• Tidak ada hasil yang ditemukan

VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA USAHATANI JAMBU BIJI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA USAHATANI JAMBU BIJI"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

77 VII. DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH

DAN FAKTOR LAINNYA TERHADAP KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN KOMPETITIF PADA

USAHATANI JAMBU BIJI

Analisis sensitivitas perlu dilakukan karena analisis dalam metode PAM merupakan analisis yang bersifat statis. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui perubahan pada keuntungan finansial dan ekonomi serta tingkat daya saing jambu biji di Kecamatan Tanah Sareal apabila terjadi perubahan pada kebijakan pemerintah dan faktor lainnya terhadap harga output maupun harga input.

Analisis sensitivitas yang dilakukan pada penelitian ini adalah penurunan harga jambu biji domestik dan internasional, kenaikan harga jambu biji domestik, kenaikan dan penurunan harga pupuk anorganik, penghapusan PPN 10 persen, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang menguat dan melemah, serta analisis sensitivitas gabungan.

7.1. Analisis Sensitivitas terhadap Perubahan Harga Output

Analisis sensitivitas terhadap perubahan harga output meliputi penurunan harga jambu biji domestik atau internasional. Selain itu juga dilakukan analisis terhadap kenaikan harga jambu biji domestik dengan asumsi faktor lainnya tetap (ceteris paribus). Penurunan harga jambu biji internasional disebabkan oleh fluktuasi harga jambu biji di pasar pelelangan internasional jambu biji. Adapun penurunan harga jambu biji domestik disebabkan prediksi supply jambu biji yang melimpah pada saat musim panen. Tabel 13 memperlihatkan hasil dari analisis penurunan harga jambu biji domestik.

(2)

78 Tabel 13. Analisis Sensitivitas Usahatani Jambu Biji dengan Penurunan

Harga Jambu Biji Domestik sebesar 15 persen (Rp/Ha)

Nilai Sebelum Setelah Perubahan (%)

PP 13.333.154 9.363.214 -29,77

SP 29.566.434 29.566.434 -

PCR 0,488 0,576 17,99

DRC 0,254 0,254 -

PC 0,451 0,317 -13,43

Keterangan:

PP (Private Profit) : Keuntungan privat SP (Social Profit) : Keuntungan sosial

PCR (Private Cost Ratio) : Rasio keuntungan privat

DRC (Domestic Resource Cost) : Biaya sumberdaya domestik PC (Profit Coefficient) : Koefisien keuntungan

Sumber: Data Primer, diolah (2010)

Penurunan harga jambu biji domestik menyebabkan penerimaan petani menjadi berkurang dan keuntungan privat menurun sebesar 29,77 persen. Nilai PCR meningkat menjadi 0,576 menunjukkan bahwa keunggulan kompetitif usahatani jambu biji menurun. Supply jambu biji yang melimpah menyebabkan petani harus menerima harga yang lebih rendah dari pedagang dan mengalami penurunan keuntungan. Petani tidak memiliki alternatif lain untuk menjual hasil produksi jambu biji menyebabkan posisi tawar-menawar petani menjadi lemah.

Perbandingan antara keuntungan privat dengan keuntungan sosial (PC) mengalami penurunan 13,43 persen akibat menurunnya keuntungan privat.

Tabel 14. Analisis Sensitivitas Usahatani Jambu Biji dengan Penurunan Harga Jambu Biji Inernasional sebesar 17 persen (Rp/Ha)

Nilai Sebelum Setelah Perubahan (%)

PP 13.333.154 13.333.154 -

SP 29.566.434 16.476.806 -44,27

PCR 0,488 0,488 -

DRC 0,254 0,379 12,53

PC 0,451 0,809 35,83

Keterangan:

PP (Private Profit) : Keuntungan privat SP (Social Profit) : Keuntungan sosial

PCR (Private Cost Ratio) : Rasio keuntungan privat

DRC (Domestic Resource Cost) : Biaya sumberdaya domestik PC (Profit Coefficient) : Koefisien keuntungan

Sumber: Data Primer, diolah (2010)

(3)

79 Penurunan harga jambu biji internasional sebesar 17 persen menyebabkan penurunan keuntungan sosial usahatani jambu biji hingga 44,27 persen. Begitu pula dengan keunggulan komparatif usahatani ini juga menurun. Hal tersebut ditunjukkan dengan peningkatan nilai DRC yang mengindikasikan bahwa kemampuan usahatani jambu biji di lokasi penelitian dalam membiayai faktor domestik pada harga sosial berkurang sebesar 12,53 persen. Penurunan keuntungan sosial menyebabkan rasio antara keuntungan privat dan keuntungan sosial (PC) meningkat sebesar 35,83 persen.

Selain penurunan harga output, perubahan harga output lainnya yang diuji dalam analisis sensitivitas ini adalah kenaikan harga jambu biji domestik sebesar 20persen yang ditampilkan pada Tabel 15. Rancangan Ditjen Hortikultura Kementrian Pertanian yang ingin menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) pada produk-produk sayur dan buah-buahan termasuk jambu biji akan meningkatkan kualitas jambu biji10. Apabila kualitas jambu biji domestik meningkat, maka hal ini akan mengakibatkan kenaikan harga jambu biji domestik.

Tabel 15. Analisis Sensitivitas Usahatani Jambu Biji dengan Kenaikan Harga Jambu Biji Domestik sebesar 20 persen (Rp/Ha)

Nilai Sebelum Setelah Perubahan (%)

PP 13.333.154 18.626.407 39,7

SP 29.566.434 29.566.434 -

PCR 0,488 0,406 -16,89

DRC 0,254 0,254 -

PC 0,451 0,630 17,9

Ketetrangan:

PP (Private Profit) : Keuntungan privat SP (Social Profit) : Keuntungan sosial

PCR (Private Cost Ratio) : Rasio keuntungan privat

DRC (Domestic Resource Cost) : Biaya sumberdaya domestik PC (Profit Coefficient) : Koefisien keuntungan

Sumber: Data Primer, diolah (2010)

10 Harian Bisnis Indonesia. 20 Januari 2010. Daya Saing Produk Buah dan Sayuran Harus Digenjot

(4)

80 Kenaikan harga jambu biji domestik telah meningkatkan penerimaan privat, sehingga keuntungan privat juga meningkat sebesar 39,7 persen.

Keunggulan kompetitif mengalami peningkatan ditunjukkan dengan nilai PCR yang menurun (16,89 persen). Nilai PC yang meningkat sebesar 17,9 persen menunjukkan bahwa rasio keuntungan yang diterima petani terhadap keuntungan sosialnya meningkat. Namun upaya penerapan SNI jambu biji ini masih terdapat kendala pada kesiapan petani untuk menerima standardisasi tersebut. Oleh karena itu diperlukan pendampingan dan penyuluhan yang lebih efektif serta bantuan fasilitas dari pemerintah, seperti bibit unggul dan penyuluhan pasca panen.

7.2. Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Harga Input

Analisis ini digunakan untuk mengetahui apakah kegiatan usahatani jambu biji di lokasi penelitian masih tetap efisien untuk diusahakan apabila terjadi kenaikan harga input (pupuk anorganik) sebesar 35 persen. Kenaikan harga pupuk tersebut disebabkan oleh kenaikan biaya produksi pupuk anorganik dan pengurangan subsidi pupuk anorganik.

Tabel 16. Analisis Sensitivitas Usahatani Jambu Biji dengan Kenaikan Harga Pupuk Anorganik sebesar 35 persen (Rp/Ha)

Nilai Sebelum Setelah Perubahan (%)

PP 13.333.154 13.287.349 -0,34

SP 29.566.434 29.566.547 -

PCR 0,488 0,490 0,32

DRC 0,254 0,254 -

PC 0,451 0,449 -0,15

Keterangan:

PP (Private Profit) : Keuntungan privat SP (Social Profit) : Keuntungan sosial

PCR (Private Cost Ratio) : Rasio keuntungan privat

DRC (Domestic Resource Cost) : Biaya sumberdaya domestik PC (Profit Coefficient) : Koefisien keuntungan

Sumber: Data Primer, diolah (2010)

Tabel 16 memperlihatkan peningkatan harga pupuk hanya menyebabkan perubahan pada keuntungan privat dan keunggulan kompetitif, sedangkan

(5)

81 keuntungan sosial dan keunggulan komparatifnya tetap. Perubahan kebijakan berupa pengurangan subsidi hanya berdampak di lingkungan domestik dan tidak memengaruhi harga CIF pupuk urea dan TSP. Terlihat bahwa keuntungan privat menunjukkan nilai yang positif, artinya petani jambu biji masih memperoleh keuntungan dengan kenaikan harga pupuk tersebut. Meskipun demikian, keuntungan privat menurun sebesar 0,34 persen. Begitu pula dengan nilai PCR mengalami peningkatan yang mengindikasikan teradi penurunan keunggulan kompetitif. Dampak dari kenaikan harga pupuk anorganik ini menyebabkan keuntungan yang diterima petani menurun terhadap keuntungan sosialnya sehingga nilai PC menurun.

Keadaan sebaliknya dapat terjadi apabila pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk meningkatkan anggaran subsidi pupuk dan menyebabkan harga pupuk yang diterima petani menurun sebesar 35 persen seperti yang terlihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Analisis Sensitivitas Usahatani Jambu Biji dengan Penurunan Harga Pupuk Anorganik sebesar 35 persen (Rp/Ha)

Nilai Sebelum Setelah Perubahan (%)

PP 13.333.154 13.373.773 0,30

SP 29.566.434 29.566.547 -

PCR 0,488 0,487 -0,28

DRC 0,254 0,254 -

PC 0,451 0,452 0,14

Keterangan:

PP (Private Profit) : Keuntungan privat SP (Social Profit) : Keuntungan sosial

PCR (Private Cost Ratio) : Rasio keuntungan privat

DRC (Domestic Resource Cost) : Biaya sumberdaya domestik PC (Profit Coefficient) : Koefisien keuntungan

Sumber: Data Primer, diolah (2010)

Penurunan harga pupuk juga tidak menyebabkan perubahan pada analisis sosial, karena kebijakan penambahan anggaran subsidi pupuk hanya berpengaruh pada harga privat. Hal ini mengakibatkan keuntungan privat meningkat dan terjadi

(6)

82 kenaikan keunggulan kompetitif. Perbandingan antara keuntungan privat dengan keuntungan sosialnya juga mengalami peningkatan sebesar 0,14 persen.

Perubahan persentase pada keuntungan privat, keunggulan kompetitif dan koefisien keuntungan yang tidak begitu besar disebabkan oleh proporsi penggunaan input pupuk anorganik yang relatif sedikit.

Tabel 18. Analisis Sensitivitas Usahatani Jambu Biji Apabila PPN Dihapuskan (Rp/Ha)

Nilai Sebelum Setelah Perubahan (%)

PP 13.333.154 13.422.969 0,674

SP 29.566.434 29.566.547 -

PCR 0,488 0,485 -0,547

DRC 0,254 0,254 -

PC 0,451 0,454 0,67

Keterangan:

PP (Private Profit) : Keuntungan privat SP (Social Profit) : Keuntungan sosial

PCR (Private Cost Ratio) : Rasio keuntungan privat

DRC (Domestic Resource Cost) : Biaya sumberdaya domestik PC (Profit Coefficient) : Koefisien keuntungan

Sumber: Data Primer, diolah (2010)

Tabel 18 memperlihatkan kebijakan pemerintah lainnya yang berpengaruh terhadap usahatani jambu biji, yaitu PPN pada pestisida, obat-obatan tanaman jambu biji, dan plastik pembungkus. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada pestisida dan input nontradable merupakan salah satu kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk melindungi produsen input. Dalam analisis ekonomi, PPN merupakan transfer pembayaran dari produsen input kepada konsumen input (petani). Penghapusan PPN sebesar 10 persen pada produk pendukung sektor pertanian diusulkan oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia11. Apabila penghapusan PPN 10persen diterima, maka dampak yang terjadi pada usahatani jambu biji adalah peningkatan keuntungan privat dan keunggulan kompetitif.

Kebijakan ini tidak berdampak pada analisis sosial, karena PPN hanya terjadi

11 Harian Seputar Indonesia. 23 September 2008. Tarif BKP Pertanian

(7)

83 pada analisis privat. Dilihat dari nilai PC, penghapusan PPN 10 persen ternyata menyebabkan keuntungan yang diterima petani meningkat 67 persen dari keuntungan sosialnya.

7.3. Dampak Perubahan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat Sebesar 6persen

Faktor lain yang memengaruhi keunggulan komparatif dari usahatani jambu biji ini adalah dampak perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat baik melemah maupun menguat sebesar 6 persen (ceteris paribus). Perubahan nilai tukar ini hanya berdampak pada keuntungan sosial dan

keunggulan komparatif, sedangkan pada keuntungan privat dan keunggulan kompetitif tidak terjadi perubahan. Hal ini disebabkan perubahan nilai tukar hanya memengaruhi harga sosial input tradable dan output pada usahatani jambu biji.

Tabel 19 memperlihatkan dampak menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat pada usahatani jambu biji di Kecamatan Tanah Sareal.

Tabel 19. Analisis Sensitivitas Usahatani Jambu Biji Bila Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat Menguat Sebesar 6 persen (Rp/Ha)

Nilai Sebelum Setelah Perubahan (%)

PP 13.333.154 13.333.154 -

SP 29.566.434 24.959.494 -15,58

PCR 0,488 0,488 -

DRC 0,254 0,287 13,07

PC 0,451 0,534 18,46

Keterangan:

PP (Private Profit) : Keuntungan privat SP (Social Profit) : Keuntungan sosial

PCR (Private Cost Ratio) : Rasio keuntungan privat

DRC (Domestic Resource Cost) : Biaya sumberdaya domestik PC (Profit Coefficient) : Koefisien keuntungan

Sumber: Data Primer, diolah (2010)

Berdasarkan Tabel 19, terlihat bahwa keuntungan sosial menurun sekitar 15,58 persen dan nilai DRC meningkat sebesar 13,07 persen. Nilai tukar rupiah yang menguat terhadap dolar Amerika Serikat menurunkan harga sosial input

(8)

84 tradable (pupuk urea dan TSP) dan harga sosial jambu biji. Hal tersebut

menyebabkan penerimaan (output) sosial dan input tradable sosial juga mengalami penurunan. Penurunan penerimaan sosial berdampak pada penurunan keuntungan sosial. Meskipun biaya input tradable sosial juga menurun, namun penurunan penerimaan sosial lebih besar dibanding penurunan input (biaya) sosial. Akibatnya nilai DRC meningkat yang mengindikasikan bahwa keunggulan komparatif pada usahatani jambu biji ini menurun. Dilihat dampaknya pada perubahan nilai PC menjadi 0,534, perubahan ini menyebabkan keuntungan yang diterima petani adalah 53,4 persen dari keuntungan sosialnya. Hal ini disebabkan penerimaan sosial menurun, sehingga keuntungan privat relatif lebih besar terhadap keuntungan sosialnya.

Tabel 20. Analisis Sensitivitas Usahatani Jambu Biji Bila Nilai Tukar Rupiah Melemah terhadap Dolar Amerika Serikat Sebesar 6 persen (Rp/Ha)

Nilai Sebelum Setelah Perubahan (%)

PP 13.333.154 13.333.154 -

SP 29.566.434 34.173.347 15,58

PCR 0,488 0,488 -

DRC 0,254 0,228 -10,34

PC 0,451 0,390 -13,48

Keterangan:

PP (Private Profit) : Keuntungan privat SP (Social Profit) : Keuntungan sosial

PCR (Private Cost Ratio) : Rasio keuntungan privat

DRC (Domestic Resource Cost) : Biaya sumberdaya domestik PC (Profit Coefficient) : Koefisien keuntungan

Sumber: Data Primer, diolah (2010)

Selain perubahan nilai tukar rupiah yang menguat terhadap dolar Amerika Serikat, perlu juga dilakukan analisis apabila nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar Amerika Serikat sebesar 6 persen. Tabel 20 memperlihatkan nilai SP yang meningkat hingga 15,58 persen dan nilai DRC menurun sebesar 10,34 persen. Nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar Amerika Serikat

(9)

85 menyebabkan harga sosial untuk output jambu biji dan input tradable (pupuk urea dan TSP) meningkat. Peningkatan harga sosial output menyebabkan penerimaan sosial meningkat. Hal ini berimplikasi pada peningkatan keuntungan sosial, karena biaya input tradable sosial meningkat tidak begitu besar dibandingkan dengan peningkatan penerimaan sosial. Peningkatan penerimaan sosial akan berdampak pada peningkatan keunggulan komparatif. Dilihat dari nilai PC (PC=0,39), nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar Amerika Serikat mengakibatkan keuntungan yang diterima petani lebih rendah 60,98 persen dari keuntungan sosialnya. Hal ini disebabkan oleh penerimaan sosial yang meningkat, sehingga keuntungan privat relatif lebih rendah dari keuntungan sosial.

7.4. Analisis Sensitivitas Gabungan

Analisis sensitivitas gabungan merupakan penggabungan beberapa analisis sensitivitas di atas antara faktor-faktor yang berdampak negatif terhadap keunggulan kompetitif dan komparatif dari usahatani jambu biji dengan kebijakan pemerintah atau faktor lainnya yang mampu meredam dampak negatif tersebut.

Sensitivitas yang digabungkan adalah penurunan harga jambu biji domestik, penghapusan PPN 10 persen, penambahan anggaran subsidi pupuk dan peningkatan standar kualitas jambu biji melalui penerapan SNI jambu biji. Hasil analisis sensitivitas gabungan dapat dilihat pada Tabel 21.

(10)

86 Tabel 21. Analisis Sensitivitas Gabungan – Pengaruhnya pada Harga Privat

(Rp/Ha)

Nilai Sebelum Setelah Perubahan (%)

PP 13.333.154 15.177.884 13,83

SP 29.566.434 29.566.434 -

PCR 0,488 0,446 -8,53

DRC 0,254 0,254 -

PC 0,451 0,513 13,84

Keterangan:

PP (Private Profit) : Keuntungan privat SP (Social Profit) : Keuntungan sosial

PCR (Private Cost Ratio) : Rasio keuntungan privat

DRC (Domestic Resource Cost) : Biaya sumberdaya domestik PC (Profit Coefficient) : Koefisien keuntungan

Sumber: Data Primer, diolah (2010)

Analisis sensitivitas gabungan ini hanya terjadi pada analisis privat karena keadaan tersebut sering terjadi di lingkungan domestik. Selain itu pemerintah dapat langsung berperan dalam mengatasi permasalahan di lingkungan domestik.

Jika terjadi penurunan harga jambu biji domestik sebesar 15 persen, maka pemerintah dapat mengantisipasi penurunan harga tersebut dengan penghapusan PPN, penambahan subsidi, dan penerapan SNI pada jambu biji. Penerapan SNI jambu biji akan meningkatkan kualitas jambu biji sehingga harga jambu biji dapat meningkat dan mengimbangi penurunan harga yang terjadi serta memperkecil kerugian yang dialami petani. Apabila keadaan tersebut terjadi, maka petani akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 15.177.884. Hal ini juga berdampak pada peningkatan keunggulan kompetitif. Namun keuntungan yang diperoleh petani masih lebih kecil dari keuntungan sosialnya, terlihat dari nilai PC sebesar 0,513.

Hal ini disebabkan oleh penerimaan sosial yang tinggi, sehingga keuntungan sosial juga sangat besar.

Analisis sensitivitas gabungan lainnya yang berpengaruh terhadap analisis sosial adalah gabungan antara penurunan harga jambu biji internasional dengan nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar Amerika Serikat. Tidak ada

(11)

87 kebijakan pemerintah yang berpengaruh terhadap harga internasional sehingga perubahan hanya terjadi pada keuntungan sosial dan keunggulan komparatif. Hasil dari sensitivitas gabungan kedua kondisi tersebut dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22. Analisis Sensitivitas Gabungan – Pengaruhnya pada Harga Sosial (Rp/Ha)

Nilai Sebelum Setelah Perubahan (%)

PP 13.333.154 13.333.154 -

SP 29.566.434 20.298.341 -31,35

PCR 0,488 0,488 -

DRC 0,254 0,332 30,6

PC 0,451 0,657 45,66

Keterangan:

PP (Private Profit) : Keuntungan privat SP (Social Profit) : Keuntungan sosial

PCR (Private Cost Ratio) : Rasio keuntungan privat

DRC (Domestic Resource Cost) : Biaya sumberdaya domestik PC (Profit Coefficient) : Koefisien keuntungan

Sumber: Data Primer, diolah (2010)

Berdasarkan pada Tabel 22, terlihat bahwa keuntungan sosial mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh penurunan penerimaan sosial akibat penurunan harga jambu biji internasional yang lebih besar dari dampak peningkatan penerimaan sosial akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar. Nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar juga menyebabkan harga pupuk anorganik meningkat, sehingga juga ikut memengaruhi keuntungan sosial.

Penurunan penerimaan sosial menyebabkan keunggulan komparatif menurun.

Perbandingan antara keuntungan privat dan keuntungan sosial (PC) meningkat disebabkan oleh penurunan keuntungan sosial, sehingga keuntungan yang diterima petani relatif lebih besar dari keuntungan sosial.

Gambar

Tabel  14.  Analisis  Sensitivitas  Usahatani  Jambu  Biji  dengan  Penurunan  Harga Jambu Biji Inernasional sebesar 17 persen (Rp/Ha)
Tabel  18.  Analisis  Sensitivitas  Usahatani  Jambu  Biji  Apabila  PPN  Dihapuskan (Rp/Ha)
Tabel 20. Analisis Sensitivitas Usahatani Jambu Biji Bila Nilai Tukar Rupiah  Melemah  terhadap  Dolar  Amerika  Serikat  Sebesar  6  persen  (Rp/Ha)
Tabel  22. Analisis  Sensitivitas Gabungan  – Pengaruhnya pada Harga Sosial  (Rp/Ha)

Referensi

Dokumen terkait

Dengan fasilitas-fasilitas yang ada pada komputer yang setiap saat menuju ke yang lebih maksimal kegunaannya dalam pengolahan database akan lebih cepat dan mudah

[r]

usahanya tidak sedang dihentikan dan/atau direksi yang bertindak untuk dan atas nama perusahaan tidak sedang dalam menjalani sanksi pidana, yang dibuktikan dengan surat

Pada hari ini, Kamis Tanggal Dua Puluh Dua Bulan Juni Tahun Dua Ribu Tujuh Belas (22-6-2017), bertempat di Kantor Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat Jalan

PERWAKILAN BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL PROVINSI JAWA BARAT

Pokja ULP BKKBN Pusat TA.2017 akan melaksanakan pelelangan e-Seleksi Umum dengan prakualifikasi untuk paket pekerjaan pengadaan jasa konsultansi secara elektronik

Penawaran pekerjaanJasa Renovasi Gedung Kantor KPP Madya Batam (Lelang Ulang) pada Kantor KPP Madya Batam, kamiPokja ULPD Kepulauan Riau telah melaksanakan pembukaan dokumen

Pemberian bahan organik pada perlakuan B 5 (100% pupuk kandang ayam) dan B3 (50% T.diversifolia + 50% pupuk kandang ayam) adalah yang tertinggi. dalam peningkatan diameter