• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KAPASITAS TAMPUNGAN WADUK PADA KAWASAN KAMPUS USU KWALA BEKALA TUGAS AKHIR EGIA ERLIASNA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS KAPASITAS TAMPUNGAN WADUK PADA KAWASAN KAMPUS USU KWALA BEKALA TUGAS AKHIR EGIA ERLIASNA"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KAPASITAS TAMPUNGAN WADUK PADA KAWASAN KAMPUS USU KWALA BEKALA

TUGAS AKHIR

diajukan untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana S1 pada Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

EGIA ERLIASNA 17 0404 025

BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)

i

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhamad SAW yang senantiasa memberikan syafaat bagi umatnya, sehingga menjadi panutan dalam menjalankan setiap aktivitas kami sehari-hari karena sungguh sesuatu hal yang sangat sulit menguji ketekunan dan kesabaran untuk tidak pantang menyerah dalam menyelesaikan penulisan ini.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi Program Studi Strata Satu (S1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik.

Adapun judul skripsi yang diambil adalah : “ANALISA KAPASITAS TAMPUNGAN WADUK PADA KAWASAN KAMPUS USU KWALA BEKALA”.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan, serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu:

1. Orang tua saya, Alm. Bapak Sehingga Ginting dan Ibu Westiarni Br Purba, kakak saya Sehesti Aprina Erlikasna Br Ginting, Amd.Keb dan Hagaina Menda Yanina Br Ginting, S.H, abang ipar saya Sabty Elyanta Singarimbun, begitu juga keponakan saya Alisa Keiko Pebrina Br Singarimbun yang telah banyak berkorban, memberikan doa, kasih sayang, finansial, motivasi hidup, semangat dan nasihat dalam hidup penulis.

2. Bapak Ir. Makmur Ginting, M.Sc selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan yang sangat bernilai, masukan, dukungan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu penulis menyelesaikan Tugas Akhir ini.

3. Abangda Robi Arianta Sembiring, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak mendukung, memberi masukan, bimbingan dan menyempatkan waktu dalam proses tugas akhir penulis.

4. Ibu Prof. Dr. Ir. Renita Manurung, M.T. selaku Wakil Dekan I Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

(12)

ii 5. Bapak Ir. Medis Sejahtera Surbakti, M.T., Ph.D selaku Ketua Departemen

Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Dr. Ir. M. Ridwan Anas, S.T., M.T. selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia, M.Sc. selaku Koordinator KBK Teknik Sumberdaya Air Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak Ivan Indrawan, S.T., M.T. dan Ibu Sarvina, S.T., M.T. selaku Dosen Penguji, atas saran dan masukan yang diberikan kepada penulis terhadap Tugas Akhir ini.

9. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

10. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini.

11. Untuk seluruh keluarga Gnting dan Purba yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis, terutama kepada Bapak uda saya, Sedarita Ginting, S.H.

12. Fadilah, Indah dan Jessica teman seperdopingan baik dalam keadaan susah maupun senang. Terima kasih sudah berjuang bersama, semoga kita sukses kedepannya.

13. Untuk semua teman-teman yang selalu membantu dan memberikan dukungan kepada penulis selama perkuliahan terutama teman dekat penulis Desi, Nur, Syifa, Ully, Sintia, Elsa, Pasya, serta keluarga besar Sipil USU 2017 yang tidak dapat penulis sebutkan satu- persatu.

14. Teman-teman Kerja Praktek penulis, Aqil dan Aji yang telah berjuang bersama dalam Proyek Pembangunan Bendungan Rukoh menghadapi segala rintangan yang ada.

15. Untuk Es Batu, Rendy Oktama Barus yang selalu mendinginkan pikiran saat penulis putus asa.

16. Keluarga besar Alumni XII IPA I SMANSAKU T.A 2017, Alumni IX B SMP N 1 Salapian T.A 2014 dan Alumni SDN 054894 Lau Tepu T.A 2011

(13)

iii yang telah memberikan motivasi, dukungan, semangat dan doa dalam penyusunan Tugas Akhir ini sehingga dapat selesai.

17. Saya sendiri, Egia Erliasna yang selalu berjuang dengan penuh semangat hingga akhir dalam proses penyusunan Tugas Akhir ini.

18. Kepada bang Azzedi dan kak Hilda yang telah membantu penulis.

19. Kepada abang dan kakak angkatan 2014, 2015 dan 2016 yang banyak membantu penulis selama masa perkuliahan.

20. Dan segenap pihak yang belum penulis sebut di sini atas jasa-jasanya dalam mendukung dan membantu penulis dari segiapapun, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Mengingat adanya keterbatasan yang dimiliki penulis, maka penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca diharapkan untuk penyempurnaan laporan Tugas Akhir ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi bara pembaca.

Medan, Desember 2021 Penulis,

EGIA ERLIASNA 17 0404 025

(14)

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...iv

DAFTAR TABEL...vii

DAFTAR GAMBAR...ix

DAFTAR NOTASI...xi

DAFTAR LAMPIRAN...xiv

ABSTRAK...xv

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Rumusan Masalah...2

1.3 Tujuan Penelitian...3

1.4 Batasan Masalah...3

1.5 Manfaat Penelitian...3

1.6 Sistematika Penulisan...4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5

2.1 Banjir...5

2.1.1 Penyebab Banjir...5

2.1.2 Pengendalian Banjir...7

2.1.3 Tingkat Bahaya Banjir...7

2.2 Waduk...8

2.2.1 Lengkung Kapasitas Waduk...10

2.2.2 Produksi Waduk...12

2.2.3 Simulasi Pengoperasian Waduk...13

2.2.4 Pola Operasi Waduk...15

2.3 Analisa Hidrologi...16

2.4 Curah Hujan...17

2.4.1 Curah Hujan Wilayah...17

2.4.2 Analisa Frekuensi Curah Hujan...20

2.4.3 Uji Distribusi Frekuensi Curah Hujan...26

(15)

v

2.5 Intensitas Curah Hujan...29

2.6 Hubungan Antara Curah Hujan dan Limpasan...30

2.6.1 Metode Rasional...31

2.6.2 Metode Melchior...32

2.6.3 Metode Weduwen...33

2.6.4 Metode Hasper...33

2.6.5 Metode Hidrograf Satuan Sintetis...34

2.7 Penelusuran Debit Banjir Melalui Pelimpah...40

2.8 Evaporasi...43

BAB III DATA DAN INFORMASI...44

3.1 Lokasi Penelitian...44

3.2 Topografi...46

3.3 Geometri Bendungan...47

3.4 Curah Hujan...49

3.5 Klimatologi...51

3.6 Gambar Kondisi Waduk...51

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN...53

4.1 Rancangan Penelitian...53

4.1.1 Studi Pendahuluan dan Studi Pustaka...53

4.1.2 Pengumpulan Data...53

4.1.3 Analisis Data...54

4.1.4 Penarikan Kesimpulan dan Saran...55

4.2 Diagram Alur Penelitian...56

BAB V ANALISIS DATA, PEMBAHASAN DAN HASIL PERHITUNGAN...57

5.1 Curah Hujan...57

5.2 Analisa Frekuensi Curah Hujan...59

5.2.1 Analisa Frekuensi Curah Hujan Distribusi Normal...59

5.2.2 Analisa Frekuensi Curah Hujan Distribusi Log Normal...61

(16)

vi

5.2.3 Analisa Frekuensi Curah Hujan Distribusi Log Pearson III...63

5.2.4 Analisa Frekuensi Curah Hujan Distribusi Gumbel...65

5.3 Penentuan Uji Sebaran Metode Distribusi...70

5.4 Uji Distribusi Frekuensi...72

5.5 Intensitas Curah Hujan...74

5.6 Analisa Debit Banjir Metode HSS Nakayasu...75

5.7 Penelusuran Banjir Melalui Pelimpah...82

5.8 Lengkung Kapasitas Waduk...84

5.9 Evaporasi...87

5.10 Kapasitas Tampungan Efektif...88

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...89

6.1 Kesimpulan...89

6.2 Saran...89

DAFTAR PUSTAKA...xvi

(17)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tingkat Bahaya Banjir Berdasarkan Periode Kala Ulang...8

Tabel 2.2 Nilai Variabel Reduksi Gauss...21

Tabel 2.3 Nilai K untuk Distribusi Log Normal...22

Tabel 2.4 Standar Deviasi (Yn) untuk Distribusi Gumbel...23

Tabel 2.5 Reduksi Variant (YTR) sebagai Fungsi Periode Ulang Gumbel...24

Tabel 2.6 Reduksi Standar Deviasi (Sn) untuk Distribusi Gumbel...24

Tabel 2.7 Nilai K Distribusi Log Pearson Tipe III...25

Tabel 2.8 Persyaratan Parameter Statistik Satuan Distribus...25

Tabel 2.9 Nilai Kritis Untuk Distribusi Chi-Kuadrat...28

Tabel 2.10 Nilai Kritis Do Simirnov Kolmogorof...29

Tabel 2.11 Koefisien Pengaliran (C) untuk Rumus Rasional...32

Tabel 2.12 Nilai t/tp dan q/qp HSS SCS...39

Tabel 3.1 Data Curah Hujan Stasiun Tuntungan...49

Tabel 3.2 Data Curah Hujan Stasiun Sibolangit...50

Tabel 3.3 Data Curah Hujan Stasiun BBMKG Will I Medan...50

Tabel 3.4 Data Klimatologi Stasiun Sampali...51

Tabel 5.1 Luas Daerah Pengaruh DAS Deli...57

Tabel 5.2 Urutan Peringkat Curah Hujan Harian Maksimum...59

Tabel 5.3 Perhitungan Metode Distribusi Normal...59

Tabel 5.4 Curah Hujan Rencana Metode Distribusi Normal...60

Tabel 5.5 Perhitungan Metode Distribusi Log Normal...61

Tabel 5.6 Curah Hujan Rencana Metode Distribusi Log Normal...62

Tabel 5.7 Perhitungan Metode Distribusi Log Pearson III...63

Tabel 5.8 Curah Hujan Rencana Metode Distribusi Log Pearson III...64

Tabel 5.9 Perhitungan Metode Distribusi Gumbel...66

(18)

viii

Tabel 5.10 Nilai Reduce Mean dan Reduce Standar Deviasi...66

Tabel 5.11 Nilai Yt...67

Tabel 5.12 Nilai K Distribusi Gumbel...67

Tabel 5.13 Curah Hujan Rencana Metode Distribusi Gumbel...67

Tabel 5.14 Resume Nilai K Berbagai Distribusi...69

Tabel 5.15 Resume Data Curah Hujan Rencana...69

Tabel 5.16 Perhitungan Distribusi Statik...70

Tabel 5.17 Perhitungan Distribusi Logaritma...71

Tabel 5.18 Pemilihan Jenis Distribusi...72

Tabel 5.19 Uji Simirnov Kolgomorov...73

Tabel 5.20 Intensitas Curah Hujan Periode Ulang Tertentu...74

Tabel 5.21 Perhitungan Hidrograf Banjir HSS Nakayasu...78

Tabel 5.22 Perhitungan Hidrograf HSS Nakayasu Kala Ulang 100 Tahun...80

Tabel 5.23 Rekapitulasi Debit Banjir Metode HSS Nakayasu...81

Tabel 5.24 Perhitungan Flood Routing Q100...82

Tabel 5.25 Standar Tinggi Jagaan...84

Tabel 5.26 Luas Area Waduk...84

Tabel 5.27 Lengkung Kapasitas Waduk...85

Tabel 5.28 Evaporasi...88

(19)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagian-Bagian Tampungan Pada Waduk...10

Gambar 2.2 Lengkung Elevasi Tampungan dan Lengkung Elevasi Luas...12

Gambar 2.3 Algoritma Puncak Urutan...14

Gambar 2.4 Mass Curve Kemungkinan Produksi dengan Kapasitas Tertentu...15

Gambar 2.5 Simulasi Operasi Waduk...16

Gambar 2.6 Perhitungan dengan Cara Aljabar...18

Gambar 2.7 Perhitungan dengan Cara Poligon Thiessen...19

Gambar 2.8 Perhitungan dengan Cara Isohyet...20

Gambar 2.9 Model Parameter Karakteristik DAS metode Gamma I...35

Gambar 2.10 Model Hidrograf Nakayasu...37

Gambar 2.11 Model Hidrograf Satuan Snyder...38

Gambar 2.12 HSS SCS Tak Berdimensi...39

Gambar 2.13 Koefisien Debit Pelimpah Metode Iwasaki...43

Gambar 3.1 Peta Administrasi Kabupaten Deli Serdang...44

Gambar 3.2 Lokasi Waduk Kampus USU Kwala Bekala...45

Gambar 3.3 Topografi Waduk...46

Gambar 3.4 Genangan Waduk...51

Gambar 3.5 Pintu Air Waduk...52

Gambar 3.6 Bangunan Pelimpah Waduk...52

Gambar 4.1 Diagram Alur Penelitian...56

Gambar 5.1 Pata Polygon Thiessen DAS Deli...58

Gambar 5.2 Grafik Curah Hujan Maksimum dan Periode Ulang...69

Gambar 5.3 Lengkung Intensitas Hujan...75

Gambar 5.4 Grafik Unit Hidrograf HSS Nakayasu...79

Gambar 5.5 Grafik Debit Banjir Nakayasu dengan Berbagai Kala Ulang...82

Gambar 5.6 Grafik Debit Pelimpah...83

(20)

x Gambar 5.7 Lengkung Elevasi Tampungan dan Lengkung Elevasi Luas

Waduk...86 Gambar 5.8 Pembagian Zone Tampungan Bendungan...86

(21)

xi

DAFTAR NOTASI

A = Luas daerah tangkapan sampai outlet (km2) A = Luas genangan waduk (km2)

A1,A2,A3,...An = Luas daerah pengaruh stasiun pencatat curah hujan 1,2,3,...n α = Koefisien, nilainya 1,5-3

C = Nilai Koefisien Pengaliran CS = Koefisien kemencengan Ck = Koefisien kurtosis Dk = Drajat kebebasan

El. MAN = Elevasi Muka Air Normal waduk (m) El. MAT = Elevasi Muka Air Tinggi waduk (m) El. MAR = Elevasi Muka Air Rendah (m)

Ef = Frekuensi yang diharapkan sesuai dengan pembagian kelasnya E = Evaporasi (mm/hari)

Eto = Evapotranspirasi acuan (mm/hari)

(ea-ed) = Perbedaan antara tekanan uap air lembab pada temperatur udara rata-rata dan tekanan uap air aktual rata-rata (mbar)

f(u) = Fungsi angin

Fn-1 = Luas genangan sebelum elevasi ke-n Fn = Luas genangan pada elevasi ke-n Hd = Tinggi energi (m)

H = Tinggi air di atas mercu pelimpah (m)

i = Nomor urut data (setelah diurut dari besar ke kecil atau sebaliknya)

K = Jumlah kelas

KT = Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang dan tipe model matematik distribusi peluang yang

(22)

xii digunakan untuk analisis peluang

KP = Koefisien konstraksi pilar L = Panjang sungai (km) L = Lebar efektif (m)

n = Jumlah data

n = Interval waktu (tahun)

Of = Frekuensi yang diamati pada kelas yang sama Pn = Jumlah penduduk n tahun yang akan datang Po = Jumlah penduduk terlayani (jiwa)

P = Banyaknya keterikatan (parameter) untuk diuji chi-kuadrat Q = Debit (m3/s)

Qp = Debit puncak banjir (m3/s) R = Intensitas hujan rencana (mm) RO = Hujan Satuan (mm)

Rt = Intensitas hujan rerata dalam T jam (mm/jam) RT = Curah hujan pada jam ke-T (mm)

R24 = Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

R1,R2,R3,Rn = Tinggi curah hujan pada stasiun pencatat curah hujan 1,2,3,...,n

̅ = Tinggi curah hujan rata-rata S = Standar deviasi dari data hujan (X)

T = Waktu hujan dari awal sampai dengan jam ke-T

TP = Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)

T0,3 = Waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari puncak sampai 30% dari debit puncak (jam)

Tg = Waktu keterlambatan (jam) Tr = Durasi hujan (jam)

t = waktu (jam)

(23)

xiii V = Volume pada elevasi ke-n

W = Tinggi pelimpah (m)

XT = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T tahun

̅ = Nilai rata-rata dari data hujan (X)

x

2 = Parameter Chi-Kuadrat terhitung

x

2cr

=

Parameter Chi-Kuadrat kritis Yt = Reduce variate

Yn = Reduce mean

∆h = Perbedaan tinggi antara dua kontur/elevasi

1,5t0,3 = Waktu saat debit sama dengan 0,32 kali debit puncak (jam)

(24)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lay Out Waduk Pada Kawasan Kampus USU Kwala Bekala...89 Lampiran 2 Hidrograf Debit Banjir HSS Nakayasu...96 Lampiran 3 Evaporasi...102

(25)

xv

ANALISIS KAPASITAS TAMPUNGAN WADUK PADA KAWASAN KAMPUS USU KWALA BEKALA

Egia Erliasna 170404025

ABSTRAK

Waduk Kampus Universitas Sumatera Utara Kwala Bekala terletak secara administratif di Kecamatan Pancur Batu (sebelah selatan kota Medan), Kabupaten Deli Serdang. Adanya sungai yaitu Sungai Tualang yang mengalir di tengah- tengah kampus menyebabkan kekhawatiran masyarakat kampus nantinya akan bahaya banjir yang sewaktu-waktu dapat terjadi sehingga mengganggu aktifitas kampus. Bencana banjir akan menimbulkan dampak yang merugikan di berbagai kehidupan masyarakat. Untuk penanganan yang lebih serius dalam upaya pengendalian serta pemanfaatan dan pengelolaan sungai Bekala tersebut, maka dilakukan pembangunan waduk.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kapasitas tampungan waduk terhadap debit yang dapat dimanfaatkan dan debit banjir puncak pada Sungai Tualang dengan menggunakan data sekunder curah hujan 10 tahun, peta DAS dan karakteristik reservoir. Kemudian dicari pola distribusi curah hujan melalui parameter statistik sebaran normal dan logarotmatik, dan dilakukan analisa debit banjir menggunakan metode HSS Nakayasu dilanjutkan dengan analisis penelusuran banjir flood routing.

Pada analisa kapasitas tampungan berdasarkan topografi waduk didapat volume total 780.555,16 m3 dengan debit yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan air baku sebesar 14,65 liter/det selama 1 tahun. Hasil analisis debit banjir yang diperoleh berdasarkan metode HSS Nakayasu periode 100 tahun adalah sebesar 71,73 m3/dt dengan analisis flood routing outflow maksimum yang melewati pelimpah 15,40 m3/dt pada elevasi 73,50 m dengan hasil hitungan tinggi jagaan freboard 0,5 m.

Dari hasil analisis tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa kondisi Waduk Kampus USU Kwala Bekala tidak aman terhadap limpasan yang disebabkan datangnya debit banjir maksimum periode 100 tahun, maka tinggi tanggul sebaiknya ditinggikan 1,5 m.

Kata Kunci: Reservoir (Waduk) Kampus USU Kwala Bekala, Banjir, Tampungan, Flood Routing, HSS Nakayasu

(26)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banjir adalah suatu kondisi dimana tidak tertampungnya air dalam saluran pembuang (kali) atau terhambatnya aliran air di dalam saluran pembuang (Suripin,2004). Pengendalian banjir merupakan bagian dari pengelolaan sumber daya air yang lebih spesifik untuk mengendalikan debit banjir umumnya melalui dam pengendali banjir, atau peningkatan sistem pembawa (sungai, drainase) dan pencegahan hal –hal yang berpotensi merusak dengan cara mengelola tata guna lahan dan daerah banjir (Kodoatie, 2008). Kejadian banjir di Indonesia semakin sering intensitasnya.

Menurut tinjauan hidrologi dan hidraulika, penyebab banjir antara lain tingginya curah hujan yang jatuh di catchment area, tersumbatnya drainase, pecahnya bendungan ataupun karena semakin kurangnya daerah resapan air, sehingga dapat menyebabkan terjadinya luapan air sungai, waduk, danau, laut, atau badan air lainnya yang menggenangi dataran rendah dan cekungan yang awalnya tidak tergenang. Selain itu dapat juga diakibatkan karena tingginya profil muka air sungai yang melebihi elevasi saluran pembuang, sehingga air hujan yang seharusnya keluar melalui saluran tersebut kembali dan mengakibatkan genangan di kawasan pemukiman (backwater).

Bencana banjir akan menimbulkan dampak yang merugikan di berbagai kehidupan masyarakat. Selain kerugian materi, kerugian moral yang timbul adalah kondisi mental yang menurun atau terganggu karena kehilangan harta benda akibat bencana banjir. Permasalahan banjir di Indonesia sudah menjadi masalah klasik yang tidak kunjung henti penanganannya. Kejadian banjir inipun terjadi karena beberapa hal yaitu :

1. Perubahan tata guna lahan 2. Sampah

3. Erosi dan sedimentasi 4. Curah hujan yang tinggi 5. Pengaruh pasang surut air laut

6. Perencanaan sistem pengendalian banjir yang tidak tepat.

(27)

2 Salah satu pendekatan dalam pemecahan masalah ini perlu dibuat sebuah bangunan penampung air di alur sungai tersebut yaitu, bendungan atau waduk.

Bendungan adalah pembatas yang dibangun melintasi sungai yang dibangun untuk mengubah karakteristik aliran sungai. Dalam banyak kasus, bendung merupakan sebuah kontruksi yang jauh lebih kecil dari bendungan yang menyebabkan air menggenang membentuk kolam tetapi mampu melewati bagian atas bendung.

Bendung mengizinkan air meluap melewati bagian atasnya sehingga aliran air tetap ada dan dalam debit yang sama bahkan sebelum sungai dibendung. Bendung bermanfaat untuk mencegah banjir, mengukur debit sungai, dan memperlambat aliran sungai sehingga menjadikan sungai lebih mudah dilalui.

Daerah Kuala Bekala diprediksikan akan mengalami peningkatan kepadatan pemukiman mengingat adanya rencana pembangunan kampus baru Universitas Sumatera Utara di atas lahan seluas ± 300 Ha. Sungai Tualang yang mengalir melalui areal kampus ini nantinya sangat berpotensi untuk menyebabkan banjir di areal kampus USU dan sekitarnya. Untuk penanganan yang lebih serius dalam upaya pengendalian serta pemanfaatan dan pengelolaan sungai Bekala tersebut, maka dilakukan pembangunan waduk. Keberadaan waduk akan menjadi sarana pemenuhan kebutuhan akan air baku kawasan kampus, sirkulasi air buangan dan air limbah kawasan. Di samping itu, waduk harus mampu memerankan fungsi akademik dan wisata akademik (laboratorium alam) bagi segenap civitas dan stakeholder kampus.

Setiap pembangunan waduk diperlukan adanya analisis hidrologi yang sesuai, agar perencanaan waduk dapat sesuai secara teknis dan ekonomis. Selain itu dalam proses perencanaan waduk, perlu dilakukan optimasi tampungannya, agar fungsi waduk dapat berjalan secara maksimal, untuk itu dilakukan “Analisis Kapasitas Tampungan Waduk pada Kawasan Kampus USU Kwala Berkala”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, fungsi waduk yaitu mampu mengatasi masalah banjir dan waduk akan menjadi sarana pemenuhan kebutuhan akan air baku kawasan kampus. Oleh karena itu diperlukan analisa debit banjir dan kapasitas tampungan waduk agar waduk dapat berfungsi lebih optimal dan aktivitas kampus tidak terganggu.

(28)

3 1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisa debit banjir

2. Mengetahui apakah elevasi puncak bendungan yang ada masih cukup aman 3. Menganalisis flood routing outflow maksimum yang melewati pelimpah

4. Menganalisis kapasitas tampungan waduk untuk mengetahui debit yang dapat dimanfaatkan

1.4 Batasan Masalah

Dalam penyelesaian penelitian ini tentunya banyak parameter yang berkaitan dan perlu dilakukan batasan masalah yang hanya dilakukan dalam tugas akhir ini.

Adapun batasan masalah tersebut antara lain : 1. Tidak menganalisa laju sedimentasi

2. Tidak merencanakan struktur bangunan bendungan 3. Tidak memperhitungkan rencana anggaran biaya 1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi penulis; sebagai pembelajaran dan tambahan ilmu tentang mata kuliah yang berkaitan serta pengaplikasiannya dilapangan.

2. Bagi akademik; sebagai tambahan ilmu dan ide yang dapat dikembangkan dikemudian hari.

3. Bagi pengambil kebijakan; sebagai masukan yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan banjir dan ketersediaan air.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Berisi latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Menguraikan tentang teori yang berhubungan dengan penelitian.

BAB III : DATA DAN INFORMASI

(29)

4 Bab ini berisi data-data sekunder yang berfungsi sebagai bahan utama untuk analisis tugas akhir ini.

BAB IV : METODE PENELITIAN

Bab ini berisi uraian tentang persiapan analisis mencakup pengumpulan data hingga pelaksanaan analisis.

BAB V : ANALISA DATA, PEMBAHASAN DAN HASIL PERHITUNGAN Pada bab ini mejelaskan tentang analisis terhadap masalah yang diteliti, yaitu berupa aliran data dan informasi yang terkait dengan menganalisa debit banjir dan volume tampungan waduk agar dapat mengetahui debit yang dapat dimanfaatkan.

BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN

Berisi kesimpulan dan saran untuk keperluan penerapan maupun pengembangan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(30)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Banjir

Banjir adalah suatu kondisi dimana tidak tertampungnya air dalam saluran pembuang (kali) atau terhambatnya aliran air di dalam saluran pembuang.

(Suripin,“Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan”). Banjir merupakan peristiwa alam yang dapat menimbulkan kerugian harta benda penduduk serta dapat pula menimbulkan korban jiwa. Dikatakan banjir apabila terjadi luapan atau jebolan dan air banjir, disebabkan oleh kurangnya kapasitas penampang saluran pembuang.

Banjir di bagian hulu biasanya arus banjirnya deras, daya gerusnya besar, tetapi durasinya pendek. Sedangkan di bagian hilir arusnya tidak deras (karena landai), tetapi durasi banjirnya panjang.

Beberapa karakteristik yang berkaitan dengan banjir, diantaranya :

1. Banjir dapat datang secara tiba – tiba dengan intensitas besar namun dapat langsung mengalir.

2. Banjir datang secara perlahan namun dapat menjadi genangan yang lama (berhari - hari atau bahkan berminggu – minggu) di daerah depresi.

3. Banjir datang secara perlahan namun intensitas hujannya sedikit.

4. Pola banjirnya musiman.

5. Akibat yang ditimbulkan adalah terjadinya genangan, erosi dan sedimentasi.

2.1.1 Penyebab Banjir

Banjir dan genangan yang terjadi di suatu lokasi diakibatkan antara lain oleh sebab - sebab berikut ini :

a. Perubahan tata guna lahan (land use) di daerah aliran sungai (DAS)

Perubahan tata guna lahan di daerah aliran sungai dapat mengakibatkan Debit Puncak naik dari 5 sampai 35 kali karena di DAS tidak ada yang menahan maka aliran air permukaan (run off) menjadi besar, sehingga berakibat debit di sungai menjadi besar dan terjadi erosi lahan yang berakibat sedimentasi di sungai sehingga kapasitas sungai menjadi turun.

b. Pembuangan sampah

(31)

6 Sampah dapat menyebabkan sungai atau drainase tersumbat dan jika hal itu terjadi maka air melimpah keluar karena daya tampung saluran berkurang.

c. Erosi dan sedimentasi

Akibat perubahan tata guna lahan, terjadi erosi yang berakibat sedimentasi masuk ke sungai sehingga daya tampung sungai berkurang. Penutup lahan vegetatif yang rapat (misal semak-semak, rumput) merupakan penahan laju erosi paling tinggi.

d. Kawasan kumuh di sepanjang sungai / drainase

Dapat merupakan penghambat aliran, maupun daya tampung sungai. Masalah kawasan kumuh dikenal sebagai faktor penting terhadap masalah banjir daerah perkotaan.

e. Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat

Sistem pengendalian banjir memang dapat mengurangi kerusakan akibat banjir kecil sampai sedang, tapi mungkin dapat menambah kerusakan selama banjir yang besar. Misal: bangunan tanggul sungai yang tinggi. Limpasan pada tanggul waktu banjir melebihi banjir rencana menyebabkan keruntuhan tanggul, kecepatan air sangat besar yang melalui bobolnya tanggul sehingga menimbulkan banjir yang besar.

f. Pengaruh fisiografi / geofisik sungai

Fisiografi atau geografi fisik sungai seperti bentuk, fungsi dan kemiringan Daerah Aliran Sungai (DAS), kemiringan sungai, geometrik hidrolik (bentuk penampang seperti lebar, kedalaman, potongan memanjang, material dasar sungai), lokasi sungai dan lain-lain.

g. Kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai

Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai dapat disebabkan oleh pengendapan berasal dari erosi DAS dan erosi tanggul sungai yang berlebihan dan sedimentasi di sungai itu karena tidak adanya vegetasi penutup dan adanya penggunaan lahan yang tidak tepat

h. Pengaruh air pasang

Air pasang memperlambat aliran sungai ke laut. Waktu banjir bersamaan dengan air pasang tinggi maka tinggi genangan atau banjir menjadi besar karena terjadi aliran balik (backwater). Hanya pada daerah pantai seperti Pantura, Jakarta dan Semarang

(32)

7 i. Kerusakan bangunan pengendali banjir

Pemeliharaan yang kurang memadai dari bangunan pengendali banjir sehingga menimbulkan kerusakan dan akhirnya tidak berfungsi dapat meningkatkan kuantitas banjir.

2.1.2 Pengendalian Banjir

Kegiatan yang dilaksanakan sebelum banjir terjadi disebut kegiatan pengendalian banjir. Pengendalian banjir untuk suatu daerah adalah unik. Hal ini disebabkan sistem pengendalian banjir suatu daerah belum tentu atau tidak dapat diterapkan pada daerah lain. Tindakan - tindakan yang dapat dilakukan untuk pengendalian banjir antara lain :

1. Pengurangan puncak banjir, yang pada umunya dengan membuat waduk (reservoir).

2. Lokalisir aliran banjir di dalam suatu alur sungai yang ditetapkan dengan tanggul, tembok banjir, atau suatu saluran tertutup.

3. Penurunan permukaan puncak banjir dengan menaikkan besarnya kecepatan, yaitu dengan perbaikan alur.

4. Pengalihan air banjir melalui sudetan (short cut) atau saluran banjir (flood way) ke dalam alur sungai lain atau bahkan ke daerah aliran sungai lain.

5. Pengurangan limpasan banjir dengan pengolahan lahan.

6. Pengolahan dataran banjir.

2.1.3 Tingkat Bahaya Banjir

Menurut Suherlan (2001) kerawanan banjir merupakan keadaan yang menggambarkan mudah atau tidaknya suatu daerah terkena banjir dengan didasarkan pada faktor-faktor alam yang mempengaruhibanjir antara lain faktor meteorologi (intensitas curah hujan, distribusi curah hujan,frekuensi dan lamanya hujan berlangsung) dan karakteristik daerah aliran sungai (kemiringan lahan/kelerengan, ketinggian lahan, testur tanah dan penggunaan lahan).

Bila melihat dari bentuk lahan (landform) dari sistem lahan seperti dataran aluvial, lembah aluvial, kelokan sungai, dan rawa-rawa merupakan daerah yang rentan terkena banjir karena merupakan daerah rendah atau cekungan dengan lereng (Paimin dkk, 2009). Adapun tingkat bahaya banjir berdasarkan periode kala ulang dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut :

(33)

8 Tabel 2.1 Tingkat Bahaya Banjir Berdasarkan Periode Kala Ulang

Sumber : Zervi, 2014

2.2 Waduk

Menurut Komisi Dam Dunia waduk besar adalah bila tinggi bendungan lebih dari 15 m, sedangkan waduk kecil tinggi bendungannya kurang dari 15 m. Waduk kecil sering disebut dengan embung. Embung adalah bangunan artifisial yang berfungsi untuk menampung dan menyimpan air dengan kapasitas volume tertentu lebih kecil dari kapasitas waduk. Kolam embung akan menyimpan air dimusim hujan dan kemudian air dimanfaatkan hanya selama musim kemarau untuk memenuhi kebutuhan.

Sedangkan waduk atau reservoir adalah danau alami atau danau buatan, kolam penyimpanan atau pembendungan sungai yang bertujuan untuk menyimpan air atau menampung puncak banjir dan mengatur pengeluarannya sesuai kebutuhan.

Bendungan meliputi :

1. Bendungan dengan tinggi 15 m atau lebih diukur dari dasar pondasi terdalam 2. Bendungan dengan tinggi 10 m sampai dengan 15 m atau lebih diukur dari

pondasi terdalam dengan ketentuan :

- Panjang puncak bendungan paling sedikit 500 m - Daya tampung waduk paling sedikt 500.000 m3

- Debit banjir maksimum yang diperhitungkan paling sedikit 1000 m3/s

3. Bendungan yang mempunyai kesulitan khusus pada pondasi atau bendungan yang mempunyai kelas bahaya tinggi

Beberapa manfaat yang mampu diberikan sebuah waduk menurut Theodorus (2013) diantaranya yaitu :

a. Irigasi

Pada musim hujan, air hujan yang turun di daerah tangkapan air sebagian besar akan mengalir ke sungai-sungai, air itu dapat ditampung sehingga pada musim

(34)

9 kemarau air yang tertampung tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, antara lain untuk irigasi lahan pertanian

b. Penyediaan Air Baku

Waduk selain sebagai sumber pengairan persawahan juga dimanfaatkan sebagai bahan baku air minum.

c. PLTA

Dalam menjalankan fungsinya sebagai PLTA, waduk dikelola untuk mendapatkan kapasitas listrik yang dibutuhkan. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)adalah suatu sistem pembangkit listrik yang biasanya terintegrasi dalam bendungan dengan memanfaatkan energi mekanis aliran air untuk memutar turbin, diubah menjadi energi listrik melalui generator.

d. Parawisata dan Olahraga Air

Dengan pemandangan yang indah waduk juga dapat dimanfaatkan sebagai tempat rekreasi dan juga sebagai tempat olahraga air maupun sebagai tempat latihan para atlet olahraga air.

e. Pengendali Banjir

Dengan dibangunnya waduk maka kemungkinan terjadinya banjir pada musim hujan dapat dikurangi dan pada musim kemarau air yang tertampung tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, antara lain untuk pembangkit listrik tenaga air, untuk irigasi lahan pertanian, untuk perikanan, untuk pariwisata dan lain sebagainya.

Bagian-bagian pokok sebagai ciri fisik suatu waduk adalah sebagai berikut:

1. Tampungan efektif adalah volume tampungan diantara permukaan genangan minimum (Low Water Level, LWL) dan permukaan genangan normal (Normal Water Level, NWL). Volume ini dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan air yang ada.

2. Tampungan tambahan (surcharge storage) adalah volume air diatas genangan normal selama banjir. Untuk beberapa saat debit meluap melalui pelimpah.

3. Tampungan mati (dead storage) adalah volume air yang terletak dibawah permukaan genangan minimum, dan air ini tidak dimanfaatkan dalam pengoperasian waduk.

(35)

10 4. Tampungan tebing (valley storage) adalah banyaknya air yang terkandung didalam susunan tanah pervious dari tebing dan lembah sungai. Kandungan air tersebut tergantung dari keadaan geologi tanah.

5. Permukaan genangan normal (Normal Water Level, NWL) adalah elevasi maksimum yang dicapai oleh permukaan waduk.

6. Permukaan genangan minimum (Low Water Level, LWL) adalah elevasi terendah bila tampungan dilepaskan pada kondisi normal, permukaan ini dapat ditentukan oleh elevasi dari bangunan pelepasan yang terendah.

7. Permukaan genangan pada banjir rencana adalah elevasi air selama banjir maksimum direncanakan terjadi (Flood Water Level, FWL).

8. Pelepasan (release) adalah volume air yang dilepaskan secara terkendali dari suatu waduk selama kurun waktu tertentu.

9. Periode kritis (critical periode) adalah periode dimana sebuah waduk berubah dari kondisi penuh ke kondisi kosong tanpa melimpah selama periode itu. Awal periode kritis adalah keadaan waduk penuh dan akhir periode kritis adalah ketika waduk pertama kali kosong.

Gambar 2.1 Bagian-bagian tampungan pada waduk

Sumber : Ram S Gupta (1989)

2.2.1 Lengkung Kapasitas Waduk

Lengkung kapasitas waduk (storage capacity curve of reservoir) merupakan suatu kurva yang menggambarkan hubungan antara luas muka air (reservoir area), volume (storage capacity) dengan elevasi (reservoir water level). Dari lengkung

(36)

11 kapasitas waduk ini akan diketahui berapa besarnya tampungan pada elevasi tertentu, sehingga dapat ditentukan ketinggian muka air yang diperlukan untuk mendapatkan besarnya volume tampungan pada suatu elevasi tertentu.

Perhitungan ini didasarkan pada peta kontur, kemudian cari luas permukaan genangan yang dibatasi oleh garis kontur, lalu dicari volume yang dibatasi oleh dua garis kontur yang berurutan dengan menggunakan persamaan pendekatan volume (Soedibyo, 1993).

Secara sistematis volume tampungan waduk dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

Vn = . ∆h . (Fn-1 + Fn + √ ) (2.1) Dimana :

V = Volume pada elevasi ke-n

∆h = Perbandingan tinggi antar dua kontur/elevasi Fn-1 = Luas genangan sebelum elevasi ke-n

Fn = Luas genangan pada elevasi ke-n

(37)

12 Gambar 2.2 Lengkung Elevasi Tampungan dan Lengkung Elevasi Luas

Sumber : Linsley, RayK. dkk, Water Resources Engineering, 1979

Volume tampungan yang terletak antara permukaan genangan minimum dan normal disebut kapasitas berguna. Air yang ditahan di bawah permukaan genangan minimum di sebut kapasitas mati. Pada waduk serbaguna, kapasitas berguna dapat dibagi lagi menjadi kapasitas konservasi dan kapasitas pengurangan banjir sesuai dengan rencana operasi yang ditetapkan. Pada waktu banjir, debit melalui pelimpah dapat mengakibatkan naiknya permukaan air yang lebih tinggi dari pada permuakaan genangan normal. Kapasitas tambahan ini pada umunya tidak terkendali, yaitu dengan pengertian bahwa adanya hanya pada waktu banjir dan tidak dapat dipertahankan untuk penggunaan selanjutnya.

2.2.2 Produksi Waduk

Aspek yang paling penting dalam perencanaan waduk tampungan adalah suatu analisis tentang hubungan antar produksi dan kapasitas. Produksi adalah jumlah air yang dapat disediakan oleh waduk dalam jarak waktu tertentu. Jangka waktu tersebut dapat berbeda-beda, mulai dari satu hari untuk waduk distribusi yang kecil hingga

(38)

13 setahun atau lebih untuk waduk tampungan yang besar. Produksi aman adalah jumlah air maksimum yang dapat dijamin penyediaannya selama suatu jangka waktu kering.

Produksi maksimum yang mungkin sama besarnya dengan aliran masuk dikurangi kehilangan karena penguapan dan peresapan. Bila aliran sungai secara mutlak tetap besarnya, maka tidak akan diperlukan waduk sama sekali, tetapi seiring dengan meningkatnya keanekaragaman aliran maka kapasitas waduk yang dibutuhkan akan meningkat pula.

Bila suatu sasaran produksi ditetapkan, maka pemilihan kapasitas waduk tergantung pada besarnya resiko yang dapat diterima sehubungan dengan kenyataan bahwa produksi tersebut tidak akan selalu dapat dicapai. Suatu waduk yang menyediakan air untuk kebutuhan kota haruslah mempunya produksi rencana yang relatif rendah agar hanya ada resiko kecil bahwa suatu masa yang produksinya kurang dari nilai perencanaan akan terjadi.

2.2.3 Simulasi Pengoprasian Waduk

Penetapan kapasitas untuk suatu waduk biasanya disebut penelaahan operasi (operation study) dan merupakan suatu simulasi dari pengoperasian waduk untuk suatu jangka waktu yang sesuai dengan aturan yang ditetapkan. Suatu penelaahan operasi dapat dikerjakan berdasarkan interval tahunan, bulanan atau harian. Data bulanan paling umum digunakan, tetapi untuk waduk besar yang menyimpan tampungan untuk beberapa tahun.

Nilai-nilai dari jumlah kumulatif aliran masuk dikurangi pelepasan (termasuk penguapan dan rembesan rata-rata) dapat dihitung (Gambar 2.4) Tampungan puncak awal dengan terendah di dalam interval. Proses ini diulangi untuk semua kasus yang ada dalam jangka waktu yang ditelaah, kemudian nilai yang besar dari tampungan yang dibutuhkan dapat ditetetapkan.

(39)

14 Gambar 2.3 Algoritma puncak urutan

Sumber : Linsley, RayK. dkk, Water Resources Engineering, 1979

Suatu mass curve adalah gambaran kumulatif dari aliran masuk bersih ke dalam waduk. Lereng dari mass curve pada setiap saat merupakan ukuran aliran masuk saat itu. Lengkung kebutuhan yang mewakili kebutuhan dengan laju seragam akan berupa garis. Mass curve dapat pula digunakan untuk menetapkan besarnya produksi yang diharapkan dari kapasitas waduk terterntu.

Sebelum menetapkan keputusan tentang kapasitas waduk, biasanya diperlukan penelahaan operasi yang terperinci ini harus memperhitungkan rembesan sebagai fungsi dari permukaan air waduk, penguapan sebagai fungsi dari potensi penguapan yang berubah-ubah serta peraturan operasi yang mungkin tergantung pada aliran masuk alamiah, kapasitas tampungan waduk serta faktor-faktor lainnya.

(40)

15 Gambar 2.4 Mass curve untuk menetapkan kemungkinan produksi waduk

Sumber : Linsley, RayK. dkk, Water Resources Engineering, 1979

2.2.4 Pola Operasi Waduk

Pola operasi waduk bertujuan untuk membuat keseimbangan antara volume tampungan, debit masukan (inflow) dan keluaran (outflow). Dalam simulasi atau analisa perilaku operasi waduk bertujuan untuk mengetahui perubahan kapasitas tampungan waduk.

Simulasi merupakan suatu proses peniruan dari sesuatu kondisi lapangan.

Secara umum simulasi merupakan penggambaran sifat-sifat karakteristik kunci dari kelakuan sistem fisik atau sistem abstrak tertentu. Lingkup waktu dari simulasi mencakup 1 tahun operasi atau lebih tergantung dari kebutuhannya. Salah satu operasi dibagi-bagi menjadi sejumlah periode, misalnya bulanan, 15 harian, 10 harian, mingguan, maupun harian. Persamaan umum simulasi operasi waduk adalah Neraca Keseimbangan Air (water balance).

Dalam situasi atau analisa perilaku operasi waduk bertujuan untuk mengetahui perubahan kapasitas tampungan waduk. Persamaan yang digunakan adalah kontinuitas tampungan (mass storage equation) yang memberi hubungan antara masukan, keluaran, dan perubahan tampungan.

(41)

16 Gambar 2.5 Simulasi Operasi Waduk

Persamaan secara matematis dinyatakan sebagai berikut :

V = I.t – O.t – E.t (2.2)

Dimana :

V = tampungan waduk

t = interval waktu yang digunakan I = aliran masuk (inflow)

O = aliran keluar (outflow) selama interval waktu t E = evaporasi

Aturan umum dalam simulasi waduk adalah :

1. Air waduk tidak boleh turun dibawah tampungan aktif. Dalam banyak keadaan, maka batas bawah tampungan aktif ini ditentukan oleh tingginya lubang outlet waduk.

2. Air waduk tidak boleh melebihi batas tampungan aktif. Dalam banyak keadaan, maka batas atas tampungan aktif ini ditentukan oleh puncak spillway. Apabila terjadi kelebihan air, maka kelebihan ini akan melimpah (spillout).

3. Ada beberapa waduk yang memiliki batasan debit yang dikeluarkan (outflow), baik debit maksimum atau debit minimum.

2.3 Analisa Hidrologi

Secara umum analisis hidrologi merupakan satu bagian analisis awal dalam perancangan bangunan-bangunan hidraulik. Pengertian yang terkandung didalamnya adalah bahwa informasi dan besaran-besaran yang diperoleh dalam analisis hidrologi

(42)

17 merupakan masukan penting dalam analisis selanjutnya. Bangunan hidraulik dalam bidang teknik sipil dapat berupa gorong-gorong, bendung, bangunan pelimpah, tanggul penahan banjir, dan sebagainya. Analisis hidrologi diperlukan untuk mengetahui karakteristik hidrologi suatu daerah pengaliran dengan tujuan untuk menentukan karakteristik hujan serta besarnya debit banjir rencana. Adapun langkah- langkah dalam analisis hidrologi adalah sebagai berikut:

1. Menentukan Daerah Aliran Sungai (DAS) beserta luasnya.

2. Menentukan luas pengaruh daerah stasiun-stasiun hujan.

3. Menentukan curah hujan maksimum harian rata-rata DAS dari data curah hujan yang ada.

4. Analisa Frekuensi Distribusi Curah Hujan 5. Pemilihan jenis sebaran.

6. Uji kecocokan sebaran yang digunakan.

7. Menganalisis intensitas curah hujan rencana dengan periode ulang T tahun.

8. Menghitung debit banjir rencana berdasarkan besarnya curah hujan rencana dengan periode ulang T tahun.

2.4 Curah Hujan

Data curah hujan yang tercatat diproses berdasarkan areal yang mendapatkan hujan sehingga didapat tinggi curah hujan rata-rata dan kemudian diramalkan besarnya curah hujan pada periode tertentu. Berikut dijabarkan tentang cara menentukan tinggi curah hujan kawasan (areal rainfall), dan menentukan distribusi frekuensi curah hujan.

2.4.1 Curah Hujan Kawasan (Areal Rainfall)

Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini dapat disebut curah hujan wilayah/daerah dan dinyatakan dalam mm (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).

Ada 3 macam cara yang berbeda dalam menentukan tinggi curah hujan rata- rata pada suatu kawasan dari angka-angka curah hujan di beberapa titik stasiun pengamat curah hujan, yaitu :

(43)

18 1. Cara Rata-rata Aljabar

Cara ini memberikan hasil yang dapat dipercaya jika pos – pos penakarnya ditempatkan secara merata di kawasan tersebut, dan hasil penakaran masing–masing pos penakar tidak menyimpang jauh dari nilai rata-rata seluruh pos di seluruh kawasan. (Sumber: Soemarto, 1987). Keuntungan dari metode rata – rata aljabar ini ialah lebih objektif.

Adapun persaman aljabar menurut Harto (1993) yaitu :

̅

Dimana :

̅ = tinggi curah hujan rata-rata

R1, R2,..Rn = tinggi curah hujan pada pos penakar 1, 2, . ., n, n = banyak pos penakaran.

Gambar 2.6 Perhitungan Dengan Cara Ajlabar

Sumber: Harto (1993)

2. Cara Poligon Thiessen

Metode ini dilakukan dengan cara mempertimbangkan daerah pengaruh tiap titik pengamatan, karena stasiun pengamatan tidak tersebar secar merata pada suatu daerah.

Hal yang perlu diperhatikan dalam cara poligon thiessen ini adalah stasiun pengamatan minimal tiga stasiun dan penambahan stasiun akan merubah seluruh jaringan. Adapun persamaan poligon thiessen menurut Harto (1993) yaitu:

̅ =

(2.4)

Dimana :

(2.3)

(44)

19

̅ = tinggi curah hujan rerata daerah (mm) R1, R2,R3,...Rn = hujan pada pos penakar hujan (mm)

A1,A2,A3,...An= luas daerah pengaruh pos penakar hujan (km2)

Gambar 2.7 Perhitungan Dengan Cara Poligon Thiessen

Sumber: Harto (1993)

3. Cara Isohyet

Metode bersifat subjektif tergantung pengalaman, keahlian dan pengetahuan pemakai terhadap sifat curah hujan pada daerah setempat. Isohyet adalah garis pada peta yang menunjukkan tempat-tempat dengan curah hujan yang sama. Metode Isohyet berguna terutama berguna untuk mempelajari pengaruh hujan terhadap perilaku aliran air sungai terutama untuk daerah dengan tipe curah hujan orografik (daerah pegunungan). Metode ini merupakan metode yang paling akurat untuk menentukan hujan rata-rata. Adapun persamaan Isohyet menurut Harto (1993) yaitu :

̅

n n n 1 n

A 2 A

R R

(2.5)

Dimana :

̅ = tinggi curah hujan rerata daerah (mm) Rn = hujan pada pos penakar hujan (mm)

An = luas daerah pengaruh pos penakar hujan (km2)

(45)

20 Gambar 2.8 Perhitungan Dengan Cara Isohyet

Sumber: Harto (1993)

2.4.2 Analisa Frekuensi Curah Hujan

Analisa frekuensi merupakan prakiraan, dalam arti probabilitas untuk terjadinya suatu peristiwa hidrologi dalam bentuk hujan rencana yang sebagai fungsi dasar perhitungan perencanaan hidrologi untuk antisipasi setiap kemungkinan yang akan terjadi.

Analisis frekuensi diperlukan data hujan yang diperoleh dari pos penakar hujan, baik yang manual maupun yang otomatis. Analisis frekuensi ini didasarkan pada sifat statistik data kejadian yang telah lalu untuk memperoleh probabilitas besaran hujan dimasa yang akan datang. Dengan anggapan bahwa sifat statistik kejadian hujan yang akan datang masih sama dengan sifat statistik kejadian hujan masa lalu. Ada 2 macam seri data yang digunakan dalam analisis frekuensi, yaitu : a. Data maksimum hujan tahunan

Data ini diambil setiap tahun dengan satu besaran maksimum yang dianggap berpengaruh pada analisis selanjutnya.

b. Seri parsial

Dengan menetapkan suatu besaran tertentu sebagai batas bawah, selanjutnya semua besaran data yang lebih besar dari batas bawah tersebut diambil dan dijadikan bagian seri data untuk kemudian dianalisis.

Dalam analisis frekuensi, hasil yang diperoleh tergantung pada kualitas dan panjang data. Makin pendek data yang tersedia, makin besar penyimpanan yang terjadi. Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi dan empat jenis distribusi yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi adalah :

1) Distribusi Normal

(46)

21 2) Distribusi Log Normal

3) Distribusi Gumbel

4) Distribusi Log Pearson Type III

Penentuan jenis distribusi yang sesuai dengan data dilakukan dengan mencocokkan parameter data tersebut dengan syarat masing-masing jenis distribusi.

1. Distribusi Normal

Distribusi normal atau kurva normal disebut pula distribusi Gauss. Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode distribusi Normal, dengan persamaan sebagai berikut:

XT = ̅ + KT.Sx (2.6)

Dimana:

XT = Curah hujan rencana untuk periode ulang T tahun.

̅ = Harga rata-rata dari data hujan (X) mm Sx = Standard deviasi dari data hujan (X) mm

KT = Frekuensi, nilainya bergantung dari T (didapat dari Tabel Variabel Reduksi Causs pada tabel 2.2)

Tabel 2.2 Nilai Variabel Reduksi Gauss

Sumber: Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 37

(47)

22 2. Ditribusi Log-Normal

Jika variabel acak Y = LogX terdistribusi secara normal, maka X dikatakan mengikuti distribusi Log Normal. Persamaan distribusi log normal dapat ditulis sebagai berikut :

Log XT = ̅̅̅̅̅̅̅ + KT.SX (2.7)

Dimana:

Log XT = Nilai logaritmis hujan rencana dengan periode ulang T.

̅̅̅̅̅̅̅ = Harga rata-rata dari data hujan (X) mm Sx = Standard deviasi dari data hujan (X) mm

KT = Frekuensi, nilainya bergantung dari T (didapat dari Tabel Variabel Reduksi Causs pada tabel 2.3)

Tabel 2.3 Nilai K untuk Distribusi Log Normal

Sumber: Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 37

(48)

23 3. Distribusi Gumbel

Jika data yang digunakan dalam perhitungan adalah berupa sampel (populasi terbatas), maka perhitungan hujan rencana berdasarkan distribusi Gumbel dilakukan dengan rumus berikut:

XT = ̅ + K.Sx

(2.8) Dimana :

XT = Curah hujan rencana untuk periode ulang T tahun.

̅ = Harga rata-rata dari data hujan (X) mm Sx = Standard deviasi dari data hujan (X) mm K = Frekuensi Gumbel ; K =

Yt = Reduced variete sebagai fungsi periode ulang T Yn = Reduced mean sebagai fungsi dari banyaknya data n

Sn = Reduced standart deviation sebagai fungsi dari banyaknya data n

Untuk mengetahui besarnya nilai dari Yn, Yt dan Sn dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 2.4 Reduced Mean (Yn) untuk Distribusi Gumbel

No 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,5520 20 0,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5309 0,5320 0,5332 0,5343 0,5353 30 0,5362 0,5371 0,5380 0,5388 0,5396 0,5403 0,5410 0,5418 0,5424 0,5436 40 0,5436 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5463 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481 50 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518 60 0,5521 0,5524 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545 70 0,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567 80 0,5569 0,5570 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5585 90 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599 100 0,5600 0,5602 0,5603 0,5604 0,5606 0,5607 0,5608 0,5609 0,5610 0,5611

Sumber: Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 51

(49)

24 Tabel 2.5 Reduksi Variant (Yt) sebagai fungsi periode ulang Gumbel

Periode ulang, Tr (tahun)

Reduced variate, YTr

Periode ulang, Tr (tahun)

Reduced variate, YTr

2 0,3668 100 4,6012

5 1,5004 200 5,2969

10 2,2510 250 5,5206

20 2,9709 500 6,2149

25 3,1993 1000 6,9087

50 3,9028 5000 8,5188

75 4,3117 10000 9,2121

Sumber: Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 51

Tabel 2.6 Reduksi Standard Deviasi (Sn) untuk Distribusi Gumbel

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0,9496 0,9676 0,9883 0,9971 1,0095 1,0206 1,0316 1,0411 1,0493 1,0565 20 1,0628 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0915 1,0961 1,1004 1,1047 1,1080 30 1,1124 1,1159 1,1193 1,1226 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388 40 1,1413 1,1436 1,1458 1,1480 1,1499 1,1519 1,1538 1,1557 1,1547 1,1590 50 1,1607 1,1623 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1696 1,1708 1,1721 1,1734 60 1,1747 1,1759 1,1770 1,1782 1,1793 1,1803 1,1814 1,1824 1,1834 1,1844 70 1,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,1890 1,1898 1,1906 1,1915 1,1923 1,1930 80 1,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,1973 1,1980 1,1987 1,1994 1,2001 90 1,2007 1,2013 1,2020 1,2026 1,2032 1,2038 1,2044 1,2049 1,2055 1,2060 100 1,2065 1,2069 1,2073 1,2077 1,2081 1,2084 1,2087 1,2090 1,2093 1,2096

Sumber: Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 51 4. Distribusi Log Pearson Tipe III

Analisa frekuensi curah hujan menggunakan Distribusi Probabilitas Log Pearson Tipe III dapat dihitung dengan persamaan:

Log XT = ̅̅̅̅̅̅̅ + KT.SLogx (2.9) Dimana :

Log XT = Nilai logritmis hujan rencana dengan periode ulang T

̅̅̅̅̅̅̅ = Nilai rata-rata dari Log X SLogx = Deviasi standar dari Log X SLogx = √̅̅̅̅̅̅̅

KT = Variabel standar, besarnya bergantung koefisien kepencengan (Cs) Nilai koefisien kepencengan (Cs atau G ) dapat dilihat melalui Tabel 2.7.

(50)

25 Tabel 2.7 Nilai k Distribusi Log Pearson Tipe III

Sumber : Soemarto, 1995:141-143

Penentuan jenis distribusi probabilitas yang sesuai dengan data dilakukan dengan mencocokkan parameter data tersebut dengan syarat masing-masing jenis distribusi seperti Tabel 2.8.

Tabel 2.8 Persyaratan parameter statistik suatu distribusi

Sumber: Bambang Triadmojo, 2008

(51)

26 Keterangan Tabel 2.8:

̅ = ∑ (2.10)

1 - n

) Xa - Xi (

= S

2 n

1 i d

(2.11)

Cv = ̅ (2.12)

3 3

) )(

2 )(

1 (

) (

Sd n

n

x Xi CS n

 

(2.13)

4 4

) )(

3 )(

2 )(

1 (

) (

Sd n

n n

x Xi Ck n

 

(2.14) Dimana :

̅ = Tinggi hujan harian maksimum rata-rata selama n tahun (mm) Sd = Deviasi standar

Cv = Koefisien variasi Cs = Koefisien kemiringan Ck = Koefisien kurtosis

n = Jumlah tahun pencatatan data hujan 2.4.3 Uji Distribusi Frekuensi Curah Hujan

Setelah dilakukan perhitungan dari setiap metode distribusi curah hujan, maka selanjutnya dipilih salah satu metode untuk dilakukan pengujian distribusi. Adapun pengujian distribusi yang dilakukan yaitu sebagai berikut :

1. Metode Chi-Kuadrat (X2)

Uji Chi-Kuadrat digunakan untuk menguji apakah distribusi pengamatan dapat disamai dengan baik oleh distribusi teoritis. Perhitungannya dengan menggunakan persamaan berikut:

k

1 i

2 2

hit Ef

) Of -

X (Ef (2.15)

Dimana:

(52)

27

= Parameter Chi-Kuadrat terhitung

Ef = Frekuensi yang diharapkan sesuai dengan pembagian kelasnya Of = Frekuensi yang diamati pada kelas yang sama

n = Jumlah sub kelompok

Derajat nyata atau derajat kepercayaan (α) tertentu yang sering diambil adalah 5%.

Derajat kebebasan (Dk ) dihitung dengan rumus:

Dk= K – (p+1) (2.16)

K = 1 + 3,3 Log n (2.17)

Dimana :

Dk = derajat kebebasan K = jumlah kelas

P = banyaknya keterikatan (banyaknya parameter), untuk uji chi- kuadrat adalah 2

n = jumlah data

Selanjutnya distribusi probabilitas yang dipakai untuk menentukan curah hujan rencana adalah distribusi probabilitas yang mempunyai simpangan maksimum terkecil dan lebih kecil dari simpangan kritis dapat dilihat pada persamaan 2.18.

X2 < (2.18)

Di mana:

X2 = parameter Chi-Kuadrat terhitung

= parameter Chi-Kuadrat Kritis (dapat dilihat pada tabel 2.9)

2

Xhit

(53)

28 Tabel 2.9 Nilai Kritis untuk Distribusi Chi – Kuadrat

Sumber : Soemarto, 1995

2. Uji Smirnov Kolmogorof

Pengujian distribusi probabilitas dengan metode Smirnov-Kolmogorov dilakukan dengan langkah-langkah perhitungan sebagai berikut:

1) Urutkan data (Xi) dari besar ke kecil atau sebaliknya.

2) Tentukan peluang empiris masing-masing data yang sudah diurut tersebut P(Xi) dengan rumus tertentu, rumus Weibull misalnya,

P(Xi) = (2.19)

(54)

29 Di mana:

n = jumlah data

i = nomor urut data (setelah diurut dari besar ke kecil atau sebaliknya)

3) Tentukan peluang teoritis masing-masing data yang sudah diurut tersebut P’(Xi) berdasarkan persamaan distribusi probabilitas yang dipilih (Gumbel, Normal dan sebagainya). Hitung selisih (ΔPi) antara peluang empiris dan teoritis untuk setiap data yang sudah diurut:

ΔPi = P(Xi) – P’(Xi) (2.20)

4) Tentukan apakah ΔPi < ΔP kritis, jika “tidak” artinya distribusi probabilitas yang dipilih tidak dapat diterima, demikian sebaliknya. Nilai ΔP kritis dapat dilihat pada tabel 2.10.

Tabel 2.10 Nilai ΔP kritis Smirnov-Kolmogorov

Sumber : Soemarto, 1995 2.5 Intensitas Curah Hujan

Intensitas curah hujan adalah jumlah curah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu, yang terjadi pada satu kurun waktu air hujan terkon- sentrasi (Wesli, 2008). Intensitas hujan atau intensitas hujan rencana dapat dikatakan sebagai ketinggian atau kederasan hujan per satuan waktu, biasanya dalam satuan (mm/jam) atau (cm/jam). Jika volume hujan adalah tetap, maka intensitas hujan akan makin tinggi seiring dengan durasi hujan yang makin singkat, sebaliknya intensitas hujan makin rendah seiring dengan durasi hujan yang makin

(55)

30 lama. Di samping itu, berkaitan dengan intensitas hujan rencana, tinggi intensitas hujan rencana akan makin besar seiring dengan periode ulang yang makin besar.

Perhitungan intensitas curah hujan dengan cara empiris dapat dihitung menggunakan rumus Mononobe, yaitu:

R =

x

(2.21)

Dimana:

R = Intensitas hujan rencana (mm)

R24 = tinggi hujan harian maksimum atau hujan rencana (mm) t = durasi hujan atau waktu konsentrasi (jam)

Berdasarkan data sebaran hujan di Indonesia, hujan terpusat tidak lebih dari 7 (tujuh) jam. Perhitungan rasio hujan jam-jaman, distribusi hujan periode jam menggunakan rumus:

R

t

=

x

(2.22)

RT = T Rt – (T-1)Rt – 1 (2.23)

Di mana:

Rt = intensitas hujan rerata dalam jam (mm/jam), RT = curah hujan pada jam ke- mm),

t = durasi hujan (6 jam),

T = waktu hujan dari awal sampai dengan jam ke- , Rt-1 = rerata hujan dari awal sampai dengan jam ke ( -1).

2.6 Hubungan Antara Curah Hujan dan Limpasan

Hubungan antara curah hujan dan limpasan dapat dikembangkan secara teoritis, jika segala sesuatu mengenai karakteristik fisik sistem di daearah pengaliran, kondisi mulanya, proses fisik, dan sebagainya, ingin diketahui. Hal ini tidak mungkin dilaksanakan. Sebagai penggantinya kita mencari hubungan tersebut secara empiris dengan menggunakan metode statistic.

Salah satu masalah dalam hidrologi adalah bagaimana caranya menurunkan aliran sungai di dalam suatu daerah pengaliran sungai dari curah hujan yang diketahui.

Menurut DOOGE : A system is anything consisting of parts connected together

(56)

31 (structure, device, scheme, procedure) and interrelating in a given time reference an input, effect or response in the field of matter, energy or information.

Daerah pengaliran sungai adalah suatu sistem yang mengubah curah hujan (atau input) ke dalam debit (atau output, response atau sambutan) di pelepasannya (outlet). Pengaruh yang di akibatkan curah hujan juga tergantung pada kondisi mula system, misalnya tingkat kebasahan daerah pengaliran pada permulaan hujan yang ditentukan oleh keadaan iklim sebelumnya. Curah hujan ditentukan oleh intensitas, lama waktu, distribusi dan sebagainya.

Debit banjir rencana (design flood) adalah besarnya debit yang direncanakan melewati penampang sungai dengan periode ulang tertentu. Besarnya debit banjir ditentukan berdasarkan curah hujan dan aliran sungai antara lain : besarnya hujan, intensitas hujan, dan luas Daerah Pengaliran Sungai (DAS).

Untuk mencari debit banjir rencana dapat digunakan beberapa metode diantaranya hubungan empiris antara curah hujan dengan limpasan.

2.6.1 Metode Rasional

Metode yang paling sering digunakan untuk mengestimasi debit di suatu daerah aliran sungai dimana tidak ada data pengamatan debitnya adalah Metode Rasional Jepang. Dalam hal ini besarnya debit tersebut merupakan fungsi dari luas DAS, intensitas hujan, keadaan pemukaan tanah yang dinyatakan dalam koefisien limpasan dan kemiringan sungai (Joesron Loebis,1992). Debit banjir dirumuskan secara generik sebagai berikut:

Q = f x C x I x A (2.24)

Dimana,

C = Koefisien pengaliran

I = Intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam) A =Luas daerah aliran (km2)

f = Faktor konversi = 0.278.

(57)

32 Tabel 2.11 Koefisien pengaliran (C) untuk Rumus Rasional

Sumber : Suripin 2004

2.6.2 Metode Melchior

Metode Melchior yang berlaku untuk daerah pengaliran di wilayah Jakarta secara umum dirumuskan sebagai berikut :

QMax = α . I . A (2.25)

Keterangan rumus:

QMax = Debit maksimum (m3/s) α = Koefisien pengaliran β = Koefisien reduksi

I = Intensitas hujan (m3/s/km2) A = Luas daerah pengaliran (km2)

Langkah-langkah perhitungan debit maksimum (QMax) dalam metode Melchior adalah:

a. Menentukan nilai koefisien pengaliran (α) b. Menentukan koefisien reduksi (β)

c. Menentukan intensitas hujan (I)

d. Menghitung QMax untuk suatu daerah pengaliran

Gambar

Gambar 2.1 Bagian-bagian tampungan pada waduk
Gambar 2.7 Perhitungan Dengan Cara Poligon Thiessen
Tabel 2.2 Nilai Variabel Reduksi Gauss
Tabel 2.3 Nilai K untuk Distribusi Log Normal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bahan Kajian (Matakuliah 2011/2012) Kemampuan di Bidang Kerja, Lingkup Kerja Berdasarkan Pengetahuan yang dikuasai dan Kemampuan Manajerial Guru Kelas MI/SD, konsultan,

Mekanisme sinergisme antar isolat dalam konsorsium masih belum diketahui dengan pasti, namun beberapa penelitian menduga disebabkan karena adanya beberapa faktor

içinize girerken dizlerinizi de koltuklarının altına koyar ve siz yatar pozisyonda bacaklarınızı geriye doğru atarken onun girişini mümkün olduğu kadar

Sementara untuk instrumen tes hasil belajar matematika yang kedua, terdapat 1 soal yang termasuk ke dalam kategori cukup baik, dan 4 soal dengan kategori sangat baik

Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar komik digital melalui metode pembelajaran praktek langsung pada siswa kelas X

Sesuai dengan latar belakang, perumusan masalah dan tujuan pelaksanaan tugas akhir, aspek penting program dana stimulan dalam pengembangan perekonomian masyarakat

Proses pembelajaran tersebut dapat membuat seseorang untuk lebih bisa bekerja sama dengan baik, dan lebih peduli dengan teman dan lingkungannya.Berdasarkan latar

Kelebihan Probex adalah (1) Siswa lebih semangat belajar dan sangat merespon penjelasan guru, ditunjukkan dengan keaktifan siswa dalam memprediksi, melakukan