 3.69. Mock Up PDF Informasi Tambahan QR-Code

• Packaging

(73)

114 Pada tahap awal, penulis menentukan penempatan konten, dimana konten akan diletakkan di tengah agar terlihat rapi. Mengikuti layout komponen lainnya. Pada bagian samping, ditambahkan nama permainan dan penjelasan singkat permainan agar pembeli dapat tetap melihat kotak ini walaupun tertumpuk benda lain saat dijual.

Gambar 3.71. Tampilan Packaging

Packaging permainan ini berdimensi 16 cm x 10.5 cm x 4 cm. Berikut adalah tampilan mock up packaging.

(74)

115 Packaging bagian depan terdapat nama permainan, edisinya, dan penjelasan singkat mengenai permainan, yaitu card game pengenalan burung pemakan serangga asli Indonesia. Lalu, ditambahkan jumlah pemain, yaitu 2 hingga 4. Dan yang terakhir menambahkan usia minimal pemain, yaitu 8 tahun. Teks pada edisi adalah Badaga dengan ukuran 18 pt, sedangkan pada penjelasan adalah Badaga dengan ukuran 16 pt.

Gambar 3.73. Tampilan Mock Up Packaging Bagian Belakang

Packaging bagian belakang terdapat ilustrasi kepala masing-masing burung dan tampilan kartu aksi. Teks pada bagian ini adalah Badaga dengan ukuran 18 pt.

Gambar

Gambar 3.3. Foto Forum Group Discussion
Gambar 3.11. Banggai Crow
Gambar 3.19. Moluccan Woodcock
Gambar 3.21. White-tipped Monarch  ( Hutchinson, 2011)
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Dengan mencari informasi penting dan menuliskan kata-kata kunci yang ditemukan dalam tiap paragraf, siswa mampu membuat kesimpulan dari suatu bacaan.. Dengan membuat peta pikiran

Sehingga kemudian, muncul premis bahwa dengan menggunakan media digital interaktif akan sangat membantu pemain pemula dalam mendalami olahraga baseball karena

Berdasarkan Grafik 4 diatas untuk debit air yang terbuang ini dapat kita ketahui dengan menghitung terlebih dahulu debit input air yang masuk dalam pompa

Kemudian reason to believe yang user yakini adalah penggunaanya yang flexibility dikarenakan diakses menggunakan smartphone yang merupakan alat komunikasi yang sering

Pengaplikasian terhadap buku informasi yang dirancang adalah perawatan kulit anak dan hal-hal yang perlu diperhatikan untuk memberikan penanganan awal penyakit kulit

Dari wawancara yang penulis lakukan, dapat disimpulkan persepsi wisatawan mancanegara yang menjadi narasumber terhadap Tanjung Kelayang adalah destinasi wisata

Strength dari aplikasi ini adalah dapat berkomunikasi secara langsung dengan dokter-dokter terpercaya, weekness yang dimiliki aplikasi ini adalah kurang memanfaatkan

42 memang mendapatkan namun mereka tidak diberika buku panduan sebagai sarana bantuan pembelajaran suling sunda sehingga mereka hanya sekedar bisa saja dan mengerti tentang dasar