• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENTINGNYA JUDICIAL REVIEW BAGI MASYARAKAT DALAM MENEGAKKAN KONSTITUSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENTINGNYA JUDICIAL REVIEW BAGI MASYARAKAT DALAM MENEGAKKAN KONSTITUSI"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PENTINGNYA JUDICIAL REVIEW BAGI MASYARAKAT DALAM MENEGAKKAN KONSTITUSI

Brilian Lawyer

Mahasiswa Program S1 Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara, Indonesia Email: brillawyerpangrib292@gmail.com

INFO ARTIKEL ABSTRAK Diterima

10 November 2021

Judicial review adalah proses pengujian suatu peraturan perundang-undangan yang dianggap bertentangan dengan konstitusi negara, dalam hal ini UUD 1945.

Peninjauan ini dapat diajukan ke Mahkamah Konstitusi.

Tulisan ini penting agar masyarakat dapat memahami pentingnya Judicial Review, sehingga ketika ada peraturan perundang-undangan yang dibentuk dan dirasa undang-undang tersebut bertentangan dengan UUD 1945, masyarakat akan mengetahui bahwa mereka dapat mengajukan peninjauan kembali peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan UUD 1945. Sehingga dengan adanya judicial review diharapkan akan terbentuk peraturan perundang- undangan yang sesuai dengan konstitusi Indonesia yaitu UUD 1945. Penulisan artikel ini menggunakan metode penelitian normatif, dimana sumber yang digunakan kebanyakan adalah referensi bacaan berupa buku-buku.

Kata kunci:

judicial review; pengujian hukum; tidak bertentangan dengan uud 1945.

Pendahuluan

Dinamika ketatanegaraan di Indonesia terus mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan tuntutan dalam masyarakat, dikarenakan semakin berkembangnya tuntutan dalam masyarakat maka dalam proses pembuatan suatu perundang-undangan haruslah memperhatikan apa yang menjadi tuntutan dari masyarakat agar perundang-undangan yang dibuat tersebut tidak menimbulkan pertentangan dari masyarakat. Akan tetapi faktanya masih banyak perundang-undangan yang dibuat tidak relevan dengan dengan apa yang dibutuhkan didalam masyarakat, karena hal tersebutlah sering kali ketika ada suatu perundang-undangan yang baru saja dibentuk justru menimbulkan pertentangan dari masyarakat.

Fungsi Mahkamah Konstitusi dalam upaya mewujudkan negara hukum Indonesia yang demokratis menurut UUD 1945, pada hakikatnya mencari apakah sebenarnya yang diinginkan oleh pembentuk UUD itu telah benar-benar dapat dilaksanakan dalam parktik, sehingga cita-cita untuk menegakkan konstitusi dalam rangka mewujudkan negara hukum yang demokratis, telah menjadi suatu kenyataan yang hidup sepanjang UUD itu berlaku (Latif, 2006). Ketika adanya pertentangan dari masyarakat atas suatu

(2)

undang-undang yang dibentuk bertentangan dengan UUD 1945 maka dengan terbentuknya Mahkamah Konstitusi yang memiliki salah satu fungsi yakni dapat melaksanakan pengujian terhadap suatu peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh para Legislator, pengujian tersebut dikenal dengan nama Judicial Review, Judicial review adalah suatu sarana dimana kita diberikan ruang untuk dapat melakukan pengujian terhadap suatu undang-undang apabila kita merasa bahwa undang-undang yang dibentuk tersebut bertentangan dengan UUD 1945. Masyarakat baik itu perorangan ataupun badan hukum memiliki hak untuk dapat mengajukan judicial review apabila memang merasa bahwa undang-undang yang dibentuk tidaklah tepat untuk dibentuk sebab bertentangan dengan UUD 1945.

Salah satu lembaga peradilan yang memiliki fungsi untuk melakukan judicial review terhadap suatu undang-undang yang bertentangan dengan UUD 1945 adalah Mahkamah Konstitusi. Jadi apabila ada pihak yang ingin mengajukan judicial review maka dapat mengajukannya kepada Mahkamah Konstitusi. Para pihak yang akan mengajukan judicial review harus membuat permohonan secara tertulis terlebih dahulu kepada Mahkamah Konstitusi dan akan di periksa kelengkapan dari permohonan yang dibuat.

Judicial review ini menjadi penting diketahui oleh masyarakat guna menciptakan suatu undang-undang yang bersesuaian dan tidak bertentangan terhadap konstitusi negara Indonesia yakni UUD 1945, apabila undang-undang yang dibentuk bertentangan dengan UUD 1945 maka kemungkinan besar masyarakat akan menolak undang-undang tersebut dan menciptakan gejolak dalam penegakkan hukum di Indonesia..

Metode Penelitian

Penelitian yang digunakan dalam pembuatan artikel ini adalah menggunakan metode Normatif yang dimana sumber-sumbernya akan banyak diambil dari referensi bacaan berupa jurnal ilmiah dan beberapa peraturan yang terkait dengan topik artikel ini. Menurut (Nurhayati et al., 2021) metode penelitian normatif, metode ini dipilih karena obyek kajian penelitian adalah mengenai asas dan prinsip hukum, kaidah hukum, teori dan doktrin hukum dari para ahli hukum.

Hasil dan Pembahasan A. Judicial review

Judicial review adalah salah satu sarana hukum bagi masyarakat untuk menguji suatu undang-undang yang dibentuk dan dirasa bahwa undang-undang tersebut tidaklah bersesuaian dengan konstitusi negara yakni UUD 1945. Menurut Nurul Qamar dalam Jurnal Konstitusi Vol I Kewenangan Judicial review Mahkamah Konstitusi, judicial review dipahami sebagai suatu pranata hukum yang memberikan kewenangan kepada badan pelaksana kekuasaan kehakiman yang ditunjuk oleh konstitusi (dalam hal ini Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi) untuk dapat melakukan peninjauan dan atau pengujian kembali dengan cara melakukan interpretasi hukum dan atau inetrpretasi konstitusi untuk memberikan penyelesaian yuridis (Qamar, 2012). Salah satu lembaga yang berwenang melakukan judicial review adalah Mahkamah Konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945.

Dalam judicial review ini dapat dilakukan pengujian secara materiil ataupun secara formiil, semuanya itu tergantung dari para pihak kira-kira yang mau diuji itu dari sisi formiilnya atau materiilnya ataupun dari sisi keduanya. Kalau pengujian

(3)

secara materiil artinya menguji dari segi materi muatan dari suatu undang-undang, sedangkan uji formiil adalah pengujian yang berhubungan dengan proses pembentukan undang-undang.

B. Kewenangan Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi merupakan suatu lembaga peradilan yang telah terbentuk sejak tanggal 13 Agustus 2004. Memahami pembentukan Mahkamah Konstitusi ini dapat kita pahami dari dua sisi yakni sisi politik ketatanegaraan yang dimana untuk dapat menjadi pengimbang kekuasaan pembentukan undang-undang yang dipegang oleh DPR, dan kalau dari sisi hukum keberadaan Mahkamah Konstitusi menjadi cerminan bahwa Indonesia merupakan negara yang menganut prinsip negara hukum. Prinsip dari negara hukum sendiri adalah negara menjamin adanya kepastian hukum bagi masyarakatnya dan diperlakukan sama dihadapan hukum bagi setiap warga negaranya.

Mengenai kewenangan yang dipegang oleh Mahkamah Konstitusi hal tersebut diatur dalam Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, dalam pasal tersebut diatur bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk (Syahuri, 2009):

a) Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

b) Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

c) Memutus pembubaran partai politik

d) Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum

Berdasarkan keempat kewenangan tersebut saya membatasi pembahasan hanya pada pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau biasa kita kenal dengan istilah judicial review, hal tersebut bukanlah suatu hal yang baru dalam bidang ketatanegaraan. Pada negara yang sistem tata negaranya menganut prinsip supremasi parlemen judicial review itu tidak dikenal, di Eropa baru ada muncul mekanisme judicial review karena ada dasar berpikir tentang bagaimana caranya untuk memaksa pembentuk undang-undang untuk dapat mematuhi konstitusi yang berlaku sehingga undang-undang yang dibuat tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Hal yang diperlukan untuk dapat mendukung hal tersebut adalah mekanisme hukum yang dapat menjamin bahwa undang-undang dengan peraturan perundang-undangan lain yang berada dibawahnya tidak bertentangan dengan konstitusi. Pada akhirnya inilah yang melahirkan konsep pengujian terhadap undang-undang atau judicial review (Palguna, 2008).

C. Legal Standing Yang Dapat Digunakan Dalam Mengajukan Judicial review

Legal standing adalah kedudukan hukum yang harus dimiliki seseorang dalam mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi dalam rangka menyelesaikan suatu perkara yang masih dalam lingkup wewenang Mahkamah Agung. Menurut Harjono legal standing adalah keadaan dimana seseorang atau suatu pihak ditentukan memenuhi syarat dan oleh karena itu mempunyai hak untuk mengajukan permohonan penyelesaian perselisihan atau sengketa atau perkara di depan Mahkamah Konstitusi (Sutiyoso, 2016). Dalam Pasal 51 ayat (3) UU Mahkamah Konstitusi mengatur bahwa dalam permohonan sebagaimana dimaksud

(4)

pada ayat (2) pemohon dalam mengajukan permohonannya wajib menguraikan dengan jelas bahwa:

a) Pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD NRI Tahun 1945

b) Materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang yang dianggap bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945

Pengujian terhadap undang-undang ini dapat diajukan untuk pengujian formiil ataupun pengujian materiil sebagaimana diatur dalam Pasal 57 ayat (2) UU Mahkamah Konstitusi. Dalam hal pengujian formiil apabila pemohon berhasil membuktikan bahwa suatu pembentukan undang-undang bertentangan dengan UUD 1945, dan juga terbukti merugikan hak konstitusionalnya maka undang-undang tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

Sedangkan pengujian materiil hanya menguji dari segi isi muatan dari undang-undang tersebut seperti ayat, pasal, dan/atau bagian tertentu dari undang- undang yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945, jikalau pemohon berhasil membuktikan maka hanya terbatas pada ayat, pasal, dan/atau bagian tertentu yang bertentangan dengan UUD 1945 tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Dalam pengajuan judicial review kelengkapan dokumen menjadi syarat yang harus dipenuhi agar dapat diterima sebagai pemohon judicial review.

Kesimpulan

Suatu undang-undang yang dibentuk apabila memang bertentangan dengan UUD 1945 maka hal tersebut dapat dilakukan pengujian baik secara formiil ataupun secara materiil, dalam hal melakukan pengujian secara formil apabila pemohon dapat membuktikan bahwa pembentukan undang-undang tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan merugikan hak konstitusionalnya maka akan dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, sedangkan pengujian materiil yang dimana hanya menguji dari isi materi muatan dari suatu undang-undang, apabila pemohon dapat membuktikan bahwa pembentukan undang-undang bertentangan dengan UUD 1945 maka bagian-bagian tertentu yang merupakan bagian dari materi muatan yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945 tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

Dengan adanya judicial review ini masyarakat dapat mengajukan suatu pengujian terhadap suatu undang-undang yang bertentangan dengan UUD 1945, hal ini dapat dilakukan oleh seluruh masyarakat guna menciptakan suatu peraturan yang tidak bertentangan dengan konstitusi yang berlaku di Indonesia dan dapat menciptakan kepastian hukum dan prinsip negara hukum yang dianut oleh bangsa Indonesia dapat terealisasi dengan baik.

Untuk pihak yang mau untuk mengajukan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi maka haruslah membuat permohonan terlebih dahulu dan haruslah memiliki legal standing agar ketika bersidang di Mahkamah Konstitusi nantinya tidak dengan tangan kosong belaka, tetapi sudah menyiapkan berbagai argument hukum yang dapat memperkuat argument kita nantinya ketika bersidang dan kita juga harus memiliki alat bukti guna mendukung argumentasi kita juga dipersidangan nantinya..

(5)

BIBLIOGRAFI

Latif, A. (2006). Fungsi Mahkamah Konstitusi dalam upaya mewujudkan Negara Hukum Demokrasi menurut UUD 1945. Universitas Gadjah Mada.

Nurhayati, Y., Ifrani, I., & Said, M. Y. (2021). Metodologi Normatif Dan Empiris Dalam Perspektif Ilmu Hukum. Jurnal Penegakan Hukum Indonesia, 2(1), 1–20.

Palguna, I. D. G. (2008). Mahkamah Konstitusi Judicial review, dan Welfare State.

Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.

Qamar, N. (2012). Kewenangan Judicial Review Mahkamah Konstitusi. Jurnal Konstitusi, 1(01), 1–15.

Sutiyoso, B. (2016). Pembentukan Mahkamah Konstitusi Sebagai Pelaku Kekuasaan Kehakiman di Indonesia. Jurnal Konstitusi, 7(6), 25–50.

Syahuri, T. (2009). Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Perselisihan Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2003. KONSTITUSI Jurnal, 2(1), 8.

Referensi

Dokumen terkait

KEPUTUSAN CATUR PUSINGAN PERTAMA DAN PUSINGAN KEDUA SILA RUJUK LAMPIRAN... Name

[r]

1) Mengevaluasi sistem penilaian karyawan. 2) Penegakan disiplin dan pelaksanaan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan. 3) Merancang program-program penghargaan bagi

Penyebab tuduhan itu adalah prasangka salah sebagian orang yang mengira bahwa Syaikh al-Albani tatkala mengamalkan hadits shahih yang belum pernah diketahui

1) Pengetahuan, yang merupakan tipe hasil belajar yang paling rendah. Yang termasuk dalam aspek pengetahuan adalah pengetahuan faktual dan pengetahuan hafalan

Sekresi ion bikarbonat pada keadaan normal tidak ditemukan pada epitel laring, oleh karena ekspresi karbonik anhidrase III dengan kadar tinggi tidak didapat pada epitel laring,

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasamya proses penerjemahan terdiri dari dua tahap: (1) analisis teks asli dan pemahaman makna dan/atau pesan teks asli dan

Sedangkan dalam penelitian ini akan dibuat aplikasi Bantu Pengolahan Nilai Indeks Kinerja Dosen di fakultas Teknologi industri UAD, yang dapat menampilkan data