ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Uji Coba Modul Pelatihan Self-Efficacy Pada Siswa Kelas VII-Unggulan dengan Derajat Self-Efficacy Rendah di SMP Negeri ‘X’ Bandung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan modul pelatihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan derajat self-efficacy siswa. Sampel dari penelitian ini adalah siswa kelas VII-Unggulan SMP Negeri ‘X’ Bandung yang memiliki derajat self-efficacy rendah. Berdasarkan teknik sampling yang digunakan, yaitu purposive sampling maka didapat jumlah sampel penelitian ini adalah sebanyak lima orang.
Pengukuran derajat self-efficacy dilakukan dengan menggunakan kuesioner self-efficacy yang dirancang oleh peneliti berdasarkan teori Self-Efficacy dari Bandura (2002) dan memiliki nilai validitas item 0,331 – 0,779 dan reliabilitas kuesioner 0,881.Pelatihan yang diberikan menggunakan prinsip experiential learning yang merupakan suatu model pembelajaran dengan mendapatkan pengalaman langsung yang diikuti dengan suatu pemikiran, diskusi, analisis, dan evaluasi dari pengalaman tersebut (Walter&Marks, 1981). Guna mengetahui apakah terdapat perbedaan derajat self-efficacy siswa sebelum dan sesudah pelatihan, maka desain penelitian yang digunakan adalah one-group design (pre-test dan post-test).Hasil pelatihan dievaluasi dengan dua cara yaitu melalui uji statistik T-Test untuk melihat perbedaan derajat self-efficacy sebelum dan sesudah pelatihan dan metode yang digunakan untuk mengevaluasi program pelatihan adalah evaluasi berdasarkan cognitive dan affective outcomes (Kirkpatrick, 1998).
Berdasarkan hasil pengolahan data, terlihat adanya perbedaan derajat self-efficacy siswa antara sebelum dan sesudah pelatihan (|thitung| = 2,805),dan perbedaan tersebut menunjukkan adanya peningkatan derajat self-efficacy siswa setelah mengikuti pelatihan self-efficacy. Pelatihan self-efficacy ini juga mendapatkan penilaian positif dari peserta berdasarkan segi materi, instruktur, waktu dan fasilitas.
ABSTRACT
The title of this research is Self-Efficacy Training Module Simulation on 7th Grade-Top Class Students with Low Self-Efficacy Level in SMP Negeri ‘X’ Bandung. The Purpose of this research was to obtain a training module which can be used to enhance students’ self-efficacy level. The research samples are 7th Grade-Top Class students who has a low self-efficacy level. Purposive Sampling technique was applied to select five participants within this research.
To measure students’ self-efficacy level, a self-administered self-efficacy questionnaire designed by the researcher based on Self-Efficacy Theory from Albert Bandura (2002) that scored in the range of 0,331 – 0,779 on validity scale, and 0,881 on reliability scale was used. The training given to the students was based on the experiential learning principle which consists of a learning model by obtaining actual and direct learning experiences, followed by an knowledge, discussion, analysis and evaluation of the experiences (Walter & Marks, 1981). To discover whether there was a difference between students’ self-efficacy level before and after training, one group (pre-test and post-test) research design was used. The outcome of this research was evaluated statistically using T-Test to determine the difference between self-efficacy level before and after training. Meanwhile, to evaluate the training program, the evaluation method used was based on cognitive and affective outcomes (Kirkpatrick, 1998).
Based on the results, there was a difference between students' self -efficacy level before and after training (|thitung| = 2,805) and the difference showed an increase number in students' self-efficacy level post training program. The traning program also received a positive appraisal from the participants, based on evaluation in four aspects, material, instructor, time and facility.
In conclusion, the self-efficacy training program can be used to increased students' self-efficacy level on students with low level of self-efficacy. However, this program also received feedback, such as to increase the number of participants in order to motivate students to be more enthusiastic in participating within the program, and the usage of full movie to help students in understanding the material. Lastly, the program can be used by the school, especially the Guidance and Counseling Department to increase students' beliefs in their ability
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan
Abstrak………i
Kata Pengantar………...ii
Daftar Isi ………..vi
Daftar Tabel ………xii
Daftar Bagan ………..xiv
Daftar Lampiran ………..xv
BAB I PENDAHULUAN ……….1
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH ……….1
1.2 IDENTIFIKASI MASALAH………..10
1.4 KEGUNAAN PENELITIAN
……….11
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 TEORI………..12
2.1.1 SELF-EFFICACY BELIEFS ………...12
2.1.1.1 Beliefs ……….12
2.1.1.2 Definisi Self-Efficacy ………..12
2.1.1.3 Sumber-sumber Self-Efficacy………..13
2.1.1.4 Pengaruh Self-Efficacy terhadap Human Function………..16
2.1.1.5 Proses-proses yang diaktifkan oleh Self-Efficacy………....16
2.1.1.6 Pengaruh Self-Efficacy terhadap Fungsi-Fungsi Remaja di bidang Pendidikan………...20
2.1.1.7 Self-Efficacy dan Prestasi Akademik ………..22
2.1.1.8 Perkembangan dan pelatihan Self-Efficacy sepanjang rentang hidup 23 2.1.1.9 Bagaimana Self-Efficacy Mempengaruhi tingkah laku seseorang…...25
2.1.1.10 Perceived Self-Efficacy ……….27
2.1.2 Remaja ……….28
2.1.2.1.1Perubahan Kognitif………29
2.1.2.1.2 Perubahan Sosio Emosional……….31
2.1.2.2 Remaja dan Pendidikan (Sekolah)………...31
2.1.3 Model Pelatihan Experential Learning ………33
2.1.3.1 Fase dalam Experential Learning ………...33
2.1.3.2 Tahapan Proses Belajar Efektif ………..36
2.1.3.3 Metode dalam Experential Learning. ……….40
2.1.4 Evaluasi Program ……….45
2.1.4.1 Definisi Evaluasi Program ………..46
2.1.4.2 Alasan Dilakukannya Evaluasi Program ………46
2.1.4.3 Tipe Evaluasi Program ………...47
2.1.4.4 Evaluasi Program Menurut KirkPatrick………..47
2.1.4.5 Instruktur ……….49
2.2 KERANGKA PEMIKIRAN………51
2.4 HIPOTESIS PENELITIAN……….63
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………64
3.1 RANCANGAN PENELITIAN………...64
3.2 VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL ………63
3.2.1 Definisi Operasional………...64
3.2.1.1 Pelatihan Self-Efficacy………64
3.2.1.2 Variabel Self-Efficacy……….66
3.3 ALAT UKUR………..67
3.3.1 DATA PENUNJANG……….67
3.3.2 ALAT UKUR SELF-EFFICACY………...68
3.3.2.1 CARA PENILAIAN ………...68
3.3.3 EVALUASI PROGRAM PELATIHAN………68
3.3.4 UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS………..70
3.3.4.1 VALIDITAS ………...70
3.3.4.2 RELIABILITAS………..71
3.4 POPULASI SASARAN ………..71
3.5 TEKNIK SAMPLING ………72
3.6 KARAKTERISTIK SAMPLE……….72
3.7 TEKNIK ANALISIS DATA……….. ………72
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……….73
4.1 HASIL PENELITIAN………...73
4.1.1 GAMBARAN UMUM PESERTA……….73
4.1.2 HASIL PENELITIAN BERDASARKAN UJI STATISTIK………….74
4.1.3 HASIL PENELITIAN BERDASARKAN REAKSI PESERTA……...77
4.1.3.1 Reaksi Peserta Terhadap Sesi / Materi 1 ………77
4.1.3.2 Reaksi Peserta Terhadap Sesi / Materi 2 ………79
4.1.3.3 Reaksi Peserta Terhadap Sesi / Materi 3 ………80
4.1.3.4 Reaksi Peserta Terhadap Sesi / Materi 4……….84
4.1.3.5 Reaksi Peserta Terhadap Sesi / Materi 5……….85
4.1.3.6 Reaksi Peserta Terhadap Sesi / Materi 6 ………87
4.1.3.7 Reaksi Peserta Terhadap Sesi / Materi 7 ………..89
4.2 PEMBAHASAN………..………92
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………...109
5.1 KESIMPULAN ……….109
5.2 SARAN ……….110
DAFTAR PUSTAKA………112
DAFTAR RUJUKAN………113
LAMPIRAN………..114
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Tabel Pembagian Item Alat Ukur Self-Efficacy
Tabel 3.2 Tabel Cara Penilaian Item
Tabel 4.1 Gambaran Umum Peserta
Tabel 4.2 Hasil Uji T (T-Test) Skor Pre-Test Dan Post-Test
Tabel 4.3 Perbandingan Hasil Pre-Test Dan Post-Test Self-Efficacy Peserta
Tabel 4.3.1 Perbandingan Hasil Pre-Test Dan Post-Test (Aspek Pilihan Yang Dibuat)
Tabel 4.3.2 Perbandingan Hasil Pre-Test Dan Post-Test (Aspek Besarnya Usaha)
Tabel 4.3.3 Perbandingan Hasil Pre-Test Dan Post-Test (Aspek Daya Tahan)
Tabel 4.3.4 Perbandingan Hasil Pre-Test Dan Post-Test (Aspek Penghayatan Perasaan)
Tabel 4.4 Hasil Evaluasi Reaksi Pencapaian Tujuan Sesi Who Am I?
Tabel 4.5 Hasil Evaluasi Reaksi Siswa Terhadap Tujuan Pelatihan Sesi 2 – Self-Efficacy
Tabel 4.6 Hasil Evaluasi Reaksi Siswa Terhadap Tujuan Pelatihan Sesi 3
Tabel 4.7 Hasil Evaluasi Reaksi Siswa Terhadap Materi Pelatihan Sesi 4
Tabel 4.9 Hasil Evaluasi Reaksi Siswa Terhadap Tujuan Pelatihan Sesi 6
Tabel 4.10 Hasil Evaluasi Reaksi Siswa Terhadap Tujuan Pelatihan Sesi 7
Tabel 4.11 Hasil Evaluasi Reaksi Peserta Terhadap Trainer
Tabel 4.12 Hasil Evaluasi Reaksi Peserta Terhadap Fasilitas Pelatihan
DAFTAR BAGAN
BAGAN 1.1 BAGAN RANCANGAN PENELITIAN
BAGAN 2.1 BAGAN KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 – Tabel Hasil Evaluasi Reaksi Peserta
LAMPIRAN 2 – Kuesioner Self-Efficacy
LAMPIRAN 3 – Form Data Pribadi Siswa
LAMPIRAN 4 – Hand-Out Materi
LAMPIRAN 5 – Lembar Evaluasi Program
LAMPIRAN 6 – Lembar Data Penunjang
LAMPIRAN 7 – Lembar Written Consent Untuk Orang Tua
LAMPIRAN 8 – Lembar Kerja Siswa ( Format dan Hasil)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan dunia pendidikan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini
dapat dikatakan cukup pesat. Indonesia mulai mampu bersaing dengan negara lain
dalam hal kualitas lulusan dari sekolah ataupun universitas dalam negeri, dan juga
prestasi yang dicapai oleh para siswanya dalam perlombaan sains tingkat
internasional. Misalnya, pada tahun 2008, pelajar SMP Indonesia yang bertanding di
International Junior Science Olympiad di Changwon, Korea Selatan, berhasil
menyabet prestasi prestisius sebagai juara pertama dalam tes eksperimen. Predikat tes
eksperimen terbaik itu mendongkrak perolehan medali yang diraih tim Indonesia.
Keenam siswa SMP yang mewakili Indonesia mampu menyumbangkan empat medali
emas, empat medali perak, dan satu medali perunggu.
(http://beritabaikdariindonesia.blogspot.co.id)
Sistem pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia merupakan pelaksanaan
pendidikan nasional berlandaskan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk
2
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
(www.depdiknas.go.id).
Pemerintah melalui departemen pendidikan nasional menyusun kurikulum
pengajaran yang menjadi acuan bagi setiap sekolah dalam pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar, untuk mewujudkan tujuan pendidikan di atas. Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP), adalah penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya, yaitu
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) merupakan kurikulum operasional yang
disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan/sekolah. (Masnur
Muslich, 2008) Sekolah dan instansi terkait lainnya akan lebih berperan dalam
pengembangan dan penerapan kurikulum di sekolahnya masing-masing dengan
menggunakan KTSP yang diterapkan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah,
yaitu SD, SMP, SMA dan jenjang pendidikan formal yang sederajat.
Salah satu sekolah menengah pertama (SMP) yang menerapkan KTSP sebagai
kurikulum yang digunakan di sekolah adalah SMP Negeri ‘X’ Bandung, yang dikenal
memiliki reputasi yang baik dan berkualitas dalam menghasilkan lulusan yang
banyak diterima di sekolah menengah atas favorit, dan memiliki nilai Ujian Nasional
(UN) yang tinggi. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Wakil Kepala
Sekolah Bagian Kurikulum, diketahui bahwa KTSP merupakan kurikulum baru yang
disosialisasikan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) kepada setiap
3
pengembangan kurikulum tersebut, sehingga bisa saja berbeda satu sekolah dengan
sekolah lainnya. Bentuk dan proses pelaksanaan KTSP merupakan otonomi sekolah
untuk mengembangkan program yang menjadi unggulan di sekolah tersebut.
Misalnya, SMP Negeri ‘X’ Bandung berusaha meningkatkan bidang agama, dengan
demikian setiap pagi diadakan program tadarus setiap hari dengan harapan setelah
lulus, dapat membaca Al Quran dengan baik.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah Bagian
Kurikulum, sejauh ini yang telah dilakukan oleh SMP Negeri ‘X’ Bandung adalah
dengan menjalankan program kegiatan belajar mengajar (KBM) satu shift, yaitu
semua siswa masuk pukul 06.30 hingga pukul 13.30, pelaksanaan kegiatan
ekstrakurikuler, dan pengembangan bidang yang berkaitan dengan mata pelajaran.
Dalam hal ini pengembangan bidang mata pelajaran dilakukan dengan
menyelenggarakan empat kelas unggulan. Dasar dari pembentukan kelas unggulan ini
adalah untuk menjaring siswa yang memiliki kompetensi akademis tertentu yang bisa
mewakili sekolah dalam kompetisi atau olimpiade baik itu dalam bidang IPA,
Matematika dan Bahasa Inggris, maupun cerdas cermat antar SMP. Selain itu,
pemilihan para siswa ini juga ditujukan untuk menggugah motivasi para siswa
lainnya untuk lebih semangat dalam belajar. Para siswa yang ditempatkan dalam
empat kelas unggulan ini merupakan siswa yang memiliki nilai tertinggi dalam tes
penempatan yang dilakukan baik secara keseluruhan ataupun per mata pelajaran
4
di kelas VII (Kelas 1 SMP) setelah siswa diseleksi masuk berdasarkan nilai Ujian
Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN).
Peneliti menanyakan kepada tigapuluh orang siswa kelas unggulan mengenai
kesulitan apa yang dihadapi selama mengikuti pelajaran di sekolah, hasilnya 100%
mengatakan banyaknya materi baru, seperti ketika SD hanya ada satu IPA (Ilmu
Pengetahuan Alam) sementara di SMP saat ini, pelajaran IPA dipecah menjadi fisika,
kimia dan biologi. Peneliti kemudian menanyakan lebih lanjut mata pelajaran apa saja
yang dirasakan sulit bagi siswa, 10 orang (33%) diantaranya menyatakan fisika
adalah mata pelajaran yang cukup sulit karena harus menghafal rumus dan kemudian
menerapkannya dalam persoalan. Sebelas orang (37%) menyatakan matematika
cukup sulit, 9 orang (30%) menyatakan IPS sebagai mata pelajaran yang sulit.
Sementara pelajaran bahasa Inggris dihayati sebagai pelajaran yang paling mudah.
Siswa juga mengungkapkan bahwa hambatan yang dihadapi selama mengikuti proses
belajar di sekolah diantaranya adalah kesulitan untuk menghapal (43%), menyimak
penjelasan guru selama di kelas (33%), mencatat (7%) dan menghadapi ujian atau
ulangan (17%).
Hal ini juga didukung oleh keterangan dari Wakil Kepala Sekolah bidang
Kurikulum, bahwa dengan kurikulum saat ini banyak kompetensi dasar dan materi
pelajaran yang harus dikuasai siswa sehingga membuat siswa kesulitan untuk
mengikuti proses belajar. Sementara bagi guru, tidak mungkin untuk mengubah cara
5
dasarnya siswa memiliki kapasitas untuk bisa menangkap penjelasan guru, namun
ketidakyakinan siswa juga mempengaruhi bagaimana mereka belajar di kelas. Dari
tigapuluh orang siswa, sepuluh orang (33%) mengatakan apabila mereka merasa tidak
mampu mengerjakan soal atau mengikuti pelajaran, mereka cenderung malas dan
hanya mengerjakan soal seadanya saja. Sementara, lima orang (17%) menyatakan
akan berusaha untuk tetap konsentrasi, walaupun pada akhirnya menyerah juga, tiga
orang (10%) akan bertanya pada guru setelah pulang sekolah, tujuh orang (23%) akan
diam saja. Dampaknya, banyak siswa yang tidak mampu mencapai nilai standar
kelulusan mutlak (SKM).
Dalam proses belajar di sekolah seluruh siswa SMP Negeri ‘X’ Bandung
harus mencapai nilai standar kelulusan mutlak (SKM) untuk setiap mata
pelajarannya. Saat ini nilai SKM yang ditetapkan adalah 7,5-7,6. Menurut Wakil
Kepala Sekolah Bagian Kurikulum, sebelumnya memang ditetapkan standar nilai
6,0-6,5 untuk setiap mata pelajaran dan rata-rata keseluruhan sebagai syarat utama
Sekolah Berstandar Nasional (SBN). Namun hal ini menurut sekolah dianggap
kurang memadai, karena saat ini Sekolah Menengah Atas favorit merupakan sekolah
berstandar internasional (SBI) sehingga dibutuhkan nilai lebih bagi siswa. Standar
nilai kemudian dinaikkan dengan pertimbangan untuk memotivasi siswa untuk lebih
optimal dalam belajar, membekali mereka agar memiliki nilai tambah dan merupakan
persiapan siswa menghadapi kegiatan belajar di SMA nantinya. Standar nilai ini
6
pada mata pelajaran tertentu dan juga ekspektasi sekolah terhadap para siswa kelas
unggulan di mata pelajaran tersebut.
Peneliti melakukan wawancara dengan tigapuluh orang siswa kelas unggulan
mengenai bagaimana penghayatan mereka selama berada di kelas unggulan, hasilnya
19 orang (63%) menyatakan ragu-ragu dan kurang yakin bahwa mereka layak berada
di kelas unggulan. Alasan yang mereka kemukakan adalah takut tidak mampu
mencapai nilai SKM (70%) dan malu jika gagal dengan teman-teman dari kelas lain
(30%). Menurut siswa, pada dasarnya kemampuan mereka sama dengan teman-teman
yang lain, namun karena pola belajar di kelas unggulan lebih cepat dan berat
dibandingkan dengan teman-teman di kelas lain. Sementara itu penghayatan siswa
mengenai nilai standar yang ditetapkan, 67% mengatakan terlalu tinggi dan berat
untuk dicapai, 17% mengatakan biasa-biasa saja dan masih bisa dicapai dan sisanya
mengatakan kurang tinggi dan pasti bisa mencapainya.
Berdasarkan wawancara dengan seorang wali kelas dari ketiga kelas unggulan
terdapat perbedaan karakteristik siswa di dalam kelas unggulan jika dibandingkan
dengan kelas lainnya. Contohnya, untuk kelas unggulan matematika, dalam
menghadapi pelajaran matematika mereka lebih banyak diam dan tidak aktif dikelas
dalam menjawab pertanyaan yang diberikan guru walaupun sebenarnya mereka
paham dan tahu jawabannya, ketika ujian tiba nilai mereka cukup baik namun mereka
7
Menurut Wakil Kepala Sekolah Bagian Kurikulum, memang terkadang
kedudukan mereka di dalam kelas unggulan menimbulkan kesulitan bagi siswa,
terutama pada siswa kelas VII yang baru saja masuk ke lingkungan sekolah
menengah, setelah lulus dari sekolah dasar. Informasi serupa juga didapat dari salah
seorang guru BK, yang mengatakan bahwa siswa kelas VII yang baru saja memasuki
kehidupan sekolah menengah banyak mengalami kesulitan, salah satu yang menjadi
sorotan pihak sekolah adalah mengapa siswa yang bisa mendapatkan ranking dan
berprestasi baik selama SD, tidak dapat menunjukkan prestasinya di SMP saat ini.
Permasalahan di atas menggambarkan kurangnya keyakinan siswa akan
kemampuan yang mereka miliki dan akhirnya berimbas pada prestasi mereka selama
berada di sekolah. Siswa harus memiliki keyakinan akan kemampuannya dalam
menghadapi proses belajar dan juga kesulitan-kesulitan yang muncul berkaitan
dengan proses belajar di sekolah. Menurut Zimmerman dan Cleary (dalam Pajares &
Urdan 2006) keyakinan dan efektivitas seseorang dalam melaksanakan tugas yang
spesifik, yang mengacu pada penilaian subyektif siswa terhadap kemampuannya
untuk mengorganisasikan, dan mengambil tindakan untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan disebut sebagai self-efficacy. Sementara itu Bandura (1994)
mendefinisikan self-efficacy sebagai keyakinan individu terhadap kemampuannya
untuk melakukan atau menampilkan perilaku tertentu yang spesifik. Dalam hal ini,
pada siswa kelas VII unggulan di SMP Negeri ‘X’ Bandung perilaku yang dimaksud
8
Banyak penelitian menunjukkan bahwa Self-Efficacy mempengaruhi motivasi
akademis, belajar dan prestasi (Pajares, 1996; Schunk, 1995). Self-Efficacy
didasarkan pada kerangka teori yang lebih besar yaitu teori sosial kognitif, yang
mempostulatkan bahwa prestasi manusia bergantung pada interaksi antara tingkah
laku, faktor pribadi seseorang (pikiran, keyakinan) dan kondisi lingkungan.
Berdasarkan data nilai yang didapat dari salah seorang wali kelas VII unggulan
contohnya, dari 40 siswa, untuk mata pelajaran matematika ada 16 orang yang belum
mencapai nilai 7,5. Setelah dilakukan wawancara lebih jauh, terhadap 30 orang siswa
kelas unggulan, didapat hasil bahwa 20 orang (67%) merasakan nilai tersebut agak
sulit untuk dicapai. Selain itu, mereka merasa jam sekolah yang terlalu pagi dan
pulang terlalu sore juga menjadi hal yang membuat mereka malas belajar. Ini juga
menjadi perhatian pihak sekolah, karena melihat nilai Ujian Nasional SD dan juga
hasil seleksi masuk, siswa memiliki rata – rata nilai yang jauh lebih tinggi dari
standar yang ditetapkan sekolah sekarang, namun saat harus menunjukkan prestasi di
SMP saat ini, tidak terlihat apa yang diharapkan oleh pihak sekolah.
Keyakinan siswa terhadap kemampuan dirinya untuk mengatasi kesulitan
dalam hal akademik khususnya, menurut Pajares dan Urdan (2006) dapat dipengaruhi
oleh derajat self-efficacy siswa yang bersangkutan. Self-Efficacy beliefs membantu
menentukan seberapa besar usaha yang akan dilakukan oleh siswa, berapa lama
mereka dapat bertahan ketika menghadapi rintangan, dan seberapa besar daya
resiliensi mereka ketika dihadapkan pada situasi yang tidak menguntungkan (Pajares
9
kegagalan selama partisipasinya di kelas, akan jarang mengajukan pertanyaan pada
guru ketika mereka dihadapkan pada persoalan yang sulit.
Hal ini juga terjadi pada siswa kelas VII unggulan di SMP Negeri ‘X’
Bandung. Keyakinan siswa akan kemampuan yang dimilikinya memberikan dampak
tertentu pada upaya siswa dalam mengikuti pelajaran di sekolah. Apabila mereka
gagal dalam satu mata pelajaran tertentu, dan mendapat nilai kurang dari KKM dalam
ulangan, mereka akan cenderung menjadi tidak termotivasi dalam belajar dan tidak
belajar untuk ulangan berikutnya, nilai mereka pun menjadi tidak optimal.
Pajares (2000) menemukan bahwa self-efficacy beliefs siswa mempengaruhi
performa akademik mereka lewat pilihan yang dibuat siswa dan tindakan yang
diambil siswa. Siswa secara selektif memilih untuk terlibat dalam tugas dimana
mereka merasa lebih yakin dan menghindari aktivitas yang dirasa tidak mampu untuk
dilakukan. Sebagai hasilnya self-efficacy beliefs memiliki pengaruh penting dalam
tingkat pencapaian prestasi siswa (Pajares, 2000). Oleh karenanya, kalangan pendidik
mencari bentuk intervensi yang bisa mempengaruhi Self-perception siswa dan
self-efficacy mereka (Kohn, 1994).
Salah satu bentuk intervensi yang dapat digunakan untuk mempengaruhi
self-efficacy siswa adalah pelatihan. Pelatihan yang diberikan merupakan suatu bentuk
experiential learning, dimana pelatihan ini merupakan model pembelajaran yang
dimulai dengan mendapatkan pengalaman langsung yang diikuti dengan suatu
pemikiran, diskusi, analisis dan evaluasi dari pengalaman tersebut (Weight, Albert,
10
Behavior, Vol 4, No 4, Fall 1970, pp 234-282). Dalam hal ini pelatihan yang
diberikan kepada siswa kelas VII unggulan di SMP Negeri ‘X’ Bandung bertujuan
untuk memberikan pemahaman mengenai pentingnya self-efficacy dalam menghadapi
proses belajar sehari-hari dan bagaimana mereka dapat menerapkannya di sekolah.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, melihat fakta ditunjang dengan teori yang
menunjukkan bahwa keyakinan siswa terhadap kemampuannya cukup menentukan
usaha yang mereka lakukan untuk mencapai prestasi yang optimal, maka peneliti
merasa tertarik untuk melakukan pelatihan self-efficacy terhadap siswa kelas
VII-Unggulan yang memiliki derajat self-efficacy rendah di SMP NEGERI ‘X’
BANDUNG, dengan harapan dapat meningkatkan derajat keyakinan siswa terhadap
kemampuannya sehingga bisa membantu mereka untuk mencapai prestasi yang lebih
optimal.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan fakta yang diperoleh mengenai derajat Self-Efficacy, maka
identifikasi permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah modul pelatihan
self-efficacy mampu meningkatkan derajat self-self-efficacy pada siswa kelas VII unggulan
11
1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauhmana perubahan
derajat Self-Efficacy siswa kelas VII-Unggulan yang memiliki derajat self-efficacy
rendah di SMP Negeri ‘X’ Bandung sebelum dan sesudah pelatihan Self-Efficacy.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan modul pelatihan yang
dapat meningkatkan derajat Self-Efficacy siswa kelas VII-Unggulan yang memiliki
derajat self-efficacy rendah di SMP Negeri ‘X’ Bandung dengan melihat perubahan
derajat self-efficacy siswa yang tercermin melalui besarnya usaha, daya tahan, pilihan
yang dibuat dan penghayatan perasaan dalam menghadapi tugas-tugas belajar di
sekolah.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Praktis
Secara praktis, penelitian ini dapat bermanfaat:
1. Memperkenalkan penyusunan modul pelatihan Self-Efficacy kepada pihak
sekolah sehingga dapat digunakan untuk membantu siswa kelas
VII-Unggulan yang memiliki derajat self-efficacy rendah untuk meningkatkan
keyakinan mereka akan kemampuannya.
2. Modul pelatihan self-efficacy dapat diterapkan pada kelompok sampel yang lebih beragam, sehingga dapat dikembangkan sebagai bentuk
intervensi bagi siswa yang memiliki masalah mengenai keyakinan
73
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh melalui pengolahan data Pelatihan
Self-Efficacy pada siswa kelas VII Unggulan SMP Negeri ‘X’ Bandung yang
memiliki derajat self-efficacy rendah, diperoleh kesimpulan:
1. Modul pelatihan Self-Efficacy dapat meningkatkan derajat self-efficacy siswa
kelas VII Unggulan yang memiliki derajat self-efficacy rendah di SMP Negeri
‘X’ Bandung. Artinya, keyakinan siswa akan kemampuan dirinya cenderung
meningkat setelah mengikuti pelatihan ini.
2. Berdasarkan evaluasi umum, peserta memberikan penilaian yang bersifat
positif secara kognitif dan juga afektif. Penilaian kognitif didukung dengan
penghayatan secara afektif sehingga membantu tercapainya tujuan dalam
setiap sesi yang diberikan.
3. Sesi My Diary-Review dinilai tidak menarik karena waktu pelaksanaan yang
terlalu lama, selama 2(dua) minggu siswa harus menuliskan kegiatannya di
sekolah dan format diary yang kurang jelas.
4. Sesi Melipat (Action Plan) dinilai paling menarik karena menggunakan
metode permainan untuk menyampaikan tujuannya. Siswa juga merasa materi
74
sesi yang paling bermanfaat karena siswa jadi bisa mengenali kekurangan dan
kelebihan dirinya. Media Film yang digunakan sangat membantu pencapaian
tujuan ini.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya,
ada beberapa saran yang dapat diajukan:
1. Sebaiknya waktu pelaksanaan untuk sesi My Diary dibuat lebih singkat dan
bertahap, format tugas yang diberikan lebih bervariasi sehingga siswa tidak
merasa bosan dan mau mengisi secara rinci.
2. Lokasi pelaksanaan kegiatan, ruangan dan jumlah peserta yang lebih banyak
sehingga memberikan rasa nyaman, mempermudah penyampaian materi,
membentuk iklim kompetisi dan memberi semangat kepada peserta, seperti
pada sesi 3-Set Your Goal.
3. Untuk pihak sekolah SMP Negeri ‘X’ Bandung, modul pelatihan Self-Efficacy
ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk diberikan kepada siswa yang
memiliki derajat self-efficacy rendah sehingga dapat membantu mereka untuk
lebih yakin dan siap dalam menghadapi kegiatan belajar sehari-hari di sekolah
75
Dari kesimpulan dan saran yang diberikan diatas diharapkan modul pelatihan
yang telah dirancang untuk siswa kelas VII Unggulan yang memiliki derajat
efficacy yang rendah dapat memberikan manfaat yaitu meningkatkan derajat
self-efficacy mereka dalam menghadapi kegiatan akademis, hingga akhirnya bisa
DAFTAR PUSTAKA
Bandura, Albert. 1977. Social Learning Theory. Prentice-Hall, Inc. New Jersey
Bandura, Albert, 2002. Self-Efficacy: The Exercise of Control. New York : W.H. Freeman and Company
Campbell, Donald T. & Stanley, Julian C. 1963. Experimental and Quasi Experimental Design for Research. Rand Mc, Nally College Publishing Company, Chicago
Friedenberg, Lisa. 1995. Psychological Testing : Design, Analysis and Use. Allyn & Bacon A. Simon & Schuster Company, Massachusetts
Gage, N.L & Berliner, David C. 1998. Educational Psychology 6th Edition. Boston New York; Houghton Mifflin Company
Graziano, Anthony M & Raulin, Michael L, 2000. Research Methods: a process of inquiry 4th Edition; San Francisco: Jessey Bass Inc, Pub.
Kirkpatrick, Donald L., 1998. Evaluating Training Programs, 2nd Edition. Berret-Koehler Publishers. Inc. Boston
Pajares and Urdan. 2006. Self-Efficacy Beliefs of Adolescents. Information Age Publishing: Emory&Santa Clara University, Connecticut.
Posavac and Carey, 1992. Program Evaluation, Method and Case Studies 4th Edition. Prentice-Hall, Inc. A Simon&Schuster Company, New Jersey.
Santrock, John W. 1998. Adolescence. McGraw-Hill Companies, Inc. America
113
Daftar Rujukan
www.depdiknas.go.id