• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan sektor primer dalam perekonomian indonesia artinya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan sektor primer dalam perekonomian indonesia artinya"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pertanian merupakan sektor primer dalam perekonomian indonesia artinya pertanian merupakan sektor utama yang menyumbang hampir dari setengah perekonomian indonesia. Pertanian juga memiliki peran yang nyata sebagai penghasil devisa negara melalui ekspor. Oleh karena itu perlu diadakannya pembangunan di dalam sektor pertanian sehingga dapat bersaing di pasar dalam negeri ataupun luar negeri.

Pertanian merupakan suatu kesatuan usaha yang mencakup kegiatan proses pengadaan bahan baku, proses pengolahan dan pemasaran produk pertanian.

Perusahaan yang masuk dalam kategori perusahaan pertanian mencakup pertanian rakyat, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan. (Firdaus, 2010).

Sektor pertanian memiliki beberapa sub sektor yang memiliki masing - masing peran penting dan potensi daalam membangun perekonomian indonesia, daan salah satunya adalah sub sektor perkebunan. Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor yang mengalamai pertumbuhan yang paling konsisten, baik ditinjau dari aralnya maupun produksinya.

Tahun 2011 sampai 2013, perusahaan sub sektor perkebunan mengalami

penurunan laba bersih yang salah satu penyebabnya yaitu beban umum, beban

penjualan, beban pendanaan dan beban lainnya meningkat diikuti dengan turunya

(2)

harga penjualan di setiap hasil sub sektor perkebunan. Penurunan laba bersih ini terjadi hampir di semua eminten yang listing di Bursa Efek Indonesia (Sutrisno, 2014).

Analisis keuangan sangat penting dilakukan untuk menilai kinerja perusahaan terutama kinerja keuangannya. Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia, 1996 (dalam Purnomo, 2007), kinerja perusahaan dapat diukur dengan menganalisis dan mengevaluasi laporan keuangan. Laporan keuangan adalah ringkasan dari proses akuntansi selama tahun buku yang bersangkutan yang digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak - pihak yang berkepentingan terhadap data atau aktivitas perusahaan tersebut (Apriyono, 2008). Informasi keuangan dan kinerja keuangan di masa lalu sering kali digunakan sebagai dasar untuk memprediksi posisi keuangan dan kinerja di masa depan. Kinerja perusahaan yang bagus akan memberikan nilai positif kepada perusahaan tersebut, dan apabila kinerja perusahaan buruk akan memberikan nilai negatif kepada perusahaan tersebut dan bisa memberikan ancaman kebangkrutan pada perusahaan tersebut.

Analisis keuangan sangat penting bagi suatu perusahaan untuk mengantisipasi

terjadinya kebangkrutan dimasa mendatang yang tidak hanya dapat diprediksi oleh

perusahaan. Menurut Supardi, 2003 (dalam Fakhrurozie, 2007), kebangkrutan

diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan

untuk menghasilkan laba.

(3)

Keadaan keuangan perusahaan dinilai baik tidak cukup dengan perusahaan tersebut yang hanya mampu menghasilkan laba yang tinggi. Namun hal tersebut perlu di dukung dengan beberapa aspek seperti pengelolaan sumber daya yang baik, kepuasan pelanggan, manajemen keuangan yang baik, dan kesejahteraan karyawan sehingga hal tersebut dapat menghindari perusahaan dari hal yang tidak diinginkan. Kebangkrutan merupakan suatu yang paling menakutkan bagi pemilik perusahaan maupun karyawan yang bekerja di dalam perusahaan tersebut.

Ancaman kebangkrutan dapat dialamai setiap perusahaan, baik perusahaan kecil maupun perusahaan besar yang tidak mmpu bersaing atau berkembang dalam menjalankan usahanya. Kebangkrutan suatu perusahaan diawali dengan munculnya kesulitan keuangan. Kesulitan keuangan suatu perusahaan dapat tercermin dari indikator kinerjanya yakni apabila perusahaan mengalami kesulitan keuangan jangka pendek (likuiditas) yang tidak segera diatasi akan mengakibatkan kesulitan keuangan jangka panjang (solvabilitas) sehingga dapat berujung pada kebangkrutan suatu perusahaan (Suharman, 2007). Kebangkrutan perusahaan ditandai dengan adanya penurunan kondisi keuangan perusahaan yang terjadi secara berkepanjangan dan terus menerus (financial distress) (ghosh, 2013).

Financial distress merupakan kondisi dimana hasil operasi perusahaan tidak

cukup untuk memenuhi kewajiban perusahaan (insolvency). Suatu perusahaan

dapat dikategorikan sedang mengalami financial distress dimana jika perusahaan

tersebut memiliki kinerja yang menunjukkan laba operasinya negative, laba bersih

negative, nilai buku ekuitas negative, dan perusahaan yang melakukan merger

(4)

(Brahmana, 2007). Financial distress merupakan tahapan penurunan kondisi keuangan suatu perusahaan sebelum terjadinya kebangkrutan Platt dan Platt, 2002 (dalam Arif, 2013). Financial distress terjadi karena perusahaan tidak mampu mengelola dan menjaga kestabilan kinerja keuangan perusahaannya yang bermula dari kegagalan dalam mempromosikan produknya yang berakibat pada turunnya penjualan sehingga dengan pendapatan yang menurun dari sedikitnya penjualan memungkinkan perusahaan mengalami kerugian operasional dan kerugian kerugian bersih untuk tahun berjalan (Brahmana,2007). Jika suatu perusahaan mengalami kondisi kesulitan keuangan (financial distress) yang pada akhirnya apabila perusahaan tidak mampu keluar dari kondisi tersebut maka perusahaan tersebut akan mengalami kepailitan atau kebangkrutan. Oleh karena itu diperlukan berbagai cara untuk mencegah suatu perusahaan agar tidak terjebak pada kondisi financial distress, salah satunya adalah melakukan prediksi financial distress di

suatu perusahaan. Dengan mengetahui kondisi financial distress, diharapkan perusahaan dapat melakukan tindakan - tindakan untuk mengantisipasi kondisi yang mengarah pada kebangkrutan sedini mungkin Alimilia, 2004 (dalam Arif, 2013).

Dalam mendeteksi kondisi financial distress pada perusahaan untuk itu

diperlukan suatu alat atau model prediksi yang dapat digunakan untuk mendeteksi

adanya kebangkrutan perusahaan. Penelitian mengenai alat deteksi kebangkrutan

telah banyak dilakukan sehingga memunculkan berbaagai model prediksi

kebangkrutan yang digunakan sebagai alat untuk memperbaiki kondisi perusahaan

(5)

sebelum perusahaan mengalami kebangkrutan (Endri, 2009). Tindakan untuk memperbaiki keadaan keuangan setelah menerima peringatan dini untuk kebangkrutan tergantung pada penggunaan kapasitas sektor tertentu dan ketersediaan pilihan keuangan perusahaan tersebut. Seperti yang dinyatakan Nidhi dan Saini (2013) bahwa keadaan keuangan perusahaan dapat dinilai menggunakan rasio keuangan standar. Beberapa alat deteksi kebangkrutaan yang dapat digunakan yaitu model Altman Z-score (1968), model Springate (1978), model Zmijewski (1983), model tersebut merupakan model analisis kebangkrutan yang sering digunakan dan dikenal karena selain caranya mudah, keakuratan dalam menentukan prediksi kebangkrutannya pun cukup akurat. Ketiga model ini dikembangkan dan dibentuk melalui perbandingan rasio - rasio keuangan dalam mengidentifikasikan hasil akhir dari prediksi kebangkrutan. Namun ketiga model tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan masing - masing dalam menentukan modelnya. Oleh karena itu, dengan melakukan perbandingan ketiga model analisis kebangkrutan pada perusahaan perkebunan yang memiliki resiko melekat seperti kegagalan panen, maka dapat diketahui perbedaan ketiga model tersebut dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan perkebunan yang mungkin terjadi.

1.2 Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang diatas maka permasalahan yang akan dibahas

dalam penelitian ini adalah :

(6)

1. Apakah ada perbedaan antara penggunaan model Altman, Springate, Zmijewski

dalam memprediksi kondisi financial distress pada sub sektor perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?

2. Manakah model yang paling akurat dalam memprediksi kondisi financial distress pada sub sektor perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan oleh peneliti di atas, maka peneliti mengajukan sebuah tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini.

Adapun tujuan yang di maksud yaitu :

1. Untuk menguji perbedaan model Altman, Springate, dan Zmijewski dalam memprediksi kondisi financial distress pada sub sektor perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

2. Untuk mengetahui model yang paling akurat dalam memprediksi kondisi financial distress pada sub sektor perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian 1. Kontribusi Teoritis

Penelitian ini dapat member manfaat bagi peneliti untuk mengetahui dan

(7)

memperoleh hasil bukti mengenai analisis dan dapat memperdalam pengetahuan dan pemahaman penulis. Dan untuk peniliti selanjutnya, penilitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan konseptual dan menjadi referensi bagi peneliti sejenis dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan.

2. Kontribusi Praktis a. Bagi Perusahaan

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi manajemen perusahaan agar dapat mengambil langkah dan keputusan yang tepat guna melakukan perbaikan demi kemajuan dan kemakmuran perusahaan tersebut.

b. Bagi Investor

Penelitian ini diharapkan memberikan informasi bagi pihak yang membutuhkan (investor). Penelitian ini dapat dijadikan pedoman dalam menentukan perusahaan yang akan dipilih untuk menanamkan modal ataupun sahamnya sebagai investasi.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, peneliti

membatasi ruang lingkup pembahasan agar tidak menyimpang dari pembahasan

yang ada. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang meneliti tentang

kondisi financial distress pada sub sektor perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek

(8)

Indonesia pada periode tahun 2012 - 2014. Peneliti menggunakan tiga metode

dalam memprediksi kondisi financial distress pada perusahaan diantaranya adalah

metode Altman, Springate, dan Zmijewski. Dalam penelitian ini, peneliti

membandingkan ketiga model tersebut dalam memprediksi kondisi financial

distress pada perusahaan. Apakah ada perbedaan diantara tiga model tersebut

dalam memprediksi kondisi financial distress atau tidak. Dan model manakah

yang paling akurat dalam memprediksi kondisi financial distress.

Referensi

Dokumen terkait

Sebelumnya dikatakan bahwa Kecamatan Reok lolos untuk menjadi Pusat Kegiatan Lokal dikarenakan memiliki pelabuhan kelas III dan jalan areteri yang mendukung

Lokasi tersebut dipilih secara purposif dengan alasan (a) ja- lan lintas Papua merupakan jalan yang mengikuti garis perbatasan antara Indonesia dan Papua New Guinea

Hasil penelitian menunjukkan tanaman kopi robusta yang dinaungi sengon memperoleh intensitas cahaya sebesar 46,50 %, sedangkan yang di naungi lamtoro sebesar 82,58%,

ketika negara ingin membangun infrastruktur seharusnya alokasi anggaran ditingkatkan. Tidak akan tercapai pembangunan infrastruktur yang maksimal apabila tidak

Konsekuensi yang diharapkan klien dapat memeriksa kembali tujuan yang diharapkan dengan melihat cara-cara penyelesaian masalah yang baru dan memulai cara baru untuk bergerak maju

Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Puguh Harianto sebagai Ketua Pelaksana yaitu tugas dari dua divisi ini hampir sama dan sesuai dengan keputusan dari DPM agar

Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Islam "Ibnu Sina" Yarsi Sumbar Bukittinggi menunjukkan bahwa 54,7% perawat memiliki kecendrungan turnover, dari

value Teks default yang akan dimunculkan jika user hendak mengisi input maxlength Panjang teks maksimum yang dapat dimasukkan. emptyok Bernilai true jika user dapat tidak