• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh BMI dan Lingkar Leher Terhadap Risiko Terjadinya Obstructive Sleep Apnea (OSA) Pada Anggota Club Fitnes Hotel Horizon Di Bandung Tahun 2011.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh BMI dan Lingkar Leher Terhadap Risiko Terjadinya Obstructive Sleep Apnea (OSA) Pada Anggota Club Fitnes Hotel Horizon Di Bandung Tahun 2011."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

ii

ABSTRAK

PENGARUH BMI DAN LINGKAR LEHER TERHADAP RISIKO

TERJADINYA OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA (OSA) PADA ANGGOTA CLUB FITNES HOTEL HORIZON DI BANDUNG TAHUN 2011

Utari Rahardjo, 2012; Pembimbing I : DR. dr. J. Teguh Widjaja, SpP.,FCCP.

Pembimbing II: drg. Donny Pangemanan, SKM.

Obstuctive Sleep Apnea (OSA) adalah gangguan bernafas saat tidur dengan dengkuran yang keras serta berhentinya nafas dalam periode pendek. Tujuan studi ini untuk mengetahui faktor anatomis apa saja yang berpengaruh terhadap risiko terjadinya OSA.

Penelitian ini bersifat analitik metodenya survei, dengan uji statistik Chi Square terhadap pria dewasa di klub fitness Hotel Horizon Bandung periode Februari 2011- Desember 2011.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa usia tidak berpengaruh terhadap risiko terjadinya OSA, tapi BMI dan lingkar leher sangat berpengaruh terhadap risiko terjadinya OSA. BMI > 25kg/m2 mempunyai risiko yang lebih tinggi terhadap risiko OSA dan Lingkar leher > 37 cm mempunyai risiko yang lebih tinggi terhadap OSA.

Kesimpulannya, Risiko terjadinya OSA tidak dipengaruhi usia, tetapi dipengaruhi BMI dan lingkar leher dan hasil kuesioner Berlin tidak ada pengaruh terhadap hasil Epworth Sleepiness Scale.

(2)

iii

ABSTRACT

RISK OF HAVING BMI AND NECKLINE THAT LEAD TO OBSTRUTIVE SLEEP APNEA (OSA), INVESTIGATED TO THE MEMBERS OF THE

FITNESS CLUB OF HORIZON HOTEL BANDUNG 2011

Utari Rahardjo, 2012; Tutor I : DR. dr. J. Teguh Widjaja, SpP.,FCCP. Tutor II : drg. Donny Pangemanan, SKM.

Obstructive Sleep Apnea (OSA) is a destructive inhaling problem that happens during sleep that followed by a very hard snoring and also by short period of apnea. This study is done to investigate the anatomical factors that lead to OSA risks.

This observation is on analytical based survey with statistical test Chi Square on 48 males (adults) in Bandung from February 2011 up to December 2011.

On this Study I found out that ages do not end up with risks of OSA, but more on BMI (Body Mass Index) and also on the neck line. Both BMI of > 25kg/m2 and neckline of > 37 have a high risk of OSA.

In conclusion, Obstructive Sleep Apnea (OSA) risks are not influenced by age but more on BMI and neckline factors and these are backed up by the Berlin Questionnaires that has nothing to do with Epworth Sleepiness Scale result.

(3)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang... 1

1.2.Identifikasi Masalah... 2

1.3.Maksud dan Tujuan Penelitian... 2

1.4.Manfaat Karya Tulis ... 2

1.6.Hipotesis ... 3

1.7.Metodologi ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur ... 4

2.2 Sleep Apnea ... 9

2.1.1 Definisi Tidur ... 4

2.1.2 Fase Tidur ... 5

2.3 Obstructive sleep Apnea ... 10

2.3.1 Definisi OSA ... 14

DAFTAR GAMBAR ... xii

1.5.Landasan Teori ... 2

1.8.Lokasi dan Waktu Penelitian... 3

2.1.3 Efek Fisiologis Tidur ... 7

(4)

2.3.2 Patofisiologi OSA...10

2.3.3 Gejala Klinis OSA ...11

BAB III. BAHAN/SUBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan/ Subjek Penelitian ... 20

3.1.1 Bahan Penelitian... 20

3.1.2 Subjek Penelitian... 20

3.1.3 Tempat dan Waktu Penelitian... 20

3.2 Metode Penelitian... 20

3.2.1 Desain Penelitian... 21

3.2.2 Variabel Penelitian... 21

3.3 Definisi Operaional Variabel ... 21

3.4 Kriteria Sampel ... 23

3.4.1 Inklusi ... 23

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.5 Besar Sampel Penelitian ... 23

3.7.1 Kuesioner Berlin ... 24

4.2.1 Analisis Bivariant ... 27

4.1 Gambaran Umum ... 27

2.3.4 Faktor Risiko OSA ...12

2.3.5 Komplikasi OSA ...15

2.3.6 Diagnosis OSA...15

2.3.7 Penanganan OSA ...15

2.4 Kuesioner Berlin ... 17

2.5 Epworth Sleepines Scale ... 18

3.4.1 Eksklusi ... 23

3.6 Prosedur Penelitian ... ... 23

3.7 Cara Pemeriksaan ... ... 24

3.7.1 Epworth Sleepines Scale ... 26

3.8 Metode Analisis ... 26

3.9 Aspek Etik Penelitian ... 26

(5)

5.1 Simpulan ... 32 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran ... 32

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 4. 1 Pengaruh usia terhadap risiko OSA menurut Kuesioner Berlin ... 27

Tabel 4. 2 Pengaruh BMI terhadap risiko OSA menurut Kuesioner Berlin ... 28

Tabel 4. 3 Pengaruh lingkar leher terhadap risiko OSA menurut Kuesioner Berlin ... 29

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Letak Supra Chiasmatic Nucleas ... 4

Gambar 2. 2 Saluran nafas yang terbuka dan yang tersumbat ... 10

Gambar 3. 1 Statur meter ... 21

Gambar 3. 2 Timbangan badan ... 21

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

(9)

37

Lampiran 1

KUESIONER BERLIN

Nama : ……… Jenis Kelamin: …… Umur: …....

Tempat tanggal lahir : ………

Alamat : ……….

Berat Badan : Kg Tinggi Badan: cm Lingkar Leher: cm

Kategori 1 :

1. Apakah anda mendengkur? a. Ya

b. Tidak c. Tidak tahu

Jika anda mendengkur :

2. Dengkuran anda?

a. Sedikit lebih nyaring dari bunyi napas biasa (lauder than breathing) b. Keras seperti biasa

c. Lebih nyaring dari bicara

d. Sangat keras, dapat di dengar dari ruangan yang bersebelahan

3. Berapa kali anda mendengkur? a. Hampir setiap hari b. 3-4 kali seminggu c. 1-2 kali seminggu d. 1-2 kali sebulan

(10)

38

4. Apakah dengkuran anda mengganggu orang lain? a. Ya

b. Tidak c. Tidak tahu

5. Apakah ada orang yang mengatakan bahwa anda berhenti bernapas saat tidur?

a. Hampir setiap hari b. 3-4 kali seminggu c. 1-2 kali seminggu d. 1-2 kali sebulan

e. tidak pernah atau hampir tidak pernah

Kategori 2

6. Berapa sering anda merasa lelah atau tidak fit setelah bangun tidur? a. Hampir setiap hari

b. 3-4 kali seminggu c. 1-2 kali seminggu d. 1-2 kali sebulan

e. Tidak pernah atau hampir tidak pernah

7. Pada saat beraktivitas, apakah anda merasa lelah dan tidak segar? a. Hampir setiap hari

b. 3-4 kali seminggu c. 1-2 kali seminggu d. 1-2 kali sebulan

e. Tidak pernah atau hampir tidak pernah

8. Apakah anda pernah terkantuk–kantuk atau tertidur saat mengemudi? a. Ya

(11)

39

9. Berapa sering hal tersebut terjadi? a. Hampir setiap hari

b. 3-4 kali seminggu c. 1-2 kali seminggu d. 1-2 kali sebulan

e. Tidak pernah atau hampir tidak pernah

Kategori 3 :

10.Apakah tekanan darah anda tinggi? a. Ya

(12)

40

Lampiran 2

EPWORTH SLEEPINESS SCALE

Score :

1 : Tidak mungkin mengantuk

2 : Kemungkinan sedikit untuk mengantuk 3 : Kemungkinan sedang untuk mengantuk 4 : Sangat mungkin untuk mengantuk

No. Keadaan Kemungkinan Score

1. Duduk dan membaca 2. Menonton TV

3. Duduk diam di area publik

4. Menjadi penumpang kendaraan selama 1 jam lebih 5. Berbaring pada siang hari

6. Duduk pada siang hari dan berbicara pada seseorang 7. Duduk diam setelah makan siang

(13)

42

Lampiran 3

HASIL PENELITIAN

NO USIA JK TB BB LH BMI Hasil Berlin Skor Epworth Hasil Epworth

1 49 P 175 70 42 22,6 Risiko Rendah 15 mengantuk

2 52 P 167 55 43 19,7 Risiko Rendah 14 mengantuk

3 50 P 168 91 45 32,2 Risiko Rendah 20 mengantuk

4 52 P 170 55 38 19,0 Risiko Rendah 17 mengantuk

5 60 P 180 93 47 28,7 Risiko Rendah 20 mengantuk

6 53 P 171 82 45 28,1 Risiko Rendah 14 mengantuk

7 54 P 171 68 43 23,5 Risiko Rendah 15 mengantuk

8 61 P 167 70 44 25,0 Risiko Rendah 10 tidak mengantuk

9 56 P 166 75 42 27,1 Risiko Rendah 11 mengantuk

10 60 P 168 75 42 26,6 Risiko Rendah 20 mengantuk

11 62 P 167 75 39 26,9 Risiko Rendah 16 mengantuk

12 54 P 170 86 45 29,8 Risiko Rendah 19 mengantuk

(14)

43

14 53 P 165 73 41 26,8 Risiko Rendah 11 mengantuk

15 53 P 158 52 38 20,8 Risiko Rendah 11 mengantuk

16 60 P 165 55 39 20,2 Risiko Rendah 16 mengantuk

17 57 P 160 55 37 21,5 Risiko Rendah 17 mengantuk

18 58 P 169 68 41 23,5 Risiko Rendah 13 mengantuk

19 56 P 168 95 41 33,7 Risiko Rendah 13 mengantuk

20 57 P 165 74 42 27,2 Risiko Rendah 22 mengantuk

21 56 P 169 73 44 25,5 Risiko Rendah 18 mengantuk

22 54 P 165 66 44 24,2 Risiko Rendah 12 mengantuk

23 56 P 174 76 45 26,2 Risiko Rendah 8 tidak mengantuk

24 42 P 162 70 37 27,3 Risiko Rendah 22 mengantuk

25 49 P 168 60 35 21,3 Risiko Rendah 15 mengantuk

26 46 P 167 70 40 25,0 Risiko Rendah 22 mengantuk

27 49 P 168 60 39 21,2 Risiko Rendah 14 mengantuk

28 51 P 170 75 42 25,9 Risiko Rendah 15 mengantuk

29 46 P 163 63 42 24,6 Risiko Rendah 16 mengantuk

30 51 P 168 75 38 26,6 Risiko Rendah 16 mengantuk

(15)

44

32 40 P 169 65 40 22,7 Risiko Tinggi 20 mengantuk

33 47 P 168 82 48 29,0 Risiko Tinggi 13 mengantuk

34 47 P 171 86 46 29,7 Risiko Tinggi 20 mengantuk

35 50 P 178 67 43 21,1 Risiko Tinggi 18 mengantuk

36 61 P 170 67 43 21,5 Risiko Tinggi 9 tidak mengantuk

37 60 P 160 86 49 33,6 Risiko Tinggi 14 mengantuk

38 54 P 170 90 48 31,1 Risiko Tinggi 23 mengantuk

39 55 P 168 78 48 27,6 Risiko Tinggi 11 mengantuk

40 56 P 167 75 47 26,9 Risiko Tinggi 18 mengantuk

41 57 P 167 74 47 26,5 Risiko Tinggi 14 mengantuk

42 60 P 165 78 47 28,7 Risiko Tinggi 14 mengantuk

43 54 P 167 81 48 29,0 Risiko Tinggi 20 mengantuk

44 57 P 167 73 49 26,1 Risiko Tinggi 14 mengantuk

45 55 P 155 72 47 30,0 Risiko Tinggi 18 mengantuk

46 58 P 171 83 46 28,4 Risiko Tinggi 18 mengantuk

47 55 P 178 75 45 23,7 Risiko Tinggi 18 mengantuk

(16)

45

Keterangan :

JK = Jenis Kelamin LH = Lingkar Leher

P = Pria BMI = Body Mass Index

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Obstructive Sleep Apnea adalah gangguan bernafas yang dialami pada saat tidur dengan penyebab yang masih tidak jelas. Sebagian besar pasien mengalami obstruksi di palatum molle dan meluas ke daerah pangkal lidah. Di daerah ini tidak ada bagian yang keras, seperti kartilago atau tulang, sehingga otot-ototlah yang menjaga agar saluran ini tetap terbuka. Pada saat penderita OSA tertidur, otot-otot daerah ini mengalami relaksasi ke tingkat dimana saluran nafas ini menjadi kolaps dan terjadi obstruksi (Chung F., et al., 2008).

Ketika saluran nafas tetutup, penderita berhenti bernafas, dan penderita akan berusaha terbangun dari tidurnya supaya saluran nafas dapat kembali terbuka. Proses terbangun dari tidur ini biasanya hanya berlangsung beberapa detik, tetapi dapat mengganggu irama tidur yang berkesinambungan. Dan juga dapat menghalangi seseorang masuk ke dalam tingkat tidur yang dalam, seperti rapid eye movement (REM) sleep. Tidak dapatnya seseorang masuk ke tingkat

tidur yang dalam dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup seseorang, seperti mengantuk sepanjang hari, penurunan daya ingat, erectile dysfunction (impotensi), depresi dan perubahan kepribadian. (Swierzewski S.J., 2000).

Data insidensi OSA di Indonesia sampai saat ini belum ada karena kesadaran masyarakat maupun kalangan medis terhadap OSA sendiri masih rendah. Di berbagai kepustakaan disebutkan bahwa insidensi berkisar antara 2 – 4% pada orang dewasa. OSA biasanya banyak dijumpai pada laki – laki, obesitas dan pada masyarakat yg hipertensi tinggi.

(18)

2

1.2 Identifikasi masalah

Identifikasi masalah dalam karya tulis ini adalah :

 Apakah BMI berpengaruh terhadap risiko terjadinya OSA

 Apakah Lingkar leher berpengaruh terhadap risiko terjadinya OSA

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud Penelitian : Agar dapat mencegah timbulnya Obstructive Sleep Apnea Tujuan Penelitian : Mengetahui pengaruh BMI dan lingkar leher terhadap risiko

terjadinya OSA pada anggota klub fitness Hotel Horizon Bandung tahun 2011.

1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah Manfaat Akademis :

Untuk mengetahui pengaruh BMI dan lingkar leher teerhadap risiko terjadinya Obstructive Sleep Apnea dan hubungan hasil kuesioner Berlin dengan snoring dan hasil Epworth Sleepiness Scale.

Manfaat Praktis :

Agar masyarakat mengetahui lebih banyak tentang Obstructive Sleep Apnea, serta dapat membantu mereka mengetahui apakah mereka berisiko terkena OSA, sehingga dapat mengantisipasi secara dini dan dapat meningkatkan kualitas hidup mereka.

1.5 Landasan Teori

Obstruktive sleep apnea adalah gangguan tidur berupa henti nafas

berulang-ulang saat tidur. Namun, henti nafas yang dialami disebabkan oleh penyumbatan saluran nafas. Akibatnya, ealau gerak nafas tetap ada, udara tidak dapat masuk ataupun keluar sehingga tidak terjadi pertukaran udara dan ini hanya terjadi pada saat tidur.

(19)

3

terjadi henti nafas tubuh memberikan respon terhadap otak sehingga penderita akan bangun dalam waktu yang singkat. Episode bangun yang singkat (microausal) ini sudah memotong proses tidur. Sehingga mengakibatkan kualitas tidur penderita sleep apnea jadi buruk.

Orang dengan BMI di atas normal mempunyai risiko yang tinggi terhadap OSA. Hal ini terjadi karena tekanan pada saluran nafas meningkat, sehingga laju oksigen kemudian ikut terhambat. Selain BMI, lingkar leher juga berpengaruh terhadap risiko terjadinya OSA.

1.6 Hipotesis

BMI dan Lingkar leher berpengaruh terhadap risiko terjadinya Obstuctive Sleep Apnea.

1.7 Metodologi

Jenis penelitian : Analitik

Rancangan penelitian : Cross sectional Metode pengumpulan data : Wawancara Instrumen pokok penelitian : Kuesioner

Populasi penelitian : Anggota club fitness Hotel Horizon Bandung sebanyak 189 orang. Teknik sampling : Accidental sampling

Besar sampel : 48 Orang

1.8 Lokasi dan waktu penelitian

(20)

32 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Risiko terjadinya OSA dipengaruhi BMI. Pada BMI 25-33 kg/m2 mempunyai risiko yang lebih tinggi terkena OSA.

2. Risiko terjadinya OSA dipengaruhi Lingkar Leher. Didapatkan pada kelompok lingkar leher 37-42 cm mempunyai risiko yang lebih tinggi terkena OSA.

5.2 Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya digunakan jumlah sampel yang lebih banyak sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih akurat.

2. Disarankan kepada masyarakat yang memiliki BMI > 25 kg/m2 dan Lingkar leher > 37 cm untuk lebih tanggap terhadap risiko OSA.

(21)

46

RIWAYAT HIDUP

Nama : Utari Rahardjo

NRP : 0710198

Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 5 September 1987

Alamat : Jl. Mohamad Ramdhan - Bandung

Riwayat Pendidikan

1. TK Santo Yusuf II, Bandung, Lulus tahun 1993 2. SD BPK 5 Penabur, Bandung, Lulus tahun 2000 3. SMP Santo Aloysius, Bandung, Lulus tahun 2003 4. SMA Pelita Bangsa, Bandung, Lulus tahun 2007

(22)

33

DAFTAR PUSTAKA

Ancoli-Israel S., Kripke D.F. 1991. Prevalent sleep problems in the aged. Biofeedback Self Regul, 16: 349-59.

Askandar. 2009. Obesitas PDE RS. Panti Rapih.

http://www.pantirapih.or.id/baru09/article_read.php?nid=6, October 2009.

Chung F., Ward B., Ho J., Yuan H., Kayumov L., Shapiro C. 2007. Preoperative identification of sleep apnea risk in elective surgical patients, using the berlin quetionnaire. J Clin Anesth., 19(2):130-4.

Chung F., Yegneswaran B., Liao P., Chung S.A., Vairavanathan S., Islam S., et al. 2008. Validation of the berlin questionnaire and american society of

anesthesiologists checklist as screening tools for obstructive sleep apnea in surgical patients. Anesthesiology, 5(108): 822-30.

Dancey D.R., Hanly P.J., Soong C., Lee B., Hoofstein V. 2001. Impact of

menopause on the prevalence and severity of sleep apnea. Chest; 120:151-5

Davies R.J., Ali N.J., Stradling J.R. 1992. Neck circumference and other clinical features in the diagnosis of the obstructive sleep apnea syndrome. Thorax, 47(2): 101-5.

Dorlans. 2007. Dorland’s medical dictionary for healthcare consumers. Elsevier publication.

Drazen J.M. 2002. Sleep apnea syndrome. NEJM. (6) 346-390.

(23)

34

Expert P.T. 2009. Sleeping well. Royal College of Psychiatrist.

http://www.rcpsych.ac.uk/mentalhealthinformation/mentalhealthproblems/sl eepproblems/sleepingwell.aspx, April 2009.

Felix. 2008. Misteri sleep apnea, tak hanya sekedar dengkuran. Farmacia, edisi juli 2008, Hlm. 20., Vol.7, No.12.

Gami A.S., Pressman G., Caples S., Kanagala R., Gard J.J., Davidson D.E., et al. 2004. Association of atrial fibrillation and obstructive sleep apnea.

Circulation, 110(4)27: 364-367.

Guide B. 2009. Snoring affects 30 to 40 percent of people today. Artipot.

http://www.artipot.com/articles/412562/snoring-affects-30-to-40-percent-of-people-today.htm. 13 Agustus 2009.

Guyton A.C., Hall J.E. 1997. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 9. Editor : Irawati Setiawan. Jakarta : EGC.

Malhotra A., Huang Y., Fogel R., LAzic S., Pillar G., Jakab M., et al. 2006. Aging Influences on Pharyngeal anatomy and physiology: the predisposition to pharyngeal collapse. Am J Med. 119(1): 72.e9-72.14.

Marin J.M., Carrizo S.J., Vicente E., Augusti A.G. 2000. Long-term

cardiovascular outcomes in men with obstructive sleep apnea-hypopnea with or without treatment with continuous positive airway pressure: an observational study. Lancet 365: 1046-53.

(24)

35

Popovic M.R., White D.P 1998. Upper airway muscle activity in normal women: influence of hormonal status. J Appl Physiol 84:1055-1062, 8750-7587/98.

Ronen O., Malhotra A., Pillar G. 2007. Influence of gender and age on upper-airway length during development. PEDIATRICS 4(120): e1028-e1034 (doi:10.1542/peds.2006-3433).

Rosenthal L.D., Dolan D.C. 2008. The Epworth sleepiness scale in the

identification of obstructive sleep apnea. J Nerv Ment Dis 196(5):429-31.

Sharma S.K., Vasudev C., Sinha S., Banga A., Pandey R.M., HAnda K.K. 2006. Validation of the modified berlin quetionnaire to identify patients at risk for the obstructive sleep apnea syndrome. Indian J Med Res 124: 281-290.

Sumardi, Barmawi H., Bambang S.R., Eko B. 2006. Buku ajar ilmu penyakit dalam : sleep apnea (gangguan bernafas saat tidur). Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Swierzewski S.J. 2000. Sleep stages: overview, waking, non-REM, REM, sleep cycle, factors, age.

http://www.sleepdisorderchannel.com/stages/index.shtml., 4 Desember 2007.

The American Association of Oral and Maxillofacial Surgeons. 2006. Snoring and sleep apnea. http://www.aaoms.org/sleep_apnea.php.

(25)

36

Wilder N.J. 2006. Obstructive Sleep apnea.

http://www.sleepeducation.com/Disorder.aspx?id=7, 12 Januari 2006.

Young T., Palta M., Dempsey J., Skatrud J., Weber S., Badr S. 1993. The

occurrence of sleep-disordered breathing among middle-aged adults. NEJM 7(328): 1230-35

Referensi

Dokumen terkait

Based on the current hypothesis and background, the fundamental question of this thesis is “What is the primary motivation of China to normalize its relationship with Indonesia?”

Penyelenggara pendidikan khusus wajib menerapkan standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru pendidikan khusus sebagaimana yang diatur dalam Peraturan

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati Bantul tentang Penyelenggaraan Tanggung Jawab

Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG STANDAR SARANA DAN PRASARANA UNTUK SEKOLAH DASAR LUAR BIASA (SDLB), SEKOLAH MENENGAH PERTAMA LUAR BIASA

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Bupati Bantul Nomor 87 Tahun 2014 tentang Pemberian Tambahan Penghasilan Bagi Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten

Oksitosin, metergin, misoprostol, cairan kristaloid, cairan koloid, oksigen, produk darah, antibiotik, analgetik Luka jalan lahir Cairan kristaloid,.

An advanced feeding management of ruminant is defined as: (1) Processing feed ingredients to improve the nutritive value; (2) Supplementing the animal with substances into

Dari uraian di atas terlihat bahwa usaha peternakan kerbau rawa di daerah ini (yang hanya satu- satunya pengembangan ternak kerbau di lahan rawa di Indonesia) sangat cocok