ANALISIS YURIDIS KEDUDUKAN AKTA IZIN ROYA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI PENGGANTI SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN YANG HILANG
Tesis
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan
PadaProgram Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh
ARNOVI AYU 167011002 / M.Kn
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2019
ANALISIS YURIDIS AKTA IZIN ROYA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI PENGGANTI SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN YANG HILANG
ABSTRAK
Hapusnya hak tanggungan berdasarkan ketentuan pasal 18 ayat (1) UUHT mengharuskan dilakukannya roya terhadap hak tanggungan.Roya dilakukan apabila utang yang dijamin dalam perjanjian pokoknya telah lunas.Salah satu syarat untuk meroya adalah adanya sertifikat hak atas tanah dan sertifikat hak tanggungan untuk dilakukannya pencoretan. Apabila sertifikat hak tanggungan hilang maka akan digantikan dengan akta izin roya hak tanggungan atau konsen roya sebagai persyaratan dari Kantor Pertanahan untuk diproses nya roya. Akta izin roya hak tanggungan adalah surat keterangan yang dibuat oleh notaris yang berisikan atau menyatakan bahwa telah hilang nya sertifikat hak tanggungan.
Tetapi akta izin roya hak tanggungan sendiri tidak ada diatur secara jelas dan spesifik dalam undang-undang atau aturan manapun. Atas dasar tersebut diangkatlah permasalahan mengenai, apa dasar pertimbangan hukum notaris dalam membuat akta izin royahak tanggungan tersebut, apa saja tahapan dan proses dalam pembuatan akta serta bagaimanakah kedudukan akta izin royahak tanggungan sebagai pengganti sertifikat hak tanggungan.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif empiris yang dasarnya merupakan penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan adanya penambahan berbagai unsur empiris.Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya dan berupaya memahami situasi tertentu untuk sampai pada suatu kesimpulan objektif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertimbangan notaris dalam membuat akta izin roya terdapat pada kewenangan notaris membuat akta menurut Pasal 15 ayat (1) UUJN. Tahapan dan proses dalam pembuatan akta izin roya yang merupakan sebab akibat dari hilangnya sertifikat hak tanggungan, hampir sama seperti membuat akta lain nya tetapi dengan tambahan surat kehilangan dari kepolisian dan surat roya dari bank. Dan akta izin roya dalam praktek pendaftaran tanah kedudukannya hanya sebagai pengganti sertifikat hak tanggungan yang hilang, tidak untuk eksekusi.Jadi kedudukannya tidak bisa disamakan dengan sertifikat hak tanggungan yang bersifat eksekutorial.
Kesimpulan nya bahwa akta izin roya merupakan akta notaril yang mempunyai kedudukan sebagai penganti sertifikat hak tanggungan yang hilang, yang berfungsi sebagai syarat pendaftaran roya atau pencoretan hak tanggungan.saran nya bagi Kantor Badan Pertanahan agar memberikan informasiyang tegasdanlugasmengenai prosesdanbiaya royayangsebenarnya, sehinggadebituryang akanmengajukan aktaroyaakanmudah menyelesaikannya.
Kata Kunci : Akta Izin Roya, Konsen Roya, Sertifikat Hak Tanggungan
DAFTAR RIWAYAT HIDUP I. IDENTITAS PRIBADI
Nama : Arnovi Ayu
Tempat / Tanggal Lahir : Medan/ 18 Nopember 1992 Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Rahmadsyah Gang Sekolah No. 308 II. IDENTITAS ORANG TUA
Nama Ayah : Ir. Ali Akbar M.Si
Nama Ibu : Wirdawaty
III. PENDIDIKAN
Taman Kanak – Kanak : TK Aisyiyah Bustanul Athfal Sekolah Dasar : SD Muhammadiyah 01 Medan Sekolah Menengah Pertama : Madrasyah Tsanawiyah Aisyiyah Sekolah Menengah Atas : SMA Swasta AL-ULUM
Strata I : Universitas Islam Sumatera Utara Strata II : Universitas Sumatera Utara Medan
Magister Kenotariatan
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkat, rahmat dan hidayah-Nya yang telah memberikan kesehatan baik jasmani dan rohani serta inspirasi terbaik sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dalam tesis ini yang berjudul “ANALISIS YURIDIS KEDUDUKAN AKTA IZIN ROYA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI PENGGANTI SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN YANG HILANG” Penulisan penelitian tesis ini merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).
Dalam proses penyusunan dan penulisan tesis ini, penulis mendapat banyak bimbingan, ilmu dan pengarahan serta saran-saran serta kritik yang baik dari berbagai pihak. Oleh karenanya dalam kesempatan kali ini penulis menyampaikan rasa hormat dan mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya secara khusus kepada Ketua Komisi Pembimbing Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum.,Bapak Prof. Dr. Syafruddin Kallo, SH., M.Hum., dan Bapak Prof. Dr. Saidin, SH., M.Hummasing-masing selaku anggota Komisi Pembimbing yang banyak memberikan bimbingan, saran dan kritik kepada penulis selama proses penulisan tesis. Dan penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Edy Ikhsan, SH., MAdan Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., CN., M.Humselaku dosen penguji yang memberikan saran dan kritik dalam penulisan tesis ini.
Selanjutnya ucapan terima kasih yang tak terhingga juga penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas yang terbaik dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., CN., M.Hum., selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. Edy Ikhsan, SH., MA., selaku Sekretaris Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.
5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen pengajar yang berada di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis dan Seluruh pegawai pada program studi Magister Kenotarian Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
Teristimewa kepada keluarga penulis, ibunda Wirdawaty tercinta dan ayahanda tercinta Ir. Ali Akbar M.Si serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan baik moril dan materil dalam menyelesaikan pendidikan penulis.
Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada sahabat Sari Khalidya Putri, Sharon Meutya Magfirani, Ade Annisa yang selalu mendukung,
berdiskusi bersama dan selalu ada saat suka dan duka serta kepada seluruh teman- teman seperjuangan di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara terkhusus Sarah Fadillah, Nanda Maulina safira, Indah Purnama Sari, Fadillah Fatah, Raisa AL, Rabiatul Adawiyah, Sarah Usman, Joko Enda, Founy, Trisna, Aqra, Ira, Bunga, Icha, Rendi, dan semua teman- teman satu angkatan lain terutama kelas Regular A stambuk 2016 yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang senantiasa memberikan semangat, motivasi, diskusi dari awal hingga terselesaikan penulisan tesis ini.
Penulis berharap semoga segala bantuan, kebaikan dan doa yang diberikan kepada penulis dibalas oleh Allah SWT agar senantiasa dilimpahkan rezeki yang baik, kesehatan, kebahagiaan dan kesuksesan baik di dunia dan akhirat.Akhir kata penulis berharap tesis ini bermanfaat baik bagi diri penulis sendiri maupun bagi semua kita semua.
Medan, Januari 2019
Arnovi Ayu
DAFTAR ISI
Halaman
PENGESAHAN ... i
TANGGAL UJIAN PERNYATAAN ORISINALITAS PERSETUJUAN PUBLIKASI TESIS ABSTRAK ABTRACT DAFTAR RIWAYAT HIDUP KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ...ii
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Manfaat Penelitian ... 11
E.Keaslian Penelitian ... 12
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 14
1. Kerangka teori ... 14
2. Kerangka Konsep ... 20
G. Metode Penelitian ... 21
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian ... 23
2. Sumber Data Penelitian ... 22
3. Teknik Pengumpulan Data ... 25
4. Analisis Data ... 26
BAB II : PERTIMBANGAN HUKUM NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA IZIN ROYA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI PENGGANTI SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN ...28
A. Tinjauan dan ketentuan umum mengenai hak tanggungan ...28
B. Tinjauan Umum Tentang Roya dan Akta Izin Roya Hak
Tanggungan atau Konsen Roya...38 C. Dasar pertimbangan Notaris dalam pembuatan Akta Izin
Roya Hak Tanggungan... 44 BAB III : TAHAPAN DAN PROSES DALAM PEMBUATAN AKTA IZIN ROYA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI PENGGANTI
SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN YANG HILANG ... 52 A. Tahapan dan proses dalam pembuatan Akta Izin Roya Hak
Tanggungan sebagai pengganti sertifikat hak tanggungan yang
hilang... 52 B. Peranan Notaris dalam pembuatan Akta izin Roya Hak Tanggungan
dalam perspektif kepastian hukum... 64 BAB IV : KEDUDUKAN AKTA IZIN ROYA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI PENGGANTI SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN YANG
HILANG ... 72
A. Tinjauan umum tentang kedudukan suatu Akta Notaris ... 72 B. Tinjuan umum tentang kedudukan Suatu Sertifikat Hak Tanggungan... 87 C. Analisi Kedudukan Akta Izin Roya Hak Tanggungan sebagai
Pengganti sertifikat Hak Tanggungan yang hilang...93 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 98 B. Saran...100 DAFTAR PUSTAKA ... 102
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bentuklembagajaminansebagian besar mempunyaiciri-ciriinternasional yangdikenal hampir disemuanegara danperundang-undangan modernyaitubersifatmenunjuang perkembangan ekonomidanperkreditan sertamemenuhi kebutuhan masyarakat akanfasilitasmodal.1
1MariamDarusBadrulzaman,1983, Mencari Sistem Hukum Benda. Bandung:
Alumni, hal.37
Dalam hal ini beberapa hak kebendaan yang memberi jaminan yaitu hak gadai, hak hipotek, hak fidusia dan hak tanggungan.Salah satunya haktanggungan yaitubentuk jaminan berupa benda tidakbergerakberupahak milikatas tanah,di manadalampelaksanaankredit.
Istilah hak tanggungandicantumkandalam Pasal51Undang- undangNomor5 Tahun1960 tentangPokok-pokok Agrariabahwahak tanggungan yangdapatdibebankan kepadahak milik,hakgunausaha,hakgunabangunan dalam Pasal25,33dan 309diatur denganUndang- undang.Namundengantelahberlakunya Undang- undangNomor4Tahun 1996tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta benda-benda yangberkaitan dengantanahmakadiketahui bahwatanah,bangunandantanaman yangada merupakan suatu jaminan dalam peminjaman
Sebelum berlakunya Undang-undang Hak Tanggungan, peraturan yang mengatur tentang pembebanan hak atas tanah adalah Bab XXI Buku II KUH Perdata, yang berkaitan dengan hyphoteek dan creditverband dalam Staatsblad 1908-542 sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad 1937-190. Kedua ketentuan tersebut sudah tidak berlaku lagi karena tidak sesuai dengan kebutuhan perkreditan di Indonesia.
Hak tanggungan sebagai hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.2
Hak tanggungan merupakan salah satu lembaga hak jaminan kebendaan, yang lahirnya dari perjanjian.Pemberian hak tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah sesuai dengan peraturan undang-undang yang berlaku.3
2Tri Widiyono, Agunan Kredit Dalam Fanincial Engineering, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), hal 154
3 C.S.T. Kansil dan Christine S.T Kansil, Pokok-pokok Hukum Hak Tanggungan Atas Tanah Undang-undang No. 4 tahun 1996, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997), hal 32
Hak tanggungan sebagai suatu lembaga jaminan akan didaftarkan oleh bank melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah (APHT) kepada Badan Pertanahan Nasional dengan diterbitkannya terlebih dahulu Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) atas tanah yang menjadi
jaminan tersebut oleh Notaris.4
1) Sebagai tanda bukti adanya hak tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan sertifikat hak tanggungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Apabila perjanjian pembebanan hak tanggungan telah dibuat, langkah selanjutnya melakukan pendaftaran hak tanggungan di BadanPertanahan sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pendaftaran hak tanggungan dilakukan melalui beberapa tahapan atau proses hingga dikeluarkannya sertifikat hak tanggungan oleh kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, seperti yang disebutkan dalam Pasal 14 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah:
2) Sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud ayat (1) memuat irah-irah dengan kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”
3) Sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse acte hypotheek sepanjang mengenai ha katas tanah.
4) Kecuali apabila diperjanjikan lain, sertifikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan pembebanan hak tanggungan sebagaimana yang dimaksud
4Sudibyo Efty Hindaru, Amin Purnawan, Jurnal Akta Peran Notaris Dalam Pembuatan Akta Izin Roya Hak Tanggungan Karena Hapusnya Hutang Dalam Perspektif Kepastian Hukum, 2017.
dalam Pasal 13 ayat (3) dikembalikan kepada pemegang hakatas tanah yang bersangkutan.
5) Sertifikat hak tanggungan diserahkan kepada pemegang hak tanggungan.
Sertifikat hak tanggungan tersebut dikeluarkan dalam waktu tujuh hari kerja setelah pendaftaran hak tanggungan dilakukan.5 Secara yuridis maka telah terjadi peralian hak dari debitur dan kreditur yang tertulis dalam Sertifikat Hak Tanggungan, begitu juga dengan sertifikat hak atas tanah akan beralih keatas nama pemegang hak tanggungan (kreditur). pada sertifikat hak atas tanah akan tertulis nama pemegang hak tanggungan (kreditur) dan dasar beralihnya hak.
sertifikat hak tanggungan dan sertifikat hak atas tanah kemudian diserahkan kepada pemegang hak tanggungan atau kuasanya, yang biasanya berada pada kreditur.6
a. Hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan.
Perjanjian dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang sifatnya sebagai assesoir dari perjanjian pokok akan hapus apabila perjanjian pokoknya, yaitu perjanjian kredit hapus. Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Hak Tanggungan memberikan alasan-alasan mengenai hapusnya hak tanggungan, yaitu ;
Hapusnya hak tanggungan yang mana artinya utang telah hapus (lunas) harus diikuti dengan pencoretan hak tanggungan dari buku tanah hak atas tanah yang dibebankan dengan hak tanggungan. Hapusnya hakatas tanah yang disebabkan karena hapusnya utang pokok yang menajdi sumber eksistensi atau
5 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pendaftaran Hak Tanggungan, pasal 6 ayat (1)
6Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atasTanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah (UUHT), pasal 14 ayat (4) jopasal 13 ayat(3)
keberadaan hak tanggungan saja, untuk kepentingan pencoretan hak tanggungan diperlukan adanya bukti berupa pernyataan tertulis yang dikeluarkan olek kreditor, pemegang hak tanggungan bahwa utang yang dijamin dengan hak tanggungan tersebut telah hapus demi hukum, dan karenanya hak tanggungan tersebut dapat dicoret pendaftarannya.7
b. Dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan.
Tanpa adanya pernyataan bebas dari kreditor terhadap debitur, maka utang debitur masih tetap harus dipenuhi oleh debitur kepeda kreditur. Demikian pula halnya suatu hak tanggungan, tanpa adanya pernyataan pelepasan hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan, maka hak tanggungan tidak akan hapus. Hal ini berlaku untuk pemberian kredit secara terus menerus.8
Hak tanggungan yang telah diberikan sebelum dilepaskan oleh pemegang hak tanggungan tidak akan hapus dan akan terus berlaku untuk menjamin pelunasan utang yang masih akanada dikemudian hari selama dan sepanjang perikatan pokok antara debitur dan kreditur pemegang hak tanggungan yang lahir dari perjanjian antara mereka tidak atau belum dihapuskan.9
7Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Harta Kekayaan Hak Tanggungan,(
Jakarta: Kencana, 2005), hal 264
8Ibid, hal 266
9Ibid
Dalam hal ini pemegang hak tanggungan juga membuat pernyataan tertulis atas maksud melepaskannya hak tanggungan tersebut agar pencoretan hak tanggungan dapat dilakukan.
c. Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan Peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri;
Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri terjadi karena terdapat lebih dari satu hak tanggungan yang diletakkan diatas bidang tanah tersebut. Permintaan penghapusan tersebut dapat dimintakan oleh setiap pembeli hak atas tanah yang diatasnya terletak beban berupa hak tanggungan yang jumlahnya lebih dari satu, dengan ketentuan bahwa:
1. jika pembeliannya dilakukan melalui pelelangan, maka pembersihan harus dikabulkan Ketua Pengadilan Negeri,
2. Jika pembeliannya dilakukan melalui penjualan sukarela maka pembersihan dikabulkan jika dalam perjanjian pemberian hak tanggungan yang selanjutnya tidak tercantum janji untuk tidak akan dibersihkan dari beban hak tanggungan, hingga seluruh kewajiban debitur terpenuhi. Dengan demikian berarti dalam hal perjanjian pemberian atau pembebasan hak tanggungan dimuat janji bahwa objek hak tanggungan tidak akan dibersihkan dari beban hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf f Undang-undang hak tanggungan yang berbunyi “ dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat dicantumkan janji-janji antara lain:
f. janji yang diberikan oleh pemegang hak tanggungan pertama bahwa objek hak tanggungan tidak akan dibersihkan dari hak tanggungan.”10
Ketentuan tersebut diatas dapat diketahui bahwa hanya pembeli kebendaan yang dijaminkan hak tanggungan melalui perlelangan yang dapat secara multak
10Ibid, hal 268
meminta pembersihan hak tanggungan dan sekaligus meminta kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk membagi hasil penjualan kebendaan tersebut manakala terjadi sengketa mengenai pembersihan objek hak tanggunan tersebut.Secara teoritis masalah pembuktian dapat muncul dari pemegang hak tanggungan peringkat ke-2 (kedua) dan seterusnya, manakala hasil penjualan tidak mencukupi untuk melunasi piutang mereka. Untuk itu maka, khusus bagi pembeli melalui perlelangan umum, mereka ini diberikan suatu kepastian bahwa kebendaan yang dibeli adalah bebas dari segala beban, maka itu mereka ini berhak untuk menuruti pembebasan tersebut, meskipun hal tesebut mungkin dapat merugikan pemegang hak tanggungan peringkat kedua dan seterusnya.
d. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan.
Alasan terakhir hapusnya hak tanggungan yang disebabkan karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan tidak lain dan tidak bukan adalah sebagai akibat tidak terpenuhinya syarat objektif sahnya perjanjian, khususnya yang berhubungan dengan kewajiban adanya objek tertentu, yang salah satunya meliputi keberadaan dari bidang tanah tertentu yang dijaminkan.
Setiap pemberian hak tanggungan harus memperhatikan dengan cermat hal-hal yang menyebabkan dapat hapusnya hak atas tanah yang dibebankan dengan hak tanggungan tersebut. Oleh karena, setiap hal yang menyebabkan hapusnya hak atas tanah tersebut demi hukum juga akan menghapuskan hak tanggungan yang dibebankan diatasnya, meskipun bidang tanah dimana hak atas tanahnya tersebut hapus masih tetap ada, dan selanjutnya telah diberikan pula hak atas tanah yang baru atau yang sama jenisnya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 122-124 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 diatur bahwa pendaftaran hapusnya Hak Tanggungan yang disebabkan oleh hapusnya utang yang dijamin dilakukan berdasarkan:
a. Pernyataan dari kreditur bahwa utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan sudah dibayar lunas, yang dituangkan dalam akta otentik atau dalam surat pernyataan dibawah tangan, atau
b. Tanda bukti pembayaran pelunasan utang yang dikeluarkan oleh orang yang berwenang menerima pembayaran tersebut, atau
c. Kutipan risalah lelang objek Hak Tanggungan disertai dengan pernyataan dari kreditur bahwa pihaknya melepaskan Hak Tanggungan untuk jumlah yang melebihi hasil lelang yang dituangkan dalam surat pernyataan di bawah tangan.
Hapusnya Hak Tanggungan berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (1) tersebut mengharuskan dilakukannya roya terhadap Hak Tanggungan.Dalam kamus hukum, roya berarti penghapusan atau pencoretan.11
11 J.C.T. simorangkir dkk, kamus hukum,(Jakarta: Sinar Grafika), hal. 150.
Roya Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Hak Tanggungan.Roya adalah pencoretan Hak Tanggungan pada buku hak atas tanah dan sertifikatnya.Roya dilakukan apabila utang yang dijamin dalam perjanjian pokoknya telah lunas.Setelah utang atau pinjaman debitur telah lunas.makahak tanggungan tersebut dihapus dengan cara meroya pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Sertifikat hak tanggungan tersebut diperlukan pada saat akan diroya atau dicoret dan disertakan pula
sertifikat hak atas tanahnya serta surat roya dari kreditur bahwa utang debitur telah lunas serta mengembalikan agunan berupa sertifikathak atas tanah dan sertifikat tanggungannya.12
Akta izin roya/konsen roya merupakan salah satu akta otentik yang dibuat notaris atas permintaan kreditur sebagai pihak yang berisi pernyataan pihak kreditur bahwa sertipikat hak tanggungan debitor yang berada dalam kekuasaannya telah hilang.Akta izin roya hak tanggungan adalah surat keterangan yang dibuat oleh Notaris kemudian diberikan kepada Badan Pertanahan sebagai Ada kalanya dalam praktik sertifikat hak tanggungan tersebut hilang sebelum diroya disebabkan kelalaian dari pemegang hak tanggungan (kreditur), pencurian, tercecer, maupun rusak akibat force majeur. Hilangnya sertifikat hak tanggungan tersebut tidak hanya ketika berada pada pemegang hak tanggungan (kreditur) sebelum utang debitur lunas, tetapi bisa juga terjadi ketika berada ditangan debitur setelah utangnya lunas, tetapi belum dilakukan diroya.
Sertifikat hak tanggungan adalah bukti sebuah perjanjian jaminan terhadap hak tanggungan yang telah didaftarkan di Badan Pertanahan. Hak itu juga mengikat bagi pihak ketiga yang akan memiliki kepentingan terhadap objek hak tanggungan tersebut. Hilangnya sertifikat hak tanggungan tersebut mengakibatkan ketidakjelasan pengikatan hak tanggungan dan kedudukan para pihak setelah utang debitur lunas.Untuk menjelaskan atau memberikan keterangan mengenai Sertifikat Hak Tanggungannya yang hilang, maka dalam praktik misalnya dibuat akta izin roya hak tanggunngganatau konsen royasecara notarial oleh notaris.
12 Rudi Indrajaya dan Ika Ikmassari, Akta Izin Roya Hak Tanggungan sebagai pengganti sertifikat Hak Tanggungan yang Hilang, (Jakarta: Visimedia, 2016), hal 3
pengganti sertifikat hak tanggungan yang hilang yang mana menjadi syarat untuk proses roya hak tanggungan.tetapi jika dilihat dari segi normatif akta izin roya/konsen roya secara spesifik tidak ada diatur dalam Undang-Undang atau aturan manapun
Walaupun dalam praktek ditemukan akta izin roya/konsen roya ini tetapi hanya beberapa notaris khususnya yang pernah membuat akta tersebut yang mengetahui tentang akta izin roya. Demikian banyak juga notaris atau masyarakat yang belum mengetahui tentang akta izin roya/konsen roya ini. Meskipun jarang dijumpai tetapi kemungkinan terjadi di kemudian hari bisa saja banyak terjadi.
Kedudukan dari akta izin roya ini juga dipertanyakan, apakah akta izin roya adalah akta yang khusus dibuat sebagai pengganti hilangnya sertifikat hak tanggungan atau bisa juga sebagai surat keterangan kehilangan untuk hal lainnya.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, penulis merasa tertarik untuk membahas dan mengkaji lebih lanjut berkaitan dengan apakah pertimbanganhukum dalam pembuatan akta izin roya hak tanggungan yang dibuat oleh notaris tersebut dan bagaimana prosedur serta kedudukan akta izin roya hak tanggungan sebagai pengganti atas sertifikat hak tanggungan yang hilang, tercecer atau rusak. Untuk itu judul penelitian ini adalah “Analisis Yuridis Kedudukan Akta Izin Roya Hak Tanggungan Sebagai Pengganti Sertifikat Hak Tanggungan yang hilang”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakahpertimbangan hukum Notaris dalam pembuatan Akta Izin Roya Hak Tanggungansebagai pengganti Sertifikat Hak Tanggungan yang hilang?
2. Apa saja tahapan dan proses dalam pembuatan Akta Izin Roya Hak Tanggungan sebagai pengganti Sertifikat Hak Tanggungan yang hilang?
3. Bagaimana kedudukan hukum Akta Izin Roya Hak Tanggungan sebagai pengganti Sertifikat Hak Tanggungan?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dirumuskan secara deklaratif, dan merupakan pernyataan-pernyataan tentang apa yang hendak dicapai dengan suatu penelitian tersebut. Tujuan penelitian ini dapat dibagi atas tujuan yang bersifat umum dan tujuan yang bersifat khusus sebagai berikut :
1. Untuk menganalisisapa pertimbanganhukum Notaris dalam pembuatan Akta Izin Roya Hak Tanggungan sebagai pengganti Sertifikat Hak Tanggungan yang hilang
2. Untuk menganalisis tahapan dan proses dalam pembuatan Akta Izin Roya Hak Tanggungan sebagai pengganti Sertifikat Hak Tanggungan yang hilang 3. Untuk menganalisis kedudukan hukum dari akta Izin Roya Hak Tanggungan
sebagai pengganti Sertifikat Hak Tanggungan.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian merupakan kajian terhadap teori tertentu yang digunakan sebagai landasan berpikir.Hal ini diharapkan menjadi sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya dibidang kenotariatan serta menambah khasanah perpustakaan. Selain itu diharapkan dapat memberikan jawaban terhadap permasalahn yang sedang diteliti dan dapat menambah referensi/literature sebagai bahan acuan bagi penelitian lain dikemudian hari apabila hendak melakukan dibidang yang sama.
2. Secara Praktis
Bertujuan memberikan bukti-bukti empiris mengenai konstruksi teori yang kita gunakan.13
Berdasarkan penelusuran kepustakaan, khususnya di lingkungan Sekolah Pascasarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara terhadap hasil- hasil penelitian yang ada, ternyata belum ada yang melakukan penelitian mengenai “Analisis Yuridis Kedudukan Akta Izin Roya Hak Tanggungan sebagai
Hasil penelitian ini dapat sebagai bahan pegangan dan rujukan pada masyarakat khususnya dalam bidang perbankan tentang roya dan hak tanggungan serta sebaai sumbangan pemikiran bagi masyarakat dan pihak- pihak yang terkait dengan masalah dalam penelitian ini.Selain itu juga dapat memberikan masukan kepada Bank, Notaris/PPAT, akademik, pengacara, mahasiswa dan praktisi hukum.
E. Keaslian Penelitian
13 Teguh Budhiarso, Panduan Lengkap Penulisan Karya Ilmiah, Skripsi, Thesis dan Disertasi, (Yogyakarta:Venus, 2006), hal 119
Pengganti Sertifikat Hak Tanggungan yang Hilang”.Oleh karena itu, penelitian yang dilakukan dalam penulisan ini adalah asli sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara akademis berdasarkan objektivitas dan kejujuran.
Akan tetapi ada beberapa tesis yang merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa mahasiswa MKn USU sebagai berikut:
1. Erawati Rasyid (NIM 037011022), berjudul “Dilema Roya Hak Tanggungan Studi Kasus Pada Peroyaan Di Kantor Badan Pertanahan Nasional”, tahun 2008. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah:
a. Bagaimana tata cara pelaksanaan roya Hak Tanggungan hak atas tanah yang merupakan agunan debitor pada perbankan yang dilelang oleh pejabat lelang karena kreditnya macet?
b. Apakah hambatan-hambatan yang sering terjadi dalam pelaksanaan roya atas tanah di Kantor Pertanahan Kota Medan?
c. Bagaimanakah langkah-langkah yang ditempuh Kantor Pertanahan Kota Medan untuk mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi didalam pelaksanaan roya hak tanah tersebut?
2. Marcel Suekendar (NIM 067011049), berjudul “Pelaksanaan Pembebanan Hak Tanggungan Atas Tanah Sebagai Jaminan Kredit Pada PT. Bank Dipo Internasional Cabang Medan”. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah:
1.Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap kreditur dan debitur dalam perjanjian jaminan kredit bank berdasarkan UUHT?
2.Bagaimanakah pelaksanaan APHT atas tanah sebagai jaminan kredit di PT.
Bank Dipo Internasional Cabang Medan?
3.Apakah hambatan yang dialami PT. Bank Dipo Internasional Cabang Medan dalam melakukan eksekusi hak tanggungan atas tanah sebagai jaminan kredit bilamana debitur wanprestasi?
Persamaan dari kedua judul diatas dengan pembahasan yang akan diteliti oleh penulis adalah sama-sama meneliti tentang pembebanan hak tanggungan sebagai jaminan dari suatu hak atas tanah, tetapi dalam hal ini penulis secara spesifik lebih meneliti secara kepustakaan tentang roya hak tanggungan dan Akta Izin Roya Hak Tanggungan sebagai pengganti Sertifikat Hak Tanggungan yang hilang.
F. Kerangka Teori Dan Konsep 1. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori penelitian mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau bisa dikatakan sebagai pegangan teoritis.14Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis.Kerangka teori yang dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat teori, tesis sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.15
14 M. Solly Lubis, filsafat Ilmu dan penelitian, (Bandung:Mandar Maju, 1994) hal 80
15 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003), hal 7.
Fungsi teori sendiri adalah untuk menerangkan, meramalkan, memprediksi dan menemukan keterpautan fakta-fakta yang ada secara sistematis.16Teori memegang peranan penting dalam penelitian, yakni mengarahkan penelitian, merangkum pengetahuan dalam sistem tertentu dan meramalkan fakta.17
Teori kepastian hukum menyatakan bahwa tugas hukum itu menjamin kepastian hukum dalam hubungan-hubungan pergaulan kemasyarakatan atau terjadi kepastian yang dicapai oleh karena hukum.Dengan kata lain terwujudnya stabilitas pada setiap hubungan dalam masyarakat dapat dicapai dengan adanya peraturan-peraturan hukum yang bersifat mengatur dan aturan-aturan hukum yang bersifat memaksa setiap anggota masyarakat agar taat dan mematuhi aturan.
Adapun teori dari penelitian ini sendiri menggunakan teori kepastian hukum dan teori kemanfaatan hukum sebagai tujuan hukum itu sendiri.
1. Teori Kepastian Hukum
18
Pemikiran tersebut tentu akan terlihat bahwa setiap hukum yang ditaati masyarakat mengandung nilai kepastian, tidak terkecuali hukum yang hidup dalam masyarakat (living law). Nilai kepastian inilah yang harus ada dalam setiap hukum yang dibuat sehingga dapat memberikan rasa keadilan dan menciptakan ketertiban.19
16 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: 2004) hal 224
17 S. Nasution, Penelitian Ilmiah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002) hal 9
18 Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001) hal 48
19 Muhammad Ali Safa’at, Anotasi Pemikiran Hukum dalam Persektif filsafat Hukum.
(Malang: UB Press, 2014), hal 102
Kepastian merupakan ciri yang tidak dapat dipisahkan dari hukum, terutama merupakan hukum positif atau peraturan perundang-undangan atau hukum yang tertulis.
Kepastian merupakan ciri yang tidak dapat dipisahkan dari hukum, terutama untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan makna karena tidak dapat lagi digunakan sebagai pedoman perilaku bagi setiap orang. Kepastian sendiri disebut sebagai salah satu tujuan dari hukum.
Apabila dilihat secara historis, perbincangan mengenai kepastian hukum merupakan perbincangan yang telah muncul semenjak adanya gagasan pemisahan kekuasaan dari Montesquieu.
Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri. Keteraturan menyebabkan orang dapat hidup secara berkepastian sehingga dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat. Guna memahami secara jelas mengenai kepastian hukum itu sendiri, berikut akan diuraikan pengertian mengenai kepastian hukum dari beberapa ahli.
kepastian hukum adalah jaminan bahwa hukum dijalankan, bahwa yang berhak menurut hukum dapat memperoleh haknya dan bahwa putusan dapat dilaksanakan. Walaupun kepastian hukum erat kaitannya dengan keadilan, namun hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum bersifat umum, mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan, sedangkan keadilan bersifat subyektif, individualistis, dan tidak menyamaratakan.
Ada 2 (dua) macam pengertian kepastian hukum, yaitu kepastian oleh karena hukum dan kepastian dalam atau dari hukum.20
Berbicara tentang kemanfaatan dalam hukum tidak dapat dipisahkan dari Jeremy Betham sebagai peletak dasar teori Utilitarian.Konsep dasar Betham adalah hukum harus dapat memberikan kesenangan atau kenikmatan untuk sebagian besar masyarakat.
Kepastian dalam hukum tercapai kalau hukum itu sebanyak-banyaknya hukum undang-undang dan bahwa dalam undang-undang itu tidak ada ketentuan-ketentuan yang bertentangan, undang-undang itu dibuat berdasarkan kenyataan hukum dan dalam undang- undang tersebut tidak dapat istilah-istilah yang dapat ditafsirkan berlain-lain.
Alasan penggunaan teori kepastian hukum dalam penelitian ini disebabkan karena dalam hal ini pembuatan dari akta izin roya hak tanggungan sebagai pengganti sertifikat hak tanggungan yang hilang merupakan bentuk hukum kebiasaan yang dilakukan oleh Notaris dalam prakteknya dilapangan sebagai proses mendapat kepastian hukumdari pejabat yang berwenang. Sebab dalam peratuan perundang-undangan Notaris, tidak ada aturan spesifik tentang pembuatan akta izin roya danjuga secara garis besar juga tidak ada peraturan yang bertentangan mengenai pembuatan akta izin roya tersebut. Namun selanjutnya penulis akan memaparkan beberapa peraturan yang diduga berkaitan dan menjadi dasar pembuatan akta izin roya oleh Notaris.
2. Teori Kemanfaatan Hukum
21
20M. Solly Lubis, Diktat Teori Hukum, disampaikan pada Rangkaian Sari Kuliah Semester II, Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum, USU Medan, 2007, hal 43.
21 Muhammad Ali Safa’at, Op.cit, hal 132
Dengan kata lain bagaimana menilai suatu kebijakan publik yang mempunyai dampak kepada banyak orang secara moral. Berpedoman
dari hal tersebut, Betham menemukan bahwa dasar yang paling objektif adalah dengan melihat apakah sesuatu kebijakan atau tindakan tertentu membawa manfaat atau hasil yang berguna atau sebaliknya, yaitu menyebabkan kerugian bagi orang-orang yang terkait.22
Prinsip-prinsip dasar ajaran Bentham dapat dijelaskan sebagai berikut. Tujuan hukum adalah hukum dapat memberikan jaminan kebahagiaan kepada individu-individu, barulah kepada orang banyak. ”the greatest happiness of the greatest number” (kebahagiaan yang sebesar-besarnya dari sebanyak- banyaknya orang). Prinsip ini harus diterapkan secara kuatitatif, karena kualitas kesenangan selalu sama. Untuk mewujudkan kebahagiaan individu dan masyarakat maka perundang-undangan harus mencapai empat tujuan: (1) to provide subsistence (untuk memberi nafkah hidup); (2) to Provide abundance (untuk memberikan nafkah makanan berlimpah); (3) to provide security (untuk memberikan perlindungan); dan (4) to attain equity (untuk mencapai persamaan).23
Undang-undang yang banyak memberikan kebahagiaan pada bagian terbesar masyarakat akan dinilai sebagai undang-undang yang baik. Lebih lanjut Bentham berpendapat bahwa keberadaan negara dan hukum semata-mata sebagai alat untuk mencapai manfaat yang hakiki yaitu kebahagiaan mayoritas rakyat. Ajaran Bentham yang sifat individualis ini tetap memperhatikan kepentingan masyarakat, agar kepentingan individu yang satu dengan individu
22Ibid 131
23http://business-law.binus.ac.id/2016/06/30/utilitarianisme-dan-tujuan-perkembangan- hukum-multimedia-di-indonesia/ diakses tanggal 15 februari 2018
yang lain tidak bertabrakan maka harus dibatasi tidak terjadi homo homini lupus.
Menurut Bentham agar tiap-tiap individu memiliki sikap simpati kepada individu lainnya sehingga akan tercipta kebahagiaan individu dan kebahagiaan masyarakat akan terwujud. Bentham menyebutkan“The aim of law is the greatest happines for the greatest number”
Bila dikaitkan apa yang dinyatakan Bentham pada hukum/kebijakan, maka baik buruknya hukum harus diukur dari baik buruknya akibat yang dihasilkan oleh penerapan hukum itu. Satu ketentuan hukum baru dapat dinilai baik, jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan, dan berkurangnya penderitaan.Dan sebaiknya dinilai buruk jika penerapannya menghasilkan akibat-akibat yang tidak adil, kerugian atau hanya memperbesar penderitaan.Sehingga tidak salah tidak ada para ahli menyatakan bahwa teori kemanfaatan ini sebagai dasar-dasar ekonomi pemikiran hukum.Prinsip utama dari teori ini adalah mengenai tujuan dan evaluasi hukum.
Tujuan hukum adalah kesejahteraan yang sbesar-besarnya bagi rakyat, dan evaluasi hukum dilakukan berdasarkan akibat-akibat yang dihasilkan dari proses penerapan hukum. Berdasarkan orientasi itu maka isi hukum adalah ketentuan tentang pengaturan penciptaan kesejahteraan Negara.24
Alasan penggunaan teori kemanfaatan hukum dalam penelitian ini adalah penguraian tentang manfaat dari pembuatan Akta Izin Roya hak tanggungan sebagai pengganti sertifikat hak tanggungan yang dibuat oleh Notaris terhadap
24Lili Rasjidi dan I.B Wyasa Putra.Hukum Sebagai Suatu system, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1993), hal 79
pihak-pihak yang terkait baik itu pemegang hak (Kreditur) dan pemberi hak (Debitur). Akta konsen roya/ akta izin roya hak tanggungan dibuat untuk memenuhi persyaratan yang harus dilengkapi agar terjadinya proses roya di Kantor Pertanahan
2. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan.Suatu konsep adalah unsur penelitian yang terpenting yang merupakan defenisi yang dipakai oleh para peneliti untuk menggambarkan secara abstrak suatu fenomena social ataupun fenomena alami.Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari suatu teori, peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan antara abstraksi dan realita.
Kerangka konsepsional dalam merumuskan atau membentuk pengertian- pengertian hukum, kegunaannya tidak hanya sebatas dalam penyusunan kerangka konsepsional saja, akan tetapi bahkan pada usaha merumuskan defenisi-defenisi operasional diluar peraturan perundang-undangan. Dengan demikian konsep merupakan unsur pokok dari suatu penelitian.25
25 Koentjaraningrat, Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Umum, 1997), hal 24.
Guna menghindari kesalahpahaman atas berbagai istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka berikut akan dijelaskan maksud dari istilah-istilahsebagai berikut:
1. Analisis Yuridis adalah mengumpulkan hukum dan dasar lainnya yang relevan untuk kemudian mengambil kesimpuln sebagai jalan keluar atau jawaban permasalahan. 26
2. Kedudukan adalah keadaan yang sebenarnya mengenaisuatu haltertentu atau menempatkan keberadaannya sebagai sesuatu yang menjadi titik acuan.27 3. Pertimbangan hukum adalah suatu pendapat yang didasarkan pada peraturan
perundang-undangan mengenai dampak baik dan buruk suatu perbuatan untuk mewujudkan keadilan.28
4. Akta Izin Roya atau sering disebut Akta Konsen Roya adalah suatu istilah yang diartikan sebagai sebuah surat yang berisi permintaan untuk menghapus hak tanggungan atau sebagai pengganti sertifikat hak tanggungan dalam proses roya.29
5. Roya Hak Tanggungan adalah pencoretan hak tanggungan pada buku hak atas tanah dan sertifikatnya.30
6. Sertifikat hak tanggunganmenurut yang disebutkan pada pasal 14 ayat (1) Undang-undang hak tanggungan adalah sertifikat yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan sebagai bukti adanya hak tanggungan.
26Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, (Bandung , Mandar Maju, , 2008), hal. 83
27https://www.apaarti.com/kedudukkan.html (online) diakses pada tanggal 10 April 2018 pukul 14:05 WIB
28Junaedi Efendi, Rekonstruksi Dasar Pertimbangan Hukum Hakim, (Jakarta, Prend Media, 2018), hal 45.
2929Rudi Indrajaya dan Ika Ikmassari, Akta Izin Roya Hak Tanggungan, (Ciganjur:
Visimedia Pustaka, 2016), hal. 40.
30Ibid hal 38
G. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu sarana pokok pengembangan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena penelitian bertujuan mengungkapkan kebenaran secara sistematis dengan mengadakan analisi dan konstruksi.31 Dan penelitian hukum senantiasa harus disesuaikan dengan disiplin hukum yang merupakan suatu system ajaran tentang hukum sebagai norma dan kenyataan.32
Penelitian terikat kepada metode ilmiah sesuai dengan bidang keilmuannya yang merupakan ciri khas kegiatan penelitian ilmiah yang membedakannya dengan kegiatan non ilmiah.
Pelaksanaan penelitian harus sistematis, dalam arti prosedur kegiatannya harus disusun secara berjenjang urut yang teratur dengan menerapkan metode ilmiah sehingga ditemukan suatu kebenaran yang pantas diinformasikan kepada masyarakat.
33 Sedangkan penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isi hukum yang dihadapi.34
31 Soerjono Soekanto, op.cit. hal 23
32 Tampil Anshari, Metode Penelitian Hukum,(Medan: Multi grafik Medan, 2007), hal. 10
33Ibid hal 11
34 Peter Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2006), hal 35
Metode yang dilaksanakan adalahmetode penelitian hukum normatif empiris yang pada dasarnya merupakan penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan adanya penambahan berbagai unsur empiris.Metode penelitian normatif-empiris mengenai implementasi ketentuan hukum normatif (undang- undang) dalam aksinya pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat.
Metodologi memiliki peranan dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, yaitu diantaranya:35
a. menambah kemampuan para ilmuan untuk mengadakan atau melaksanakan penelitian secara lebih baik atau lengkap.
b. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk meneliti hal-hal yang belum diketahui
c. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan penelitian interdisipliner untuk dapat merampungkan penyajian tesis ini agar dapat memenuhi kriteria sebagai tulisan ilmiah diperlukan data yang relevan dengan tesisi ini.
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa dan kejadian yang terjadi dilapangan atau tempat kejadian. Artinya penelitian yang menggambarkan objek tertentu dan menjelaskan hal-hal yang terkait dengan atau melukiskan secara sistematis atau karakteristik tertentu dalam bidang tertentu secara factual dan cermat sertabertolak belakangpada norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat.36 Analisis dilakukan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh dan akan dilakukan secara cermat bagaimana menjawab permasalahan dalam menyimpulkan suatu solusi sebagai jawaban dari permasalahan tersebut.37
Penelitian ini adalah jenis penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif sebagai metodologi penelitiannya, yakni penelitian yang bertujuan untuk
35 Soerjono soekanto, op.cit, hal 7
36 Sarifuddin Aswar, Metode Penelitian, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hal 7
37 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rienika Cipta, 2008) hal 27
menjalankan fenomena melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya.Penelitian kualitatif tidak selalu bertujuan untuk mencari sebab akibat terjadinya sesuatu, tetapi lebih berupaya memahami situasi tertentu untuk sampai pada suatu kesimpulan objektif, penelitian kualitatif berupaya mendalami dan menerobos gejalanya denganmenginterprestasikan masalah atau menyimpulkan kombinasi dari berbgai arti permasalahan sebagaimana disajikan oleh situasinya.38
a. Bahan Hukum Primer
Penelitian ini meliputi penelitian terhadap sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen terkait dan wawancara kepada beberapa narasumber mengenai kedudukan Akta Izin Roya.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah menggunakan data sekunder.Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelaahan kepustakaan atau penelaahan terhadap literature atau bahan pustaka yang berkaitan dengan maslah atau materi penelitan yang sering disebut sebagai bahan hukum.Data sekunder berasal dari penelitian kepustakaan atau Library Research yang diperoleh dari:
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoriatif artinya mempunyai otoritas.39
38Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990), hal 5. 39
Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit. hal 141
Bahan hukum primer terdiri dari perundang- undangan, catatan-catatan resmi, risalah dalam pembuatan perundang- undang dan putusan hakim.Menelaah undang-undang adalah inti pendekatan dalam penelitian ini, karena undang-undang merupakan kesepakatan antara pemerintah dan rakyat sehingga mempunyai kekuatan
mengikat untuk penyelenggaraan kehidupan bernegara. Termasuk landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini diantaranya adalah Undang-Undang Jabatan Notaris, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pendaftaran Hak Tanggungan, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder lebih kepada memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti dokumen-dokumen atau jurnal hukum yang memberikan informasi, kajian yang berkaitan dengan permasalahan mengenai Akta izin Roya Hak Tanggungan, diantaranya yaitu:
1. Akta
2. Dokumen – dokumen resmi 3. Buku – buku
4. Jurnal 5. Artikel
6. Dan bahan lainyang bisa dijadikan informasi.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus,
ensiklopedia atau bias juga berupa bahan acuan bidang hukum dan bahan rujukan bidang hukum dan lain sebagainya.
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu:
a Studi Kepustakaan (Library Research)
Yaitu teknik pengumpulan data dengan melakukan penelaahan terhadap berbagai buku, literatur, catatan, serta berbagai laporan yang berkaitan dengan perbahasan dalam penelitian ini untuk mengumpulkan informasi guna memecahkan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.
b Studi Lapangan (Field Research)
Yaitu teknik pengumpulan data dengan melakukan wawancara yang akan digunakan sebagai data penunjang dalam penelitian. Data tersebut diperoleh dengan wawancara yang dilakukan langsung kepada narasumber, dalam hal ini kepada beberapa Notaris di Kota Medan, dan pegawai Kantor Pertanahan di Kota Medandengan menggunakan daftar pertanyaan sebagai pedoman wawancara dan dilakukan secara bebas dan terarah agar mendapat informasi yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
Alat pengumpulan datanya yaitu;
a. Studi Dokumen, yaitu jenis pengumpulan data yang meneliti berbagi macam dokumen yang berguna untuk bahan analisis misalnya dokumen
yang ditulis oleh orang yang langsung mengalami peristiwa tersebutr ataupun dokumen yang ditulis atau berdasarkan laporan.
b. Wawancara, yaitu dengan mewawancarai narasumber yang berkaitan dengan penelitian yang sedang diteliti.
4. Analisa Data
Pengertian Analisis Data adalah suatu proses atau upaya pengolahan data menjadi sebuah informasi baru agar karakteristik data tersebut menjadi lebih mudah dimengerti dan berguna untuk solusi suatu permasalahan, khususnya yang berhubungan dengan penelitian.Analisis data juga dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengubah data hasil dari penelitian menjadi sebuah informasi baru yang dapat digunakan dalam membuat kesimpulan. Secara umum, tujuan analisis data adalah untuk menjelaskan suatu data agar lebih mudah dipahami, selanjutnya dibuat sebuah kesimpulan.
Analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif yaitu suatu upaya yang dilakukan dengan bekerja dengan data, dengan mengumpulkan semua data kemudian dilakukan analisis dan evaluasi terhadap semua data tersebut, disusun secara sistematis, diolah dan diteliti untuk ditarik suatu kesimpulan yang tentang keadaan sebenarnya atau kebenaran dari suatu permasalahan yang diteliti tersebut. Dalam hal ini juga memakai metode induksi yaitu dengan cara penanganan terhadap suatu objek tertentu dengan jalan menarik kesimpulan yang bersifat umum atas pemahaman atau pengamatan terhadap sejumlah hal yang bersifat khusus.
BAB II
PERTIMBANGAN HUKUM NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA ROYA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI PENGGANTI SERTIFIKAT HAK
TANGGUNGAN YANG HILANG
A. Tinjauan Dan Ketentuan Umum Mengenai Hak Tanggungan
Hak Tanggungan menurut St. Remy Syahdeni menyatakan bahwa Undang-undang Hak Tanggungan memberikan definisi yaitu hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yangberkaitan dengan tanah yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan.40Sedangkan menurut E. Liliawati Muljono, yang dimaksud dengan Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satukesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur yang lain.41
Secara Yuridis hak tanggungan menurut ketentuan Pasal 1 butir 1 undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang No. 5 tentang peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda- benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lainnya.Dengan demikian hak tanggungan merupakan
40St. Remy Sjahdeni ,Hak Tanggungan, Asas-asas, Ketentuan-ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi oleh Perbankan, Bandung, 1999, hal. 10
41 E. Liliawati Muljono, Tinjauan Yuridis Undang-Undang No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Dalam Kaitannya Dengan Pemberian Kredit Oleh Perbankan, Harwarindo, Jakarta, 2003, hal. 2
satu-satunya hak jaminan atas tanah.Sejak UUHT dinyatakan berlaku, makalembaga jaminan hipotik dan credietverband sepanjang menyangkut tanah, berakhir masa tugas serta peranannya.42
Dengan demikian jelaslah bahwa Undang-undang Hak Tanggungan dibentuk sebagai pelaksanaan dari Pasal 51 Undang-undang Pokok Agraria, yang menggantikan berlakukan ketentuan mengenai hypotheek yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia dan Credietverband tersebut dalam staatsblad No. 542 sebagai yng telah diubah denganstaatblad 1973 No. 190. Hal Dari rumusan Pasal diatas tersebut dapat diketahui bahwa pada dasarnya suatu hak tanggungan adalah suatu bentuk jaminan pelunasan utang, dengan hak mendahulu, dengan objek jaminannya yang berupa hak-hak atas tanah yang diaturdalam Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- pokok Agraria atau Undang-undang Pokok Agraria. Pada ketentuan yng diatur dlam Undang-undang Pokok Agraria pada Pasal 51 yang menyatakan bahwa “Hak Tanggungan yang dapat dibebankan pada hak milik hak guna usaha dan hak guna bangunan tersebut dalam Pasal 25, 33 dan 39 diatur dengan undang-undang.
Selanjutnya dalam rumusan pasal 57 Undang-undang Pokok Agraria menyatakn bahwa “Selama undangundang mengenai Hak Tanggungan tersebut dalam Pasal 51 belum terbentuk, maka yang berlaku ialah ketentuan mengenai hypotheektersebut dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia dan Credietverband tersebut dalam Staatsblad No. 542 sebagai yng telah diubah denga staatblad 1973 No. 190.
42 Maria S.W. Sumardjono, Kredit Perbankan Permasalahannya Dalam Kaitannya dengan Berlakunya Undang-Undang Hak Tanggungan, Jurnal Hukum (Ius Quia Iustum), No.7 Vol. 4, 1997, hlm. 85
mengenai pencabutan atau pernyataan tidak berlakunya lagi ketentuan-ketentuan mengenai pencabutan atau pernyataan hypotheek tersebut juga dapat ditemukan dalam rumusan Pasal 29 Undang-undang Hak Tanggungan yang menyatakan bahwa “Dengan berlakunya undang-undang ini, ketentuan mengenai Credietverband tersebut dalam Staatsblad No. 542 sebagai yang telah diubah denga staatblad 1973 No. 190 dan ketentuan mengenai hypotheek sebagaimana tersebut dalam buku II undang-undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai pembebenan hak tanggungan pada hak atas tanah, beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi.
Hak tanggungan sebagai lembaga hak jaminan atas tanah yang kuat harus mengandung ciri-ciri:
1. Memberikan kedudukan diutamakan diutamakan (droit de preference) atau mendahulu kepada pemegangnya.
2. Selalu mengikuti objeknya dalam tangan siapapun berada (droit de suite).
3. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas.
4. Mudah serta pasti pelaksanaan eksekusinya.43
Sebelum berlakunya UUHT, peraturan yang mengatur tentang pembebanan Hak atas tanah adalah Bab XXI Buku II KUH Perdata, yang berkaitan dengan hyphoteekdan creditverband dalam Staatsblad 1908-542 sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad 1937-190.Kedua ketentuan tersebut sudah tidak berlaku lagi karena tidak sesuai dengan kebutuhan perkreditan di Indonesia. Hal-hal yang diatur dalam UUHT adalah :
43 Maria. S.W Sumardjono, Prinsip Dasar dan Beberapa Isu Di Seputar UndangUndang Hak Tanggungan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal. 67
1. Ketentuan Umum (Pasal 1 sampai dengan Pasal 3 UUHT);
2. Objek Hak Tanggungan (Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 UUHT);
3. Pemberi dan Pemegang Hak Tanggungan (Pasal 8 sampai dengan Pasal 9 UUHT);
4. Tata Cara Cara Pemberian, Pendaftaran, Peralihan dan Hapusnya Hak Tanggungan (Pasal 10 sampai dengan Pasal 19 UUHT);
5. Eksekusi Hak Tanggungan (Pasal 20 sampai dengan Pasal 21 UUHT);
6. Pencoretan Hak Tanggungan (Pasal 22 UUHT);
7. Sanksi Administrasi (Pasal 23 UUHT);
8. Ketentuan Peralihan (Pasal 24 sampai dengan Pasal 26 UUHT); 2259 9. Ketentuan Penutup (Pasal 27 sampai dengan Pasal 31 UUHT).44
Pada Pasal 10 UUHT juga menjelaskan bahwa Pemberian Hak Tanggungan juga dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan
Hak Tanggungan lahir dari suatu perjanjian, hal ini dapat dilihat dari ketentuan Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Hak Tanggungan yang menyebutkan bahwa “Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunansan utang tertentu, yang dituangkan didalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari dalam perjanjian utang piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut” maka dari itu tentu saja pemberian hak tanggungan harus memenuhi syarat sahnya perjanjian menurut pasal 1320 Kitab Undang-undang Perdata, yaitu sepakat, cakap, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal.
44 H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2005, Hal 102
oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Akta Pemberian Hak tanggungan adalah akta yang berisikan janji- janji mengenai hak dan kewajiban pemberi hak tanggungan dan penerima/pemegang hak tanggungan. Dalam pemberian hak tanggungan juga harus memuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan untuk mencantumkan secara jelas objek hak tanggungan, jumlah utang dan nama serta identitas kreditornya, nama dan identitas debitor apabila debitor bukan pemberi hak tanggungan, hal ini tercantum Pasal 15 ayat (1) huruf c Undang-undang Hak Tanggungan.
Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) adalah suatu surat kuasa yang benar-benar khusus, hanya terbatas untuk memberikan atau membebankan hak tanggungan semata. Dalam hal SKMHT telah memenuhi syarat formal dan syarat materil, maka ketentuan Pasal 15 ayat 2 Undang-undang Hak Tanggungan menentukan bahwa kuasa untuk membebankan hak tanggungan tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab apapun juga, kecuali kuasa tersebut sudah dilaksanakan atau telah habis jangka waktunya, yaitu karena :
a. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang sudah terdaftar tidak diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sesudah diberikan.
b. Surat Kuasa Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang sudah terdaftar tidak diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak
Tanggungan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sesudah diberikan.
Mengenai bentuk Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan tercantum pada Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1996 tentang bentuk Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan beserta bentuk surat tanah yang lainnya, misalnya buku tanah hak tanggungan. sertifikat hak tanggungan menentukan bentuk SKMHT tersebut yang wajib memuat keterangan-keterangan tersebut diatas.
Hak Tanggungan wajib didaftarkn, hal ini ditetapkan pada pasal 13 Undang-undang Hak Tanggungan, pada pasal tersebut juga menyatakan bahwa pendaftaran hak tanggungan dilakukan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah dilakukannya penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan dan kemudian Pejabat Pembuat Akta Tanah wajib mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan.
Pendaftaran hak tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan mencetaknya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. Dari penjelasan diatas tersebut dapat diketahui bahwa hak tanggungan lahir pada saat pendaftaran hak tanggungan pada buku tanah hak atas tanah yang dibebankan hak tanggungan.
Pendaftaran yang dilakukan adalah dengan tujuan untuk memberikan alat bukti yang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa dalam Undang-Undang Agraria negara ini
menganut sistem registrasion of title stelsel negatif yang mengandung unsur positif.
Registration of title adalah yang mendaftarkan title hak yang diperoleh.
Akta yang dibuat untuk menciptakan hak atau pembebanannya hanya dipergunakan sebagai rujukan pendaftaran haknya tersebut. Sehubungan dengan registrtion of title ini, dalam system torrens, sertifikat hak atas tanah yang dikeluarkan merupakan alat bukti sempurna bagi adanya hak atas tanah, perubaahan atau adanya pembebann hak atas tanah tersebut, serta tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun, kecuali jika terbukti telah terjadi pemalsuan, inilah yang menandakan menganut stelsel positif. Registration juga menganut stelsel negatif yang mana masih dimungkinkan proses pembuktian lain selain dengan sertifikat hak atas tanah.
Setelah membahas tentang pendaftaran hak tanggungan maka kemudian penulis akan membahas tentang apa yang menyebabkan hapusnya hak tanggungan. Mengenai hapusnya hak tanggungan tercantum dalam rumusan Pasal 18 Undang-undang Hak Tanggungan yang menyebutkan hak tanggungan hapus karena hal-hal sebgai berikut:
a. Hapusnya utang yang dijamin dengan hak tanggungan,
Hak tanggungan menurut sifatnya merupakan ikutan atau accessoir pada suatu piutang tertentu yang didasarkan pada suatu perjanjian piutang atau perjanjian lain, maka kelahiran dan keberadaannya ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin pelunasannya. Demikian juga hak tanggungan menjadi hapus karena hukum, apabila karena pelunasannya atau sebab-sebab yang lain,
piutang yang dijaminnya menjadi hapus, dalam hal ini pun pencatatan hapusnya hak tanggungan yang bersangkutan cukup didasarkan pada pernyataan tertulis dari kreditor, bahwa piutang yang dijaminnya hapus.
Jadi jelaslah tanpa adanya utang yang menjadi sumber eksistensi hak tanggungan, maka perjanjian pemberian hak tanggungan menjadi tidak kausa, dan perjanjian tanpa kausa adalah perjanjian yang tidak dapat dimintakan pelaksanaannya pada kreditor. Dengan tidak adanya kausa tersebut maka demi hukum perjanjian tersebut tidak memberikan hak pada pemegng hak tanggungan untuk melakukn eksekusi atas kebendaan yang dijaminkandengan hak tanggungan tersebut. Dalam hal ini berarti perjanjian tersebut tidak lagi memiliki Haftung,yaitu hak dari kreditur atau penerima hak tanggungn dan perjanjian pemberian hak tanggungan untuk menjual kebendaan yang dijaminkan tersebut.
Hak ini menjadi tidak ada oleh karena memang tidak ada lagi utang yang dijamin pelunasannya.
Sebagiamana telah disebutkan diatas, hapusnya hak tanggungan harus diikuti dengan pencoretan hak tanggungan dari buku tanah hak atas tanah yang dibebankan dengan hak tanggungan. Untuk kepentingan praktis, hapusnya hak tanggungan hak atas tanah disebabkan karena hapusnya utang pokok yang menjadi sumber eksistensi atau keberadaan hak tanggungan saja, untuk kepentingan pencoretan hak tanggungan diperlukan adanya bukti berupa pernyataan tertulis yang dikeluarkan kreditor, pemegang hak tanggungn, bahwa utang yang dijamin dengan hak tanggungan tersebut telah hapus demi hukum, dan karenanya hak tanggungan tersebut dapat dicoret pendaftarannya.
b. Dilepaskannya hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan
Ketentuan tersebut terdapat pada pasal 18 ayat (2) Undang-undang Hak Tanggungan yaitu menyatakan bahwa “ hapusnya hak tanggungan karena dilepaskan oleh pemegang hak tanggungan dilakukan dengan pemberian pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya hak tanggungan tersebut oleh pemegang hak tanggungan kepada pemberi hak tanggungan. Tanpa adanya pernyataan bebas dari kreditor maka utang debitor masih tetap harus dipenuhi oleh debitor pada kreditor. Demikian pula halnya suatu hak tanggungan, tanpa adanya pernyataan pelepasan hak oleh pemegang hak tanggungan maka hak tanggungn tidak pernah hapus. Dan untuk kepentingan praktis maka pernyataan tertulis kreditor pemegang hak tanggungan mengenai maksudnya untuk melepaskan hak tanggungn harus disampaikan agar pencatatan pencoretan hak tanggungan dapat dilakukan.
c. Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penempatan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri
Pada Pasal 18 ayat (3) disebutkan bahwa “ hapusnya hak tanggungan karena pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh ketua Pengadilan Negeri terjadi karena permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan tersebut agar hak atas tanah yang dibelinya itu dibersihkan dari beban hak tanggungan. maksud dari ketentuan tersebut adalah hapusnya hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri terjadi karena terdapat lebih dari satu hak tanggungan yang diletakkan diatas bidang tanah tersebut.
Tetapi hanya pembeli kebendaan yang dijaminkan dengan hak tanggungan melalui perlelanganlah yang dapat secara mutlak meminta pembersihan hak tanggungan dan sekaligus meminta kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk membagi hasil penjualan kebendan tersebut manakala terjadi sengketa mengenai pembersihan objek hak tanggungan tersebut.
d. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan.
Alasan terakhir hapusnya hak tanggungan yang disebabkan karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan tidak lain adalah sebagai akibat tidak terpenuhinya syarat objektif sahnya perjanjian khususnya yang berhubungan dengan kewajiban adanya objek tertentu, yang salah satunya meliputi keberadaan dari bidang tanah yang dijaminkan.
Dapat diketahuibahwa pada dasarnya hak-hak atas tanah
1. Kepemilikannya digantungkan pada subjek hukum yang diperkenankan oleh Undang-undang No. 5 Tahun 1960 sebagai pemegang haknya, dan karena itu dapat berubah-ubah atas suatu bidang tanah tertentu (bergantung pada subjek hukum yang akan menjadi pemegang haknya).
Dalam hal subjek hukum yang menguasai sebidang tanah dari bidang tersebut, maka demi hukum hak atas tanah tersebut akan hapus demi hukum. Bahkan dalam hal subjek hukum tersebut berkehendakuntuk mengubah status hak tas tanah sehingga subjek hukum tersebut menjadi berhak atas bidang tanah tersebut perubahan status hak atas tanah juga demi hukum menghapuskan hak atas tanah yang telah ada sebelumnya.